Peranan Pemerintah Terhadap Kelestarian Objek Wisata Di Desa Lingga

28 28 Rumah-rumah adat yang terdapat di desa Lingga ini sudah berumur kurang lebih 250 tahun lamanya. Di desa Lingga ini juga sering diselenggarakan pertunjukan kesenian tradisional Karo yang bernama Tembut-tembut atau Gundala-gundala apabila wisatawan yang berkunjung ke desa ini meminta. Dengan berbagai cara telah ditempuh pemerintah, menyebabkan desa tersebut mulai dikenal sebagai daerah pariwisata oleh wisatawan asing maupun domestik dapat dikatakan masih relative kecil. Walaupun aset budaya yang merupakan modal dasar pembangunan pariwisata kita miliki, namun aspek lingkungan hidup memegang peranan yang amat penting dalam kaitan pembinaan produk wisata yang baik. Arus wisatawan domestik sangat besar di Sumatera Utara sangat sedikit mengunjungi desa Lingga pada saat ini. Wisatawan asing yang banyak datang ke desa Lingga yaitu Australia, Switzerland, Perancis, Belanda, Inggris, dan Malaysia, dan wisatawan tersebut pada umumnya ditangani oleh Biro Perjalanan yang ada di Kota Medan. Untuk memasuki lokasi desa wisata ini dilaksanakan sistem retribusi yaitu bagi setiap pengunjung dikutip sebesar Rp. 200,- dua ratus rupiah, hal ini tetap berlaku sampai saat ini.

3.3 Peranan Pemerintah Terhadap Kelestarian Objek Wisata Di Desa Lingga

Desa Lingga tidak jauh dari jalur utama pariwisata di Sumatera Utara. Jalur tersebut adalah Medan-Berastagi-Kabanjahe-Parapat-Medan. Universitas Sumatera Utara 29 29 Pada tahun 1974 Desa Lingga disahkan sebagai objek wisata oleh Direktur Jendral Pariwisata Bapak M.G. Prayogo dan sekaligus diadakan pemugaran terhadap rumah-rumah tradisional yang sudah mulai rusak. Bangunan-bangunan yang ada seluruhnya ditangani oleh Ditjen Pariwisata, termasuk menata lingkungan, lands caping, taman, halte, dan lain-lain. Sedangkan peninggalan-peninggalan barang-barang kuno dan benda-benda kuno dan benda- benda bersejarah ditangani oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sesuai dengan PP 2479, obyek wisata menjadi urusan daerah, sehingga hal ini ditangani oleh Pemerintah Daerah. Menurut informasi yang penulis terima bahwa Pemerintah Daerah Tingkat II Karo sejak tahun 1975 mulai menjalankan program dari Direktorat Jenderal Pariwisata untuk mengadakan pemugaran desa Lingga. Pemugaran ini dimaksudkan untuk menghasilkan kembali desa Lingga seperti dulunya, tanpa ada rumah-rumah penduduk yang non tradisional di antara rumah- rumah yang tradisional, sehingga desa Lingga akan menjadi desa dengan merupakan “pusat objek wisata budaya” di Tanah Karo. Rumah penduduk yang non tradisional sudah jelas mengurangi keindahan dan keaslian dari desa itu sendiri dan pada umumnya wisatawan tertarik untuk datang ke suatu obyek wisata karena mereka ingin melihat sesuatu yang langka, pemandangan indah dan bentuk aslinya. Dalam rangka mentradisionalkan desa Lingga, pemerintah telah menyediakan tempat pemukiman baru bagi penduduk desa Lingga dengan mempunyai rumah non tradisional, tempat pemukiman baru tersebut bernama desa Lingga Baru dengan jaraknya kurang lebih 500 meter dari desa Lingga. Pada saat ini sedikit demi sedikit penduduk mulai menempati daerah pemukiman baru tersebut. Namun sebahagian dari Universitas Sumatera Utara 30 30 mereka masih tetap bertahan di desa Lingga dan tidak mau pindah ke pemukiman baru. Universitas Sumatera Utara 31 31 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan