Sistematika Penulisan Metode Analisis Data

Yang memfokuskan penelitian pada bagaimana kedudukan ahli waris non muslim dalam hukum Islam, posisi wasiat wajibah non muslim dalam khazanah pemikiran hukum Islam dan kedudukan putusan Mahkamah Agung yang menyatakan hak wasiat wajibah bagi ahli waris non muslim dapat dikatakan sebagai bentuk baru pembaharuan hukum kewarisan Islam di Indonesia. Keempat skripsi ini berbeda dengan skripsi yang akan penulis angkat. Pada skripsi yang pertama khusus membahas mengenai yurisprudensi dengan penjelasannya yang mendetail, sedangkan penulis akan membahas tidak sekedar yurisprudensi namun juga menganalisis kaitannya dengan ijtihad para hakim dalam konteks ijtihad dalam fiqh. Skripsi yang kedua, bahkan lebih spesifik lagi karena hanya membahas bagaimana pemikiran Satria Effendie dalam peranannya membentuk yurisprudensi, sedangkan skripsi yang akan penulis angkat bagaimana hakim agama berijtihad dalam putusannya sehingga berakhir menjadi yurisprudensi dalam hukum Indonesia. Dua skripsi terakhir membahas putusan hakim di Pengadilan Agama yang sangat spesifik membahas pertimbangan hakim hanya dalam putusan tersebut, berbeda dengan yang akan penulis tulis yang membahas bagaimana ijtihad hakim di Pengadilan Agama tanpa mengkhususkan hanya pada satu putusan saja.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian ini terbagi ke dalam lima bab rancanagan sebagai berikut, Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang didalamnya diuraikan latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, studi pendahuluan dan sistematika penulisan. Bab kedua, memuat pembahasan yang berkaitan dengan teori kedudukan Hakim Agama di Indonesia yang menjadi landasan teori dalam penelitian. Meliputi perkembangan kekuasaan dan kedudukan hakim agama di Indonesia, yurisprudensi dan perkembangannya, pengertian ijtihad dan mujtahid, persyaratan menjadi seorang mujtahid, instrumen dasar bagi prasyarat hakim Pengadilan Agama sebagai mujtahid dan tingkatan yang harus dilalui oleh seseorang untuk menjadi seorang mujtahid. Bab ketiga, memaparkan gambaran umum peradilan yang menjadi objek kajian penulis. Yang meliputi sejarah pengadilan agama Jakarta, profil pengadilan, kewenangan peradilan agama serta struktur organisasi pengadilan agama. Bab keempat memaparkan hasil kajian mengenai batasan hakim dalam memutus perkara kontemporer, persamaan dan perbedaan antara hakim agama di Indonesia dengan seorang mujtahid dalam fiqh dan pandangan hakim Peradilan Agama tentang batasan seorang mujtahid dalam berijtihad kaitannya dengan putusan hakim dalam sebuah perkara yang belum ada peraturan perundang-undangannya. Bab kelima adalah penutupan yang berisi kesimpulan, kritik dan saran. Disini akan dikritisi bagaimana kedudukan seorang hakim agama dalam keputusannya yang dianggap sebagai mujtahid dengan konteks ijtihad seorang mujtahid dalam teori fiqh. Serta mengeksplorasi perbedaan pendapat hakim agama dan para ulama fiqh. Serta penutup yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari penelitian.

BAB II PERKEMBANGAN EKSISTENSI PUTUSAN HAKIM AGAMA DAN TEORI

IJTIHAD SERTA MUJTAHID DALAM FIQH

A. Perkembangan Kekuasaan dan Kedudukan Hakim Agama di Indonesia dan

Yurisprudensi 1. Perkembangan Eksistensi Putusan Hakim Agama Indonesia adalah Negara yang majemuk termasuk dalam hal agama, namun hanya agama Islam yang memiliki peradilan yang disebut Peradilan Agama yang dikhususkan untuk menyelesaikan perkara bagi umat Islam Indonesia. Umat Islam sebagai mayoritas di Indonesia sejak masa sebelum kemerdekaan telah menggunakan hukum Islam dalam menyelesaikan perkara yang timbul. Sehingga Peradilan Islam pun telah dipraktekkan jauh sebelum datangnya Kolonial Belanda. Campur tangan resmi Belanda dalam soal Pengadilan Agama mulai tampak pada tahun 1820 dengan dikeluarkan Regenten Instructie Stbl 1820 Nomor 20 1 yang menyebutkan: “Apabila ada perselisihan mengenai waris di kalangan rakyat hendaknya diserahkan kepada alim ulama.” Pada tahun 1882 Belanda secara resmi mengakui keberadaan Pengadilan Agama dengan dikeluarkan Keputusan Raja Belanda Nomor 24 tahun 1882 yang dimuat dalam Stbl 1882 No. 152 dan 153 1 Abdul Manan, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006, h. 162