BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Baku Parasetamol, Kafein dan Asetosal yang diperoleh dari PT. Kimia Farma dan PT. Bratako sebelum digunakan sebagai pembanding terlebih dahulu
diidentifikasi menggunakan Spektrofotometer FTIR pada rentang bilangan gelombang 4000 – 500 cm
-1
, dengan metode pellet KBr. Spektrum Inframerah baku Parasetamol, Kafein dan Asetosal dapat dilihat
pada gambar dibawah ini :
- PARASETAMOL
Gambar 1. Spektrum Inframerah dari baku pabrik Parasetamol PT. Kimia Farma
Universitas Sumatera Utara
-KAFEIN
Gambar 2. Spektrum Inframerah dari baku pabrik Kafein PT. Kimia Farma
Universitas Sumatera Utara
- ASETOSAL
Gambar 3. Spektrum Inframerah dari baku pabrik Aspirin PT. Bratako
Dari hasil spektrum Parasetamol, Kafein dan Asetosal diperoleh bentuk spektrum yang hampir sama dengan spektrum pembanding yang terdapat pada
library dapat dilihat pada Lampiran 3,4 dan 5 .
Bilangan gelombang pada daerah sidik jari juga hampir sama dengan bilangan gelombang yang terdapat pada
literatur yaitu untuk Parasetamol pada bilangan gelombang 1506, 1657, 1565, 1263, 1227, 1612 cm
-1
. Sedangkan untuk Kafein pada bilangan gelombang 1658, 1698, 747, 1548, 1242, 760 cm
-1
. Dan untuk Asetosal pada bilangan gelombang 1183, 1688, 1305, 1755, 925, 1219 cm
-1
Clarke’s, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Dari data spektrum yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan bahwa baku yang diidentifikasi adalah Parasetamol, Kafein dan Asetosal.
Tahap pertama dilakukan analisis campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal baku dengan KCKT menggunakan kolom Shim-pack VP-ODS dan
kondisi kromatografi menurut USP XXX 2007. Kromatogram dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Kromatogram analisis campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal dengankolom Shim-pack VP-ODS, fase gerak larutan Dapar Amonium
Asetat pH4: Metanol 80:20 dan laju alir 0,8 mlmanit
Kromatogram pada gambar 4 menunjukkan hasil analisis yang baik dengan resolusi 5.132 dan 2.469; teoretical plate 8282.035 untuk Parasetamol,
10206.663 untuk Kafein dan 10746.862 untuk Asetosal; Waktu tambat 4.668 untuk Parasetamol, 5.782 untuk Kafein, dan 6.368 untuk Asetosal.
Untuk mendapatkan pemisahan kromatogram yang lebih baik lagi maka ditentukan komposisi fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 : Metanol. Data
Universitas Sumatera Utara
analisis campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal baku dengan KCKT menggunakan berbagai komposisi fase garak pada laju alir 0,8 ml menit dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Data hasil analisis Parasetamol, Kafein dan Asetosal baku pada berbagai
perbandingan komposisi fase gerak dan laju alir 0,8 ml menit.
Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi metanol dalam fase gerak, maka waktu tambat Parasetamol, Kafein dan Asetosal semakin
singkat. Hal ini dikarenakan adanya kekuatan pelarut solvent strength . Pada kromatografi fase terbalik, konsentrasi metanol yang lebih besar akan
mengakibatkan fase gerak semakin kuat sifat nonpolarnya sehingga proses elusi terjadi lebih cepat, oleh karena itu waktu tambat menjadi singkat Snyder
Kirkland,1979 . Efisiensi kolom pada HPLC dapat dilihat dari parameter theoritical plate
pada setiap kromatogram dan daya pisah dapat dilihat dari parameter resolusi. Menurut USP XXX, theoritical plate setiap kromatogram dalam penetapan kadar
tablet Parasetamol, Kafein dan Asetosal secara simultan harus lebih besar dari 550
Perbandingan Fase garak
Waktu tambat Luas Puncak
Teoretical Plate
Resolusi
Dapar Amoni
um Asetat
pH4 Metanol
Parase tamol
Kafein Asetos
al Paraseta
mol Kafein
Asetos al
Paraseta mol
Kafein Asetosal
95 5
5.061 7.274
8.222 4493610
1298868 488593
8268.210 10290.787
10824.424 8.688
90 10
4.893 6.612
7.446 4545645
1305378 485463
8344.032 10258.133
10738.944
7.230
80 20
4.668 5.782
6.368 4654832
1302283 474933
8282.035 10206.663
10746.862 5.132
70 30
4.502 5.267
5.633 4920146
1246711 442194
7641.863 10278.698
11121.726 3.701
Universitas Sumatera Utara
dan resolusi tadak lebih kecil dari 3,5. Dari hasil penelitian diperoleh perbandingan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 - Metanol yang terbaik
untuk analisis adalah 95:5 dengan waktu tambat 5.061 untuk Parasetamol, 7.274 untuk Kafein dan 8.222 untuk Asetosal; theoritical plate 8268.210 untuk
Parasetamol, 10290 untuk Kafein dan 10824.424 untuk Asetosal; dengan resolusi 8.688.
Selanjutnya dari fase garak yang terpilih ditentukan laju alir yang optimal. Data analisis campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal baku dengan KCKT
pada berbagai laju alir dengan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 - Metanol 95:5 dapat dilihat pada tabel 2 dan kromatogram dapat dilihat pada lampiran
7.
Tabel 2. Data hasil analisis Parasetamol, Kafein dan Asetosal baku pada berbagai
Laju alir dengan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH4 - Metanol 95:5
LajuAlir mlmenit
Tekanan kgfcm
2
Waktu Tambat Luas Puncak
Theoritical plate Resolusi
Paraseta mol
Kafein Asetos
al Paraseta
mol Kafein
Asetos al
Paraseta mol
Kafein Asetos
al 0,5
113 7,864
11,001 12,511
8069630 333742
4
87703 8
11918,4 20
15010, 627
15727, 756
9,695 0,6
131 6,582
9,220 10,480
6741130 278410
73484 7
10569,9 38
13120, 553
13730, 765
9,129 0,7
149 5,659
7,943 9,023
5798430 239388
2 63382
1 8799,13
7 10653,
933 11165,
290 8,317
0,8 169
4,980 6,992
7,934 5090584
209344 55572
9 7438,58
6 8899,7
99 9338,9
90 7,632
Sama seperti pada penentuan perbandingan fase gerak Dapar Amonium Asetat pH 4 - Metanol, parameter seperti waktu tambat, theoritical plate dan
resolusi menjadi penentu pemilihan laju alir yang optimum. Dari hasil penelitian diperoleh laju alir yang terbaik untuk analisis adalah 0,8 mlmenit dengan waktu
tambat 4,980 untuk Paracetamol, 6,992 untuk Kafein dan 7,934 untuk Asetosal; theoritical plate 7438,586 untuk Paracetamol, 8899,799 untuk Kafein dan
9338,990 untuk Asetosal; resolusi 7,632.
Universitas Sumatera Utara
Kromatogram hasil optimasi metode KCKT yang dilakukan terhadap campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal baku dengan fase gerak Dapar
Amonium Asetat pH 4 - Metanol 95:5 dan laju alir 0,8 mlmenit dapat dilihat
pada gambar 5.
Gambar 5.
Kromatogram analisis campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal dengan kolom Shim-pack VP-ODS, fase gerak larutan Dapar Amonium
Asetat pH4: Metanol 95:5 dan laju alir 0,8 mlmanit.
Selanjutnya dari perbandingan fase gerak dan laju alir yang terpilih, dilakukan analisis terhadap sampel Tablet Poldan Mig dan Puyer Bintang Toedjoe
dengan fase gerak larutan Dapar Amonium Asetat pH 4 : Metanol 95:5 dan laju alir 0,8 ml menit dapat dilihat pada gambar 6.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6.
Kromatogram analisis campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal dengankolom Shim-pack VP-ODS, fase gerak larutan Dapar Amonium
Asetat pH4: Metanol 95:5 dan laju alir 0,8 mlmanit.
Gambar 6 menunjukkan optimasi KCKT dengan fase gerak larutan Dapar Amonium Asetat pH 4 : Metanol 95:5 dan laju alir 0,8 mlmenit memberi hasil
optimal yang sama terhadap baku pembanding dengan waktu tambat 5,103 untuk Paracetamol, 7,414 untuk Kafein dan 8,340 untuk Asetosal; theoritical plate
7817,670 untuk Paracetamol, 9609,356 untuk Kafein dan 10080,253 untuk Asetosal; resolusi 8,667.
Dari kromatogram pada semua tablet dan puyer yang dianalisis diperoleh waktu tambat dengan perbedaan tidak lebih dari 5 dengan 5,103 untuk
Paracetamol, 7,414 untuk Kafein dan 8,340 untuk Asetosal. Hal ini berarti bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian ini mengandung Paracetamol, Kafein
dan Asetosal. Kromatogram analisis sampel dapat dilihat pada lampiran 9 dan 11.
Universitas Sumatera Utara
Analisis kuantitatif ditentukan berdasarkan luas pucak karena kromatogram yang diperoleh tidak simetris. Pengukuran luas puncak tidak banyak
dipengaruhi oleh kondisi kromatografi dibandingkan dengan tinggi puncak, kecuali laju alir. Oleh karena itu pengukuran luas puncak merupakan pilihan yang
terbaik dalam analisis kuantitatif secara KCKT Poole,2003. Penyuntikan larutan campuran Paracetamol, Kafein dan Asetosal baku
untuk kurva kalibrasi dilakukan secara simultan. Kurva kalibrasi Paracetamol, Kafein dan Asetosal baku dengan rentan konsentrasi 60 ppm hingga 140 ppm
untuk Paracetamol, 8 ppm hingga 24 ppm untuk Kafein dan 16 ppm hingga 96 ppm untuk Asetosal. Kurva kalibrasi dapat dilihat pada gambar 7,8 dan 9.
Gambar 7.
Kurva kalibrasi Paracetamol baku menggunakan KCKT dengan kolom Shim-pack VPO-DS 4,6 x 250, fase gerak larutan Dapar Amonium Asetat
pH 4dan Metanol 95:5 dan laju alir 0,8 mlmanit.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8.
Kurva kalibrasi Kafein baku menggunakan KCKT dengan kolom Shim-
pack VPO-DS 4,6 x 250, fase gerak larutan Dapar Amonium Asetat pH 4 dan Metanol 95:5 dan laju alir 0,8 mlmanit.
Gambar 9.
Kurva kalibrasi Asetosal baku menggunakan KCKT dengan kolom Shim- packVPO-DS 4,6 x 250, fase gerak larutan Dapar Amonium Asetat pH 4
dan Metanol 95:5 dan laju alir 0,8 mlmanit.
Universitas Sumatera Utara
Dari kurva kalibrasi diperoleh hubungan yang linier antara luas puncak dan konsentrasi dengan koefisien korelasi r = 0,9982 untuk Paracetamol, 0,9997 untuk Kafein
dan 0,9994 untuk Asetosal. Koefisien korelasi ini telah memenuhi persyaratan yaitu lebih basar dari 0,999 Anonim,1994.
Berdasarkan harga r yang mendekati 1 berarti ada hubungan yang linier antara luas puncak dan konsentrasi sehingga konsentrasi Paracetamol, Kafein dan
Asetosal dalam sampel dapat dihitung dangan persamaan regresi yaitu dengan mensubsitusikan luas puncak terhadap Y Rohman,2007.
Kromatogram hasil penyuntikan larutan campuran Paracetamol, Kafein dan Asetosal baku pada pembuatan kurva kalibrasi menunjukkan puncak yang
melebar kebelakang Tailing. Parameter yang dapat digunakan sebagai indikator pucak yang tidak simetris yakni Tailing Factor. Tailing Factor dari kromatogram
penyuntikan Paracetamol, Kafein dan Asetosal baku untuk pembuatan kurva kalibrasi diperoleh berkisar 1,124-1,127 untuk Prasetamol, 1,062-1,065 untuk
Kafein dan 1,034-1,037 untuk asetosal. Hasil analisis ini masih dapat diterima karena tailing factor lebih kecil dari 2 Anonim,1994.
Hasil pengolahan data dari sedíaan Tablet dan Puyer Parasetamol, Kafein dan Asetosal yang terdapat diperdagangan dapat dilihat pada tabel 3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.
Hasil pengukuran kadar sedíaan Tablet dan Puyer dari campuran Parasetamol, Kafein dan Asetosal
Nama Zat Perlakuan
Poldan Mig Puyer Bintang Toedjoe
Luas Area Kadar
Luas Area Kadar
Parasetamol 1
4487642 104,6013
4353716 101,0584
2
4496051 104,8237
4359761 101,2183
3
4496233 104,8282
4358269 101,1788
Kafein 1
1514386 107,2504
1063043 104,2860
2
1516924 107,4306
1063972 104,3775
3
1516605 107,4076
1065666 104,5443
Asetosal 1
432279 96,5168
460971 102,8954
2
432481 96,5617
460940 102,8885
3
431249 96,2879
459403 102,5468
Berdasarkan data pada tabel 3 yang diolah menggunakan perhitungan statistik diperoleh kadar Parasetamol, Kafein dan Asetosal dalam sedíaan tablet
dan puyer dengan nama dagang seperti pada tabel 4.
Tabel 4.
Hasil penetapan kadar Paracetamol, Kafein dan Asetosal dalam berbagai sedíaan Tablet dan Puyer.
No Nama Sediaan
Paracetamol Kafein
Asetosal 1
Tablet Poldan Mig
PT. Sanbe Farma
104,7511±0,3020 107,3629±0,2283 96,4554±0,08475
2 Puyer Bintang
Toedjoe PT. Bintang
Toedjoe 101,1518±0,04809
104,347±0,030 102,9122±0,0203
Sediaan tablet Parasetamol, Kafein dan Asetosal yang ditentukan kadarnya berdasarkan luas area keseluruhannya memenuhi persyaratan yang ditetapkan
USP XXX 2007 yaitu mengandung Parasetamol, Kafein dan Asetosal tidak kurang dari 90,0 dan tidak lebih dari 120 dari jumlah yang tertera Pada etiket.
Parameter validasi yang diuji adalah akurasi kecermatan, presisi Keseksamaan, batas deteksi dan batas kuatitasi. Akurasi kecermatan metode
dinyatakan dalam persen perolehan kembali recovery yang ditentukan dengan menggunakan metode penambahan baku. Kromatogram hasil perolehan kembali
Universitas Sumatera Utara
dapat dilihat pada lampiran 13 Presisi kecermatan dinyatakan dalam simpangan
baku relatif. Data hasil pengujian akurasi dapat dilihat pada tabel 5,6 dan 7.
Tabel 5. Data
hasil pengujian akurasi dan presisi Parasetamol dengan metode penambahan baku
No R
Luas Puncak Analit yang
ditambahkan mg
Perolehan Kembali 1
80 3562789
19,2 100,5625
3579183 19,2
102,3697 3550763
19,2 99,2369
2 100
4378217 24
105,6879 4350858
24 103,2754
4355331 24
103,67 3
120 5099175
28,8 102,1628
5067343 28,8
99,8236 5049861
28,8 98,5392
Rerata Perolehan Kembali 101,69
Simpangan Baku SD 2,34
Simpangan Baku relatif RSD 2,30
Tabel 6. Data
hasil pengujian akurasi dan presisi Kafein dengan metode penambahan baku
No R
Luas Puncak Analit yang
ditambahkan mg
Perolehan Kembali 1
80 1131806
3,12 100,3653
1125017 3,12
98,3557 1135243
3,12 101,3814
2 100
1441474 3,9
106,9102 1466027
3,9 112,7205
1448334 3,9
108,5333 3
120 1696155
4,68 100,4273
1696155 4,68
100,4273 1693740
4,68 99,9636
Rerata Perolehan Kembali 103,23
Simpangan Baku SD 4,91
Simpangan Baku relatif RSD 4,75
Tabel 7. Data
hasil pengujian akurasi dan presisi Asetosal dengan metode penambahan baku
No R
Luas Puncak Analit yang
ditambahkan mg
Perolehan Kembali 1
80 342269
12 85,8983
344333 12
87,8125
Universitas Sumatera Utara
341855 12
85,4151 2
100 445890
15 98,948
448433 15
100,3593 444888
15 97,7326
3 120
504760 18
79,9733 514741
18 85,9516
512289 18
84,1761 Rerata Perolehan Kembali
89,58 Simpangan Baku SD
7,40 Simpangan Baku relatif RSD
8,25
Tabel 5,6 dan 7 menunjukkan bahwa rerata persen perolehan kembali yang diperoleh untuk Parasetamol telah memenuhi persyaratan akurasi untuk validasi
prosedur analitik karena berada di antara rentang 98 - 102 yaitu 101,69 sedangkan untuk Kafein dan Asetosal tidak memenuhi persyaratan akurasi untuk
validasi karena berada pada rentang 103,23 untuk Kafein dan 89,58 untuk Asetosal. Simpangan baku relatif yang diperoleh untuk Parasetamol telah
memenuhi persyaratan presisi untuk validasi prosedur analitik karena lebih kecil dari 2,5 yaitu 2,30, sedangkan untuk kafein dan Asetosal tidak memenuhi
batas presisi untuk prosedur validasi karena lebih besar dari 2,5 yaitu 4,75 untuk Kafein dan 8,25 untuk Asetosal USP XXX, 2007.
Batas deteksi dan batas kuantitasi dihitung dari persamaan regresi yang diperoleh dalam kurva kalibrasi Erner and Burgess, 2005. Batas deteksi dan
batas kuantitasi analisis Parasetamol, Kafein dan Asetosal adalah 1,67 µgml dan 5,54 µgml untuk Paracetamol, 0,45 µgml dan 1,50 µgml untuk Kafein
sedangkan untuk Asetosal 7,43 µgml dan 24,75 µgml.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN