Sejarah dan Pengertian Mekanisme Pembangunan Bersih CDM

Isu lingkungan yang utama dalam setiap penyusunan studi Analisis AMDAL perkebunan dan pabrik pengolahannya adalah terjadinya penurunan kualitas air, tanah dan udara akibat limbah yang dihasilkan pabrik kelapa sawit. Diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup AMDAL serta Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No.17MENLH52000 tentang jenis rencana usaha danatau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.Kep-86MENLH102002 tentang pedoman umum Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup UKL dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup UPL memutuskan kegiatan yang tidak ada dampak pentingnya, dan atau secara teknologi dapat dikelola dampak pentingnya, diharuskan melakukan UKL dan UPL sesuai dengan yang ditetapkan di dalam syarat-syarat perizinannya menurut peraturan berlaku Kementerian Lingkungan Hidup, 2004.

2.2. Sejarah dan Pengertian Mekanisme Pembangunan Bersih CDM

Adanya pengaruh antropogenik terhadap sistem iklim, serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan isu lingkungan global, menyebabkan isu perubahan iklim menjadi perhatian dalam agenda politik internasional pada tahun 1980-an. Adanya kebutuhan dari para pembuat kebijakan akan informasi ilmiah yang terkini, maka pada tahun 1988, World Meteorological Organization WMO dan United Nations Sri Juli Handayani: Analisis Reduksi Emisi Gas Metan Melalui Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih CDM Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dalam Rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2008. USU e-Repository © 2008 Environment Programme UNEP mendirikan Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC, sebuah lembaga yang terdiri dari para ilmuwan seluruh dunia yang bertugas meneliti fenomena perubahan iklim serta solusi yang harus dilakukan. Menurut Hart 2006 bahwa pada tahun 1990, IPCC menghasilkan laporan pertamanya, First Assesment Report, yang menegaskan bahwa perubahan iklim merupakan sebuah ancaman serius bagi seluruh dunia dan untuk itu diperlukan adanya kesepakatan global untuk mengatasi ancaman tersebut. Untuk merespon seruan IPCC, pada Desember 1990, Majelis Umum PBB membentuk sebuah komite, Intergovernmental Negotiating Committee INC, untuk memimpin pembuatan Kerangka kerja Konvensi Perubahan Iklim Framework Convention on Climate Change FCCC. Setelah INC melakukan beberapa kali pertemuan, sejak Februari 1991-Mei 1992, sehubungan dengan kerangka kerja konvensi tersebut, akhirnya pada tanggal 9 Mei 1992 INC mengadopsi sebuah konvensi yang dikenal dengan Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim United Nations Framework Convention on Climate Change UNFCCC. Konvensi tersebut kemudian terbuka untuk ditandatangani pada KTT Bumi di Rio de Janeiro, Juni 1992 dan mulai berkekuatan hukum sejak 21 Maret 1994. Konvensi Perubahan Iklim ini mempunyai tujuan utama untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer hingga pada level yang aman. Namun pada konvensi ini belum ada target-target yang mengikat, seperti target level konsentrasi gas rumah kaca yang aman, serta kerangka waktu untuk mencapai target tersebut. Sri Juli Handayani: Analisis Reduksi Emisi Gas Metan Melalui Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih CDM Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dalam Rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2008. USU e-Repository © 2008 Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca agar sistem iklim Bumi tidak terganggu dan terus memburuk. Murdiyarso 2003a mengemukakan bahwa di tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang mengikat. Kerangka PBB tentang Konvensi Perubahan Iklim akhirnya diterima secara universal sebagai komitmen politik international tentang perubahan iklim. Tujuan utama Konvensi ini seperti tercantum dalam Pasal 2 adalah untuk: menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat tertentu dari kegiatan manusia yang membahayakan sistem iklim. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto. Protokol Kyoto yang merupakan persetujuan pelaksanaan Kerangka Konvensi Perubahan Iklim KKPI mempunyai berbagai dampak penting bagi Indonesia. Dalam Artikel 4.2a KKPI menyatakan bahwa pengurangan emisi oleh negara Annex I dapat dilakukan berpatungan jointly dengan pihak lain dan dapat membantu pihak lain untuk mencapai tujuan konvensi. Berdasarkan ketentuan ini dalam Protokol Kyoto terdapat tiga mekanisme untuk mitigasi perubahan iklim, yaitu: 1. Implementasi patungan IP atau joint implementation JI antara negara Annex I; 2. Mekanisme Pembangunan Bersih MPB atau Clean Development Mechanism CDM antara negara Annex I dan negara non-Annex; Sri Juli Handayani: Analisis Reduksi Emisi Gas Metan Melalui Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih CDM Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dalam Rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2008. USU e-Repository © 2008 3. Perdagangan Emisi Internasional PEI atau International Emissions Trading IET antara negara Annex I. Ketiga mekanisme bersifat lentur flexible serta terbuka untuk badan pemerintah maupun swasta Soemarwoto, 2004. Mekanisme Pembangunan Bersih adalah sebuah mekanisme dimana negara- negara yang tergabung dalam Annex I memiliki kewajiban untuk menurunkan emisi gas-gas rumah kaca sampai angka tertentu pada tahun 2012 seperti yang telah diatur dalam Protokol Kyoto, membantu negara-negara non-Annex I untuk melaksanakan proyek-proyek yang mampu menurunkan atau menyerap emisi setidaknya satu dari enam jenis gas rumah kaca. GRK yang dimaksud ialah seperti tertera dalam lampiran A Protokol Kyoto yaitu karbondioksida CO 2 , metan CH 4 , nitrogen oksida N 2 O, hidroflorokarbon HFCs, Perflorokarbon PFCs dan Sulfur heksaflorida SF 6 lihat pada Tabel 1. Negara-negara non Annex I yang dimaksud adalah yang menandatangani Protokol Kyoto namun tidak memiliki kewajiban untuk menurunkan emisinya. Satuan jumlah emisi GRK yang bisa diturunkan dikonversikan menjadi sebuah kredit yang dikenal dengan istilah Certified Emissions Reduction CERs – satuan reduksi emisi yang telah disertifikasi IGES, 2006. Menurut Soemarwoto 2004 bahwa sebelum dapat dijual kredit reduksi emisi CERs itu harus diverifikasi dulu kebenarannya. CERs adalah kredit reduksi emisi yang telah diverifikasi. Verifikasi bertujuan untuk menghindari penipuan dan dilakukan oleh badan yang diakreditasi oleh sebuah supervisory executive board. Sri Juli Handayani: Analisis Reduksi Emisi Gas Metan Melalui Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih CDM Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dalam Rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2008. USU e-Repository © 2008 Tabel 1. Enam jenis Gas Rumah Kaca berdasarkan Protokol Kyoto Nilai potensi pemanasan global dari keenam gas rumah kaca ini persis sama potensi pengukuran pemanasan global mengukur efek relatif dari radiasi yang ditimbulkan oleh GRK dibandingkan terhadap CO 2 . Misal: 1 ton CH 4 samadengan 21 ton CO 2. GRK GWP 1. Karbondioksida CO 2 1 2. Metan CH 4 21 3. Nitrogenoksida N 2 O 310 4. Hidroflorokarbon HFCs 140 - 11.700 5. Perflorokarbon PFCs 6.500 - 9.200 6. Sulfur heksaflorida SF 6 23.900 Sumber : IGES 2006 Suatu proyek CDM dapat dikatakan menghasilkan kredit karbon apabila proyek tersebut harus menunjukkan adanya pengurangan emisi jika dibandingkan dengan kondisi awal baseline scenario, dimana kondisi awal merupakan kondisi yang terjadi saat ini pada proses yang normal Gambar 1. Aspek penting lainnya adalah proyek yang akan dijadikan proyek CDM harus sejalan dengan kebijakan lingkungan yang berlaku di negara yang bersangkutan dan juga dengan tujuan akhir pembangunan berkelanjutan yang telah ditetapkan oleh negara tersebut UNFCCC,2001b. Sri Juli Handayani: Analisis Reduksi Emisi Gas Metan Melalui Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih CDM Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dalam Rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2008. USU e-Repository © 2008 Gambar 1. Diagram Mekanisme Kerja CDM UNFCCC, 2001a Beberapa kriteria pembangunan berkelanjutan di sektor energi ditetapkan melalui KepMen ESDM No.953.K50MEM2003 adalah sebagai berikut: a. Menekankan penggunaan energi terbarukan dan efisiensi energi b. Memiliki kontribusi terhadap kelestarian lingkungan c. Dapat memberikan peningkatan pendapatan d. Adanya transfer teknologi e. Pembangunan masyarakat Soemarwoto 2004 mengemukakan bahwa CDM tertera dalam Artikel 112 dan merupakan mekanisme yang khusus mengatur perdagangan dengan negara Sri Juli Handayani: Analisis Reduksi Emisi Gas Metan Melalui Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih CDM Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dalam Rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2008. USU e-Repository © 2008 sedang berkembang negara non Annex I. Tujuan CDM adalah untuk membantu negara sedang berkembang untuk memberi kontribusi pada tercapainya stabilisasi kadar GRK dalam atmosfer berupa pemindahan teknologi dan dana dari negara maju ke negara sedang berkembang untuk melakukan pembangunan berkelanjutan. Menurut Witoelar 2006 bahwa CDM merupakan satu peluang peningkatan upaya alih teknologi bersih, pemasukan dana segar dari luar negeri serta sebagai pembuktian akan komitmen Indonesia atas lingkungan global. CDM juga dapat membantu pencapaian pembangunan berkelanjutan negara berkembang, seperti Indonesia. Selain itu dapat mencegah, menekan, dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Selanjutnya Melisa 2007 menambahkan bahwa mekanisme ini menawarkan win-win solution antara negara maju dengan negara berkembang dalam rangka pengurangan emisi GHGs, dimana negara maju menanamkan modalnya di negara berkembang dalam proyek-proyek yang dapat menghasilkan pengurangan emisi GHGs dengan imbalan CERs. Adapun pengurangan emisi tersebut sebesar minimal 5 dari tingkat emisi tahun 1990, selama tahun 2008 sampai tahun 2012. Proyek CDM dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian utama: 1 Reduksi Emisi GRK dan 2 Sekuestrasi sink, penyerapan karbon. Di bawah 2 kategori utama tersebut terdapat beberapa sub kategori yang digolongkan berdasarkan dari besarkecilnya proyek tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 Sri Juli Handayani: Analisis Reduksi Emisi Gas Metan Melalui Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih CDM Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dalam Rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2008. USU e-Repository © 2008 Gambar 2. Klassifikasi Kegiatan Proyek CDM IGES,2006 Pada bulan Desember 2001 modaliti dan prosedur mekanisme fleksibel Protokol Kyoto termasuk CDM diputuskan yang terangkum dalam Marrakesh Accords. Badan Eksekutif CDM dibentuk untuk mengendalikan proses CDM. Untuk itu pengembang proyek harus melalui tahapan seperti digambarkan pada bagan 3. Penetapan baseline merupakan bagian krusial dalam merancang kegiatan proyek CDM. Baseline sebagai dasar menentukan jumlah total pengurangan emisi GRK dan CERs. Skenario baseline menggambarkan tingkat emisi GRK sebelum adanya proyek CDM. Seperti ditunjukkan pada Gambar 4, berapapun jumlah pengurangan emisi atau GRK yang diserap dalam batas proyek selama periode penghitungan kredit akan dihitung sebagai pengurangan emisi yang merupakan hasil aktivitas manusia dalam hal ini proyek CDM IGES, 2006. Sri Juli Handayani: Analisis Reduksi Emisi Gas Metan Melalui Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih CDM Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dalam Rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2008. USU e-Repository © 2008 Gambar 3. Siklus Proyek CDM MOE and IGES, 2005 Sri Juli Handayani: Analisis Reduksi Emisi Gas Metan Melalui Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih CDM Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dalam Rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2008. USU e-Repository © 2008 Gambar 4. Skenario baseline IGES, 2006 Untuk menghitung pengurangan emisi dan baseline ditentukan dengan membuat batas proyek yang mencakup semua emisi dari sumber, yang berada di bawah pengelolaan pengembang proyek, yang signifikan dan berkaitan dengan kegiatan proyek CDM. Pengembang proyek perlu memperhitungkan adatidaknya kebocoran leakage pada proyek yang direncanakan, yaitu emisi GRK yang terjadi di luar batas proyek yang dapat diukur dan berkaitan dengan kegiatan proyek. Penghitungan total pengurangan emisi net harus memperhitungkan kebocoran IGES, 2006. Sri Juli Handayani: Analisis Reduksi Emisi Gas Metan Melalui Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih CDM Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dalam Rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2008. USU e-Repository © 2008 CDM memiliki sifat unik yang membedakannya dengan proyek yang umum ditemui, karena proyek CDM dapat mengurangi emisi GRK. Tingkat reduksi emisi yang dihasilkan oleh sebuah proyek CDM diukur dengan menggunakan CO 2 eq,ton CO 2 ekiuvalen. Suatu proyek CDM akan dapat memperoleh pemasukan tambahan dari hasil penjualan CER. Proyek CDM dapat menguntungkan negara berkembang karena kontribusi CER-nya diperkirakan dapat memberikan sekitar 7 - 40 , tergantung dari tipe proyek dan sektornya. Pembayaran CER dilakukan dengan menggunakan hard currency US atau €, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan terhadap developer untuk proyek CDM ini. Potensi pasar CER dari proyek CDM sangat signifikan. Uni Eropa memperkirakan sekitar 430 juta ton CO 2 harus diturunkan di seluruh dunia untuk memenuhi target reduksi seperti yang telah digariskan oleh Protokol Kyoto UNEP FI, 2005. Selanjutnya Soemarwoto 2004 mengemukakan bahwa dari sebuah laporan studi strategi nasional implementasi CDM di Kolombia yang meliputi 28 jenis proyek maka negara tersebut memperoleh nilai maksimum US 19tCO 2 dengan potensi reduksi emisi sebesar 42MtCO 2 per tahun . Hal ini berarti betapa besarnya potensi CDM sebagai sumber dana pembangunan bagi negara berkembang.

2.3. Potensi Proyek CDM di Indonesia