kota mungkin semacam dusun terpencil di Indonesia. Kelompok tersebut membentuk benteng-benteng yang merupakan pagar, pertahanan dari ancaman
yang datang dari luar. Dalam kondisi seperti itu, diperlukan kekuatan untuk menegakkan aturan yang disepakati, agar dipatuhi untuk mempertahankan diri
dari ancaman pihak luar Polis. Kekuataan inilah yang kemudian disebut kepolisian dan eksistensinya melahirkan polisi.
14
4. Pengertian Penanggulangan
Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” penanggulangan berasal dari kata”tanggulang” yang berarti menghadapi, mengatasi. Kemudian ditambah
awalan “pe” dan akhiran “an” sehingga menjadi penaggulangan yang berarti proses, cara, perbuatan menanggulangi.
Penanggulangan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mencegah, menghadapi, atau mengatasi suatu keadaan mencakup aktivitas preventif dan
sekaligus berupaya untuk memperbaiki perilaku seseorang yang telah dinyatakan bersalah.
5. Pengertian Pidana dan Tindak Pidana
a. Pengertian Pidana
Menurut sejarah, istilah pidana secara resmi dipergunakan oleh rumusan Pasal VI Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 untuk peresmian nama Kitab
Undang-undang Hukum Pidana KUHP. Sekalipun dalam Pasal IX-XV masih tetap dipergunakan istilah hukum pidana. Penggunaan istilah pidana diartikan
sebagai sanksi pidana. Untuk pengertian yang sama sering juga digunakan
14
Kunarto, Etika Kepolisian, PT. Cipta Manunggal, Jakarta, 1996, hal.51
istilah lain yaitu hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan hukuman, pemberian pidana dan hukuman pidana.
15
Sebelum mengenal arti dari pidana terlebih dahulu mengerti akan pengertian hukum pidana itu sendiri. Sebagian besar para ahli hukum
berpendapat bahwa hukum pidana adalah kumpulan aturan yang mengandung larangan dan akan mendapatkan sanksi pidana atau hukuman bila dilarang.
Sanksi dalam hukum pidana jauh lebih keras dibanding dengan akibat sanksi hukum lainnya, akan tetapi pidana tidak mengadakan norma baru melainkan
mempertegas sanksi belaka sebagai ancaman pidana sehingga hukum pidana adalah hukum sanksi belaka.
16
Menurut Simons hukum pidana itu dapat dibagi menjadi hukum pidana dalam arti objektif atau strafrecht in objectieve zin dan hukum pidana dalam
arti subjeltif atau strafrecht in subjective zin. Hukum pidana dalam arti objektif adalah hukum pidana yang berlaku, atau yang juga disebut sebagai hukum
positif atau ius poenale. Simons merumuskan hukum pidana objektif sebagai : 1.
Keseluruhan larangan dan perintah yang oleh negara diancam dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati.
2. Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk
penjatuhan pidana lain. 3.
Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana.
15
Marlina, Op.Cit hal.13
16
Ibid, Hal.15
Hukum pidana dalam arti sujektif bisa diartikan secara luas dan sempit, yaitu sebagai berikut :
17
1. Dalam arti luas
Hak negara atau alat-alat perlengkapan negara untuk mengenakan atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu.
2. Dalam arti sempit
Hak untuk menuntut perkara-perkara pidana, menjatuhkan dan melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang.
Hak ini dilakukan oleh badan-badan peradilan. Jadi ius puniendi adalah hak mengenakan pidana. Hukum pidana dalam arti subjektif ius puniendi yang
merupakan peraturan yang mengatur hak negara dan alat perlengkapan negara untuk mengancam, menjatuhkan dan melaksanakan hukuman terhadap seseorang
yang melanggar larangan dan perintah yang telah diatur di dalam hukum pidana itu diperoleh negara dari peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh hukum
pidana dalam arti objektif ius poenale. Dengan kata lain ius puniendi harus berdasarkan kepada ius poenale.
Menurut Pompe, hukum pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana
dan apakah macamnya pidana.
18
Pidana berasal dari kata straf Belanda, yang pada dasarnya dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan nestapa yang sengaja dikenakandijatuhkan
kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana.
17
Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana, USU Pres, Medan, 2013, hal. 1-2
18
Ibid, hal.3
Menurut Van Hammel, pidana Straf merupakan suatu penderitaan yang bersifat khusus yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk
menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus
ditegakkan oleh negara.
19
Bonger mengatakan pidana adalah mengenakan suatu penderitaan karena orang itu telah melakukan suatu perbuatan yang merugikan masyrakat.
Dengan di berikannya sanksi hukaman kepada para pelaku tindak pidana bertujuan untuk memberikan efek jera dan mencegah terjadinya pengulangan
tindak pidana to prevent recidivism. Sejak tahun 1972 mengenai tujuan pemidanaan telah menjadi pemikiran
para perancang perundang-undangan, hal ini terbukti dengan telah diaturnya tujuan pemidanaan dalam pasal 2 konsep tahun19711972, kemudian tujuan
pemidaan tersebut mengalami perubahan pada konsep Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP tahun 19821983 dalam Buku I, yang selanjutnya dalam
konsep rancangan KUHP tahun 19911992 yang tujuan pemidanaan isinya sama dengan pada konsep KUHP 19821983, selanjutnya dalam konsep KUHP
Nasional 2000 mengenai tujuan pemidanaan secara tegas diatur dalam Pasal 50, yang menentukan bahwa :
20
1 Pemidanaan bertujuan untuk:
1. Mencegah dilakukanya tindak pidana dengan mencegah norma hukum
demi pengayoman masyarakat.
19
Marlina, Hukum Panitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011, hal.18
20
Ibid, hal. 27
2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga
menjadikanyya orang yang baik dan berguna. 3.
Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan serta rasa damai dalam
masyarakat. 4.
Membebaskan krasa bersalah pada terpidana 2
Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia.
b. Pengertian Tindak Pidana