karena tidak semua hasil penyadapan dapat terekam. Selain itu, teknik catat juga membantu dalam proses pemindahan hasil rekaman ke dalam bentuk tulisan untuk
selanjutnya diklasifikasikan. Pengumpulan data ini juga dilaksanakan dengan bantuan teknik kuesioner. Teknik
kuesioner tersebut diwujudkan dalam bentuk pembuatan sejumlah daftar pertanyaan yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini, sejumlah pertanyaan dalam daftar
pertanyaan tersebut diajukan kepada para santri SMU Pondok Pesantren Al-Husna berdasarkan kelas-kelas yang terpilih sebagai sampel. Untuk menghindari salah
pengertian, maka diberikan penjelasan kepada para santri yang kurang mengerti mengenai pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Dengan demikian, diharapkan hasil
pengumpulan data dengan teknik kuesioner ini dapat membantu data-data lainnya yang dikumpulkan dengan teknik-teknik lainnya melalui metode simak.
3.6 Teknik Analisis Data
Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai maka metode yang akan digunakan dalam analisis data adalah metode deskriptif. Sehubungan dengan itu, Sudaryanto 1988a : 62
menyatakan bahwa : Istilah deskriptif itu menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata
hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomen yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau dicatat berubah perian
bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret : paparan seperti adanya. Metode ini digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang
dihadapi pada penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
Selain metode deskriptif, penelitian ini menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan membaca dan mengumpulkan buku-buku yang berhubungan dengan masalah
yang penulis bahas dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Pengertian Kedwibahasaan dan Dwibahasaan
Melihat kenyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki bahasa Indonesia dan beragam bahasa daerah, maka di negara Indonesia tidak jarang ditemui orang-orang yang dapat
berbahasa lebih dari satu bahasa. Kesanggupan mereka dapat menggunakan lebih dari satu bahasa tersebut disebabkan keinginan mereka untuk dapat saling berkomunikasi
antara manusia yang satu dan manusia yang lain, baik di dalam lingkungan interetnis maupun di dalam lingkungan antaretnis.
Sehubungan dengan kedwibahasaan yang terjadi di kalangan masyarakat Indonesia, maka lahirlah istilah kedwibahasaan dan dwibahasawan. Di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dijelaskan bahwa : Dwibahasa : dua bahasa
Kedwibahasaan : Perihal pemakaian dua bahasa seperti bahasa daerah di samping bahasa nasional
Dwibahasawan : orang yang dapat berbicara dalam dua bahasa seperti bahasa nasional dan bahasa asing, bahasa nasional dan bahasa daerah,
pemakai dua bahasa Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990:217.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai pengertian kedwibahasaan dan dwibahasawan, maka dapat dlihat beberapa pendapat para ahli yang telah
memberikan perhatian mengenai hal tersebut, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Harimurti Kridalaksana 1985:24 mengemukakan bahwa”kedwibahasaan adalah
penggunaan dua bahasa secara berganti-ganti oleh satu orang atau satu kelompok”.
2. Uriel Weinreich dalam Harimurti Kridalaksana 1986:201 mengatakan bahwa
“praktik penggunaan dua bahasa secara bergantian disebut kedwibahasaan dan orang-orang yang bersangkutan disebut dwibahasawan”.
3. Fishman dalam Henry Guntur Tarigan 1988:3 mengemukakan bahwa “ seorang
dwibahasawan adalah orang yang dapat berperan serta dan tuut berpartisipasi dalam komunikasi lebih dari satu bahasa”.
4. Nababan 1986:27 dengan menggunakan istilah bilingualisme untuk
kedwibahasaan mengemukakan bahwa bilingualisme yaitu kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain. Orang yang dapat
menggunakan dua bahasa disebut dwibahasawan atau orang yang bilingual berdwibahasa.
5. Macnamara dalam Henry Guntur Tarigan 1988: 3 mengatakan bahwa “seorang
dwibahasa adalah orang yang paling sedikit memiliki satu keterampilan berbahasa menyimak, berbicara, membaca, menulis dalam bahasa kedua”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan adalah pemahaman dua bahasa secara bergantian oleh seseorang dalam
berinteraksi dengan orang lain, sedangkan dwibahasawan adalah orang yang sekurang- kurangnya memiliki salah satu keterampilan berbahasa dalam bahasa kedua sehingga
dapat berperan serta dan turut berpartisipasi dalam komunikasi dengan dua bahasa.
Universitas Sumatera Utara
Untuk memudahkan pembahasan mengenai kedwibahasaan dan dwibahasawan, maka ada empat aspek yang harus diperhatikan yang meliputi : aspek degree, aspek
fuction, aspek alternation, dan aspek interferensi Mackey dalam Alwasilah, 1986:125. Berikut ini akan dijelaskan mengenai keempat aspek tersebut sebagai berikut:
1. Aspek Degree’tingkat kemampuan dalam dua bahasa’ kemampuan berbahasa
akan tampak dalam bentuk empat keterampilan seperti menyimak, berbicra, membaca, maupun menulis
2. aspek Fuction’ fungsi atau pemakaian dua bahasa’ tingkat kefasihan berbahasa
tergantung pada fungsi atau pemakaian bahasa itu. Dapat dikatakan bahwa semakin sering bahasa itu dipakai, maka semakin fasihlah penuturnya.
3. Aspek Alternation’ pergantian antarbahasa’pergantian antarbahasa ini tergantung
pada kefasihan seseorang terhadap bahasa yang dipergunakannya. Pada waktu penutur berganti-ganti bahasa , maka sekurang-kurangnya kondisi tersebut
diciptakan oleh tiga hal, yakni: 1 topic pembicaraan, 2 orang yang terlibat, dan 3 ketegangan tension.
4. Aspek Interference’interferensi’ interferensi ini maksudnya berupa masuknya
ciri-ciri kebahasaan suatu bahasa ketika berbicara atau menulis bahasa lain.
4.2 Macam-Macam Alih Kode