Analisa ANALISA DAN EVALUASI

BAB VI ANALISA DAN EVALUASI

6.1. Analisa

Six Sigma merupakan suatu metode atau teknik pengendalian dan peningkatan kualitas menuju tingkat kesempurnaan atau zero defect. Metode Six Sigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode DMAIC Define, Measure, Analyze, Improve dan Control. Banyak pihak yang menganggap bahwa penerapan Six Sigma di Indonesia tidak dapat diterapkan karena alasan – alasan usang seperti perusahaan di Indonesia masih menggunakan mesin atau peralatan sederhana, di Indonesia perusahaan masih bergantung pada kemampuan atau skills dari karyawan atau operatornya. Namun, untuk dapat sukses menerapkan Six Sigma ini, diperlukan adanya suatu kerja sama dari setiap komponen serta adanya seorang manajemen puncak yang selalu mengkoordinasikan penerapan Six Sigma ini, hingga pada akhirnya Six Sigma ini akan dijadikan sebagai budaya perusahaan. Dengan adanya budaya perusahaan yang berbasis pada Six Sigma, maka iklim organisasi akan terbentuk dan setiap komponen yang terikat di dalamnya akan tetap mendukung penerapan Six Sigma ini. Berikut ini akan diulas kembali apa yang telah diperoleh dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode DMAIC. Persentase cacat terbesar periode Oktober ‘09 – Januari ‘10 terdapat di bagian Sealing Vacuum yaitu 3.9 150,940 unit cacat dari 2,606,523 unit Universitas Sumatera Utara produksi. Dengan prinsip Pareto 80 - 20 , maka bagian yang perlu diperbaiki adalah bagian Sealing Vacuum dan bagian Solder. Dari hasil wawancara, diperoleh bahwa faktor utama penyebab cacat adalah dari faktor manusia, metode, material, dan mesin. Terdapat 10 jenis kecacatan CTQ pada saat pembuatan bola lampu adalah tiang cacat, wire bengkok, putih, pecah, lompat tiang, biru, putus filamen, pecah solder, pecah meja, pecah mesin. Sedangkan jenis kecacatan di bagian Sealing Vacuum adalah putih, lompat tiang, pecah meja, biru dan dibagian Solder adalah pecah solder, pecah mesin, pecah meja. Measure merupakan fase untuk mengukur tingkat kinerja proses. Tools yang digunakan pada tahap ini adalah perhitungan kapabilitas proses, dan perhitungan sigma. Data yang digunakan untuk menghitung kinerja proses adalah data bulan Oktober 2009 – Januari 2010. Proses pembuatan bola lampu memiliki nilai sigma sebesar 3.86 sigma, dan DPMO sebesar 9172. Nilai tersebut cukup baik bila dibandingkan rata-rata industri di Indonesia yang berkisar sekitar 3 - 4 sigma, namun nilai tersebut masih jauh dibawah dari rata-rata industri di dunia yang mencapai 6 sigma. Pada tahap Analyze dilakukan analisa dan identifikasi mengenai sebab timbulnya masalah disertai tindakan penanggulangan. Tools yang digunakan adalah FMEA Failure Mode and Effect Analysis dan Cause and Effect Diagram. Cause and Effect Diagram digunakan untuk mengetahui faktor – faktor yang menyebabkan cacat pada bagian produksi. Analisis dibagi ke dalam empat faktor utama sistem produksi, yaitu manusia, mesin, material, dan metode. FMEA Universitas Sumatera Utara digunakan untuk mengidentifikasikan sebab – sebab terjadinya masalah secara lebih spesifik dan disertai dengan pembobotan angka resiko. FMEA mencakup pada penyebab kegagalan, akibat dari kegagalan dan teknik pencegahan detection dari jenis kegagalan tersebut. Penyebab kegagalan, akibat kegagalan, dan teknik pencegahan diperoleh dari hasil diskusi dan wawancara dengan pihak perusahaan. Teknik sampling yang digunakan dalam penyebaran kuesioner Delphi untuk FMEA ini adalah teknik purposive sampling, dimana sampel yang dipilih dengan dasar penilaian bahwa sampel tersebut merupakan pihak yang sangat baik untuk dijadikan objek penelitian merupakan seorang yang ahli pakar. Ahli pakar yang terpilih untuk mengisi kuesioner Delphi ini adalah orang yang mengerti dan mempunyai jabatan dalam struktur organisasi dan terkait dengan kegiatan produksi bola lampu, yaitu: Manajer Produksi, Manajer Maintener, dan Supervisor. Hasil dari perhitungan RPN diperoleh 1. Nilai RPN yang terbesar adalah 448, yaitu masalah cacat pecah mesin yang disebabkan oleh settingan pada mesin tidak tepat per penjepit bola lampu longgar sehingga bola lampu pada mesin terjatuh dan pecah. 2. Nilai RPN yang terbesar kedua adalah cacat biru yang disebabkan oleh settingan pada mesin tidak tepat penyangga bola tidak sesuai dengan spesifikasi akibat pembakaran terus menerus yaitu sebesar 405. 3. Nilai RPN yang terbesar ketiga adalah juga cacat pecah meja yang disebabkan oleh kecerobohan dan keterlambatan operator dalam memindahkan bola Universitas Sumatera Utara lampu sehingga bola lampu berbenturan dengan bola lampu sehingga menimbulkan retak ataupun pecah dengan bobot RPN sebesar 392. Ketiga hal tersebut merupakan jenis kegagalan yang menjadi prioritas utama perbaikan improvement. Improve merupakan tahap perbaikan terhadap sebab – sebab permasalahan yang ada. Pemilihan sasaran Improvement didasarkan pada hasil RPN FMEA. Yang menjadi prioritas adalah nilai 3 RPN yang tertinggi. Perbaikan atau improvement tidak terhenti sampai pada jenis kegagalan dengan nilai RPN yang tertinggi saja, namun perlu juga dianalisa ke seluruh jenis kegagalan yang ada. Sehingga setiap jenis kegagalan dapat ditelusuri penyebab dan dapat dibuat tindakan koreksi dan pencegahan dari jenis kegagalan tersebut. Control bertujuan untuk mengevaluasi proses perbaikan yang telah dilakukan dengan efektif dan efisien serta untuk menjaga kondisi proses agar tetap stabil dan tidak dapat mengalami penurunan kembali. Pada tahap control ini seluruh usaha peningkatan yang ada dikendalikan dengan membuat mendokumentasikannya meliputi pembakuan sistem manajemen, standar operasional, maupun instruksi kerja. Untuk terus menjaga dan meningkatkan hasil yang telah dicapai perlu dilakukan tindakan-tidakan sebagai berikut: a. Mengaktifkan gugus kendali mutu dan melakukan perbaikan secara terus menerus continuous improvement dengan membentuk tim-tim kualitas six sigma. b. Memberikan pelatihan secara berkala kepada operator Universitas Sumatera Utara c. Mengembangkan sistem bonus dan insentif untuk merangsang kerja operator

6.2. Evaluasi