Penyediaan dan Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa)

Penyediaan dan Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa)

PEMERIKSAAN atas penyediaan dan pengelolaan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) TA 2016 dan semester I 2017 dilaksanakan pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) serta instansi lainnya pada Pemprov DKI Jakarta di Jakarta. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai efektivitas Pemprov DKI Jakarta dalam penyediaan dan pengelolaan rusunawa.

Pemprov DKI Jakarta telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan efektivitas kegiatan tersebut, antara lain telah menyusun

Detail Engineering Design bangunan rusunawa dari dana APBD melampaui target yang telah ditetapkan dalam RPJMD dan Rencana Strategi (Renstra) DPRKP Tahun 2013-2017. Untuk mengoptimalkan pelayanan terhadap penghuni rusunawa, Pemprov DKI Jakarta telah menerbitkan

kebijakan terkait dengan pengelolaan rusunawa. Namun demikian, hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa pengelolaan rusunawa TA 2016 dan semester I 2017 belum sepenuhnya efektif, karena masih terdapat permasalahan di antaranya:

● Penyediaan rusunawa

(RKP) dan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan (RP3) sebagai amanat dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan

Permukiman. Selain itu, pengadaan lahan pembangunan rusunawa selama tahun 2013-2017 hanya dapat direalisasikan sebanyak 23

lokasi dengan luas 359.755 m 2 dan tidak mencapai target yang telah ditetapkan dalam RPJMD yaitu sebanyak 28 lokasi. Akibatnya, jumlah kebutuhan rumah ( backlog) di wilayah Provinsi DKI Jakarta belum dapat diketahui secara pasti, sehingga pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman di wilayah

IHPS II Tahun 2017 BAB II - Hasil Pemeriksaan Pemerintah Daerah , BUMD & BLUD

Provinsi DKI Jakarta berpotensi tidak terkoordinasi dan terpadu. Hal itu terjadi karena DPRKP belum memiliki data hunian existing secara

lengkap dan kurang berfungsinya koordinasi antarfungsi pada tingkat kota/ kabupaten dalam penyusunan RKP dan RP3, keterlambatan Surat Keputusan (SK) Gubernur tentang penetapan lokasi, kendala status kepemilikan lahan dan penetapan peruntukan dan zonasi

lahan pembangunan rumah susun, serta DPRKP terlambat dalam pemenuhan lahan untuk pembangunan rusunawa.

Pemprov DKI Jakarta belum mengoptimalkan peran swasta dalam pemenuhan kebutuhan Rumah Susun Murah (RSM) secara memadai. Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa Pemprov DKI belum melakukan inventarisasi atas data pengembang yang belum

menyerahkan kewajiban membangun rusun secara memadai, pelaksanaan penagihan kewajiban penyediaan rusunawa yang

dilaksanakan belum optimal, tupoksi SKPD yang bertanggungjawab melakukan penagihan kewajiban penyediaan RSM belum diatur

secara jelas, serta sanksi atas pemegang Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) yang belum menyerahkan kewajiban penyediaan RSM belum dilaksanakan secara memadai. Akibatnya, Pemprov DKI Jakarta tidak dapat segera menerima RSM (baik dalam bentuk fisik bangunan maupun dana konversi) dari pemegang SIPPT. Hal itu terjadi karena Kepala Bagian Penataan Kota dan Lingkungan Hidup (PKLH) Setko Administrasi belum optimal dalam

melaksanakan upaya penagihan kewajiban penyediaan RSM. ● Pengelolaan rusunawa Pemprov DKI Jakarta belum optimal dalam melakukan penyelesaian

permasalahan tunggakan rusunawa. Hal ini dibuktikan dengan: 1) Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) belum melakukan identifikasi atas permasalahan tunggakan sewa rusun dengan melakukan sensus

kependudukan ataupun survei kondisi perekonomian warga rusunawa;

166 IHPS II Tahun 2017

BAB II - Hasil Pemeriksaan Pemerintah Daerah, BUMD & BLUD

2) Upaya penyelesaian permasalahan tunggakan sewa rusunawa belum optimal dimana DPRKP maupun UPRS belum pernah melakukan telaah

atas permasalahan tunggakan rusun dan belum melakukan identifikasi dan pemetaan profil penghuni rusun berdasarkan kemampuan ekonomi maupun profil perilaku penghuni rusun. Akibatnya, permasalahan tunggakan sewa rusunawa sebesar Rp31,41 miliar belum dapat

terselesaikan secara optimal dan Pemprov DKI Jakarta belum dapat merumuskan strategi dan solusi penyelesaian tunggakan sewa rusun secara tepat. Hal itu terjadi karena UPRS tidak memiliki database berupa

data demografi warga rusunawa yang antara lain berisi informasi terkait dengan kondisi perekonomian warga rusunawa; Kepala UPRS belum melakukan analisis permasalahan tunggakan sewa rusunawa

pada UPRS yang dikelolanya; dan Kepala DPRKP belum merumuskan strategi dan solusi penyelesaian permasalahan tunggakan berdasarkan

hasil analisis permasalahan tersebut. Atas permasalahan-permasalahan tersebut, Pemprov DKI Jakarta

menyatakan bahwa terkait dengan penyediaan rusunawa berupa RKP, diperlukan fungsi koordinasi utama pada tingkat kota/ kabupaten. RP3 akan disusun melalui Peraturan Gubernur tentang pembangunan dan pengembangan terhadap lahan yang dimiliki oleh DPRKP serta pemanfaatan selanjutnya sementara menunggu kepastian substansi peraturan gubernur yang diamanatkan dalam PP Nomor 14 Tahun 2016 dan terkait dengan inventarisasi SIPPT RSM; akan dilakukan pemutakhiran data dan selanjutnya daftar inventaris kewajiban SIPPT akan dimutakhirkan datanya dengan memasukkan bentuk sanksi Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan atau Lokasi (SP3L) dan kewajiban Rumah Susun Murah/ Sederhana (RSM/ S) serta bentuk penyelesaiannya. Terkait dengan pengelolaan rusunawa, bahwa sebagian besar warga relokasi penghasilannya masih di bawah upah minimum provinsi.

BPK merekomendasikan kepada Gubernur DKI Jakarta untuk segera menindaklanjuti rekomendasi, antara lain sebagai berikut:

● Menyusun RKP dan RP3 yang di dalamnya antara lain mencakup rencana kebutuhan penyediaan rumah dan program pembangunan dan pemanfaatan sesuai dengan amanat PP Nomor 14 Tahun 2016, melakukan evaluasi atas permasalahan tidak terpenuhinya target pengadaan lahan untuk pembangunan rumah susun yang selanjutnya menggunakan hasil evaluasi tersebut sebagai pertimbangan dalam perencanaan kegiatan-kegiatan berikutnya, dan menyusun peraturan gubernur yang mengatur secara khusus mengenai tata cara penerimaan rusunawa dari pemegang surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT).

IHPS II Tahun 2017 BAB II - Hasil Pemeriksaan Pemerintah Daerah , BUMD & BLUD

● Memerintahkan Wali kota di lima wilayah supaya berkoordinasi dengan Biro PKLH untuk mendorong dan mengoptimalkan kegiatan penagihan kewajiban SIPPT baik dalam bentuk konversi dana maupun pembangunan RSM oleh para pemegang SIPPT.

● Menginstruksikan Kepala UPRS untuk menyusun database demografi warga rusunawa yang mencakup informasi dan kondisi perekonomian

warga rusunawa dan melakukan analisis permasalahan tunggakan pada UPRS yang dikelolanya dan merumuskan strategi dan solusi penyelesaian permasalahan tunggakan berdasarkan hasil analisis permasalahan tersebut.

Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan BPK atas penyediaan dan pengelolaan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) TA 2016 dan semester I 2017 pada DPRKP serta instansi lainnya pada Pemprov DKI Jakarta di Jakarta tersebut mengungkapkan 13 temuan yang memuat 13

permasalahan ketidakefektifan.