tujuan dialisis. Kitosan yang merupakan derivat kitin juga berpotensi untuk digunakan sebagai membran Meriaty,2005 : Krajang S, 2000.
Peneliti terdahulu telah berhasil membuat membran kitin dalam sistem pelarut asam trikloro asetat-diklorometan dan selanjutnya diuji sifat difusinya terhadap
beberapa senyawa dengan berat molekul yang berbeda untuk melihat terdifusinya senyawa-senyawa tersebut Tarigan T, 2006.
Demikian juga pembuatan kompleks polielektrolit alginat kitosan yang digunakan untuk membran hemodialisa Adriana,2006 : Dawolo,2006. Pada
membran alginat kitosan diperoleh kekuatan tarik yang lemah sehingga peneliti ingin membuat membran kalsium alginat kitosan yang lebih kuat karena adanya ikatan
silang didalam membran kalsium alginat-kitosan dibandingkan dengan membran alginat kitosan. Membran Kalsium Alginat-Kitosan dilakukan pengujian
permeabilitasnya yang diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai membran hemodialisis.
1.2. Permasalahan Bagaimanakah sifat permeabilitas dari membran kalsium alginat-kitosan dan apakah
membran tersebut dapat berpotensi sebagai membran hemodialisa.
1.3.Pembatasan Masalah
Penentuan permeabilitas dari membran kalsium alginat kitosan didasarkan pada perbedaan berat molekul dari urea, natrium-salisilat dan albumin sehingga dapat diuji
apakah berpotensi digunakan sebagai membran hemodialisa.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat permeabilitas dari Urea,Na-Salisilat dan Albumin dan hubungannya pada membran kalsium alginat -kitosan.
1.5.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pemanfaatan polimer alam, khususnya membran kalsium alginat-kitosan sebagai alternatif membran
hemodialisa dalam proses dialisis darah.
Universitas Sumatera Utara
1.6.Metodologi penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan adalah : Pembuatan membran kalsium alginat-kitosan dilakukan dengan menginteraksikan
natrium alginat dengan kitosan, selanjutnya diberikan larutan CaCl
2
. Pengujian difusi membran kalsium alginat-kitosan yang dilakukan dengan menggunakan 3 jenis
penetran yaitu urea, natrium salisilat dan albumin dengan variasi waktu tertentu. Kemudian dilakukan uji kekuatan tarik dari membran tersebut dan uji scanning
elektron mikroskop SEM untuk melihat morfologi dari membran tersebut.
1.7.Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Kimia organik Proses FMIPA USU, pengujian permeabilitasnya dilakukan di Laboratorium Teknologi Formulasi Resep dan Farmasi
Kuantitatif, Fakultas Farmasi USU MEDAN dan pengujian morfologi permukaan dengan SEM dilakukan di PTKI MEDAN.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kitin
Kitin berasal dari bahasa Yunani ”Kiton” yang berarti baju rantai dari besi. Hal ini sesuai dengan fungsinya sebagai jaket pelindung untukm hewan-hewan golongan
invetebrata. Kitin tersebar luas di alam dan merupakan senyawa organik kedua yang sangat melimpah di bumi setelah sellulosa Rudall K.M.,1973. Setiap tahun dari
perairan laut dihasilkan sekitar 10
11
ton kitin namun kurang dari 0,1 yang dimanfaatkan kembali Skjak-Braek Sanford,1989.
2.1.1. Sumber
Kitin merupakan biopolimer alami yang melimpah pada kulit luar kepiting, udang,dan juga dinding sel jamur dan serangga. Pada saat ini hanya sedikit
dari jumlah limbah cangkang yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau bahan sumber kitin, sehingga pengelolaan kerang-kerangan menimbulkan pencemaran
lingkungan. Akhir akhir ini nilai komersial dari kitin melonjak karena sifat sifat yang menguntungkan dari turunannya yang larut sehingga cocok untuk industri kimia,
bioteknologi, bidang pertanian, pengelolahan pangan, kosmetik, peternakan, kedokteran, proteksi lingkungan,dan industri pembuatan kertas dan tekstil. Produksi
kitin masih terbatas pada limbah cangkang kerang kerangan di beberapa negara dan polusi lingkungan oleh basa selama proses deprotonasi pada pembuatan kitin yakni
cairan yang mengandung basa dan hasil degradasi protein. Karena kitin dan turunannya yang larut dalam air merupakan komponen utama dari beberapa dinding
sel beberapa Zygomycetes, perhatian telah dialihkan ke jamur untuk digunakan sebagai sumber alternatif kitin dengan menggunakan mikroorganisme pada media
yang sederhana dan tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan Kumar,2000.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Stuktur
Kitin adalah suatu polisakarida linear yang terdiri dari senyawa poli [ β-1,4-2
asetamido deoksi-D-glukopiranose. Struktur kristal kitin serupa dengan selulosa didalam ikatan hidrogen didalam rantai dan antara satu rantai dengan rantai yang
lainnnya. Strukutur kitin dapat dilihat dari gambar dibawah ini.
O H
HO H
HN C
O CH
3
HOH
2
C
H O
H HO
O H
HOH
2
C H
HN C
CH
3
O
H H
H H
O
Gambar 1. Struktur Kitin
Unit penggunaan struktur kitin mengandung dua residu heksosa dan ketobiosa. Kitin mempunyai rumus molekul C
8
H
13
NO
5
n yang mengandung jumlah atom C = 47,29,H = 6,45,N = 6,89 dan O = 39,37 Austin , 1981.
Dalam struktur kitin N-asetil D-glukosianin bahwa β-piranosa merupakan
komponen utama dari kitin substansi yang dibentuk dari skleton dan arthropoda Carey,1987. Kitin merupakan komponen yang tidak larut dalam air dan sangat tahan
pada hidrolisa yang terjadi dan salah satu bagian dari sakarida Willbraham,1989. Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa.
2.1.3. Sifat-Sifat Fisika dan Kimia 2.1.3.1. Sifat Fisika
Kitin merupakan bahan yang mirip dengan sellulosa yang sama-sama memiliki sifat-sifat dalam hal kelarutannya dan reaktifitasnya yang rendah. Kitin yang berwarna
putih, keras, tidak elastis, polisakarida yang mengandung nitrogen. Kitin dapat larut dalam HCl, H
2
SO
4
, H
3
PO
4
, dikoloroasetat, trikloroasetat dan asam formiat. Kitin juga larut dalam larutan pekat garam netral yang panas Synowiecki,2003.
2.1.3.2. Sifat Kimia
Karena keberadaan gugus nitrogen, molekul kitin cenderung bergabung dengan makro molekul lain dan meyebabkan jenis dan sifat fisikokimia baru.
Misalnya, ikatan kovalen antara kitin dan protein yang terbentuk antara N-asetil dari
Universitas Sumatera Utara
kitin bereaksi dengan α-asam amino terutama tirosin dan protein kutikular akan
membentuk kompleks stabil namun mudah terdisosiasi setelah pH berubah. Kitin dapat dianggap sebagai basa lemah, oleh karena itu dapat mengalami reaksi netralisasi
sebagai senyawa yang bersifat alkali Taranathan Kittur,2003.
2.2. Kitosan 2.2.1. Struktur.
Kitosan adalah suatu rantai linear dari D-Glukosamin dan N-Asetil D- Glukosamin yang terangkai pada posisi
β1-4.Kitosan dihasilkan dari deasetilasi kitin. Karena dalam bentuk kationik, bentuk kitosan yang tidak larut dalam air akan
membentuk polielektronik dengan anion polielektrolit. Kitosan telah digunakan dalam bidang biomedikal dan farmasi karena kitosan bersifat biokompatibel,biodegradasi
dan tidak beracun Adriana et al,2003. Kitosan juga terdapat secara alami dalam beberapa jamur namun tidak
sebanyak kitin. Struktur idealnya dapat dilihat dari gambar 2:
O H
HO H
H
2
N HOH
2
C
H O
H HO
O H
HOH
2
C H
H
2
N
H H
H H
O
Gambar 2. Struktur Kitosan Karena adanya gugus amino,kitosan merupakan polielektrolit kationik pKa
≈ 6,5 hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat yang basa ini menjadikan
kitosan : a.. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga
dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons.
b. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel,kapsul dan membran.
Universitas Sumatera Utara
c.Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya menyediakan sistem produksi terhadap efek dekstruksi dari ion Meryati,2005.
2.2.2 Sifat- Sifat Fisika dan Kimia 2.2.2.1. Sifat Fisika
Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer yang
mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul yang tinggi didapati dengan mempunyai vikositas yang baik dalam suasana asam. Kitosan hasil destilasi
kitin, larut dalam asam encer seperti asam asetat, asam formiat, dll. Kitosan dapat membentuk gel dalam n-metilmorpin n-oksida yang dapat digunakan dalam formulasi
pelepasan obat terkendali. Kandungan nitrogen dalam kitin berkisar 5-8 tergantung pada tingkat deasetilasi sedangkan nitrogen pada kitosan kebanyakan dalam bentuk
gugus amino. Maka kitosan bereaksi melalui gugus amino dalam pembentukan N- asilasi dan reaksi Schiff yang merupakan reaksi yang penting Kumar, 2000.
2.2.2.2 Sifat Kimia
Adanya gugus amino dan hidroksil dari kitosan juga menyebabkan kitosan mudah dimodifikasi secara kimia antara lain dalam reaksi pembentukan:
a. N-Asil Metode yang paling sederhana adalah dengan mereaksikan asam karboksilat
dengan kitosan. Pemanasan larutan kitosan dalam asam formiat 100 pada suhu 90
o
C dengan penambahan piridin sedikit demi sedikit untuk menghasilkan N-formilatosan
serta N-Asetil dalam asetat 20. Pereaksi yang paling banyak digunakan untuk N- Asilasi kitosan adalah asil anhidrida,baik dalam kondisi homogen dan heterogen.
b. O-Asilasi Gugus Amino kitosan lebih reaktif daripada gugus hidroksilnya. Gugus amino
perlu diproteksi selama proses asilasi untuk menghasilkan O-Asil Kitosan. Metode proteksi yang dilakukan antara lain melalui pembuatan basa Schiff disusul O-Asetilasi
menggunakan larutan untuk mencegah hidrolisis asam dan basa Schiff. Pembuatan O-Asetil kitosan dapat juga dilakukan dengan melarutkan kitosan
terasetilasi dalam asam formiat 90 yang mengandung asetat anhidrida dengan HClO
4
dengan asumsi protonasi akan mencegah terjadinya N-Asetilasi. N-dan O-Asetilasi kitosan juga dapat diperoleh bersamaan dengan
menggunakan asil klorida. Caranya dengan merefluks kitosan dalam dodekanoil
Universitas Sumatera Utara
klorida berlebih-piridin-kloroform dan ditambah asam klorida sesudah direfluks 5 jam. Produk yang diperoleh sesudah 9 jam larut dalam kloroform, benzene, dietil eter
dan piridin. c. Eter Kitosan
Pembuatan derivate O-alkil kitosan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu O- Alkilasi kitin disusul pengurangan N-Asetilasi dan O-Alkilasi derivat kitosan dimana
gugus amino diproteksi selama reaksi selama reaksi alkilasi. Karboksilmetil kitosan yang diperoleh melalui prosedur pertama menghasilkan
garam natrium dengan gugus amin bebas dalam bentuk busa ataupun garam hidroklorida dari asam amino dengan gugus karboksimetil dalam bentuk asam.
Sensitifitas terhadap penambahan elektrolit meningkat dengan bertambahnya karboksimetilasi. Perlakuan alkali kitin dengan epiloklorohidrin pada 0-15
o
C disusul deasetilasi menghasilkan O-hidroksialkil kitosan Kaban, 2007.
Karena kitin dan kitosan merupakan bahan alam maka keduanya lebih bersifat biokompatibel dan biodegradabel dibanding dengan polimer sintetik. Kitin dan kitosan
serta senyawa turunannya telah banyak diaplikasikan dalam berbagai industri. Nilai total perdagangan bahan-bahan tersebut pada tahun 2002 mencapai 112 trilyun rupiah
Toharisman, 2007.
2.3. Alginat
Alginat merupakan kopolimer linear yang terdiri atas β-D-Mannuronat dan α-
L-Guluronat yang dihubungkan dengan ikatan 1-4 membentuk homopolimer yang disebut dengan M atau G dan heteropilmer yang disebut dengan MG. Karena adanya
kapasitas gel pada kation divalen sehingga dapat digunakan dalam berbagai aplikasi seperti makanan, kosmetik,dan industri farmasi Adriana et al,2003.
2.3.1. Struktur dan Komposisi
Asam alginat diperoleh dari Rhodophyceae-alga cokelat yang merupakan tumbuhan laut. Dihasilkan di Amerika serikat da pada umumnya dalam jenis Macrocytis
Pirefera, tumbuhan laut yang besar Robinson, 1987.Asam alginat umumnya terdapat sebagai garam-garam kalsium, magnesium dan natrium. Tahap pertama pembuatan
alginat adalah dengan mengubah kalsium dan magnesium alginat yang tidak larut menjadi natrium alginat dengan pertukaran ion dibawah kondisi alkali.
Universitas Sumatera Utara
OH-
MAlg
2
+ 2Na
+
2NaAlg + M
2+
Proses pertukaran ion alginat dilakukan dengan mineral asam sebelum diekstraksi dengan alkali.
CaAlg + 2H
+
2Halg + Ca
2+
Halg + Na
+ OH-
NaAlg + H
+
Larutan natrium alginat kasar yang diperoleh di filtrasi dan diendapkan dengan Ca
2+
untuk membentuk garam kalsium yang tidak larut. Selanjutnya pemisahan dilakukan dengan proses acidfikasi untuk memisahkan asam alginat dan ion-ion kalsium.
2NaAlg + Ca
2+
CaAlg
2
+ 2Na
+
CaAlg
2
+ 2H
+
2HAlg + Ca
2+
Kemudian gel asam alginat, setelah didehidrasi dicampurkan dengan alkali Na
2
CO
3
untuk membuat kembali garam natrium yang larut. Halg + Na
+ OH-
NaAlg Akhirnya diperoleh pasta natrium alginat lalu dikeringkan dan digiling untuk
memperoleh bubuk natrium alginat Zhanjiang, 1990. Setiap produksi dari tanaman ini menghasilkan jenis-jenis alginat yang berbeda-beda
dimana jumlahnya tergantung pada masa panennya dan bagian anatomi dari tumbuhan itu sendiri, dan dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
Tabel 1. Perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga
Nama Spesies Perbandingan asam uronat
Asam Guluronat G Asam Mannuronat M
Ascophyllum nodosum Macrocytis Pyrifera
Laminaria hyperborea 35
40 70
65 60
30
Perbandingan yang bervariasi dari ketiga segmen menyebabkan perbedaan sifat produk yang dihasilkan. Alginat yang mengandung asam guluronat yang tinggi
akan cenderung mempunyai struktur yang kaku rigid serta mempunyai porositas
Universitas Sumatera Utara
yang besar, sedangkan yang mengandung asam mannuronat yang tinggi mempunyai struktur yang tidak kaku Prakash,S.,dkk, 2004.
Gambar 3. α-L-Guluronat dan β-D-Mannuronat
2.3.2. Sifat dan Kegunaan. Asam alginat tidak dapat larut dalam air dan secara umum pada industri untuk
melarutkannya dilakukan dengan penambahan natrium ataupun kalsium. Salah satu sifat dari larutan natrium alginat adalah jika dicampurkan dengan larutan kalsium
klorida akan membentuk gel kalsium alginat, yang tidak larut dalam air. Ikatan antara kalsium dengan alginat adalah ikatan khelat yaitu antara kalsium dengan rantai L-
Guluronat dari alginat Morris et al,1978. Ikatan ionik dapat dibentuk diantara gugus karboksilat dan Ca
2+
dengan ikatan hidrogen diantara gugus hidroksi. Ketika blok G tersusun paralel berbentuk pola rantai
seperti dengan lubang-lubang yang sangat ideal sebagai tempat pengikatan kalsium ini menyerupai telur dalam kotaknya egg in an egg box dan dapat dilihat sebagai
berikut:
Gambar 4. Kalsium berada pada blok G egg in an egg box
Universitas Sumatera Utara
Gel terbentuk melalui reaksi kimia dimana kalsium menggantikan natrium dengan alginat mengikat molekul molekul alginat yang panjang sehingga membentuk
gel. Tergantung dari jumlah kalsium yang memberikan assosiasi sementara dan meningkatkan viskositas larutan, sementara kandungan kalsium yang tinggi
menghasilkan assosiasi permanen yang menyebabkan pengendapan atau gelatin. Gel yang lebih homogen dan stabil dapat diperoleh melalui pendinginan yang lambat
larutan alginat dengan adanya ion kalsium. Gel yang dibentuk selama pendinginan secara kimia lebih mudah dikontrol dan tidak mudah meleleh bila dipanaskan
walaupun terdegradasi pada pH yang ekstrim Robinson,1987. Kegunaan dari alginat didasarkan pada 3 sifat utamanya adalah :
a. Kemampuan untuk larut dalam air serta meningkatkan viskositas larutan. b. Kemampuannya untuk membentuk gel.
c.Kemampuannya untuk membuat film natrium alginat dan serat kalsium alginat.
Dalam industri tekstil, alginat digunakan sebagai pengental pasta yang mengandung zat pewarna. Bahan pengental lain seperti pati sering digunakan tetapi
bereaksi dengan bahan pengaktif pewarna, sehingga menghasilkan warna yang lebih rendah dan kadang-kadang limbahnya sulit untuk dicuci. Alginat tidak bereaksi
dengan zat pewarna dan dengan mudah dicuci dari tekstil sehingga alginat menjadi pengental yang terbaik untuk zat pewarna Mchugh, 2003. Alginat digunakan dalam
pembuatan membran sebagai sistem penyampaian obat tipikal baru, povidon iodium sebagai obat dimana membran alginat dapat berfungsi sebagai reservoir obat,
membran dapat menyerap air dan melepaskan obat Bangun.H.,1990.
2.4. Membran
Kata membran berasal dari bahasa latin yaitu ’membrane’ yang berarti potongan kain. Saat ini istilah membran didefenisikan sebagai lapisan tipis film
yang fleksibel, pembatas antara fasa yang bersifat semipermiabel Jones, 1987. Membran dapat berupa padatan ataupun cairan dan berfungsi sebagai media
pemisahan yang selektif berdasarkan perbedaan koefisien difusivitas, muatan listrik atau kelarutan.
Sebenarnya membran
sudah merupakan
bagian integral dari kehidupan kita sehari-hari. Seluruh sel-sel penyusun tubuh mahluk hidup, terutama penyusun sel-sel
Universitas Sumatera Utara
penyusun tubuh kita dibungkus dengan membran. Membran sel sangat bersifat selektif sehingga hanya zat-zat tertentu saja yang dapat melaluinya. Pada tahun 1855 membran
baru dikembangkan secara kecil-kecilan dalam skala laboratoriumnya oleh Fick. Saat ini pemakaian membran telah meluas pada berbagai bidang meliputi industri logam
kontrol polusi, recorveri bahan-bahan kimia, industri pulp dan kertas pengganti evaporasi, kontrol polusi, recorveri serta bahan-bahan kimia, kesehatan dan medis
organ artifisial, control release untuk obat, fraksionasi darah, sterilisasi, pemurnian air dan pengelolahan limbah pemisahan garam, deionisasi.
Pengelompokan membran dapat dilakukan atas dasar berbagai hal. Atas dasar material yang digunakan membran dapat dikelompokkan menjadi membran polimer,
liquid membran, padatan keramik dan membran penukar ion. Berdasarkan konfigurasinya membran dapat dikelompokkan memnjadi lembaran, lilitan spiral
spiral warna, tubular dan emulsi Mulder,1996
2.4.1. Membran Filtrasi
Berdasarkan besar kecilnya ukuran material yang dapat melewatinya membran dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu mikrofiltrasi, ultrafiltrasi,
nanofiltrasi dan reverse osmosis. a.Mikrofiltrasi
Membran mikrofiltrasiMF dapat dibedakan dari reverse osmosisRO dan ultrafiltrasiUF berdasarkan ukuran partikel yang dapat dipisahkan. Pada membran
mikroultrafiltrasi, garam-garam tidak dapat direjeksi oleh membran. Proses foltrasi dapat dilaksanakan pada tekanan yang cukup rendah yaitu dibawah 2 bar. Membran
mikrofiltrasi dapat dibuat dari berbagai macam material anorganik ataupun organik. Membran anorganik banyak digunakan karena ketahanannya pada suhu tinggi dan zat
kimia.Membran mikrofiltrasi memiliki ukuran pori antara 0.05 sampai 10 m dan tebal 10-15 m.
0.0001 m 0.001 m 0.1 m
Reverse osmosis ultrafiltrasi mikrofiltrasi
1A 10A 1000A
100000A
Universitas Sumatera Utara
b.Ultrafiltrasi Proses ultrafiltarsiUF berada diantara proses nanofiltasi dan makrofiltrasi.
Ukuran pori membran berkisar antara 0.05 m sampai 1nm. Ultrafiltrasi digunakan untuk memisahkan makromolekul dan koloid dari larutannya. Ketebalan lapisan atas
ultrafiltrasi umumnya kurang 1 m. c. Membran Reserve Osmosis.
Membrane reverse osmosis RO digunakan untuk memisahkan zat terlarut yang memilki berat molekul yang rendah seperti garam anorganik atau molekul
organic kecil seperti glukosa dan sukrosa larutannya. Aplikasi reverse osmosis terutama adalah untuk pemurnian air, khususnya desalinasi air laut dan air payau
menjadi air minum Mulder, 1996
2.4.2.Membran Dialisis
Bila ginjal gagal melakukan fungsinya, sehingga bermacam macam produk sisa termasuk garam dan air menumpuk dalam tubuh, perlu dilakukan dialisis untuk
mengeluarkan produk sisa tersebut. Proses dialisis sesungguhnya menggunakan sifat sifat dari membran semi-permiabel, dimana membran tersebut hanya dapat dilalui
oleh oleh zat-zat dengan berat molekul yang kecil dan tidak dapat ditembus oleh berat molekul yang besar. Melalui membran semi-permeabel tersebut kelebihan air,macam
macam produk sisa yang menumpuk dalam tubuh ataupun zat-zat toksit lainnnya dapat dikeluarkan dari tubuh penderita gagal ginjal ataupun untuk meningkatkan kerja
ginjal pada terapi keracunan Haven, 1995. Ada dua macam pengobatan dengan dialisis yaitu Hemodialisis dan Dialisis
Intraperitoneal. a.Dialisis Intraperitoneal
Pada proses dialisis intraperitoneal cairan dialysis dimasukkan kedalam kateter kedalam peritoneum,sehingga pertukaran ion terjadi sepanjang membrane peritoneal.
Pada interval waktu tertentu cairan dialysis tersebut harus diganti atau dapat disirkulkasi kembali melalui suatu adsorben chamber.
b.Hemodialisis Pada proses ini digunakan membran buatan semi-permiabel yang berfungsi
sebagai ginjal buatan. Juga dipergunakan suatu mesin untuk mengalirkan darah pasien melalui salah satu sisi permukaan dari membran semi-permiabel sebelum
dikembalikan ke tubuh pasien. Pada saat yang sama cairan hemodialisa dipompakan
Universitas Sumatera Utara
kedalam mesin dan dialirkan melalui sisi lain dari permukaan semi-permiabel, sehingga terjadi pertukaran ion antara darah pasien dengan cairan hemodialisis.
Haven.L,2005
Gambar 5.Hemodialisis
Proses pemisahan suatu komponen dari campuran yang disebabkan oleh adanya perbedaan konsentrasi yang lebih dominan dibandingkan dengan beda
pengaruh tekanan atau beda potensial listrik pada membran, dikenal dengan dialisis. Sedangkan proses perpindahan ion melalui membran penukar ion melalui membran
penukar ion sebagai akibat oleh adanya pengaruh beda konsentrasi yang lebih dominan dibandingkan dengan beda tekanan atau beda potensial pada membran
dikenal dengan dialisis difusi. Pada dialisis fasa cair yang mengandung pelarut yang sama berada pada kedua sisi membran dan tidak ada beda tekanan. Pada dialisis fluks
zat terlarut sebanding dengan konsentrasi. Pemisahan terjadi karena perbedaan koefisien permeabilitas. Makromolekul memiliki koefisien difusi jauh lebih rendah
dibandingkan dengan berat molekul yang rendah Mulder,1996.
2.4.3. Difusi membran.
Pada penggunaan membran sebagai aplikasi tertentu, khususnya sebagai membran pemisah dibutuhkan pengetahuan tentang sifat perpindagan zat difusi
melalui membran. Proses difusi adalah sebagai proses perpindahan molekular statik akibat adanya pergerakan acak dari molekul fluks massa makroskopik terjadi akibat
akibat pergerakan. Suatu bidang berisi lebih banyak molekul dibandingkan dengan bidang yang berada disebelahnya maka fluks massa netto akan terjadi karena lebih
Universitas Sumatera Utara
banyak molekul yang bergerak kesebelah kanan dibandingkan dengan yang kiri. Apabila ada 2 bidang x dan x +
σx misalnya lapisan tipis membran dan jumlah penetran yang meninggalkan bidang adalah j +
σj + σxσxdt. X
x + σx
jσx j + σj + σxσxdt.
Gambar 6. Proses difusi pada penampang melintang membran
Besarnya koefisien difusi molekul yang berpenetrasi melalui membran tidak berpori tergantung pada ukuran partikel yang berdifusi dan sifat material membran.
Secara umum koefisien difusi menurun seiring dengan besarnya ukuran partikel Mulder,1996.
Proses difusi dipengaruhi oleh struktur, ukuran pori, komposisi polimer, sifat dan ukuran zat serta konsentrasi larutan.Difusi zat melalui membran
dapat dinyatakan dalam hukum Fick: J =
t A
M .
J = fluks zat g.cm
-2
s
-1
M= berat zat yang terdifusi persatuan waktu gr A = area yang tersedia untuk difusi cm
2
t = waktu s
-1
Fluks zat menyatakan jumlah mol,massa atau volume suatu komponen yang melewati luas permukaan tertentu suatu membran. Untuk menguji sifat membran yang
dibuat digunakan 3 zat dengan berat molekul yang berbeda yaitu : urea BM = 60,06, natrium salisilat BM =160,11, dan albumin BM= 60.000. Pemilihan urea dan
albumin didasarkan pada prinsip pencucian darah dalam proses dialisis. Sementara natrium salisilat digunakan sebagai pembanding Martin, 1993.
Diharapkan membran yang dibuat bisa dilewati oleh urea yang memiliki berat molekul rendah tetapi tidak bisa dilewati oleh membran yang memiliki berat molekul
besar Dawolo, 2005.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. ALAT-ALAT
1. Gelas Beaker pyrex
2. Gelas
Ukur Fisonss
3. Termometer 210
o
C Fissons
4. Sel Difusi 5.
Termostat Gallenkamp
6. Labu
ukur pyrex
7. Hot plate stirer 8. Plat kaca
9. Pipet Volume Griffin
10.Spektrofotometer UV-Visible
Shimadjzu 11.Magnetik
bar 12.Universal testing Machine
SC-2DE 13.Neraca
analitis 14.Scanning Electron Machine SEM
3.2. BAHAN-BAHAN