Demokrasi dalam Perspektif Islam

Pengertian demokrasi, nilai-nilainya, dan kriteria negara demokrasi perspektif Barat telah disebutkan di atas. Berdasarkan hal tersebut, untuk mengetahui sejauhmana negara dianggap demokratis, harus memiliki prinsip sebagai berikut: - Adanya pemilu yang bebas, berkala, kompetitif, yang didasarkan pada persamaan hak pilih serta terjaminnya kebebasan berpolitik yang tertuju pada kesepakatansuara mayoritas. - Adanya pembagian kekuasaan dan tanggung jawab terhadap warga negara. - Negara terikat oleh hukum yang adil termasuk menghargai minoritas dan perempuan.

C. Demokrasi dalam Perspektif Islam

Pemahaman tentang ajaran Islam sendiri, diwarnai oleh perbedaan- perbedaan. Munculnya berbagai perbedaan mazhab fiqh, teologi, dan filsafat Islam merupakan contoh terbaik dari kenyataan bahwa ajaran Islam itu multitafsir. Ini berarti, pemahaman orang-orang Islam terhadap agamanya, meminjam istilah Syafii Maarif, yang menyejarah dan empiris –karena perbedaan konteks sosial, ekonomi, dan politik mereka– akan berbeda antara satu sama lainnya. Dengan kata lain, Islam akan dipahami dan digunakan secara berbeda. Meletakkan perspektif ini dalam konteks kehidupan politik Islam –kendatipun dasar-dasar teologisnya masih merupakan sesuatu yang bisa diperdebatkan– bisa dipahami secara berbeda oleh masyarakat Islam. Akibatnya untuk menyebut satu contoh yang sangat ekstrim dan kontroversial, apa yang dianggap sebagai negara Islam bagi orang-orang Islam Iran telah dilihat secara lain oleh saudara-saudaranya di Arab Saudi. Bahkan masing-masing pernah berusaha untuk saling menolak apa yang mereka persepsikan sebagai negara Islam. 34 Kalau diruntut sejarahnya, demokrasi baru masuk dalam khazanah pemikiran Islam dan dianggap sebagai nilai baik, baru pada pertengahan abad ke- 19. Saat negara-negara Islam ketika itu di seluruh belahan bumi kondisinya nyaris serupa: bergumul dengan kolonialisme, ditindas, dan diperintah oleh penguasa atau raja yang tiran. Dalam kondisi demikian, mereka mendengar gagasan demokrasi yang berasal dari Barat, yang menaruh penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, menekankan kebebasan pendapat dan partisipasi rakyat dalam mengambil keputusan. Mulailah mereka berbicara mengenai demokrasi sambil mengatakan bahwa sesungguhnya Islam itu demokratis, karena Islam mengakui hak-hak asasi manusia. 35 Berbicara tentang demokrasi, memang membutuhkan waktu lama, karena masing-masing orang mempunyai pandangan yang berbeda terhadapnya. Sehingga praktik-praktik yang kita jumpai di berbagai negara terdapat perbedaan sesuai dengan kondisi. Akan tetapi, nilai substansialnya tentu sama, yaitu tercapainya kedaulatan rakyat. Kedaulatan yang menurut pandangan Barat adalah mutlak di tangan rakyat. 36 Secara literal, demokrasi berarti kekuasaan oleh rakyat, yang dalam doktrin Islam berbeda. Islam justru menganut doktrin kedaulatan di tangan Tuhan. Meski demikian, tidak otomatis demokrasi bertentangan dengan Islam atau sebaliknya demokrasi bukanlah konsep yang secara keseluruhan Islami. Akan tetapi, dalam Islam terkandung prinsip-prinsip yang sejalan dengan demokrasi. 34 Bahtiar Effendy, Islam dan Demokrasi, h.94 35 Yamani, Filsafat Politik, h.19. 36 Ahmad Sukardja, Demokrasi Dalam, h. 47. Oleh karena itu, perkembangan paham dan konsep demokrasi lazim dikaitkan dengan pola perkembangan pandangan sekularisme Barat. Untuk pemikiran demokrasi liberal yang berkembang bersama liberalisme-kapitalisme- individualisme, tampaknya benar bila ia dikategorikan kurang sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, namun bukan berarti tak ada “demokrasi Islam”. 37 Dalam konsep Barat, kedaulatan rakyat diterjemahkan dengan diwujudkannya hak-hak politik dan kebebasan sipil, serta dalam skala yang bervariasi, dan dikuranginya campur tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi warganya. Hal-hal yang membatasi kebebasan hanyalah apabila kebebasan tersebut dikhawatirkan melanggar hak dan kebebasan orang lain. Sedangkan konsep Islam lebih menekankan pada aspek spiritual, sehingga menurut Hasbi ash-Shiddieqy harus ada “tata aturan Islam”. Dan kalau perlu memakai lafaz demokrasi dengan mengingat terdapat perbedaan konsep Barat dan Islam. Seperti demokrasi yang berprikemanusiaan, keakhlakiyahan, kerohanian atau sebut saja demokrasi Islam. 38 Secara prinsipil, doktrin Islam yang berkenaan demokrasi adalah doktrin politik Islam yang universal dan holistik, seperti keadilan, kebebasan, persamaan, dan musyawarah. Pada dataran ini, Islam tidak berbicara tentang sistem yang prosedural melainkan muatan substansial dari spirit dan arah demokrasi. 39 Berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebuah sistem demokrasi, dapat dikatakan bahwa pada tataran normatif, prinsip-prinsip politik Islam sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Huntington terlepas dari pandangannya yang 37 Khamami Zada dan Arif R Arofah, Diskursus Politik Islam Jakarta: LSIP, 2004, h. 38. 38 Ahmad Sukardja, Demokrasi Dalam, h. 48. 39 Khamami Zada, Diskursus Politik, h. 42-43. negatif tentang hubungan Islam dan demokrasi sebenarnya percaya bahwa nilai- nilai Islam “pada umumnya sesuai dengan persyaratan-persyaratan demokrasi.” 40 Seperti, asas persamaan dihadapan undang-undang, kebebasan berpikir dan berkeyakinan, realisasi keadilan sosial, atau memberikan jaminan hak-hak dasar hak untuk hidup. 41 Operasionalisasi prinsip demokrasi di negara Islam, akan mengikuti kondisi negara tersebut yaitu sejauh manakah pemahaman para pemegang tampuk kepemimpinan pemerintahan terhadap demokrasi itu sendiri, dan sejauh manakah nilai-nilai demokrasi yang terikat oleh aturan Barat selaras dan bersesuaian dengan syariat Islam yang mereka yakini. 42 Demokrasi di Amerika dengan di Inggris saja berbeda. Sudah sewajarnya demokrasi di negara muslim juga berbeda, walau mengandung nilai-nilai yang sama. Nilai-nilai demokrasi seperti persamaan di depan hukum, persamaan dimuka publik dan kebebasan terdapat dalam Islam. Akan tetapi, nilai-nilai itu pun tidak mutlak dan tanpa batas. Sebagaimana kebebasan yang ada di Perancis misalnya, kebebasan ditegakkan dengan syarat tidak mengganggu hak-hak orang lain. Kebebasan bekerja atau melakukan sesuatu perbuatan dalam Islam dibatasi dengan tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Hal-hal yang dilarang agama pada dasarnya adalah untuk kebaikan manusia sendiri. Pemikiran politik Islam kontemporer telah begitu dalam dipengaruhi oleh upaya-upaya rekonsiliasi antara Islam dan demokrasi. Para pemikir muslim yang terlibat dalam perdebatan politik tidak dapat mengabaikan signifikasi dari sistem demokrasi, yang merupakan tema yang masih terus di perbincangkan. 40 Bahtiar Effendy, Islam dan Demokrasi, h. 98. 41 Khamami Zada, Diskursus Politik, h. 44. 42 Ahmad Sukardja, Demokrasi Dalam, h. 52. Terdapat tiga model hubungan Islam dan demokrasi; 43 pertama, Islam bertentangan dengan demokrasi atau yang disebut blok kontra. Mereka secara terang-terangan menolak adanya hubungan apalagi perpaduan antara Islam dan demokrasi. Tokohnya antara lain, Sayyid Quthb yang menolak gagasan demokrasi yang berarti kedaulatan ditangan rakyat. Menurutnya hal ini bertentangan dengan kekuasaan Tuhan karena Tuhanlah yang telah menetapkan seluruh sistem kehidupan. Selain itu, tolak ukur kebenaran demokrasi ditentukan oleh pendapat mayoritas, padahal kebenaran haruslah mengikuti kaidah dan prinsip Islam. 44 Pendapat mayoritas tidak selalu menjamin kebenaran. Kedua, tidak ada pemisahan antara Islam dengan demokrasi dan bisa disebut blok pro. Mereka menerima demokrasi sebagai sesuatu yang universal, yang bisa hidup dan berkembang di negara-negara muslim. Salah satu tokohnya, Yusuf Qardhawy, seorang ulama terkenal dari Mesir, menurutnya demokrasi sejalan dengan Islam. Karena Islam dan demokrasi sama-sama menolak diktatorisme. Ia membenarkan pandangan pendukung demokrasi, yang menyatakan bahwa demokrasi ditegakkan berdasarkan pendapat mayoritas. Jika terjadi perselisihan, pihak yang harus didukung adalah suara mayoritas, karena pendapat dua orang lebih dekat kepada kebenaran ketimbang pendapat satu orang. 45 Ketiga, menerima Islam dengan demokrasi sekaligus memberi catatan kritis. Mereka berusaha berdiri ditengah- tengah, dengan mencari titik temu pendapat antara blok pro dan kontra dengan mengemukakan adanya persamaan dan perbedaan antara Islam dengan demokrasi. Menurut kelompok ini, agama secara teologis maupun sosiologis, sangat mendukung proses demokratisasi politik. Semua agama, terlebih lagi yang berasal 43 Idris Thaha, Demokrasi Religius, h. 7-9. 44 Ibid., h. 41-42. 45 Ibid., h. 45. dari tradisi Ibrahim, muncul dan berkembang dengan misi untuk melindungi dan menjunjung tinggi harkat manusia. Aktualisasi dari nilai kemanusiaan yang amat substansial dan universal selalu mengasumsikan terwujudnya keadilan dan kemerdekaan yang diyakini sebagai hak asasinya. Dalam konteks ini maka demokrasi dan prosesnya merupakan kondisi niscaya terwujudnya keadilan dan hak kemerdekaan seseorang. 46 Tokohnya antara lain, Imam Khomeini dan Abdul Karim Soroush yang merupakan orang Iran. Mereka menegaskan bahwa demokrasi liberal yang diterapkan di dunia Barat hanya mengejar kebahagiaan rakyat dengan mengabaikan restu Tuhan. Khomeini sendiri mengakui otoritas rakyat dan menganggap pemerintahan sebagai perwujudan kehendak rakyat. Namun, rakyat harus memutuskan wewenang mereka dengan suatu cara tertentu. Kehendak rakyat mayoritas harus diikat oleh kehendak Ilahiah –ikatan ini dimanifestasikan dengan pengendalian vilayat-i faqih. Dalam demokrasi Barat, kekuasaan rakyat bersifat mutklak. Sedangkan dalam Islam kekuasaan rakyat tidak mutlak, tetapi terikat oleh ketentuan syariah. Khomeini menyebutnya dengan model “demokrasi Islam atau demokrasi sejati”, sedangkan Soroush menamakannya dengan “demokrasi agama”.. 47 Selain itu, Abu Alal al Maududi pendiri Jamaah Islami Pakistan, juga berusaha merekonsiliasikan antara kedaulatan rakyat yang disebut dengan demokrasi dan kedaulatan Tuhan, yang disebut Theokrasi. Maududi tidak menolak demokrasi tetapi berusaha menggabungkan istilah tersebut yaitu, Theo- Demokrasi yang artinya sebuah pemerintahan demokratis yang bersifat ketuhanan. Theo-Demokrasi merupakan sistem yang menerapkan kedaulatan rakyat yang 46 Komarudin Hidayat, Tiga Model Hubungan Agama dan Demokrasi, dalam Elza Peldi Taher ed., Demokrasi Politik, Budaya dan Ekonomi Jakarta: Paramadina 1994, h. 194. 47 Idris Thaha, Demokrasi Religius, h. 49-50. dibatasi kedaulatan Tuhan 48 Ini bisa dilihat pada masa sekarang dengan melihat Republik Islam Iran. Prinsip Undang-Undang Republik Islam Iran menyebutkan bahwa Tuhan memiliki kekuasaan yang tertinggi untuk memerintah, namun juga suara mayoritas diperlukan untuk menjalankannya, seperti adanya lembaga- lembaga yang dipilih dengan melibatkan partisipasi masyarakat lewat pemilihan umum. Berkaitan dengan Islam menurut Husain Haikal, tidak terdapat sistem pemerintahan yang baku untuk pembentukan negara. Islam hanya meletakkan tata nilai etika yang dapat dijadikan sebagai pedoman dasar bagi pengaturan tingkah laku manusia dalam kehidupan dan pergaulan dengan sesamanya. Pedoman dasarnya yaitu; prinsip Tauhid, sunatullah dan persamaan sesama manusia. Pedoman dasar tersebut menjadi pijakan bagi perumusan prinsip-prinsip dasar negara yang Islam. 49 Dalam hal ini, karena demokrasi dijadikan suatu standar sebuah pemerintahan negara, maka Iran yang merupakan penduduknya mayoritas beragama Islam syi’ah, telah mampu bereksperimen dan mempraktikkan hubungan demokrasi dengan Islam. Demokrasi secara prosedural, dalam arti pemilu, telah dilaksanakan pascarevolusi 1979 sampai saat ini. Menurut Imam Khomeini, tokoh revolusi Iran, ciri khas demokrasi adalah bahwa ia mewujudkan suatu nilai atau tujuan melalui pemerintahan rakyat. Dan pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan yang paling optimal dalam menjamin kesejahteraan umum. Intinya menurut Khomeini, demokrasi ialah pemerintahan yang membawa kepada kebebasan, keadilan dan kesejahteraan umum. Seperti pernyataan Imam Khomeini sebagai berikut: 48 Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna, h. 8. 49 Musdah Mulia, Negara Islam Pemikiran Politik Husain Haikal Jakarta: Paramadina, 2001, h. 203. Dengan rahmat Allah swt., kita tidak akan berhenti berjuang hingga kita dapat menjatuhkan pemerintahan imperialistik yang reaksioner ini dan menegakkan pemerintahan Islam yang adil. Kita akan meneruskan perjuangan ini hingga suatu pemerintahan demokratis –dalam makna yang sebenarnya– berhasil menggantikan rezim yang despotik. 50 Ketika orang-orang Islam mencoba merumuskan bentuk pemerintahan dan merujuk pada ajaran-ajaran Islam, mereka menemukan bahwa pandangan mereka bergerak dalam sebuah spectrum, mulai dari yang paling populis berorientasi pada rakyat, sampai yang paling statis berorientasi pada negara. Diantaranya adalah konsep wilâyah al-faqih yang dikembangkan oleh kalangan Syi’ah. Wilâyah al-faqih oleh sebagian orang dianggap sangat otoriter. Sehingga menarik kalau ternyata di dalam konsep tersebut ada spectrum yang bergerak dari popular sovereignty kedaulatan rakyat sampai state sovereignty kedaulatan negara. Memakai istilah politik dapat dikatakan, mulai dari yang demokratis sampai yang otoriter. 51 Dari pemaparan di atas setidaknya terdapat ciri negara demokrasi menurut Islam. Antara lain; kekuasaannya merupakan pemerintahan rakyat yang tunduk di bawah hukum Tuhan atau kedaulatan tidak mutlak ditangan rakyat, serta tidak adanya diktatorisme karena semua orang dimata hukum adalah sama. Apabila mengkaitkan Islam dengan demokrasi, hal ini lebih menekankan pada pengertian demokrasi secara normatif, seperti keadilan, kebebasan, persamaan, dan musyawarah. Proses demokratisasi berlangsung lambat di mana pun. Demokrasi tidak dapat dibangun dalam semalam. Demokrasi tidak dapat diimpor atau diekspor, 50 Yamani, Filsafat Politik Islam Bandung: Mizan, 2002, h. 139. 51 Ahmad Sukardja, Demokrasi Dalam, h. 54. Lihat jugaYamani, Filsafat Politik, h. 22. juga tidak dapat dipaksakan oleh kekuatan militer. Demokrasi harus dibangun secara bertahap. Setelah melihat pendekatan konseptual tentang demokrasi perspektif Barat maupun Islam, setidaknya kita mengetahui beragam pandangan tentang demokrasi. Apakah Republik Islam Iran merupakan negara demokratis? Untuk lebih jelasnya, kita harus mengetahui lembaga-lembaga negara menurut konstitusi Iran terlebih dahulu.

BAB III LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA MENURUT KONSTITUSI