Hubungan Antara Usia dengan Kelelahan Kerja

13.7. Hubungan Antara Usia dengan Kelelahan Kerja

Proses menjadi tua diserta kurangnya kemampuan kerja oleh karena perubahan- perubahan pada alat tubuh, sistem kardiovaskular, hormonal ( Suma’mur, 1996). Pada usia lanjut jaringan otot akan mengerut dan digantikan oleh jaringan ikat. Pengerutan otot menyebabkan daya elastisitas otot berkurang. Aktivitas hidup juga berkurang, yang mengakibatkan semakin bertambahnya ketidak mampuan tubuh dalam berbagai hal ( Margatan, 1996 ).

Hasil uji statistic menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kelelahan kerja. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Paulina 2008 ( ) pada bagian produksi PT. X menunjukkan adanya hubungan

Seseorang yang sudah menikah dan memiliki keluarga maka akan mengalami kelelahan kerja akibat kerja dan setelah dirumah harus melayani anak dan istrinya yang mana waktu terebut digunakan untuk beristirahat. Hasil uji statistik menunjukan adanya hubungan antara status perkawinan denagn kelelahan kerja. kerja. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eraliesa ( 2008 ) yang mengatakan adanya hubungan antara status perkawinan dengan tingkat kelelahan kerja. hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eraliesa,(2008) yang mengatakan adanya hubungan antara status pekawinan dengan kelelahan kerja.

Pernikahan menyebabkan meningkatnya tanggung jawab yang dapat membuat pekerjaan tetap lebih berharga dan penting. Karena seseorang yang sudah menikah akan memiliki tugas- tugas seperti; belajar hidup dengan pengalaman dalam perkawinan, mulai hidup berkeluarga, memelihara anak, mengatur rumah tangga, dan memulai dalam pekerjaan (sudirman,1987). Sehingga seseorang yang sudah menikah akan mengalami kelelahan kerja akibat kerja dan setelah di rumah harus melayani anak danistrinya yang mana seharusnya waktu tersebut digunakan untuk istirahat. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya kelelahan kerja sebaiknya pihak perusahaan memberikan pendidikan atau pengarahan tentang cara pengaturan waktu istirahat antara pekerjaan dengan waktu untuk keluarga.

Hasil uji statistik menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kelelahan kerja. Dalam penelitian ini walaupun status kebiasaan merokok tidak berhubungan kelelahan kerja, pekerja yang tidak merokok mengalami kelelahan

kerja tingkat berat. Hal ini disebabkan sebagian besar pekerja berada pada shift 1 dan sudah kawin. Karena pekerja yang bekerja pada shift

1 dan sudah kawin memiliki resiko terjadinya kelelahan. Hal ini tidak sejalan dengan teori yang dikatakan oleh Tarwaka (2004) yang

mengatakan bahwa k ebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru –paru, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya tingkat kesegaran juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul kelelahan kerja.

Menurut Suma’mur (2004) yang mengatakan s emakin lama dan tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena rata-rata pekerja perokok ringan dan tidak merokok.

Untuk penelitian lanjutan sebaiknya pada variabel status merokok diperbanyak pertanyaannya. Karena dalam hal ini peneliti mengkategorikan pekerja yang sudah berhenti merokok masuk dalam kategori tidak merokok. Padahal tidak seharusnya seperti itu, karena orang

18 tahun ke atas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Hasil uji statistik menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kelelahan kerja. Dalam penelitian ini walaupun status gizi tidak berhubungan kelelahan kerja, akan tetapi orang yang gizinya normal mengalami kelelahan kerja tingkat berat.

Hal ini terjadi karena pada saat penelitian sebagian besar pekerja dengan IMT nomal sedang berada pada shift

1 dan statusnya sudah kawin. Oleh sebab itulah terjadi kelelahan tingkat berat dan sedang lebih banyak terjadi pada gizi yang normal. Karena pekerja yang bekerja pada shift 1 dan status pekerja sudah kawin memiliki resiko terjadinya kelelahan. Dalam hal ini penelitian

tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eraliesa, ( 2008 ) yang mengatakan adanya hubungan antara status gizi dengan tingkat kelelahan kerja. Hal ini kemungkinan disebabkan rata-rata status gizi pekerja dalam keadaan normal. Karena gizi yang baik adalah faktor penentu derajat produktivitas kerja seseorang.