Arsitektur Neo-Vernacular Karo Sebagai Representasi Budaya Lokal

(1)

ARSITEKTUR NEO-VERNACULAR KARO

SEBAGAI REPRESENTASI BUDAYA LOKAL

SKRIPSI ALUR PROFESI (RTA 4231) SKRIPSI SARJANA SEMESTER B TAHUN AJARAN 2013/2014

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Arsitektur

Oleh

RAMADHANI GINTING S

090406063

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ARSITEKTUR NEO-VERNACULAR KARO

SEBAGAI REPRESENTASI BUDAYA LOKAL

SKRIPSI ALUR PROFESI (RTA 4231) SKRIPSI SARJANA SEMESTER B TAHUN AJARAN 2013/2014

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Arsitektur

Oleh

RAMADHANI GINTING S

090406063

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ARSITEKTUR NEO-VERNACULAR KARO

SEBAGAI REPRESENTASI BUDAYA LOKAL

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH

RAMADHANI GINTING S 090406063

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(4)

PERNYATAAN

ARSITEKTUR NEO-VERNACULAR KARO

SEBAGAI REPRESENTASI BUDAYA LOKAL

SKRIPSI

Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Juli 2014 Penulis

Ramadhani Ginting S 090406063


(5)

Judul Skripsi : ARSITEKTUR NEO-VERNACULAR KARO SEBAGAI REPRESENTASI BUDAYA LOKAL

Nama Mahasiswa : RAMADHANI GINTING S Nomor Induk Mahasiswa : 090406063

Departemen : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing

Dr. Achmad Delianur Nst.ST.MT.IAI NIP.197308281 199903 1002

Koordinator Skripsi Ketua Departemen Arsitektur

Ir. Bauni Hamid, M.DesS, Ph.D Ir. N. Vinky Rahman, MT. NIP. 19670307 199303 1004 NIP.19660622 199702 1 001


(6)

Telah diuji pada Tanggal : 14 Juli 2014

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Dr. Achmad Delianur Nst.ST.MT.IAI Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Tavip K Mustafa Ars.IAI


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah menjadi sumber kekuatan, inspirasi dan penuntun selama berlangsungnya pengerjaan skripsi alur profesi ini sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Skripsi ini mengambil judul Arsitektur Neo-Vernacular Karo Sebagai Representasi Budaya Lokal. Skripsi ini merupakan syarat yang diwajibkan bagi mahasiswa alur profesi untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.

Pada kesempatan ini, dengan tulus dan kerendahan hati, saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Achmad Delianur Nasution ST. MT. IAI dan Bapak Ir. Tavip K Mustafa Ars. IAI selaku dosen pembimbing dan konsultan arsitek atas kesediaan dan kesabarannya dalam membimbing, memotivasi, memberi pengarahan dan waktu yang beliau luangkan kepada saya. Juga kepada Bapak Ahmad Windhu ST. Msi. IAI selaku arsitek penguji yang memberikan kritik yang membangun dan masukan-masukan yang bermanfaat sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang sama juga saya tujukan kepada:

1. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT Ketua Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Bauni Hamid, M.DesS, Ph.D selaku Koordinator Perancangan Arsitektur 6 dan Skripsi Sarjana Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(8)

3. Bapak dan Ibu dosen staff pengajar Depatemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Ayah saya yang tercinta, Bapak Pengarapen Ginting S dan Ibu saya tersayang, Ibu Rosmina Tarigan, SH. atas segala doa, semangat, dukungan, kesabaran dan segala pengorbanannya selama ini sehingga saya dapat menyelesaikan Skripsi ini.

5. Adik saya, Sri Endhayani Ginting S, atas dukungan dan semangat yang diberikan.

6. Paman saya, Ir. H. Simon Tarigan, Msi dan Isterinya (tante saya), Prof. Dr. Hj. Sunarmi, SH. M.Hum, yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasihat-nasihat, solusi serta motivasi-motivasi yang berharga bagi saya.

7. Teman spesial saya, Syafrida Mentari Nasution yang selama ini meluangkan waktunya dan memberikan dukungan serta motivasi dalam susah maupun senang.

8. Teman-teman seperjuangan yang selama ini selalu menyemangati satu sama lain terutama kepada Mahmudi Affan yang selalu membangkitkan semangat saya.

9. Ade Setya, Philip, bang Syahril dan bang Falex, atas bantuannya selama ini yang rela meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan solusi.


(9)

10.Dan yang terakhir saya juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga besar Reborn Auto Club yang selalu menghibur saya disaat susah maupun senang.

Saya sungguh menyadari bahwa tugas akhir ini mungkin masih mempunyai banyak kekurangan. Karena itu saya membuka diri terhadap kritikan dan saran bagi penyempurnaan tugas akhir ini. Dan, akhirnya saya berharap tulisan ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan Departemen Arsitektur USU.

Medan, Juli 2014 Hormat saya,

Ramadhani Ginting S 090406063


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

ABSTRAK ... viii

PROLOGUE ... 1

BAB I SUNGAI DELI DAN SEKITARNYA 1.1 Batas-Batas Site ... 13

BAB II SUMBER INSPIRASI 2.1. Bandara Soekarno Hatta ... 17

2.2. Museum Tsunami Banda Aceh ... 17

2.3. Wisma Dharmala Jakarta ... 18

2.1. Istana Budaya Kuala Lumpur Malaysia ... 19

2.1. Pemograman Hotel Bisnis dan Kantor Sewa ... 20

BAB III MODERNISASI MENENGGELAMKAN UNSUR BUDAYA 3.1 Dampak Modernisasi ... 24

BAB IV IDENTITAS JATI DIRI 4.1 Penerapan Tema Dalam Desain ... 28

BAB V DESAIN NEO-VERNACULAR 5.1 Pendalaman Tema ... 30

5.2 Konsep Desain Bangunan ... 31

5.3 Konsep Rancangan Tapak, Sirkulasi, Ruang Terbuka ... 32

5.4 Konsep Rancangan Berkaitan Dengan Faktor Keamanan, Keselamatan dan Privasi ... 34

5.2 Konsep Ruang Terbuka Serta Manifestasi Sosial ... 35

BAB VI PENGEMBANGAN DESAIN 6.1 Konsep-konsep ... 36


(11)

BAB VII STRUKTUR SEBAGAI BENTENG PERTAHANAN

7.1 Konsep Struktur... 43

BAB VIII BENTENG PERTAHANAN KEDUA 8.1 Perencanaan Sistem Plumbing/Sanitasi ... 52

8.2 Lift, Tangga Darurat dan Tangga Darurat ... 54

8.3 Telekomunikasi (Telepon, Tata Udara, Wifi, CCTV) ... 55

8.4 Jaringan Listrik ... 57

8.5 Sistem Fire Alarm ... 58

8.6 Air Conditioner (AC) ... 59

BAB IX RANCANGAN AKHIR 9.1 Hasil Desain ... 61

EPILOGUE………. ………... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(12)

DAFTAR GAMBAR

PROLOGUE

Gambar P.1 Sungai Chenggyecheon dan Sungai Khucing ………… 2

Gambar P.2 Sungai San Antonio………. 2

Gambar P.3 Skema Alur Berfikir Perancangan………... 3

BAB I SUNGAI DELI DAN SEKITARNYA Gambar 1.1 Kondisi Site……… 13

Gambar 1.2 Sisi Timur Site……… 13

Gambar 1.3 Kondisi Sungai Deli……….14

Gambar 1.4 Kondisi Jl. Guru Patimpus………..………14

BAB II SUMBER INSPIRASI Gambar 2.1 Bandara Soekarno Hatta……….17

Gambar 2.2 Museum Tsunami Banda Aceh.………..………... 18

Gambar 2.3 Wisma Dharmala Jakarta………...19

Gambar 2.4 Istana Budaya Kuala Lumpur Malaysia……..………..19

BAB III DAMPAK MODERNISASI BAB IV IDENTITAS JATI DIRI BAB V DESAIN NEO-VERNACULAR Gambar 5.1 Rumah Si Waluh Jabu dan Ornamen Karo….………. 32

Gambar 5.2 Kain Ulos………..……… 32

BAB VI PENGEMBANGAN DESAIN Gambar 6.1 Konsep Rancangan Tapak………... 36

Gambar 6.2 Konsep Bentukan Massa……….…...37

Gambar 6.3 Denah Podium Lantai 1………..38

Gambar 6.4 Denah Podium Lantai 2………..39

Gambar 6.5 Denah Podium Lantai 3………..40

Gambar 6.6 Konsep Desain Fasad Bangunan………42

Gambar 6.7 Konsep Desain Podium………..……… 42 BAB VII STRUKTUR SEBAGAI BENTENG PERTAHANAN


(13)

Gambar 7.1 Proses Pemasangan Pre-Cast………... 44

Gambar 7.2 Kaca Panasap………... 45

Gambar 7.3 Reruntuhan Bangunan Akibat Gempa..………...48 Gambar 7.4 Core Pada basement 2 bagian Tower Kantor.……..……...50 Gambar 7.5 Core pada Basement 2 dan podium lantai 1 Tower Hotel...51 BAB VIII BENTENG PERTAHANAN KEDUA

Gambar 8.1 Sistem Fire Alarm………. 59

Gambar 8.2 AC Central………..……….. 59

Gambar 8.3 AC Split………..……….. 60

BAB IX RANCANGAN AKHIR

Gambar 9.1 Desain Lansekap....………... 63 Gambar 9.2 Fasilitas-fasilitas Pada Lansekap....……….. 64 Gambar 9.3 Desain Fasad dan Motif Ulos Pada Kolom....………….. 66 Gambar 9.4 Sirkulasi Pada Site………...…………. 66 Gambar 9.5 Denah Tower Hotel Lantai 4-5…………...………….. 67 Gambar 9.6 Denah tower hotel lantai 6-12 dan lantai 13-16...…….. 68 Gambar 9.7 Denah tower hotel lantai 17-18 dan lantai 19-20....……. 69 Gambar 9.8 Denah tower kantor lantai 4-5 dan lantai 6-20...…… .70 Gambar 9.9 Interior………...……. .71 Gambar 9.10 Potongan A-A dan B-B...……… .71 Gambar 9.11 Detail-detail dan Isometri Struktur…………...……... 71


(14)

ABSTRAK

Perkembangan perkotaan yang kian melejit di zaman modern dewasa ini, membuat banyaknya bangunan kota menjadi semakin kehilangan identitas, ini di karenakan oleh keegoisan dari setiap bangunan-bangunan pencakar langit yang di bangun di kawasan perkotaan yang tidak memperhatikan lingkungan di sekitar bangunan dan juga tidak adanya cerminan nilai-nilai budaya pada bangunan di setiap daerah yang di jadikan tempat bangunan tersebut berdiri. Perlu diketahui setiap kawasan/kota memiliki karakter, ciri khas, serta jati diri tersendiri yang terefleksi dari nilai-nilai budaya, tradisi. Seperti yang kita ketahui Kota Medan yang merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia, tepatnya berada di Provinsi Sumatera Utara, memiliki banyak kekayaan budaya dan berbagai aneka ragam suku. Budaya karo yang mulai tidak dikenal lagi akan memungkinkan tenggelamnya satu budaya yang melengkapi sejarah Kota Medan. Kota Medan sendiri diberi nama oleh seorang tokoh Suku Batak Karo yaitu Guru Patimpus Sembiring Pelawi, pria yang berasal dari dataran tinggi Karo. Pengetahuan sejarah inilah yang sangat jarang diketahui oleh masyarakat umum Kota Medan, begitu juga dengan para wisatawan Mancanegara dan wisatawan Domestik yang datang berwisata ke Medan. Dengan menghadirkan sebuah bangunan Mixed-Use dengan fungsi Hotel-Kantor yang bertema Neo-Vernacular diharapkan dapat memberikan nilai edukasi dan kesadaran masyarakat mengenai sejarah dan budaya Kota Medan yang perlu dilestarikan. Bangunan ini nantinya juga diharapkan dapat merevitalisasikan dua kawasan sekaligus yaitu kawasan Jl. Guru Patimpus dan kawasan muka Sungai Deli, dimana sungai Deli berkaitan erat dengan sejarah Kota Medan karena posisinya yang berada dekat dengan pertemuan Sungai Babura dan Sungai Deli yaitu awal mula Guru Patimpus membuka lahan untuk perkampungan yang di beri nama Medan Putri.


(15)

ABSTRACT

The skyrocketing of urban developments nowadays has made a lot of city buildings lose their true identity, caused by the ego of each urban skyscraper which has paid no interest to its environment and showed no reflection of cultural values of where the building is located. It is need to be known that each city/area has its very own characters, features and identity which are reflected from the values of existing culture and traditions. Medan city as we know it is one of the biggest cities in Indonesia, which exactly is located in the North Sumatra province, has a wide range of cultures and tribes. The Karo culture is slowly becoming unpopular, and this might make one of the cultures which shaped

Medan’s history extinct. The name Medan itself was given by a Batak Karo

figure, Guru Patimpus Sembiring Pelawi, who came from the Karo heights. This historical knowledge is rarely known, either by Medan domestics or international tourists. By presenting a mixed-use building with hotel-office functions with Neo-Vernacular theme, it is expected for this building to give educational values and

people’s consciousness of the history and culture of Medan city, which need to be

preserved. This building is also expected to revitalize two areas which are Jl. Guru Patimpus area and the Deli riverfront, which has a historical relationship with Medan city for its location that is near the interchange of Babura river and Deli river, where Guru Patimpus first set a village, which he named Medan Putri.


(16)

Prologue

Air mengalir dari tempat yang lebih tinggi ketempat yang lebih rendah, filosofi itu menjadi awal dari pembukaan prologue ini. Menurut perancang, filosofi air tersebut memiliki makna air selalu ingin bermanfaat bagi makhluk hidup di bawahnya. Sudah menjadi kewajiban manusia sebagai makhluk yang berakal untuk menjaga kelestarian proses pengaliran air dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah dalam hal ini sungai. Tetapi faktanya kawasan sungai di kota Medan kondisinya tidak tertata dan warga kota Medan pun kurang menjaga dan merawat kondisi sungai sehingga citra sungai di kota Medan sangat buruk. Pemanfaatan ruang yang tidak teratur di sekitar kawasan Sungai Deli mengakibatkan turunnya kualitas lingkungan di bantaran Sungai Deli yang digunakan sebagai tempat pembuangan sampah, mencuci, dan membuang saluran kotoran rumah tangga maupun bangunan gedung yang berada pada sisi sungai. Hal ini sangat bertolak belakang dengan Negara lain seperti USA atau Negara-negara seasia seperti Korea Selatan dan Malaysia telah terbilang sukses menarik turis dengan pemanfatan sungai sebagai objek wisata dan sebagai gaya hidup perkotaan (Urban Life Style). Mereka memanfaatkan daerah muka sungai (Riverfront) menjadi kawasan rekreasi atau tempat pariwisata dan sekaligus menjadikan sungai sebagai pusat kegiatan masyarakat yang menggabungkan jenis bangunan di sekitar sungai dengan perusahaan komersil seperti butik, restoran dll, yang menurut perancang hal itu melambangkan efisiensi ruang dan kedekatan antara fungsi ruang dari kebutuhan masyarakat kota, hal itu menjadi gaya hidup dari masyarakat perkotaan (Urban Life Style).


(17)

Ramadhani Ginting S

Gambar P.1 Sungai Chenggyecheon, Korea Selatan (kiri) dan Sungai Khucing Malaysia (kanan)

Gambar P.2 Sungai San Antonio USA

Untuk dapat mewujudkan keadaaan yang lebih baik terhadap Riverfront Kota Medan khusunya kawasan muka sungai Deli maka dari itu perancang mulai fokus pada tema-tema yang telah ditentukan dalam perencanaan proyek Revitalisasi Kawasan Sungai Deli ini. Adapun tema utama proyek ini adalah Riverfront dan tema kedua ataupun subtema dari proyek ini yaitu Urban Lifestyle. Dibawah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai kedua tema tersebut, Riverfront dan Urban Lifestyle.


(18)

Gambar P.2 Skema alur berfikir pada perancangan

Riverfont

Riverfront di kawasan perkotaan memilki beberapa fungsi diantaranya sebagai saluran utama pengendali banjir dan juga memiliki fungsi sebagai fasilitas ruang publik. Perancang dalam hal ini menegaskan kembali bahwa kawasan muka sungai (Riverfront) harus diprioritaskan menjadi daya tarik tersendiri. Pengembangan riverfront layaknya sebuah pengembangan kawasan perkotaan, dimana pembangunan generator aktifitas menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Perencanaan riverfront ini sendiri terdiri dari beberapa tahapan berupa: Pertama, pembentukan citra (image) yang baik di kawasan muka Sungai Deli dan menciptkan kawasan riverfront yang berkualitas. Kedua, perencanaan struktur pada badan sungai dan teknologi agar dapat mengantisipasi timbulnya

kendala-Riv erfront

Urban Lifestyle

Sejarah Medan

Guru Patimpus

Arsitektur Neo-Vernakular


(19)

Ramadhani Ginting S

kendala seperti banjir, pendangkalan sungai dan erosi. Ketiga, meningkatkan kualitas kehidupan disekitar kawasan Sungai Deli. Menurut perancang hal yang paling utama dari proses pengembangan Riverfront adalah warga disekitar Sungai Deli harus diberikan penyuluhan tentang pentingnya merubah kebiasan yang memberikan hal yang buruk berupa banjir dan pemandangan yang kumuh dan tidak sehat.

Urban Lifestyle

Jika berbicara mengenai tema Urban Life Style, kondisi site yang berada pada kawasan pusat kota yang berdekatan dengan pusat aktifitas masyarakat Kota Medan seperti perkantoran, perhotelan, ruko komersil, rekreasi indoor dan pusat perbelanjaan, hal ini menunjukkan sebuah potensi yang baik untuk merencanakan sebuah ruang terbuka publik yang baru untuk masyarakat Kota Medan.

Urban Lifestyle merupakan lingkungan binaan yang dibuat untuk pengaturan penggabungan jenis bangunan dengan perusahaan komersial, seperti butik, restoran, melambangkan efisiensi ruang dan kedekatan fungsi dari kebutuhan manusia. Sungai Deli merupakan awal mula kota Medan sangat penting untuk melestarikan dan menjaga agar generasi penerus dapat melihat Sungai Deli yang indah. Selain itu, tujuan dari Urban Life Style dalam penerapannya pada proyek ini bertujuan memperkuat identitas kota Medan pada umumnya dan Sungai Deli pada khususnya, selain itu membantu melestarikan warisan sejarah kota medan untuk meningkatkan budaya lokal pada umumnya serta meningkatkan perekonomian bagi warga, pengelola, dan pemerintah.


(20)

Keterkaitan Riverfront dengan Urban Lifestyle

Menurut perancang keterkaitan antara Riverfront dengan Urban Lifestyle dalam konteks perkotaan (Urban Context) dapat terwujud dengan dibinanya hubungan yang erat antara kawasan Sungai Deli dengan bagian-bagian kota Medan yang terkait. Aspek yang terkait dari penggabungan kedua tema tersebut adalah sebagai berikut: pertama, pemakai yaitu mereka yang tinggal, bekerja, atau berwisata di kawasan Sungai Deli diharapkan memiliki rasa memiliki kawasan Sungai Deli sebagai sarana publik. Kedua, pelestarian khasanah sejarah dan budaya, lokasi proyek yang akan dibangun berada dekat dengan bangunan bersejarah Deli Maskapai yang memiliki nilai sejarah tinggi sebagai awal perkembangan kota Medan. Kemudian budaya yang perlu dilestarikan dalam hal ini budaya Karo karena selain berkaitan dengan seorang tokoh pendiri Kota Medan yakni Guru Patimpus Sembiring Pelawi, budaya karo juga bagian dari Kota Medan.

Ketiga, pencapaian dan sirkulasi dari tapak, dimana tapak ini dapat dicapai melalui jalan arteri yakni Jl. Guru Patimpus dan jalan Sekunder Jl. Tembakau Deli. Pencapaian yang baik dalam perancangan harus mempertimbangkan hubungan yang baik antara bangunan dan area riverfront serta dua jalan penghubung tersebut. Keempat, karakter visual yaitu hal-hal yang mejadikan bangunan Mixed-use yang berada pada muka sungai memiliki karakter tersendiri yang dapat mengacu pada adat dan budaya yang berhubungan dengan kota Medan dan Sungai Deli. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa keempat aspek tersebut menjadi penghubung antara tema utama (Riverfront) dengan subtema


(21)

Ramadhani Ginting S

(Urban Life Style) yang saling berkaitan secara khusus dalam perencanaan proyek ini.

Sejarah Awal Kota Medan

Setelah perancang menggabungkan tema utama dengan subtema proyek ini, perancang kemudian memikirkan untuk menyelaraskan tema individualnya agar saling berhubungan dengan tema utama dan subtema. Sebelum membahas lebih dalam mengenai tema individual, ada hal yang akan dibahas terlebih dahulu yakni mengenai sejarah Kota Medan yang nantinya akan berpengaruh terhadap tema individual yang dimaksud oleh perancang.

Menurut kajian literatur yang perancang lakukan, Guru Patimpus yang bermarga Sembiring Pelawi yang berasal dari dataran tinggi Karo menikah dengan seorang putri Raja Pulo Brayan dan pada tanggal 1 Juli 1590 mereka membuka kawasan hutan antara Sungai Deli dan Sungai Babura yang kemudian menjadi Kampung Medan Putri. Perkampungan Medan Putri lokasinya terletak di Tanah Deli, tidak jauh dari Jl. Guru Patimpus sekarang. Pada awal perkembangannya kota Medan merupakan sebuah kampung kecil yang bernama Medan Putri. Perkembangan Kampung Medan Putri tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai pada saat itu, nama Medan mulai berkembang dan menjadi Kota Pusat Pemerintahan dan Perekonomian di Sumetra Utara dengan adanya perdagangan dan bisnis tembakau yang dibuka oleh Belanda pada tahun 1863. sehingga dengan demikian Kampung Medan Putri yang merupakan cikal bakal Kota Medan dan


(22)

berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting pada masa itu. Menurut keterangan H. Muhammd Said yang dikutip melalui buku Deli : In Woord en Beeld ditulis oleh N. Ten Cate, keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan Putri ini merupakan Benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding dua lapis berbentuk bundaran yang tedapat di pertemuan antara dua sungai yakni Sungai Deli dan Sungai Babura. Kemudian terdapat Rumah Administrateur terletak di seberang sungai kampung Medan Putri, kalau kita lihat letak benteng dari Kampung Medan Putri ini ada di Wisma Benteng sekarang dan rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau Deli yang sekarang ini.

Kerajaan Haru/Aroe

Tidak diketahui secara pasti kapan Kerajaan Haru menjadi kerajaan besar di Sumatera. Namun, Brahma Putra dalam bukunya “Karo dari Zaman ke Zaman” mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara yang rajanya bernama “Pa Lagan”, nama itu merupakan bahasa yang berasal dari Suku Karo. Mungkinlah pada masa abad 1 Masehi Kerajaan Haru sudah ada, hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. (Darman Prinst, SH:2004). Kerajaan Haru diketahui tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka, dan Aceh. Terbukti karena Kerajaan Haru pernah berperang dengan kerajaan-kerajaan tersebut.

Kerajaan Haru identik dengan Suku Karo. Pada masa keemasannya batas Kerajaan Haru mulai dari Aceh Besar hingga ke Sungai Siak di Riau. Eksistensi Haru di Aceh dapat dipastikan dengan beberapa nama desa di sana yang berasal


(23)

Ramadhani Ginting S

dari Bahasa Karo. Misalnya Kuta Raja (sekarang Banda Aceh), Kuta Binjei di Aceh Timur, Kuta Karang, Kuta Alam, Kuta Lubok, Kuta Laksamana Mahmud, Kuta Cane, Blang Kejeren, dan lainnya. (D. Prinst, SH: 2004). Terdapat Suku Karo di Aceh Besar yang dalam logat Aceh disebut Karee. Keberadaan Suku Haru

di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya “Aceh Sepanjang Abad”, (1981). Beliau menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah

keturunan mirip Batak. Namun tidak dijelaskan keturunan dari Batak mana

penduduk asli tersebut. Sementara itu, H. M. Zainuddun dalam bukunya “Tarikh Aceh dan Nusantara” (1961) dikatakan bahwa di Lembah Aceh Besar disamping Kerajaan Islam ada Kerajaan Karo. Brahma Putra, dalam bukunya “Karo dari Zaman ke Zaman” mengatakan bahwa raja terakhir Suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting Suka. Sedangkan Raja Suku Karo di Sumatera Utara (Wampu, Delitua) yakni Guru Patimpus Sembiring Pelawi. Dalam bukunya Brahma Putra mengatakan bahwa pada abad ke-16 Kerajaan Haru (Wampu, Delitua, lingga Timur Raya) dihancurkan oleh agresi dari Sultan Aceh. Hal itu adalah faktor penyebab pecahnya bangsa Haru menjadi suku-suku yakni: Suku Karo, Simalungun, Pak-Pak, Gayo, Alas, Singkel dan Keluat.

Kelompok Karo di Aceh kemudian berubah nama menjadi “Kaum Lhee Reutoih” atau Kaum Tiga Ratus. Penamaan demikian terkait dengan peristiwa perselisihan antara Suku Karo dengan Suku Hindu disana yang disepakati diselesaikan dengan perang tanding. Perang tanding ini dapat didamaikan, sejak saat itu Suku Karo disebut sebagai Kaum Tiga Ratus dan Kaum Hindu disebut Kaum Empat Ratus. Dikemudian hari terjadi pencampuran antar Suku Karo dengan Suku Hindu dan


(24)

mereka disebut sebagai Kaum Jasandang. Golongan lainnya adalah Kaum Imam Pewet dan Kaum Tok Batee yang merupakan campuran suku pendatang, seperti: Kaum Hindu, Arab, Persia, dan lainnya.

Arsitektur Neo-Vernacular

Dari penjelasan diatas mengenai sejarah Kota Medan, dapat diambil kesimpulan bahwa Guru Patimpus membawa pengaruh besar sejarah budaya Karo di Kota Medan. Oleh karena itu perancang memilih Arsitektur Neo-Vernacular sebagai tema individualnya. Bila dikaitkan antara sejarah Kota Medan dengan tema Neo-Vernacular, sangat menarik bila budaya diangkat pada perancangan proyek ini karena mengingat sejarahnya berhubungan erat dengan budaya Suku Karo dan pendiri Kota Medan yaitu Guru Patimpus. Jadi dapat dikatakan ide dan desain dari proyek ini terinspirasi dari sejarah dan budaya Kota Medan.

Melalui studi literatur yang dilakukan perancang dapat di simpulkan bahwa pengertian dari Arsitektur Neo-vernacular adalah bentuk-bentuk modern yang mengacu pada unsur-unsur budaya dan tradisi dengan tujuan dapat melestarikan unsur-unsur lokal dengan lapisan modernisasi. Arsitektur Neo-vernacular merupakan suatu bentuk yang modern namun masih memiliki ciri khas daerah walaupun material yang digunakan adalah bahan modern seperti kaca dan logam sehingga terlihat harmonisasi antara bentukan dan materialnya. Perancang menyimpulkan interpretasi dari tema Arsitektur Neo-Vernacular yaitu lebih mengutamakan visual dan tidak murni menerapkan prinsip-prinsip yang terdapat pada bangunan vernacular akan tetapi menampilkan karya-karya baru yang terinspirasi dari unsur atau langgam budaya setempat.


(25)

Ramadhani Ginting S

Berikut beberapa ciri-ciri gaya arsitektur Neo-Vernakular menurut Charles

Jencks dalam bukunya “language of Post-Modern Architecture” dapat dipaparkan sebagai berikut : mengembalikan bentuk-bentuk atau unsur tradisional yang ramah lingkungan dengan proporsi yang lebih vertical, kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen yang modern dengan ruang di luar bangunan, warna-warna yang kuat dan kontras.

Dari beberapa hal tersebut Charles Jencks menjabarkan beberapa pendekatan arsitektur Neo-Vernacular yang tidak hanya sekedar meniru bentukan fisik bangunan, melainkan Arsitektur Neo-Vernacular juga harus menerapkan elemen non fisik seperti budaya, pola pikir, kepercayaan, tata letak, religi dll yang berhubungan dengan budaya setempat. Sehingga bangunan baru yang di desain tidak hanya menampilkan visualisasi dari arsitektur Vernacular dalam bungkusan modern, tapi juga memberikan pengalaman ruang yang memiliki unsur budaya sehingga bangunan yang dibangun kuat dengan tema Neo-Vernacular secara elemen fisik dan elemen non fisik.

Dalam penerapan tema Arsitektur Neo-Vernakular terdapat beberapa kajian prinsip desain arsitektur Neo-Vernakular: Pertama, hubungan langsung dimana pembangunan bangunan baru yang kreatif dan adaftif disesuaikan dengan nilai-nilai/fungsi dari bangunan sekarang. Kedua, hubungan abstrak merupakan interpretasi ke dalam bentuk bangunan yang dapat dipakai melalui analisa tradisi budaya dan peninggalan arsitektur. Ketiga, hubungan lansekap, mencerminkan dan menginterprestasikan lingkungan seperti kondisi fisik termasuk topografi dan iklim. Keempat, hubungan kontemporer yakni penggunaan teknologi dan


(26)

bentukan ide yang relevan dengan program konsep arsitektur. Kelima, hubungan masa depan merupakan pertimbangan mengantisipasi kondisi yang akan datang.

Perba ndingan

Tradisional Vernacular

Neo-Vernacular Ideolo

gi

Diwariskan dan terbentuk oleh tradisi yang turun temurun atau dari generasi ke generasi berdasarkan budaya dan kondisi lokal.

Diwariskan dan terbentuk oleh tradisi secara turun temurun akan tetapi terdapat bentuk pengaruh perkembangan arsitektur tradisional dari luar baik fisik maupun non fisik

Penerapan elemen arsitektur yang

sudah ada dan

kemudian sedikit banyaknya mengalami pembaruan menuju suatu karya yang modern.


(27)

Ramadhani Ginting S

Tinjauan Arsitektur Neo-Vernacular

Tabel Perbandingan Arsitektur Tradisional, Vernacular dan Neo-Vernacular Sumber: Sonny Susanto, Joko Triyono, Yulianto Sumalyo

Dalam hal ini pengertian Arsitektur Vernacular atau Neo-Vernacular sering juga disamakan dengan Arsitektur Tradisional dan secara konotatif kata tradisi memiliki makna pewarisan atau penerusan norma-norma adat istiadat atau bisa juga diartikan sebagai pewaris budaya turun temurun dari generasi-generasi sebelumnya. Kata Tradisional sering digunakan untuk membedakan dengan sesuatu yang modern.

Prinsi p

Tertutup dari perubahan zaman dan terfokus pada

satu budaya

kedaerahan dan memiliki peratruran

serta norma

keagamaan yang sangat kental

Berkembang setiap waktu untuk merefleksikan lingkungan dan budaya serta sejarah dari daerah dimana arsitektur tersebut berada.

Arsitektur yang bertujuan untuk melestarikan unsur-unsur tradisi atau budaya lokal yang telah

ada dan

mengembangkannya menjadi suatu langgam yang modern.

Ide Desain

Lebih mementingkan fasade atau bentuk dan disini ornament sebagai suatu keharusan.

Ornament sebagai pelengkap saja namun tidak mengabaikan nilai-nilai tradisi setempat.

Bentuk desain lebih modern.


(28)

Kesimpulan Penggabungan Tema (Riverfront, Urban Lifestyle, Neo-Vernacular)

Dalam perencanaan dan perancangan Proyek Revitalisasi Kawasan muka Sungai Deli ini, menciptakan ruang terbuka untuk publik pada area Riverfront sebagai fasilitas yang memenuhi kebutuhan gaya hidup masyarakat perkotaan (Urban lifestyle) dan direncanakan agar menjadi tempat yang nyaman untuk berkumpul atau bersosialisasi serta mendapatkan nilai edukasi sejarah bagi masyarakat Kota Medan, dengan menggunakan pendekatan secara Neo-Vernakular dan memperhatikan unsur-unsur atau langgam-langagam budaya di Kota Medan dalam hal ini budaya Karo, memperhatikan konteks lingkungan sekitarnya dan membuat hasil perancangan desain dengan suasana baru yang lebih modern dengan mengambil unsur budaya arsitektur lokal. Dengan tujuan menjadikan proyek ini menjadi ikon Kota Medan yang memiliki dan mewakili arsitektur dari budaya yang ada di Kota Medan. Neo-Vernakular disini tidak semata-mata membuat gaya arsitektur yang berbentuk arsitektur kedaerahan tapi juga menerapkan nilai-nilai, tata letak, religi, pola pikir, dan kepercayaan.


(29)

ABSTRAK

Perkembangan perkotaan yang kian melejit di zaman modern dewasa ini, membuat banyaknya bangunan kota menjadi semakin kehilangan identitas, ini di karenakan oleh keegoisan dari setiap bangunan-bangunan pencakar langit yang di bangun di kawasan perkotaan yang tidak memperhatikan lingkungan di sekitar bangunan dan juga tidak adanya cerminan nilai-nilai budaya pada bangunan di setiap daerah yang di jadikan tempat bangunan tersebut berdiri. Perlu diketahui setiap kawasan/kota memiliki karakter, ciri khas, serta jati diri tersendiri yang terefleksi dari nilai-nilai budaya, tradisi. Seperti yang kita ketahui Kota Medan yang merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia, tepatnya berada di Provinsi Sumatera Utara, memiliki banyak kekayaan budaya dan berbagai aneka ragam suku. Budaya karo yang mulai tidak dikenal lagi akan memungkinkan tenggelamnya satu budaya yang melengkapi sejarah Kota Medan. Kota Medan sendiri diberi nama oleh seorang tokoh Suku Batak Karo yaitu Guru Patimpus Sembiring Pelawi, pria yang berasal dari dataran tinggi Karo. Pengetahuan sejarah inilah yang sangat jarang diketahui oleh masyarakat umum Kota Medan, begitu juga dengan para wisatawan Mancanegara dan wisatawan Domestik yang datang berwisata ke Medan. Dengan menghadirkan sebuah bangunan Mixed-Use dengan fungsi Hotel-Kantor yang bertema Neo-Vernacular diharapkan dapat memberikan nilai edukasi dan kesadaran masyarakat mengenai sejarah dan budaya Kota Medan yang perlu dilestarikan. Bangunan ini nantinya juga diharapkan dapat merevitalisasikan dua kawasan sekaligus yaitu kawasan Jl. Guru Patimpus dan kawasan muka Sungai Deli, dimana sungai Deli berkaitan erat dengan sejarah Kota Medan karena posisinya yang berada dekat dengan pertemuan Sungai Babura dan Sungai Deli yaitu awal mula Guru Patimpus membuka lahan untuk perkampungan yang di beri nama Medan Putri.


(30)

ABSTRACT

The skyrocketing of urban developments nowadays has made a lot of city buildings lose their true identity, caused by the ego of each urban skyscraper which has paid no interest to its environment and showed no reflection of cultural values of where the building is located. It is need to be known that each city/area has its very own characters, features and identity which are reflected from the values of existing culture and traditions. Medan city as we know it is one of the biggest cities in Indonesia, which exactly is located in the North Sumatra province, has a wide range of cultures and tribes. The Karo culture is slowly becoming unpopular, and this might make one of the cultures which shaped

Medan’s history extinct. The name Medan itself was given by a Batak Karo

figure, Guru Patimpus Sembiring Pelawi, who came from the Karo heights. This historical knowledge is rarely known, either by Medan domestics or international tourists. By presenting a mixed-use building with hotel-office functions with Neo-Vernacular theme, it is expected for this building to give educational values and

people’s consciousness of the history and culture of Medan city, which need to be

preserved. This building is also expected to revitalize two areas which are Jl. Guru Patimpus area and the Deli riverfront, which has a historical relationship with Medan city for its location that is near the interchange of Babura river and Deli river, where Guru Patimpus first set a village, which he named Medan Putri.


(31)

Ramadhani Ginting S

Bab I

Sungai Deli dan Sekitarnya 1.1 Batas-batas site

Site berada di Jl. Guru Patimpus Kecamatan Medan Barat Sumatera Utara, Indonesia. Site merupakan lahan kosong di sebelah lahan Podomodor City (ex.Deli Plaza). Adapun kasus proyek ini adalah Fungsi Komersial Campuran (Mixed Use) dan PT. Twin River Development adalah sebagai pemilik dari proyek ini. Batas utara site menghadap pada bangunan Rumah Toko komersial, batas Timur menghadap pada Podomoro City (ex Deli Plaza), batas Selatan menghadap ke permukiman penduduk yang berdekatan dengan PTP IX dan batas Barat berbatasan langsung dengan Sungai Deli. Luas lahan lebih kurang 2,35 Hektare dengan garis sempadan sungai 15 meter dan denga kuontur yang menjorok ke arah Sungai Deli.

Gambar 1.1 Kondisi site merupakan lahan kosong

dengan vegetasi di sisi yang berbatasan dengan sungai Deli.

Gambar 1.2 Pada sisi timur site tedapat bangunan eks Deli Plaza


(32)

Gambar 1.3 Kondisi sungai Deli berada pada sisi barat site

Gambar 1.4 Kondisi Jl. Guru Patimpus yang berada pada sisi Utara site

Site memiliki potensi yang cukup baik dan strategis karena terletak di pusat kota, berada pada kawasan bisnis serta terletak pada jalan arteri. Selain itu site ini juga terletak pada daerah komersil dengan sirkulasi kendaraan yang baik dan memiliki jalur utilitas yang baik karena utilitas pada bagian site sudah tersedia dengan baik yakni meliputi; jaringan listrik, jaringan PLN, jaringan air bersih PDAM, jaringan Gas DTR serta jaringan drainasenya. Site ini nantinya dapat menjadi sebuah ruang terbuka baru bagi masyarakat dengan merevitalisasi area muka Sungai Deli yang kumuh dan terlantar sebagai area Promenade (berjalan-jalan di tepi sungai) dan taman tempat untuk bersantai. Fungsi pada bangunan di sekitar site di dominasi oleh permukiman warga, perkantoran, dan ruko komersial yang merupakan generator aktivitas utama pada kawasan lokasi proyek ini. Sedangkan fungsi-fungsi lain dari kawasan ini adalah sarana pendidikan, perhotelan, masjid dan ruang terbuka serta fasilitas-fasilitas umum.


(33)

Ramadhani Ginting S

Data-data beberapa bangunan sekitar kawasan antara lain :

Capital Building, merupakan bangunan kantor dan retail yang bergaya

high tech.

Plaza Telkom, merupakan kantor komersil yang bergaya modern.  Ex. PTP IX, merupakan kantor yang bergaya kolonial.

JW Marriot, merupakan bangunan hotel dan kantor komersil yang bergaya

modern.  TVRI SUMUT

Kantor Samsat

Kampus IBBI

Terdapat beberapa pepohonan di area site, pada area yang menghadap ke arah Jl. Guru Patimpus terdapat pohon melinjo kemudian pada bantaran sungai terdapat beberapa pepohonan lain yang di kerumuni semak belukar. Jalan guru Patimpus merupakan jalur dua arah dan terdapat jembatan jalur penyebrangan (Sky Walk), tentu akan mempermudah sirkulasi pejalan kaki untuk menempuh site. Akan tetapi pedestrian pada Jalan Guru Patimpus ini sedikit mempersulit pejalan kaki karena selokan/parit jalan yang sama besar dengan jalur pejalan kaki kemudian adanya pohon-pohon dan tiang-tiang reklame di tengah jalur pejalan kaki, lain halnya dengan pedestrian pada Jalan Balai Kota yang cenderung nyaman untuk di lalui pejalan kaki ini karena jalur pedestriannya yang luas serta tidak terganggu oleh tiang-tiang reklame/signage ataupun pohon-pohon.


(34)

Undang-undang dan peraturan.

Garis sempadan bangunan pada muka Jalan Guru Patimpus berjarak 8,5 meter. Sedangkan Garis sempadan bangunan pada sungai menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 tahun 2011 tentang sungai. Menurut pasal 9 untuk garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan, yaitu paling sedikit berjarak 15 m (lima belas meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 m (tiga meter) sampai dengan 20 m (dua puluh meter).

Sesuai Master Plan RUTRK Kota Medan, site ini merupakan fungsi kawasan bisnis sehingga bangunan yang akan di rancang pada site ini adalah Hotel Bisnis dan Kantor Sewa.


(35)

Ramadhani Ginting S

Bab II

Sumber Inspirasi

2.1 Bandara soekarno hatta

Sebagian besar unit-unitnya berkonstruksi tiang dan balok yang di ekspos dan terlihat modern. Bandara ini di rancang oleh Arsitek dari Prancis, Paul Andreu. Unit ruang tunggunya berupa joglo dalam dimensi yang besar. Menggunakan material modern namun memiliki tampilan seperti kayu yang diterapkan pada kolom-kolom di ruang tunggu yang memberi kesan modern tetapi bernuansa natural. Bandara ini sangat jelas mengandung tema Neo-Vernakular karena dapat di lihat juga dari penggunaan bentuk atap joglo dan atap pelana yang banyak di gunakan pada bangunan-bangunan tradisional Indonesia.

Gambar 2.1 Bandara Soekarno Hatta

2.2 Museum Tsunami Banda Aceh

Museum ini dirancang oleh Arsitek dari Indonesia, Ridwan Kamil. Neo-Vernakularnya dapat dilihat dari corak ornamen pada kulit bangunannya yang mengambil konsep tarian tradisional Aceh (tari saman) yang melambangkan suatu kerjasama dan kekompakan yang mencerminkan kehidupan sosial yang kental dan bergotong royong pada masyarakat Aceh. Ide dasar perancangan museum ini juga mengambil konsep dari rumah panggung Aceh yang menunjukkan contoh kearifan arsitektur masa lalu (Neo-vernakular) dalam merespon tantangan dan


(36)

bencana alam. Design ini mengacu pada situasi Aceh pada Desember 2004 silam yang pernah dilanda bencana tsunami. Konsep ini menggambarkan suatu keyakinan terhadap agama dan adaptasi terhadap alam. Museum ini juga merupakan taman terbuka bagi publik yang dapat diakses dan difungsikan setiap saat oleh masyarakat Aceh sebagai respon terhadap konteks Urban.

Gambar 2.2 Museum Tsunami Aceh

2.3 Wisma Darmala Jakarta

Bangunan ini dirancang oleh Paul Rudolph asal New York, Amerika pada tahun 1983-1986. Setelah tiba di Indonesia beliau kemudian terinspirasi oleh banguna tradisional Indonesia dari daerah-daerah yang beliau kunjungi seperti Bali, Jogja, Surabaya dan Bandung. Dengan sistem overstek 3 tipe denah pada bangunan ini sehingga tercipta shading yang baik untuk beradaptasi dengan udara panas dan cahaya yang terik. Semua kaca pada fasad menggunakan kaca transparan sehingga menghemat biaya dan energy pada bangunan ini. Desain bangunan ini termasuk kedalam tema Neo-Vernacular karena bentuknya yang modern yang terdiri dari tumpukan atap joglo (rumah adat jawa) serta menggunakan material yang modern.


(37)

Ramadhani Ginting S

Gambar 2.3 Wisma Dharmala Jakarta

2.4 Istana Budaya Kuala Lumpur Malaysia.

Istana ini dirancang oleh Muhammad Kamar Ya’akub. Istana ini merupakan salah satu bangunan yang ada di Malaysia, dengan fungsi sebagai teater dan gedung pertunjukan yang berkapasitas 2000 orang. Istana ini di desain dengan mengikuti konsep bangunan Tradisional Melayu Malaysia yang menggunakan atap pelana tinggi. Bentuk Vernakularnya terlihat jelas dengan paduan material modern menjadikan bangunan ini tetap mempunyai chiri khas Malaysia.

Gambar 2.4 Istana Budaya Kuala Lumpur Malaysia

2.5 Pemograman Hotel Bisnis dan Kantor Sewa

Perencanaan bangunan komersil campuran (mixed use) ini adalah hotel bisnis dan kantor sewa. Lokasi site ini sangat stragtegis yakni terletak pada pusat kota dan kawasan bisnis. Luas site berukuran lebih kurang 2,35 hektare dengan


(38)

bentuk memanjang dan berada tepat di dekat tepian Sungai Deli (Deli Riverfront). Dengan memprioritaskan Sungai Deli yang berada di pusat kota sebagai area publik di harapkan menjadi daya tarik tersendiri.

Karakteristik hotel bisnis dapat dilihat dari lokasinya yang terletak pada pusat-pusat kegiatan bisnis seperti perkantoran, tempat perdaganagan, tempat perbelanjaan, dll. Mayoritas tamu yang datang ke hotel adalah kalangan pebisnis, pengusaha, pejabat pemerintah, karyawan, professional yang biasanya datang dengan kepentingan berbisnis seperti berdagang, seminar, rapat, musyawarah dan sebagainya. Biasa pengunjung datang seorang diri atau rombongan dan lama menginap biasanya singkat, umumnya pada hari-hari kerja/dinas.

Fasilitas penunjang kegiatan bisnis para tamu meliputi ruang pertemuan, fasilitas komputer PABX, Fax telepon, Internet (Free Wifi) dan sebagainya. Interaksi bisnis dapat dilakukan didalam maupun diluar hotel oleh karena itu hotel bisnis juga memerlukan fasilitas olahraga, tempat bersantai seperti lounge atau restoran/cafe untuk melakukan kegiatan bisnis sambil makan dan minum kopi, dan failitas standar seperti ruang pertemuan (ballroom).

Kantor sewa juga diperlukan guna melengkapi fasilitas pebisnis yang datang dari dalam maupun luar negeri.

Adapun kebutuhan ruang dari Hotel Bisnis dan Kantor Sewa ini sebagai berikut:

Kebutuhan ruang pada hotel  Hall dan Lobby


(39)

Ramadhani Ginting S

 Hunian terdiri dari 3 tipe kamar: Standart Room, Suite Room, Presidential Room.

 Restoran

 Spa

 Fitness Center  Swimming Pool

 Multifunction Room (Ballroom/ Convention Hall)

 Concenssion Space meliputi: medical center, trafel agency, beauty salon, bread shop, gift shop, toko pakaian, dan retail-retail lainnya.

 Mushalla  Lounge and Bar

 Tata Graha meliputi: Laundry Washer, Laundry Dryer, Restroom Karyawan, Houskeeping.

 Ruang Utilitas meliputi: Ruang panel, Ruang trafo, Ruang Mesin AC, Ruang Genset, Ruang Chiller, Ruang Pompa, Ruang AHU, Ruang pantau CCTV, Ruang Karyawan.

 Loading Dock

Kebutuhan ruang pada Kantor Sewa  Hall dan Loby

 Area Kerja (Kantor Sewa)

 Fasilitas Service meliputi: Pantry, Ruang Cleaning Service.  Bank dan ATM Center


(40)

 Kantin dan Coffee Shop  Travel Agency

Hotel Bisnis dan Kantor Sewa ini direncanakan akan dibangun 20 lantai dengan podium 3 lantai dan pembagian area hunian dan kantor sewa mulai pada lantai 4 hingga lantai 20.

Untuk memberikan kenyamanan dan keamanan pada tamu hotel tentu akan diberikan sistem yang baik sebagai berikut:

 Memiliki staf/karyawan yang telah memiliki pengalaman dalam bidangnya sehingga dapat melayani tamu hotel, memberikan kepuasan serta melaksanakan kegiatan dan pekerjaan hotel.

 Administrasi (head office) yang profesional, administrasi harus bekerja dengan bijak dan serba cepat serta memiliki tingkat interaksi yang tinggi dengan karyawan, tamu, investor dll.

 Public Relation yang mampu berbahasa asing seperti Mandarin dan Inggris, berpenampilan menarik, memiliki kemampuan komunikasi yang baik, dan memiliki wawasan yang luas agar dapat mengajak pebisnis untuk melakukan kerja sama yang baik.

 Menciptakan suatu kawasan parkir dan sirkulasi yang tertata agar mudah di akses baik dari segi jalur kendaraan maupun pejalan kaki.

 Menciptakan penzoningan kebutuhan ruang yang tertata.

 Memiliki sistem maintenance yang baik meliputi Security, Office boy, Housekeeping, Cleaning Service sehingga para tamu hotel yang menginap akan merasa aman dan nyaman.


(41)

Ramadhani Ginting S

 Menyediakan fasilitas kendaraan serta Driver yang dapat digunakan oleh tamu hotel atau pebisnis sehingga memudahkan tamu untuk mencari transportasi yang akan digunakan untuk kegiatan bisnisnya.

 Memberi fasilitas valet agar memudahkan tamu hotel yang lebih memprioritaskan waktunya untuk melakukan suatu kegiatan bisnisnya.


(42)

BAB III

Modernisasi Menenggelamkan Unsur Budaya 3.1 Dampak Modernisasi

Perkembangan perkotaan yang kian melejit di zaman modern dewasa ini, membuat banyak penataan kota menjadi semakin semrawut dan tidak tertata rapi, ini di karenakan oleh keegoisan dari setiap bangunan-bangunan pencakar langit yang di bangun di kawasan perkotaan yang tidak memperhatikan lingkungan di sekitar bangunan dan juga tidak adanya cerminan nilai-nilai budaya pada bangunan di setiap daerah yang di jadikan tempat bangunan tersebut berdiri dan membuat kebanyakan perkotaan di zaman sekarang ini tidak memiliki jati diri atau dengan kata lain kota tersebut menjadi kehilangan identitas dirinya sendiri.

Dalam hal ini Kota Medan juga terkena dampak dari moderenisasi bangunan perkotaan yang tidak di barengi nilai-nilai kebudayaan dimana bangunan-bangunan yang berdiri memiliki dampak yang negatif, akibatnya warga yang bermukim di daerah sekitar bangunan tersebut menjadi kehilangan identitas, tidak adanya (kewibawaan) dari sebuah kota lagi di karenakan ketidakpedulian daerah tersebut terhadap budaya atau cirri khas dari daerah dimana bangunan itu berdiri. Terutama bagi para wisatawan Mancanegara ataupun wisatawan Domestik, mereka tidak menemukan keunikan atau karakteristik dari kota Medan.

Perlu diketahui bahwa setiap kota pasti memiliki karakteristik, ciri khas dan juga identitas diri yang berkaitan dengan tradisi, budaya dan adat istiadat dari kota tersebut. Peristiwa seperti ini sering terlihat pada kota-kota di Indonesia seperti Joga dan Bali mereka mampu mempertahankan identitasnya di zaman


(43)

Ramadhani Ginting S

modern ini dengan cara menjaga nilai historis dan karakteristik budaya mereka pada bangunan-bangunan tersebut. Itu sebabnya turis mancangera lebih mengenal Bali atau Jogja daripada Indonesia.

Seperti yang kita ketahui Kota Medan yang merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia, tepatnya berada di Provinsi Sumatera Utara, memiliki banyak kekayaan budaya dan berbagai aneka ragam suku yang bermukim di wilayah Kota Medan. Meskipun Kota Medan sering di identikkan dengan kebudayaan Suku Melayu , namun perlu diketahui bahwa sesungguhnya Kota Medan ini diberi nama oleh seorang tokoh Suku Batak Karo yaitu Guru Patimpus Sembiring Pelawi, pria yang berasal dari dataran tinggi Karo. Pengetahuan sejarah inilah yang sangat jarang diketahui oleh masyarakat umum Kota Medan, begitu juga dengan para wisatawan Mancanegara dan wisatawan Domestik yang datang berwisata ke Medan.

Dengan menerapkan unsur-unsur budaya dan kearifan lokal yang menjadi ciri khas pada setiap bangunan yang akan di bangun di Medan maka masyarakat Kota Medan akan merasa (hangat) dan nyaman ketika menjadi bagian dari Kota Medan. Bangunan yang akan di bangun nantinya akan memiliki unsur-unsur dan pola aktivitas dari kebudayaan Karo agar dapat menjadi sarana edukasi akan pentingnya nilai-nilai kebudayaan dan sejarah daerah asal kita. Bukan hanya dari pelajaran di sekolah ataupun dari lingkungan saja kita dapat mengetahui tentang arti pentingnya sejarah, nilai kebudayaan dan juga adat istiadat dari suku-suku di Kota medan ini, tetapi dari sebuah bangunan baik dari aspek eksteriornya, aspek interiornya maupun dari aktivitas yang berada di dalam bangunan tersebut dapat


(44)

menjadi media untuk sarana pembelajaran bagi masyarakat terhadap nilai-nilai kebudayaan dari Kota Medan. Jika konsep desain seperti ini terus di kembangkan di Kota Medan, maka kedepannya dapat kita pastikan nilai-nilai kebudayaan dan karakteristik Kota Medan yang hampir tidak ada karena di telan zaman yang semakin modern ini akan kembali lagi hadir dengan gaya Neo-Vernakularnya dan dapat dirasakan di tengah-tengah masyarakat Kota Medan terutama generasi penerus bangsa.

Peran serta Pemerintah sangat diharapkan oleh masyarakat Kota Medan, dimana Pemerintah sebagai pihak yang memberikan peraturan dan sebagai pihak yang mengontrol jalannya pembangunan dari daerahnya. Adanya kerjasama Pemerintah dengan masyarakat Kota Medan untuk mengembalikan nilai-nilai kebudayaan suku-suku di Kota Medan dalam bentuk sebuah bangunan, maka akan tercipta identitas atau karakteristik dari kota tersebut. Dengan begitu daya tarik wisatawan dapat semakin bertambah seperti pada kota-kota besar lainnya di Indonesia yang bangga dengan pelestarian budayanya.

Lahan lokasi proyek dengan luas 23.500 ha ini merupakan tanah kosong bekas Deli Plaza dan kasus proyek yang akan di bangun di site ini yakni Bangunan Komersil Fungsi Campuran. Lahan lokasi proyek sangat berpotensi baik dengan sejarah karena berada dekat dengan pertemuan Sungai Babura dan Sungai Deli yaitu awal mula Guru Patimpus membuka lahan untuk perkampungan yang di beri nama Medan. Sejauh ini lahan lokasi proyek sangat erat hubungannya dengan sejarah Kota Medan karena berada dekat dengan pertemuan Sungai Babura dan Sungai Deli yaitu awal mula Guru Patimpus membuka lahan untuk


(45)

Ramadhani Ginting S

perkampungan yang di beri nama Medan. Oleh sebab itu, lokasi proyek yang berada di Jl. Guru Patimpus dan tepat di tepi bantaran Sungai Deli sangat cocok mengadopsi karakteristik dari bangunan Karo dengan variasi desain yang menarik, apakah itu bentukan atapnya, ornamentnya, street furniture ataupun pola aktivitas yang ada di dalamnya. Sehingga tampilan dari bangunan dapat selaras dengan nama dari jalan yang berada di depan lokasi proyek ini yang diambil dari nama tokoh Karo yang mendirikan Kota Medan yaitu Guru patimpus. Tidak hanya itu saja yang akan di hidupkan kembali, tetapi dengan adanya konsep desain yang mengangkat nilai-nilai kebudayaan dan sejarah Kota Medan yang dapat mengidupkan suasana di bantaran Sungai Deli, karena di dalam sejarahnya Sungai Deli juga mempunyai hubungan yang erat dengan Guru Patimpus. Kawasan muka Sungai Deli juga harus di utamakan dan membuat daya tarik tersendiri dengan cara membuat riverwalk di pinggiran bantaran sungai dan membuat ruang terbuka hijau yang di kembangkan dari tema Neo-Vernacular agar tidak lagi terkesan tidak di anggap karena kekumuhannya.


(46)

BAB IV Identitas Jati Diri 4.1 Penerapan tema dalam desain

Pada zaman yang semakin modern ini banyak bangunan-bangunan urban yang menjurus tanpa identitas oleh karena itu perancang menerapkan satu tema pilihan seperti yang telah di bahas pada bab sebelumnya yaitu Arsitektur Neo-vernakular.

Contoh penerapan konsep Neo-Vernakular adalah :

Pertama, eksterior bangunan terlihat modern dan menyerupai / mengambil bagian dari rumah adat yang mencerminkan budaya Kota Medan. Dalam hal ini rumah adat yang menjadi inspirasi adalah rumah adat Karo.

Kedua, desain fasad dan kolom pada gedung ini dirancang dengan menganbil bentukan atap Rumah Karo dan kolom-kolom yang bermotif Ulos.

Ketiga, pada bagian riverfront akan dibuat seperti riverwalk akan café dengan konsep bentukan dan unsur-unsur adat dengan lapisan modern.

Dengan adanya konsep seperti ini, perancang mendesain dengan tema Arsitektur Neo-Vernacular agar bangunan yang didirikan memiliki identitas jati diri dimana bangunan itu berdiri yang mencerminkan budaya dalam hal ini budaya Karo. Hal tersebut perancang lakukan karena di era modern saat ini banyk bangunan-bangunan yang tidak mencerminkan identitas daerah dimana bangunan itu dibangun. Maka dari itu tema Neo-Vernacular akan mewujudkan sebuah bangunan yang terinspirasi dari sejarah kota Medan serta dapat meningkatkan edukasi atau pengetahuan tentang nilai-nilai budaya yang ada di Kota Medan.


(47)

Ramadhani Ginting S

Kawasan Jl. Guru Patimpus sendiri berada disekitar sarana aktifitas pendukung yang berpotensi, seperti area Riverfront di Negara Korea Selatan, Malaysia, dll yang terbilang baik dalam mengembangkan sistem Riverfront dengan mempertimbangkan sarana-sarana mixed-use untuk memperkuat konsep Urban Lifestyle. Oleh sebab itu, perancang ingin menciptakan suatu rancangan dengan tema Neo-Vernacular, ini dimaksudkan memberikan sesuatu kesan dan suasana yang baru, tetapi tidak mengabaikan unsur-unsur budaya setempat bahkan malah meningkatkan unsur identitas budaya dan adat sehingga tercipta suatu bangunan yang dapat mewakili atau mencerminkan budaya yang ada di kota Medan.

Konsep rancangan Arsitektur Neo-vernacular ini akan diterapkan pada bagian luar dan dalam bangunan, sehingga pengunjung dapat merasakan kehangatan budaya sekaligus mendapatkan nilai edukasi. Fungsi dari bangunan yang akan direncanakan yaitu Hotel Bisnis dan Kantor Sewa dengan 2 tower yang berbentuk persegi empat yang di rotasi 45 derajat agar dapat memaksimalkan view ke segala arah, masing-masing tower berbeda jumlah lantainya di karenakan fungsi tower 1 sebagai Kantor Sewa 17 lantai dan tower 2 sebagai Hotel 17 lantai, kemudian bangunan ini memiliki podium berlantai 3 sehingga total jumlah lantai bangunan adalah sebanyak 20 lantai. Bagian interior bangunan akan di desain dengan menerapkan unsur budaya Karo, misalnya pada kolom-kolomnya di desain menyerupai material kayu walaupun kenyataannya material yag digunakan adalah keramik, pada dinding bangunan di bagian tertentu akan diberikan ornamen-ornamen yang juga mencerminkan langgam budaya Karo.


(48)

BAB V

Desain Neo-Vernacular 5.1 Pendalaman Tema

Adapun Tema besar pada proyek ini adalah Revitalisasi Kawasan Muka Sungai Deli, kemudian dibarengi dengan sub-Tema yakni Urban Lifestyle. Dari penggabungan pengertian tema besar dan sub-tema maka di peroleh Tema Individual yaitu Neo-vernacular. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Arsitektur Vernacular merupakan Arsitektur tradisional yang dibangun oleh rakyatnya sendiri. Namun seiring berjalannya waktu terdapat inovasi-inovasi modern pada bentuk Arsitektur Vernakular dan berubah nama menjadi Neo-Vernakular yang artinya Vernacular dengan wajah yang baru. Dengan mengubah-ubah bentukan bukan berarti menghilangkan unsur tradisonal bangunan tersebut. Langgam, Unsur budaya dan Filosofi –filosofi budaya sangat di prioritaskan. Proyek yang akan dirancang pada lokasi ini adalah bangunan Mixed-Use, rancangan ini menerapkan idealisme Tema Urban Lifestyle dan Riverfront yang diakomodir dan dimanifestasikan dalam satu rancangan bangunan dan lingkungan serta fungsi-fungsi yang mengisinya. Tujuan perencanaan proyek iini adalah untuk menciptakan sebuah Ruang Terbuka di kawasan muka Sungai Deli yang berada di pusat kota dan diharapkan dapat menampung kegiatan masyarakat dari segi komersil dan non komersil. Lokasi proyek dekat dengan fungsi-fungsi komersial disekitarnya seperti perkantoran dan perhotelan sehingga menjadi generator utama yang mempengaruhi aktivitas disekitarnya.


(49)

Ramadhani Ginting S

5.2 Konsep Desain Bangunan

Arsitektur Neo-Vernacular yang dipilih adalah arsitektur Karo dengan permainan fasad yang bervariasi akan menambah nilai estetika pada bangunan dengan mempertimbangkan matahari, angin, view, dll.

Perancang mengambil unsur-unsur yang menginspirasi dari desain Neo-vernacular Karo diantaranya adalah sebagai berikut:

Rumah Karo

Rumah adat siwaluh jabu adalah sebutan sebutan untuk rumah adat batak karo. Rumah tradisional ini memiliki keunikan teknik bangunan dan nilai sosial budaya. Secara teknik bangunan rumah adat yang berukuran 10x30m ini dibangun tanpa menggunakan paku dan mampu bertahan hingga 200 tahun lebih lamanya. Sedangkan secara sosial budaya terdapat kehidupan berkelompok dalam rumah besar ini yang di huni 4 sampai 8 kepala keluarga. Rumah yang bertiang tinggi dan terbuat dari kayu ini tidak memiliki sekat antar ruangan, namun pada hakikatnya pembagian ruang tetap ada yakni di batasi dengan garis-garis adat

istiadat yang kuat yang dikenal dengan sebutan “Jabu” . Rumah adat si waluh jabu

selalu bertangga dengan jumlah anak tangga ganjil. Dinding rumah ini dibuat miring dengan pintu dan jendela dipasang pada balok yang mengelilingi rumah. Atap rumah terbuat dari anyaman bambu yang disebut lambe-lambe yang berbentuk segitiga dan bertingkat tiga. Pada setiap puncak dari segitiga tersebut terdapat kepala kerbau yang melambangkan kesejahteraan bagi keluarga yang mendiaminya. Pinggiran atap disekeliling rumah dibuat sama rata yang menggambarkan bahwa penghuni rumah memiliki perasaan senasib yang


(50)

berkesinambungan. Tali-tali pengikat dinding yang disebut tali pengeretret terbuat dari ijuk atau rotan, tali pengikat ini dipasang membentuk pola seperti cicak dengan dua kepala saling bertolak belakang. Cicak merupakan simbol penjaga rumah dan dua kepala yang saling bertolak belakang melambangkan bahwa semua penghuni rumah mempunyai peranan yang sama dan saling menghormati.

Gambar 5.1 Rumah Si Waluh Jabu (kanan) dan Ornamen Karo (kiri)

Kain Ulos

Ulos termasuk salah satu kain kebanggan Indonesia yang berasal dari Medan dengan beragam jenis. Biasanya digunakan untuk acara pernikahan dan

upacara adat lainnya. Dalam adat Karo ulos mempunyai makna “kasih sayang”. Kain ulos tak lepas dari makna religi dan kebudayaan yang harus dilestarikan.

Gambar 5.2 Kain Ulos

5.3 Konsep Rancangan Tapak, Sirkulasi, Ruang Terbuka.

Diberikannya sumbangsih terhadap jalan sebagai halte dan pangkalan becak, manfaat; agar tidak menimbulkan kemacetan akibat becak-becak/angkutan umum yang parkir sembarangan di depan bangunan pada saat jam pulang kerja. Selanjutnya membedakan jalur sirkulasi pada site, antara lain jalur pejalan kaki, jalur masuk/keluar kendaraan serta jalur drop off dan jalur loading dock/service.


(51)

Ramadhani Ginting S

Seluruh area terbuka hijau akan di tempatkan pada sisi barat (muka sungai Deli) guna menciptakan suasana open spcace yang baru sehingga memvitalkan kembali kawasan muka sungai Deli. Di tepi sungai akan ditambah daerah resapan sungai dengan cara menanami pohon di ditepiannya selain itu juga bermanfaat sebagai area peneduh.

Jalur akses kendaraan hotel dan kantor ini dibedakan mulai dari area drop off agar privasi hotel maupun kantor tetap terjaga. Pada bagian Jl. Guru Patimpus (bagian utara) akan di gunakan sebagai area entrance dan Jl. Tembakau Deli (bagian selatan site) sebagai jalur alternatif untuk mengantisipasi kemacetan pada Jl. Guru Patimpus (bagian utara site). Selanjutnya pada bagian barat site adalah Sungai Deli dimana pinggiran bantaran Sungai Deli dapat dijadikan area publik (open space) yang akan dibedakan menjadi 2 bagian. Pada hotel dan kantor memiliki area open space tersendiri yang menjadi fasilitas dari hotel dan kantor sewa akan di desain seperti suasana resort agar pengunjung ataupun pebisnis yang menginap di hotel mendapatkan pelayanan yang jauh berbeda dengan kebanyakan hotel-hotel yang ada di kota, terdapat fasilitas seperti kolam renang, restoran outdoor, lapangan basket, lapangan tenis. Kemudian pada bagian open space untuk umum didesain berupa taman yang dilengkapi dengan gazebo, fasilitas joging track, area riverwalk, sarana olahraga outdoor dan pujasera 24 jam guna mewujudkan konteks urban lifestyle dan ditambah lagi dengan pemberian ornamen-ornamen atau langgam budaya karo pada street furniture, ini akan melengkapi konsep Neo-vernakular pada bangunan Hotel dan Kantor Sewa ini. Walaupun area open spacenya dibedakan bukan berarti open space bagian Hotel


(52)

dan Kantor tidak bisa dinikmati untuk umum, hanya saja akan dikenakan biaya, misalanya pengunjung yang bukan menginap di hotel ingin berenang.

Fasilitas penting lainnya yang dibutuhkan pengunjung adalah tempat parkir, maka akses untuk pengunjung hotel dan kantor diarahkan langsung pada basement. Terdapat 2 lantai basment untuk mengakomodir kebutuhan tempat parkir. Untuk masing-masing pengunjung baik itu pengunjung hotel ataupun kantor dapat langsung masuk ke masing-masing lobby melalui lift yang terdapat di basement 1 atau 2. Lain hanya dengan parkir pengunjung yang tidak menginap, mereka lebih dianjurkan parkir di area outdoor guna memudahkan mereka untuk mencapai entrance keluar masuk.

5.4 Konsep Rancangan Berkaitan Dengan Faktor Keamanan, Keselamatan dan Privasi.

Drop Off kendaraan dibedakan antara pengunjung kantor dan hotel sehingga privasi dari fungsi masing-masing bangunan tetap terjaga begitu juga dengan area parkir pada saat di basement, jalur area parkir pada basement dibagi antara parkir hotel dengan kantor sehingga tidak terjadi percampuran. Sirkulasi pejalan kaki dipisahkan dengan sirkulasi kendaraan agar pejalan kaki tetap merasa nyaman dan dapat menikmati suasana sekitar. Privasi pada area podium dibedakan menjadi 3 bagian, area Lobby Hotel, Kantor dan Service.


(53)

Ramadhani Ginting S

5.5 Konsep Ruang Terbuka Serta Manifestasi Sosial.

Ruang terbuka seperti Plaza akan di tempatkan dekat dengan jalan guna memperlihatkan ke publik interaksi/keadaan yang terjadi di dalam site serta memudahkan akses pencapaiannya. Fungsi ruang terbuka hijau (tepi sungai) antara lain: area duduk, tunggu, joging, area yang memberikan manifestasi akan adanya kemungkinan terjadinya hubungan sosial. Selanjutnya area esplanade memberikan manifestasi kemanusiaan terhadap penyandang cacat dan orang tua dengan memberikan ramp pada area tertentu, juga menyediakan kursi istirahat bagi pengunjung yang kelelahan ataupun sedang menunggu.


(54)

BAB VI

Pengembangan Desain 6.1 Konsep-konsep

Konsep rancangan tapak yang memperlihatkan penggunaan lahan secara fisik dan fungsional dan menciptakan sebuah ruang terbuka hijau yang baru bagi kota Medan. Dapat dilihat pada gambar dibawah bahwa elemen lansekap pada proyek ini dirancang sedemikian rupa sehingga tanggap dan menyatu terhadap sungai. Elemen lansekap dominan dirancang dengan bentukan lengkung, dimana elemen lengkung diterapkan karena mencerminkan aliran sungai (flow) selain itu elemen lengkup memberikan kesan rilex dan tidak kaku. Pada perancangan tapak tepian sungai yang berbatasan langsung dengan site disediakan fasilitas public, diantaranya: Riverwalk, Sitting Area, Amphitheater dan disediakan generator aktivitas berupa pujasera/café ditepi sungai dan disediakan juga fasilitas pelengkap berupa dermaga yang bersifat komersil dimana kapal boat nantinya dapat digunakan menjadi alat transportasi/rekreasi untuk berwisata ke pertemuan sungai babura dan sungai deli agar menarik para wisatawan/pengunjung untuk mengetahui sekilas sejarah Kota Medan yang berawal dari pertemuan dua sungai.


(55)

Ramadhani Ginting S

Gambar 6.1 Konsep Rancangan Tapak

Konsep bentuk bangunan yang memanjang menunjukan bahwa bangunan tanggap terhadap site serta hubungan konsteks lingkungan. Kemudian bangunan ini dibagi menjadi 2 tower yang berbentuk persegi empat dan merotasinya 45 derajat agar memaksimalkan view ke segala arah dengan mempertimbangkan matahari. Dalam perancangan Hotel-Kantor ini bangunan juga dirancang tanggap terhadap sungai, dimana sungai menjadi view utama dan sungai menjadi arah utama bangunan sehingga dapat dikatakan muka bangunan menghadap sungai (tanggap terhadap tema Riverfront). Konsep bangunan yang memanjang sesuai arah aliran sungai menjadikan sungai sebagai pertimbangan utama desain.

Gambar 6.2 Konsep bentukan massa

Jumlah lantai podium yakni 3 lantai dengan luas masing-masing lantai sebagai berikut: luas lantai 1= 5826 m², luas lantai 2= 5826 m², luas lantai 3= 6174 m². Luas tower kantor yakni 40x40m perlantainya dengan jumlah lantai tipikal 17 lantai (tidak dihitung lantai podium). Kemudian luas tower hotel yakni 40x40m perlantainya dengan jumlah lantai tipikal 17 lantai (tidak dihitung lantai podium). Konsep denah lantai bangunan di desain dengan mempertimbangkan privasi berdasarkan fungsi dari masing-masing tower, salah satunya dengan cara


(56)

membedakan jalur sirkulasi dan memberikan ruang bersama pada podium lantai 1 berupa restoran bagi pengunjung hotel maupun kantor (dapat dilihat pada gambar dibawah).

Pada denah podium lantai 1 terdapat ruang bersama berupa restoran, selain sebagai ruang bersama restoran ini juga memiliki fungsi sebagai pembatas sirkulasi antara hotel dan kantor. Kemudian pada area outdoornya (sebelah barat) terdapat coffee shop yang dapat dinikmati untuk umum sambil bersantai menikmati suasana taman di pinggiran sungai. Pada lantai 1 ini terdapat 3 lobby antara lain: lobby kantor, lobby hotel dan lobby ballroom. Pada area lobby ballroom terdapat dua buah lift khusus (diluar core) untuk menuju ballroom di lantai 3. Pada lantai 1 bagian Kantor (kiri) terdapat resepsionis, ruang pengelola, staf manager, kemudian disediakan juga tangga sirkulasi untuk akses menuju ke lantai 2 dan 3. Selanjutnya terdapat fasilitas seperti gift shop, drug store, bakery shop travel agency, money changer, Bank dan atm center. Pada lantai 1 bagian Hotel (kanan) juga terdapat tangga sirkulasi, resepsionis, ruang pengelola, staf, manager dan fasilitas seperti lounge, spa, sauna dan fitness center.


(57)

Ramadhani Ginting S

Beranjak ke denah podium lantai 2, pada lantai 2 bagian Kantor terdapat swalayan, kantin, coffee shop dan mushalla yang dapat di akses bagi pengunjung/penghuni hotel, dapat dikatakan mushalla ini berfungsi sebagai ruang bersama kedua setelah restoran yang berada dilantai 1. Pada lantai 2 bagian Hotel terdapat executive office, food and baverage department, accounting department, security department, uniform service, engineering maintence department, gudang loading dock alat & bahan, laundry dan houskeeping.

Gambar 6.4 Denah podium lantai 2

Kemudian beranjak ke denah podium lantai 3, pada lantai 3 bagian Kantor sudah mulai di letakkan area kantor sewa. Pada bagian Hotel terdapat area Ballroom dengan luas 3.300 m² meliputi ruang-ruang sebagai berikut; VIP room, prefunction area, waiting room, preparation room serta ruang service seperti gudang dan dapur. Pada lantai 3 bagian Hotel ini juga terdapat Pub & bistro (club house/discotic) yang dapat diakses pengunjung kantor dari lantai 1 dan 2.


(58)

Gambar 6.5 Denah podium lantai 3

Dari penjelasan diatas pada bagian Podium (denah lantai 1-3) perancang ingin menciptakan sirkulasi yang teratur didalam bangunan Hotel-Kantor ini dengan membuat fasilitas-fasilitas tersendiri bagi hotel maupun kantor agar tidak menimbulkan kesan semerawut atau berdesakan pada saat beraktivitas, akan tetapi fasilitas-fasilitas tersebut tetap dapat dinikmati oleh pengunjung manapun melalui jalur sirkulasi yang sudah diatur. Fasilitas lain seperti fitness center dapat dinikmati oleh semua pengunjung akan tetapi bagi penghuni hotel akan disediakan loker tersendiri dan lebih di prioritaskan pada penghuni hotel karena area fitness center sendiri berada pada bagian zona hotel.

Selanjutnya beranjak ke denah lantai tower hotel, berikut penjelasannya:  Tower lantai 4 = Meeting area

 Tower lantai 5 = Restoran

 Tower lantai 6-12 = Deluxe Room

 Tower lantai 13-16 = Grand Deluxe Room  Tower lantai 17-18 = Royal Suite Room  Tower lantai 19-20 = President Suite


(59)

Ramadhani Ginting S

Pada denah Tower Hotel terdapat 4 tipe kamar yaitu: Deluxe room (tipe 1 kamar), Grand Deluxe room (tipe 2 kamar dan 2 tempat tidur), Royal Suite (tipe 2 kamar dan 4 tempat tidur), President suite (3 kamardilengkapi dengan ruang tamu, ruang makan, dapur dan ruang rapat).

Kemudian beranjak ke denah lantai tower kantor, berikut penjelasannya:  Tower lantai 4-20 = kantor sewa

Pada denah Tower Kantor hanya disediakan berupa lantai kosong dan dapat di beri sekat tergantung penyewa kantor dikemudian hari.

Pada tampak bangunan disesuaikan dengan penerapan-penerapan tema seperti yang telah dijelaskan pada draft sebelumnya. Kemudian tower hotel diletakkan di belakang tower kantor guna menjaga privasi hotel. Dapat dilihat ketinggan lantai Kantor dengan Hotel dimana Tower hotel sama tinggi dengan tower kantor. Menurut perancang kantor sewa ini fungsinya untuk mengakomodasi kebutuhan bisnis bagi pengunjung hotel dan perusahaan yang membutuhkan ruang kantor yang baru dengan posisi yang berada di pusat bisnis. Adanya perkantoran-perkantoran komersil dan hotel-hotel disekitar kawasan site (Jl. Guru Patimpus) ditambah lagi dengan hadirnya Podomoro City - Deli Medan, ini merupakan indikator real bahwa site sangat potensial untuk dibangun Hotel-Kantor.

Mengingat pada peristiwa priview 1 silam cukup banyak saran-saran dan masukan yang perancang dapatkan dari para dosen penguji mengenai tampak bangunna Hotel-Kantor ini, oleh karena itu tampak dari bangunan Hotel-Kantor ini banyak mengalami perubahan terutama pada bagian atapnya. Dari hasil


(60)

pertimbangan maka tampak lebih disesuaikan lagi dengan tema Neo-vernacular yakni menrapkan unsur-unsur dari adat dan budaya Karo sehingga menjadikan unsur tersebut menjadi bagian dari seni arsitektur dari bangunan Hotel-Kantor ini.

Gambar 6.6 Konsep Desain Fasad Bangunan

Inspirasi pada bentuk podium mengadopsi bentukan mesin pembuat Ulos. Mesin Ulos ini menguatkan konsep Ulos pada bagian fasad sehingga menyatukan desain podium sampai ke desain tower. Ulos sendiri adalah salah satu kain kebanggan Indonesia yang berasal dari Medan dengan beragam jenis. Biasanya digunakan untuk acara pernikahan dan upacara adat lainnya. Dalam adat Karo ulos mempunyai makna “kasih sayang”. Kain ulos tak lepas dari makna religi dan kebudayaan yang harus dilestarikan.


(61)

Ramadhani Ginting S

BAB VII

Struktur Sebagai Benteng Pertahanan 7.1 Konsep Struktur

Rancangan struktur pada bangunan Hotel-Kantor ini menggunakan grid yang berbentuk persegi dengan ukuran bentang 8 m x 8 m dengan ukuran kolom 80 cm x 80 cm pada bagian tower dan kolom dilatasi yang ada pada bagian tangah podium hingga bagian tengah basement. Pada bagian basement hingga podium yang menopang tower menggunakan kolom berukuran lebih besar yang berukuran 1 m x 1 m karena harus menopang lantai diatasnya. Ukuran balok induk yang digunakan adalah 60 cm x 40 cm dan ukuran balok anak 30 m x 50 m, dengan material beton bertulang. Perhitungan didapat dari proses sebagai berikut:

Untuk bentangan 8 m perhitungan tinggi balok sebagai berikut:

Untuk bentangan 8 m perhitungan lebar balok sebagai berikut:

Untik bentangan 8 m perhitungan lebar kolom sebagai berikut:

Bangunan yang akan dirancang akan tahan terhadap beban mati seperti berat kolom, balok, lantai, atap, dinding dan lain sebagainya. Sesuai dengan

Tinggi balok = Bentangan balok x (1/10~1/12)

= 8 m x (1/10~1/12)

= 8 m x (1/12) = 0.6 m = 60 cm

Lebar balok = Tinggi balok x (1/2~3/4)

= 60 cm x (1/2~3/4)

= 60 cm x 4/6 = 40 cm

Lebar kolom = lebar balok + (10~20 cm) disetiap sisinya

= 40 + 20 + 20 = 80 cm


(62)

fungsi utama dari sistem struktur yakni untuk memikul beban vertical, horizontal, getaran dan sebagainya secara aman dan efektif beban-beban yang bekerja pada bangunan dan menyalurkannya ke tanah melalui pondasi. Untuk pondasi bangunan akan menggunakan pondasi tiang pancang. Pondasi yang memang umumnya digunakan pada bangunan high-rise. Bangunan ini menggunakan sistem dilatasi atau pemisahan struktur untuk mencegah kerusakan bangunan secara keseluruhan. Kemudian material pada dinding akan menggunakan beton pre-cast (precetak) untuk menghemat waktu pemasangan dan material ini lebih ringan. Proses pemasangan beton pracetak (pre-cast) dan hasil akhirnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:


(63)

Ramadhani Ginting S

Berikutnya pada bagian kulit bangunan akan menggunakan material Alumunium Composit Panel yang dibentuk melengkung pada bagian podium sesuai dengan konsep desain bangunan Neo-vernacular. Bangunan ini banyak menggunakan kaca pada fasadnya terutama pada bagian hunian. Kaca yang digunakan adalah jenis kaca yang mampu menyerap panas matahari, sehingga akan mengurangi beban pendingin ruangan dan memberikan rasa nyaman pada penghuni bangunan ini dan tetap dapat menikmati view keluar karena kaca ini tidak tembus pandang dari luar dan tembus pandang dari dalam bangunan, sama sekali tidak mengganggu view keluar bangunan. Jenis kaca yang cocok untuk bangunan ini adalah kaca panasap atau tinted glass yang di grapir berupa motif karo. Kaca panasap (tinted glass) ini mampu menyerap 55% panas matahari. Dalam penerapannya kaca jenis ini biasanya banyak dipakai pada eksterior bangunan, baik untuk pintu dan jendela biasanya tebalnya 6 mm tergantung bentang kaca dan hasil pertimbangan beban angin.


(64)

Selanjutnya atap dari kedua tower bangunan Hotel-Kantor ini menggunakan material atap cor beton yang dibalut dengan Alumunium Composit Panel yang mengikuti bentuk desain bangunan ini sendiri karena menurut perancang desain tampak bangunan ini menyatu hingga atap seolah-olah mengelilingi tower. Lalu pada bagian atap ballroom menggunakan truss frame dan sebagai penutup atapnya digunakan material zincalum. Kemudian plafond yang digunakan pada bangunan ini sluruhnya adalah plafond gypsum.

Dari yang sudah dibahas pada bab sebelumnya bangunan Vernacular sendiri adalah bangunan yang menggunakan bahan material sederhana seperti kayu, batu bata dan atap ijuk. Dan disini perancang mencoba merancang suatu bangunan Vernacular yang modern (Neo-Vernacular) atau transformasi bentuk baru dari adat, tradisi, kosmologi atau filosofi budaya Karo. Dapat di katakan bahwa bangunan ini telah menggunakan bahan–bahan modern mulai dari material kulit bangunan hingga struktur bangunan akan tetapi bangunan ini tetap mencerminkan nilai budaya dan tradisi setempat, sesuai dengan tema Neo-Vernacular.

Mengingat struktur yang digunakan pada bangunan Hotel-Kantor ini adalah rigid frame dengan material beton bertulang. Struktur rigid frame atau yang biasa disebut rangka kaku adalah struktur yang terdiri atas elemen – elemen linier, balok dan kolom yang dihubungkan ujung – ujungnya oleh joint. Menurut perancang sistem struktur rigid frame atau rangka kaku ini tentunya mempertimbangkan faktor ekonomi karena penggunaannya dinilai lumayan murah dan proses pengerjaannya cukup efisien terutama di Kota Medan, pabricationnya


(65)

Ramadhani Ginting S

mudah didapat, cocok untuk tema Neo-vernacular yang diangkat perancang sebagai tema individualnya ini dikarenakan sesuai dengan penjelasan tentang material Arsitektur Neo-vernakular yang sangat sederhana serta lebih efisien dalam proses pngerjaannya sesuai dengan pernyataan yang sebelumnya diatas. Selain itu faktor kondisi tanah juga dipertimbangkan dan juga dapat mempermudah proses mekalinal elektrikal pada bangunan Hotel-Kantor ini. Berikut spesifikasi material beton bertulang tersebut;

Bahan yang digunakan untuk adukan beton antara lain: Bekisting yaitu alat cetakan sementara gunanya untuk membentuk/ menahan beton sesuai dengan bentuk yang diinginkan, ada banyak jenis bekisting diantaranya; Bekisting Konvensional (sistem bongkar pasang yang terbuat dari kayu), Bekisting knock down (bekisting yang tahan lama dan dapat digunakan hingga pekerjaan selesai, terbuat dari plat baja dan besi hollow), Bekisting Fiberglass (mempunyai banyak keunggulan dari pada bekisting kayu dan baja, beberapa keunggulannya diantaranya adalah; tahan lembab serta tidak mngalami perubahan dimensi, tahan panas dan tidak berkarat, lebih efisien secara biaya dan penggunaannya, ringan tetapi kuat dan kaku, mudah di pasang dan di lepas dan dapat digunakan hingga 40-70 kali) .

Bahan berikutnya adalah besi beton, Semen, agregat beton (pasir, kerikil, batu koral) dan Air yang bebas dari asam, garam, bahan alkali dan sebagainya yang dapat mengurangi mutu beton itu sendiri.

Perbandingan campuran adukan beton 1 pc : 3 ps : 5 kr digunakan untuk beton yang tidak bertulang seperti rabat beton (perkerasan jalan setapak) dan


(66)

lantai kerja sedangkan perbandingan adukan beton dengan campuran 1 pc : 2 ps : 3 kr dipakai untuk kolom, balok lantai, balok induk, balok anak atau beton yang bukan struktur.

Banyaknya kegagalan konstruksi bangunan di Indonesia akibat kualitas pekerjaan yang tidak memperhatikan aspek gempa membuat gedung tersebut rentan terhadap kegagalan akibat datangnya gempa. Misalnya sebagai contoh seperti yang kita ketahui kejadian gempa di Jogja dan di Padang Sumatera Barat yang lumayan banyak meruntuhkan bangunan – bangunan bertingkat dengan kualitas pekerjaan struktur/ konstruksi beton bertulang yang cenderung rendah kualitasnya, akibatnya dari kejadian itu telah memakan korban yang tidak sedikit. Keberadaan Indonesia di daerah gempa ini menuntut para kontraktor proyek konstruksi haruslah jeli dan memberikan perhatian yang lebih pada aspek kualitas pekerjaan struktur dan konstruksi.

Gambar 7.3 Reruntuhan bangunan akibat gempa

Kejadian seperti yang terlihat pada gambar diatas mungkin saja menunjukkan adanya kesalahan desain ataupun pelaksanaan pada struktur beton bertulang yang menyalahi konsep pekerjaan struktur pada saat terjadi gempa,


(67)

Ramadhani Ginting S

seharusnya struktur beton harus mampu menyerap energi pada sendi plastis yang berada pada balok dekat dengan joint.

Pekerjaan struktur Rigid Frame dengan material beton bertulang ini dikatakan berkualitas baik apabila hasil pekerjaan tersebut dapat memberikan perilaku struktur yang sesuai dengan perencanaan gambar dan desain struktur. Maksud perancang adalah hasil pekerjaan harus sesuai SNI dengan persyaratan dan peraturan yang ada dalam spesifikasi teknis begitu juga material dan pelaksanaannya harus sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ada. Secara sederhananya pekerjaan struktur harus sesuai gambar dalam hal dimensi beton maupun pemasangan besi tulangannya. Penilaian pekerjaan struktur beton bertulang haruslah dimulai dari material yang digunakan selanjutnya cara pelaksanaan dan hasil akhir pekerjaan. Material paling utama yang harus kita perhatikan adalah beton dan besi tulangannya. Sedangkan, cetakan (bekisting) akan berperan dalam proses pekerjaannya. Bekisting yang baik tentunya akan membuat beton itu tidak keropos sehingga dimensi beton tetap terjaga. Hotel dan Kantor ini nantinya direncanakan dan dibangun dengan struktur, komponen, dan penggunaan bahan bangunan yang memenuhi persyaratan konstruksi sesuai dengan standar yang berlaku dan memperttimbangkan kekuatan dan ketahanan terhadap beban mati, beban yang tidak bergerak, beban dinamik (gempa dan angin), hujan, kondisi tanah serta gangguan lainnya.

Pembangunan Hotel dan kantor ini tentunya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Bab III Paragraf 2 Pasal 17 ayat 2 mengenai Persyaratan Keselamatan


(1)

Daftar Pustaka

Mangunwijaya, Y, B, Waastu, Citra. (1988) Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur Sendi-sendi Filsafatnya Beserta Contoh-Contoh Praktis. Jakarta. Roberto, Bangun. (2006) Mengenal Suku Karo. Jakarta: PT. Kesaint Blanc Indah. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sumalyo, Yulianto. (1996) Arsitektur Modern.

Sopandi, Setiadi. (2013) Sejarah Arsitektur. Jakarta : PT. Gramedia http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kota_Medan http://id.wikipedia.org/wiki/Guru_patimpus http://ahluldesigners.blogspot.com/2012/08/arsitektur-neo-vernakular-a.html http://filsafat.kompasiana.com/2012/11/20/tiga-filosofi-air-karena-air-tahu-kemana-ia-bermuara-509790.html http://pangasean-siregar91.blogspot.com/2009/11/perkembangan-arsitektur-tradisional.html http://bennisurbakti.com/tag/arsitektur-rumah-adat-karo/ http://produk-hukum.kemenag.go.id/downloads/d5138f8bba25a7c6e5793d46ce0baaff.pdf http://sutanbagindouwie.blogspot.com/2012/11/apa-itu-elektrikal-m-mekanikal.html http://www.scribd.com/doc/99300994/SISTEM-UTILITAS-BANGUNAN-TINGGI-SIGNATURE-TOWER http://pakdenote.wordpress.com/2012/06/21/merancang-sistem-plumbing-hotel-bagian-1/ http://www.academia.edu/6779570/UTILITAS_HOTEL_AMARIS_YOGYA KARTA


(2)

Ramadhani Ginting S

75

Lampiran

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara


(3)

(4)

Ramadhani Ginting S

77

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara


(5)

(6)

Ramadhani Ginting S

79

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara