Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebelum terjadinya revolusi Islam di Iran, ada empat dinasti besar yang berkuasa, yaitu Dinasti Safawi 1501-1750, Dinasti Zand 1750-1779, Dinasti Qajar 1785-1925, dan Dinasti Pahlevi 1925-1979. Dinasti Safawi merupakan peletak dasar bagi suatu negara Persia modern dengan salah satu rajanya yang termasyur yaitu Raja Ismail Safawi. Pada masa ini pula untuk pertama kalinya mazhab Syi’ah Itsna ‘Asyariyah Syi’ah Duabelas Imam menjadi dasar resmi negara. Kekuasaan dinasti ini berakhir pada 1722 dan digantikan dengan Dinasti Zand yang berakhir 1779. Kemudian digantikan lagi oleh Dinasti Qajar, dan terjadi revolusi konstitusional oleh aliansi para pedagang, ulama, dan intelektual yang menuntut dibentuknya suatu parlemen majelis untuk menghubungkan rakyat dengan raja. Dinasti Qajar ini pun runtuh pada 1925 yang disebabkan beberapa faktor seperti lemahnya pemerintahan pusat, terjadinya pemberontakan lokal, terjadinya Perang Dunia I dan menguatnya pengaruh Inggris di Iran. Setelah Dinasti Qajar runtuh berdirilah Dinasti Pahlevi, yang disinyalir merupakan rekayasa Amerika serikat dan Inggris. Reza Syah sebagai rajanya merebut kekuasaan dari perdana menteri pada waktu itu yaitu Zia ed-Din Tatabai. Pada 17 Desember 1941, Mohammad Reza Pahlevi anak Reza Syah naik tahta dan menjadi shah Iran terakhir. 1 1 Riza M Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama dan ISMES, 1996, h. 4-8. 1 Hilangnya kekuasaan Reza Pahlevi karena kebijakan-kebijakan yang diambil olehnya seringkali mendapat kecaman dari masyarakat dan tokoh ulama Iran termasuk Khomeini seorang ulama yang sangat populer dan berkharisma di Iran. Pada 1963-1964 Ayatullah Khomeini dan beberapa tokoh agama lainnya memimpin demonstrasi menentang kebijakan Revolusi Putih yang digulirkan oleh Reza Pahlevi. Awal kejatuhan Syah Pahlevi adalah ketika ayatullah Khomeini difitnah oleh Menteri Penerangan Darius Hamayan melalui surat kabar Ettlaat pada Januari 1978 yang menyatakan bahwa Khomeini dibayar oleh dinas rahasia Inggris untuk melawan Rezim Syah. Pernyataan tersebut menyulut demonstrasi besar-besaran di Teheran selama dua hari. Kemudian tanggal 8 September Syah memaklumatkan Undang-Undang Darurat perang selama 6 bulan yang ditentang oleh pihak oposisi dengan menewaskan 4000 orang. Keadaan Iran yang semakin memburuk memaksa Syah Pahlevi untuk meninggalkan Iran pada Januari 1979. Pada 1 Februari 1979 Khomeini kembali ke Iran dari tempat pembuangannya, Perancis. 2 Kenyataan itu membuat ulama-ulama Iran dan generasi-generasi mudanya ingin merubah kearah masyarakat yang lebih baik, maka dibentuklah Republik Islam Iran berdasarkan referendum. Dari para pemilih, 98,2 memilih Republik Islam. 3 Menurut Michael Adams, pascarevolusi 1979, Iran secara bertahap mampu mengembangkan demokrasi, perubahan politik secara radikal yang terjadi pada tahun tersebut menandai berakhirnya sebuah rezim otoriter sekuler. Sedangkan menurut John L Esposito, demokrasi yang berkembang di Iran bukanlah berdasar 2 Imam Khomeini,” dalam John L Esposito, ed., Ensiklopedi Oxford, Vol.I Bandung: Mizan, 2001, h. 340. 3 Humas Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Jakarta, Undang-Undang Dasar Republik Islam Iran, h. 15. pada kedaulatan rakyat secara penuh, melainkan kedaulatan rakyat yang tunduk pada hukum Tuhan melalui fuqahâ para ahli hukum Islam. Kedaulatan rakyat yang dibimbing dan diarahkan para ahli agama. 4 Republik Islam Iran buatan Ayatullah Khomeini yang berdiri sampai sekarang merupakan penggabungan antara demokrasi dan teokrasi. Hal ini tidak terlepas dari peran Syi’ah yang merupakan mazhab resmi negara khususnya Syi’ah Imam Duabelas. Doktrin Syi’ah mengajarkan; jika tidak ada penguasa yang adil Imam ke Duabelas maka masyarakat muslim dibimbing oleh hukum Islam. Sebagian besar literatur tentang demokrasi menegaskan beragamnya konsep dan praktik demokrasi. Ini untuk mengatakan bahwa konsep dan praktik demokrasi sebenarnya tidak tunggal. Unsur-unsur dasar itu dipengaruhi, dibentuk, dan diperkaya oleh kultur dan struktur yang ada. Dengan kata lain, konsep dan praktik demokrasi digerakkan oleh konstruk sosiologis dan budaya masyarakat setempat. Dalam setiap negara manapun, nilai-nilai demokrasi akan berkembang sesuai dengan bangunan sosial-budaya masyarakatnya. Demokrasi di Iran merupakan demokrasi Islam. Karena uniknya menggabungkan kedaulatan masyarakat di tangan presiden dan kedaulatan Tuhan di tangan faqih 5 . Seperti yang telah disebutkan di atas, kita harus mengakui bahwa setiap demokrasi akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kultur dan kondisi negara yang bersangkutan. 4 John L Esposito dan John O Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim: Problem dan Prospek, terj Rahmani Astuti Bandung: Mizan, 1999, h. 81. 5 Faqih adalah seorang muslim yang sudah mencapai tingkat tertentu dalam ilmu dan kesalehan. Ciri-ciri demokrasi seperti yang dipraktikkan di Inggris dan Amerika yang menekankan pemilu multipartai, pasar bebas dan hak-hak individu, sering diperlakukan sebagai sesuatu yang universal. Sehingga negara yang tidak mempraktikkannya sama sekali atau mempraktikkannya tetapi dengan cara yang lain dari Amerika, misalnya, dianggap sebagai negara yang “tidak demokratis”. Yang menjadi permasalahan adalah apakah demokrasi ala Inggris dan Amerika bisa diterapkan secara universal atau tidak? Bagi mereka yang tidak percaya pada gagasan model universal berpendapat bahwa negara-negara lain dapat juga menerapkan gaya pemerintahan yang berbeda, dengan penekanan-penekanan yang berbeda pula tanpa dicap sebagai yang “tidak demokratis”. Mereka mengatakan bahwa demokrasi yang berkembang di Barat lahir melalui suatu proses tertentu dan dalam konteks masyarakat yang khas Barat. Sehingga tidak adil rasanya jika masyarakat atau bangsa lain yang berbeda, dan mengalami kesejarahan yang berbeda pula, dipaksa untuk menerima dan menerapkan demokrasi ala Barat. Dari sinilah muncul persepsi demokrasi yang berbeda mengikuti perbedaan alur pikiran manusianya berdasarkan geografis dan kondisi pluralitas masyarakatnya. 6 Demokrasi yang terjadi di negara-negara penganutnya, memang berbeda. Seperti antara Amerika dan Inggris yang merupakan negara ‘dekat’, mempunyai demokrasi yang berbeda. Apakah Amerika dapat menjalankan standar demokrasinya di negara-negara kawasan Timur? Iran sebelum Revolusi 1979 di bawah kekuasaan dan pengaruh Amerika tidak lebih baik dibandingkan sekarang. Salah satu indikasi sebuah negara dapat dikatakan demokratis adalah dengan adanya pemilu. Bahkan, pengertian demokrasi untuk saat ini lebih dilihat 6 Ahmad Sukardja dan Ahmad Sudirman Abbas. Demokrasi Dalam Perspektif Islam Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2005, h. 43-44. secara prosedural, yakni adanya pemilu tersebut. Di Iran terdapat pemilu, yakni memilih presiden, parlemen, dewan faqih Dewan Ahli, Dewan Kota dan sebagainya. Bukan hanya itu, pembentukan konstitusi dan negara setelah terjadinya Revolusi 1979 ditentukan dengan referendum, mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam politik. Namun, bagaimana demokrasi yang berkaitan dengan hak wanita, kaum minoritas serta kebebasan pers. Apakah demokratis? Partisipasi ulama atau peran mullah sebutan untuk ulama di Iran bisa terbilang besar karena otoritas tinggi berada pada Pemimpin rahbar 7 . Ini tidak terlepas dari paham Syi’ah karena doktrinnya Imâmah menganggap sebelum datangnya Imam Mahdi maka harus ada pemimpin adil, mengerti agama dan berwawasan luas yaitu mullah tersebut. Hal inilah yang terdapat dalam konsep wilâyah al-faqih pemerintahan ulama di Iran. Konstitusi Republik Islam Iran, mempunyai pranata-pranata demokrasi. Konstitusi melengkapi sistem pemerintahan dengan badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif; melakukan pembagian kekuasaan dan membentuk sistem pengawasan dan perimbangan; dan menetapkan pemilihan presiden dengan suara mayoritas mutlak pada 1989 konstitusi dirubah, kedudukan presiden menggantikan perdana menteri. Dalam mukadimahnya konstitusi itu menjamin dengan tegas “menolak segala bentuk tirani intelektual dan sosial serta monopoli ekonomi, dan mempercayakan nasib rakyat ke tangan rakyat itu sendiri.” Dan dalam pasal-pasal tertentu, konstitusi menegaskan pentingnya opini rakyat dan pemilihan umum. 8 Seperti yang terdapat pada pasal 6, pasal 27, pasal 59, pasal 62, pasal 64, dan sebagainya. 7 Artinya pemimpin tertinggi di Iran. Rahbar dalam bahasa Persia berarti Pemimpin Besar. 8 John L Esposito, Demokrasi di Negara-Negara Muslim, h.82. Republik Islam Iran tetap menjadi lambang penting bagi Islam revolusioner, dan menjelang pertengahan 1990-an, setelah berlangsung lebih dari satu setengah dasawarsa, pengalaman dan contoh darinya dapat dijadikan studi kasus mengenai Islam politis moderen dalam praktiknya. Jelas bahwa Iran mewakili eksperimen penting dalam upaya menciptakan negara agama yang modern. Struktur yang dibangunnya tidak sama dengan pola-pola praktik demokrasi sebagaimana dikembangkan dalam masyarakat Barat. Sistem politik Iran merupakan perpaduan antara aturan Islam dan partisipasi politik rakyat yang penuh perdebatan dengan cara yang mencerminkan isu penting menyangkut hubungan Islam dan demokrasi. 9 Pemerintahan di Iran, diwarnai dengan naik dan turunnya kekuasaan antarfaksi atau kelompok. Pemilu yang berkala pascarevolusi 1979 sampai sekarang, adanya pembagian kekuasaan, partisipasi wanita dalam politik yang semakin luas, kebebasan pers yang lebih baik dibandingkan dengan sebelum revolusi 1979, partisipasi masyarakat serta perubahan-perubahan kearah yang lebih baik. Apakah dapat dijadikan bukti bahwa Iran mampu menghidupkan demokrasi. Persoalan Islam dan demokrasi merupakan salah satu permasalahan utama yang sedang berlaku dirata-rata negara Islam. Demokrasi yang dianggap satu produk Barat yang paling laris di dunia, kini menjadi pilihan utama “pembeli- pembeli” termasuk umat Islam. Penerimaan umat Islam terhadap demokrasi telah 9 Ibid., h.67. menimbulkan satu fenomena besar dunia sekaligus telah memperkenalkan wacana tentang Islam dan demokrasi. 10 Dengan adanya fenomena demokrasi di Iran, penulis ingin melihat sejauh mana demokrasi yang ada di sana. Untuk itulah penulis bermaksud menuangkannya dalam sebuah karya tulis ilmiah skripsi dengan judul “Republik Islam Iran, Studi atas Demokrasi Pascarevolusi 1979-2005”, karena demokrasi merupakan bagian yang penting untuk membangun sebuah negara. Bagi sebagian orang, pengalaman Iran merupakan penegasan kemungkinan untuk menciptakan suatu demokrasi Islam. Bagi sebagian yang lain, hanya menegaskan watak otoriter pranata-pranata dan praktik politik muslim. 11

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah