Alih Kode Antara Bahasa Indonesia Dan Bahasa Arab Di Pendok Pesantren Al-Husna

(1)

ALIH KODE ANTARA BAHASA INDONESIA DAN BAHASA ARAB DI PONDOK PESANTREN AL-HUSNA

SKRIPSI

OLEH

SRI AGUSTINA SINAGA 030701006

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ABSTRAK PRAKATA DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah……… 1

1.1.1 Latar Belakang………. 1

1.1.2 Masalah……… 3

1.2Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 4

1.2.1 Tujuan Penelitian……….. 4

1.2.2 Manfaat Penelitian……… 5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Alih Kode………..………..……….. 6

2.2 Landasan Teori……….………... 7

2.2.1 Sosiolingnuistik………..………... 7

2.2.2 Alih Kode……….………. …………..8

2.3 Tinjauan Pustaka……….…….……… 11

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian……… 13


(3)

3.3 Variabel Penelitian………. 14

3.4 Instrumen Penelitian ………. 15

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data………. 15

3.6 Teknik Analisis Data……….. 17

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Pengertian kedwibahasawan dan dwibahasa………..19

4.2 Macam – macam Alih Kode……….. 21

4.2.1 Alih Kode Permanen……… 22

4.2.2 Alih Kode Sementara………22

4.3 Faktor – faktor Penyebab Alih Kode………23

4.4 Beberapa Aspek Bahasa Arab………. 25

4.4.1 Fonologi……… 25

4.4.1.1 Vokal………. 26

4.4.1.2 Konsonan………... 28

4.4.2 Morfologi……….. ………..35

4.4.2.1 Afiksasi……… 40

4.4.3 Sintaksis Bahasa Arab………... 43

4.4.3.1 Kalimat Pernyataan………... 44

4.4.3.2 Kalimat Pertanyaan………... 44

4.4.3.3 Kalimat Perintah………... 46

5.1 Alih Kode antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab pada Santri Dwibahasawan Indonesia – Arab di SMU Pondok – Pesantren Al-Husna 2009/2010……… 48


(4)

5.1.1 Situasi Kebahasaan Siswa……….. …48 5.1.2 Faktor – faktor Penyebab Alih Kode Antara Bahasa

Indonesia dan Bahasa Arab………. 50 5.1.3 Beberapa Contoh Alih Kode Antara Bahasa Indonesia

dan Bahasa Arab ………... 55

DAFTAR PUSTAKSA LAMPIRAN


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedua menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juni 2009


(6)

Alih Kode Antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab di Pondok Pesantren Al-Husna

Oleh

Sri agustina.Sinaga.

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisi tentang faktor – faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kegiatan alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab di lingkungan Pondok Pesantren Al-Husna dan pengaruh apa yang timbul dari pengguna bahasa Arab terhadap pemakaian bahasa Indonesia pada santri Pondok Pesantren Al-Husna. Untuk pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak. Kemudian teknik lanjutannya adalah teknik sadap, teknik simak bebas libat cakap,teknik rekam, teknik catat yaitu dengan menggunakan teknik kuesioner. Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner langsung. Teknik analisis data pada permasalahan kedua digunakan adalah metode deskriptif dan metode kepustakaan. Teori yang digunakan adalah teori sosiolinguistik, dan alih kode. Dari teori ini dapat disimpulkan bahwa santri Pondok Pesantren Al-Husna yang berbagai etnis yang ada di Pondok Pesantren lebih banyak menggunakan bahasa Arab dari pada bahasa Indonesia.


(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat ALLAH SWT yang telah memberikan hikmah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Selama dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bantuan moril seperti doa, dukungan , nasihat, dan petunjuk praktis, maupun bantuan materiil. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih dengan setulus hati kepada:

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D. sebagai Dekan Fakulta Sastra, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum. sebagai Ketua Departemen sastra Indonesia, Fakultas Satra, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Mascahaya, M.Hum. sebagai Sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Sekaligus sebagai pembimbing II yang telah banyak memberi dorongan , nasihat, dan bimbingan kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Dra. Hj. Nurhayati Lubis, M.Hum. sebagai pembimbing I yang telah banyak memberikan dorongan , nasihat, dan yang selalu bersedia membimbing saya selama penyelesaian skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, khususnya staf pengajar Departemen Sastra Indonesia yang telah memberikan berbagai materi perkuliahan selama penulis mengikuti perkuliahan.


(8)

6. Yayasan Pesantren dan seluruh santri Pesantren Al-Husna , Kecamatan Patumbak yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data.

7. Teristimewa untuk orang tua saya Alm. Hamzah sinaga dan Muliani yang senantiasa memberi dukungan baik materil dan spiritual. Dengan kesungguhan penulis persembahkan semua ini sebagai tanda sayang dan terima kasih atas segala sesuatu yang telah diberikan selama ini.

8. Teman – teman di Departemen Sastra Indonesia stambuk 2003 dan 2004 atas semua bantuan dan dukungannya kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini walaupun penulis telah berusaha menyajikan yang terbaik. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhirnya , segala puji syukur kepada Allah SWT. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.


(9)

Alih Kode Antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab di Pondok Pesantren Al-Husna

Oleh

Sri agustina.Sinaga.

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisi tentang faktor – faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kegiatan alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab di lingkungan Pondok Pesantren Al-Husna dan pengaruh apa yang timbul dari pengguna bahasa Arab terhadap pemakaian bahasa Indonesia pada santri Pondok Pesantren Al-Husna. Untuk pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak. Kemudian teknik lanjutannya adalah teknik sadap, teknik simak bebas libat cakap,teknik rekam, teknik catat yaitu dengan menggunakan teknik kuesioner. Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner langsung. Teknik analisis data pada permasalahan kedua digunakan adalah metode deskriptif dan metode kepustakaan. Teori yang digunakan adalah teori sosiolinguistik, dan alih kode. Dari teori ini dapat disimpulkan bahwa santri Pondok Pesantren Al-Husna yang berbagai etnis yang ada di Pondok Pesantren lebih banyak menggunakan bahasa Arab dari pada bahasa Indonesia.


(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang dan Masalah

1.1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan untaian kata-kata yang diatur sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan secara sistematis sesuai dengan kebutuhan pemakaian bahasa tersebut. Dapat dikatakan bahwa bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena sebagai makhluk hidup, manusia harus berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok sosial. Melalui bahasa manusia dapat mengungkapkan perasaan senang, sedih, kesal, dan keadaan penting lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari tanpa adanya sebuah bahasa tentu semua ungkapan di atas tidak bisa diekspresikan dengan tepat. Selain berfungsi sebagai ungkapan ekspresi, bahasa juga berfungsi sebagai sarana pengajar sebab tanpa adanya sebuah bahasa manusia tidak akan dapat belajar. Jadi dengan adanya bahasa manusia dapat belajar dengan efektif.

Salah satu bahasa yang ada di dunia ini adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang sangat berperan penting bagi bangsa Indonesia. Karena, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebangsaan, lambang identitas nasional, dan penghubung antardaerah dan antarbudaya. Sebagai bahasa kenegaraan bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai pengantar dunia pendidikan, alat perhubungan tingkat nasional, alat pengembangan budaya dan ilmu pengetahuan teknologi.

Ketika berkomunikasi sering kita lihat dengar pengalihan pembicaraan atau bahasa secara tiba-tiba. Hal inilah yang sering terjadi pada santri Pondok Pesantren


(11)

Al-demikian disebabkan mengingat kemampuan santri dalam menguasai berbagai bahasa terbatas, atau karena hadirnya orang ketiga yang pembicaraan tadi tidak boleh diketahui oleh orang ketiga tersebut. Pengalihan bahasa tersebut biasanya kita kenal dengan sebutan alih kode. Kehadiran orang ketiga tersebut dapat dijadikan salah satu faktor terjadinya alih kode.

Alih kode merupakan perubahan bahasa yang sangat sering dilakukan oleh masyarakat dalam pergaulan atau kehidupan sehari-hari khususnya alih kode yang dilakukan oleh para santri Pondok Pesantren Al-Husna untuk memudahkan dalam berkomunikasi sehari-hari baik dalam proses belajar mengajar dan dalam pengasuhan ketika berada di asrama. Mengingat bahasa pengantar yang digunakan sehari-hari adalah bahasa asing yaitu bahasa Arab, maka bahasa Arab di Pondok-Pesantren Al-Husna merupakan salah satu bahasa pengantar selain bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan pada dasarnya ilmu yang dipelajari di pesantren ini umumnya berkiblat atau lebih banyak mempelajari pengetahuan tentang agama Islam. Inilah yang menyebabkan bahasa Arab mempunyai pengaruh yang penting dalam pesantren. Dengan demikian para santri menjadi lebih lancar menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi dengan para guru dan sesama pelajar.

Berdasarkan adanya penutur bahasa asing sekaligus merupakan penutur bahasa Indonesia maka lahirlah dwibahasawan di Indonesia. Melihat kedwibahasaan yang terjadi pada masyarakat Indonesia, maka timbul keinginan untuk mengangkat kepermukaan permasalahan yang dapat timbul akibat adanya penggunaan dua bahasa secara bergantian. Permasalahan tersebut dituangkan dalam judul “ Alih Kode Antara Bahasa Indonesia dan


(12)

Bahasa Arab di Pondok Pesantren Al-Husna”. Pondok Pesantren Al-Husna ini yang beralamat di Jl. Pelajar Marindal I pasar III, Kec. Patumbak, Kab. Deli serdang, Medan.

Dalam penelitian ini penulis tertarik untuk meneliti alih kode yang terjadi di kalangan santri Al-Husna. Perbedaan antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab dari sisi jenis huruf, penulisan, pelafasan, dan tata cara penggunaan kalimatnya berbeda, yang bahasa Arab lebih luas dari pada bahasa Indonesia. Bahasa Arab bisa mempunyai dua kata atau lebih untuk satu kata bahasa Indonesia. Kandungan bahasa Arab lebih rumit dari bahasa Indonesia.

1.1.2 Masalah

Sehubungan dengan berlangsungnya kegiatan alih kode tersebut, maka penelitian Ini berusaha memberikan jawaban terhadap masalah-masalah yang ditimbulkannya. Masalah-masalah yang dimaksud meliputi:

1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kegiatan alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab di lingkungan Pondok Pesantren Al-Husna?

2. Pengaruh apa yang timbul dari pengguna bahasa Arab terhadap pemakaian bahasa Indonesia pada santri Pondok Pesantren Al-Husna?


(13)

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Mengkaji kedwibahasaan santri Al-Husna guna memperoleh gambaran tentang kegiatan alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab dalam hubungannya dengan pemakaian bahasa Indonesia para santri.

1. Menelaah penggunaan bahasa para santri dengan maksud menemukan pengaruh-pengaruh negatif yang perlu dihindari dalam pemakaian bahasa Indonesia khususnya demi terciptanya pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar.

1.2.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian memuat penjelasan tentang hal-hal yang dapat diharapkan menjadi sumbangan hasil penelitian. Sumbangan itu adalah untuk pihak penulis dan pihak pembaca. Ada pun manfaat penelitian ini adalah:

1. Dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dalam meneliti alih kode pada bahasa-bahasa daerah lain misalnya, bahasa Padang, bahasa Aceh, dan bahasa lainnya.

2. Dapat menambah sumber bacaan, memperkaya ilmu pengetahuan pembaca tentang alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab di Pondok Pesantren Al-husna.

3. Dapat memberikan sumbangan pikiran untuk pengajaran bahasa Indonesia, khususnya bidang sosiolinguistik.


(14)

4. Dapat memotivasi para santri Pondok Pesantren Al-Husna di Marindal I pasar III Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli serdang untuk melestarikan bahasanya. 5. Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam bidang

ilmu bahasa Indonesia di Departemen Sastra Indonesia di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Medan.


(15)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Alih Kode

Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian.

Menurut KBBI konsep adalah rancangan dasar, ide, pengertian , dan gambaran awal dari objek yang diabstrakkan dari peristiwa konkret dan digunakan untuk memahami hal-hal lain dalam suatu penelitian. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kridalaksana (2001: 117) mengatakan bahwa konsep adalah gambaran awal dari objek penelitian yang digunakan untuk memahami hal-hal lain dalam suatu penelitian.

Paparan konsep-konsep bisa bersumber dari pendapat para ahli pengalaman peneliti, dokumentasi, dan nalar yang berhubungan dengan masalah yang diteliti (Marlina, 2001:9).

Melihat kenyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki bahasa Indonesia dan beragam bahasa daerah, maka di negara Indonesia tidak jarang ditemui orang-orang yang dapat berbahasa lebih dari satu bahasa. Kesanggupan mereka dapat menggunakan lebih dari satu bahasa tersebut disebabkan oleh keinginan mereka untuk saling berkomunikasi antara manusia yang satu dan manusia yang lain, baik di dalam lingkungan interetnis maupun di dalam lingkungan antaretnis.

Kegiatan alih kode dapat terjadi pada setiap penutur bahasa. Kegiatan alih kode yang terjadi pada penutur ekabahasawan, misalnya beralihnya seseorang dari ragam bahasa yang satu keragam bahasa yang lain dalam bahasa yang sama. Kegiatan alih kode yang terjadi pada penutur dwibahasawan, misalnya beralihnya seseorang dari bahasa yang satu kepada bahasa yang lain dalam suatu peristiwa bicara.


(16)

Alih kode adalah pemakaian secara bergantian dua atau lebih bahasa, versi-versi dari bahasa yang sama atau bahkan gaya-gaya bahasanya dalam satu situasi bicara oleh seseorang pembicara (Dell Hymes dalam Harimurti Kridalaksana, 1986:201).

2.2 Landasa Teori 2.2.1 Sosiolinguistik

Menurut Chaer dan Agustina (1995:3) sosiolinguistik adalah ilmu interdisipliner yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu dalam masyarakat. Sama juga halnya menurut Kridalaksana dalam Chaer dan Agustina (1995:4) mengatakan bahwa sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa, serta hubungan diantara para bahasawan itu di dalam suatu masyarakat bahasa. Demikian pula menurut Nababan (1991:2) menyatakan sosiolingustik adalah studi atau pembahasan bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat atau lebih tepat sosiolinguistik itu mempelajari atau mengkaji bahasa dengan dimensi kemasyarakatan.

Lain halnya dengan J.A Fishman dalam Chaer dan Agustina (1995:4) bahwa sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam suatu masyarakat tutur. Sementara itu Bram dan Dickey dalam Ohoiwutun (1997:9) berpendapat bahwa sosiolinguistik mengkhususkan kajiannya pada bagaimana bahasa berfungsi di tengah-tengah masyarakat. Dari beberapa rumusan mengenai sosiolinguistik di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik


(17)

objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur.

Selain itu, sosiolinguistik juga membicarakan atau berhubungan dengan masyarakat sebagai pemakai bahasa yang di dalamnya terdapat interaksi satu sama lain sehingga terjadi peristiwa tutur yang di dalamnya terdapat partisipan, waktu, tempat situasi pembicaraan

Berdasarkan rumusan di atas peneliti lebih cenderung memakai landasan teori yang dikemukakan oleh J.A. Fishman dalam Chaer dan Agustina (1995:4) bahwa sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain suatu masyarakat tutur.

2.2.2 Alih Kode

Kontak yang terjadi terus-menerus antara dua bahasa atau lebih di dalam situasi masyarakatyang bilingual cenderung mengakibatkan gejala kebahasaan yang disebut alih kode. Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa di dalam masyarakat dwibahaswan. Artinya di dalam masyarakat dwibahasawan hampir tidak mungkin seorang penutur menggunakan satu bahasa secara mutlak tanpa sedikit pun memanfaatkan bahasa lain.

Alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain, jadi apabila seorang penutur mula-mula menggunakan kode A dan kemudian beralih menggunakan kode B, maka peralihan bahasa seperti inilah yang disebut sebagai alih kode Suwito (dalam Rahardi, 2001:20). Kode ialah suatu system tutur yang penerapan


(18)

unsur bahasanya mempunyai cirri-ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan mempunyai lawan bicara, dan situasi tutur yang ada. Jadi, dalam kode ini terdapatlah unsur-unsur bahasa seperti kalimat-kalimat, kata-kata, morfem, dan fonem. Lebih lanjut kode biasanya berbentuk varian-varian bahasa yang secara real dipakai berkomunikasi anggota-anggota suatu masyarakat bahasa Soepomo Poedjosoedarmo (1978:5). Kode adalah salah satu varian di dalam hierarki kebahasaan yang dipakai dalam berkomunikasi Suwito (dalam Rahardi, 2001:22). Jadi kode merupakan varian bahasa.

Konsep alih kode mencakup tidak saja peristiwa peralihan bahasa, tetapi juga peristiwa peralihan ragam bahasa atau dialek (Umar, 1993:13).

Contoh : Ketika A dan B bertemu dalam acara pesta, biasanya mereka mengawali pembicaraannya dengan topik sehari-hari, seperti masalah keluarga, pekerjaan dan lain-lain. Dalam topik seperti ini, pada umumnya dipergunakan bahasa ragam santai. Tetapi ketika komunikasi beralih ke masalah politik bahasa yang dipergunakan pada umumnya bukan ragam santai, melainkan ragam formal. Peristiwa pergantian ragam informal ke ragam formal atau sebaliknya dikatakan sebagai alih kode.

Appel 1976 (dalam Chaer dan Agustina, 1995141) mendefinisikanalih kode sebagai, “ gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi”.

Contoh : Ali dan Ibrahim, keduanya berasal dari Pesantren, dua puluh menit sebelum kuliah dimulai sudah hadir di ruang kuliah. Keduanya terlibat dalam percakapan yang topiknya tak menentu dengan menggunakan bahasa Arab. Ketika mereka sedang asyik bercakap-cakap masuklah Aidil, teman kuliahnya yang bukan dari Pesantren, yang tentu saja tidak dapat berbahasa Arab. Aidil menyapa mereka dalam bahasa Indonesia.


(19)

Peristiwa peralihan penggunaan bahasa Arab ke bahasa Indonesia yang dilakukan Ali dan Ibrahim adalah berubahnya situasi. Situasi “kearaban” berubah menjadi situasi “keindonesiaan”.

Dell Hymes 1975 (dalam Rahardi, 2001:20) yakni bahwa alih kode adalah istilah umum untuk menyebut pergantian atau peralihan pemakaian dua bahasa atau lebih, beberapa variasi dari satu bahasa, atau bahkan beberapa gaya dari suatu ragam bahasa. Sementara itu Mansoer Pateda (1990:83) mengemukakan pendapatnya bahwa :

Seseorang yang melakukan pembicaraan sebenarnya mengirimkan kode-kode kepada lawan bicaranya. Pengkodean itu melalui suatu proses yang terjadi pada pembicara, hampa suara, dan pada lawan bicara. Kode-kode itu harus dimengerti oleh kedua belah pihak. Kalau yang sepihak memahami apa yang dikodekan oleh lawan bicaranya, maka ia akan mengambil kesimpulan dan bertindak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan. Tindakan itu, misalnya memutuskan pembicaraan atau mengulangi lagi pertanyaan. Seseorang mengkode dengan berbagai variasi. Variasi yang dimaksud yakni lembut, keras, cepat, lambat, bernada, dan sebagainya sesuai suasana hati si pembicara. Kalau marah tentu cepat dan keras, sebaliknya kalau merayu tentu pelan dan lembut.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kode meliputi bahasa dengan segala unsur-unsurnya (seperti kalimat, kata, morem, maupun fonem), variasi-variasi bahasa, dan gaya-gaya bahasa. Sedangkan alih kode adalah pertukaran dari satu bahasa ke bahasa lain, atau pertukaran dari satu variasi bahasa ke bahasa variasi bahasa lain dalam bahasa yang sama, ataupun pertukaran dari satu gaya bahasa yang satu ke gaya bahasa yang lain dalam bahasa yang sama.

Kegiatan alih kode antarbahasa, antarvariasi bahasa, dan antargaya bahasa dapat dilihat pada situasi berikut :

1. Alih kode antarbahasa, misalnya:

Ketika seseorang sedang bercakap-cakap dalam bahasa Arab dengan salah seorang temanya yang mengerti bahasa tersebut, kemudian datang orang ketiga


(20)

dalam peristiwa bicara yang tidak mengerti bahasa Arab. Selanjutnya, pembicaraan beralih kepada bahasa Indonesia agar orang ketiga itu dapat ikut dalam peristiwa bicara.

2. Alih kode antarvariasi bahasa, misalnya:

Seseorang beralih dari variasi bahasa Arab halus kepada variasi bahasa Arab kasar ketika sedang marah.

3. Alih kode antargaya bahasa, misalnya:

Ketika sedang merayu, seseorang beralih dari gaya bahasa bukan merayu kepada gaya bahasa merayu.

2.3 Tinjauan Pustaka

Mujiyanti (1995) dalam skripsinya yang berjudul Alih Kode Antara bahasa Indonesia

dan bahasa Jawa : Studi Kasus di SMA Persiapan Stabat Tahun Ajaran 1992-1993 yang

membicarakan tentang bagaimana proses teradinya alih kode pada siswa SMA Persiapan Stabat. Teori yang digunakan yaitu teori sosiolinguistik. Dari hasil penelitiannya, masih banyak sekali pengalihan kode, khususnya siswa suku Jawa yang ditandai dengan adanya penggunaan bahasa Jawa di lingkungan sekolah pada situasi-situasi tertentu.

Lesman Nainggolan (1997) dalam skripsinya yang berjudul Alih Kode Antara bahasa

Indonesia dan bahasa Batak Toba : Studi Kasus di SMU Pelita Pematang Siantar Tahun Ajaran 1996-1997 yang membicarakan tentang bagaimana proses teradinya alih kode

pada siswa SMU Pelita Pematang Siantar. Penelitian Nainggolan tidak jauh berbeda dari penelitian Mujiyanti. Teori yang digunakan juga sama. Dari hasil penelitiannya juga


(21)

masih banyak sekali terjadinya pengalihan kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Batak Toba di lingkungan sekolah pada situsi-situasi tertentu.

Pada kesempatan ini peneliti meneliti Alih Kode Antara bahasa Indonesia dan

bahasa Arab di Pondok Pesantren Al-Husna yang membicarakan tentang faktor-faktor

apakah yang menyebabkan terjadinya kegiatan alih kode antar bahasa Indonesia dan bahasa Arab di lingkungan Pondok Pesantren Al-Husna, serta pengaruh apa yang timbul dari pengguna bahasa Arab terhadap pemakaian bahasa Indonesia pada santri Pondok Pesantren Al-Husna.


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempatkan di Jl. Pelajar , Marindal I pasar III, Kec. Patumbak, Kab. Deli serdang, Medan. Dan pada waktu penelitian si peneliti meneliti ketika terjadinya proses belajar mengajar di kelas, dan waktu istirahat.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan pemakai bahasa tertentu yang tidak diketahui batas-batasnya akibat luasnya daerah dan banyaknya orang yang memakai bahasa tersebut (Sudaryanto,1990:36). Populasi penelitian ini adalah seluruh santri SMU Pondok Pesantren Al-Husna Tahun Ajaran 2009/2010 yang berjumlah 355 orang. Perincian jumlah santri SMU Pondok Pesantren Al-Husna berdasarkan kelas mereka dapat dilihat melalui table berikut :

Tabel : Perincian Jumlah Santri SMU Pondok Pesantren Al-Husna Tahun Ajaran 2009/2010

NO Kelas Jumlah Siswa 1. Satu 60 2. Dua 50 3. Tiga 90

Jumlah 200


(23)

Sampel adalah sebagian dari pemakaian bahasa yang mewakili dari satu populasi (Sudaryanto, 1990:30). Adanya jumlah populasi yang begitu besar dan mengingat berbagai pertimbangan, seperti waktu, serta kemampuan yang dimiliki, maka penelitian ini mempergunakan sistem sampel. Berdasarkan jumlah kelas yang ada di SMU Pondok Pesantren Al-Husna, yakni delapan kelas. Dalam penelitian ini masing kelas oleh satu kelas yang sudah ditentukan. Berdasarkan kelas yang sudah ditentukan maka kelas yang terpilih sebagai sampel adalah I-a, dan II-a. Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel sebanyak lima puluh orang.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya ( Abdullah, 2009 ). Dalam penelitian ini variabelnya adalah :

1. Penggunaan bahasa

Penggunaan bahasa adalah kebiasaan seseorang menggunakan bahasa tertentu dengan mitra bicara tertentu dikaitkan dengan situasi interaksi yang terjadi antara mitra bicara tersebut.

2. Hubungan Peran

Hubungan peran adalah ikatan hak atau status dan kewajiban seseorang dalam sebuah lembaga sosial budaya ditentukan oleh norma-norma sosial budaya suatu masyarakat. Hubungan peran terjadi antara

Kepala sekolah dengan guru atau sebaliknya, Guru dengan murid atau sebaliknya,


(24)

Setiap indivindu dapat berperan ganda, misalnya dalam satu sisi berperan sebagai guru dalam hubungan peran guru dengan kepala sekolah dan sisi lain berperan sebagai guru dalam hubungan peran guru dengan murid.

3. Ranah Penggunaan Bahasa.

Ranah penggunaan bahasa adalah susunan situasi atau cakrawala interaksi yang pada umumnya didalamnya digunakan satu bahasa, satu ranah dikaitkan dengan ragam bahasa tertentu . dalam situasi sosial, ranah adalah abstraksi dari persilangan antara status dan hubungan peran, lingkungan dan pokok bahasan tertentu. Ranah dalam penelitian ini adalah ranah pendidikan.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tape recorder, daftar pertanyaan / kuesioner, dan alat-alat bantu seperti pena dan kertas. Peneliti membuat 26 kuesioner yang berhubungan dengan penelitian dan dilampirkan di halaman lampiran.

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilaksanakan sementara itu teknik adalah cara melaksanakan metode. Metode dan teknik pengumpulan data yang sesuai perlu diperhatikan agar penelitian terarah. Penggunaan metode dan teknik pengumpulan data yang tepat dapat membantu pencapaian hasil data yang sahih.


(25)

Metode yang dipergunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak. Dalam pengumpulan data lingual, maka penelitian yang dilaksanakan mempergunakan metode simak. Sehubungan dengan itu, Sudaryanto (1988:2) menerangkan bahwa :

Disebut metode simak karena memang berupa penyimakan : dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa.

Ini dapat disejajarkan dengan metode pengamatan atau obsevasi dalam ilmu sosial. Pengumpulan data dengan mempergunakan metode simak tersebut dilaksanakan dengan bantuan teknik-teknik sebagai berikut :

a. Teknik Dasar : Teknik Sadap

Penyimakan yang dilaksanakan diwujudkan dalam bentuk penyadapan. Untuk memperoleh data, maka dilaksanakan penyadapan terhadap pembicaraan para siswa.

b. Teknik Lanjutan : Teknik Simak Bebas Libat Cakap ( Teknik SLBC )

Dalam hal ini, penyadapan dilaksanakan tanpa ikut berpartisipasi dalam kegiatan bicara : Peneliti hanya bertindak sebagai pemerhati yang senantiasa mendengarkan pembicaraan yang terjadi antarsiswa tanpa ikut berbicara dalam peristiwa bicara yang sedangn berlangsung.

c. Teknik Lanjutan : Teknik Rekam

Teknik ini dipergunakan dengan tujuan merekam kegiatan pembicaraan yang sedang berlangsung antarsiswa. Perekam dilaksanakan dengan bantuan tape

recorder dan dilaksanakan tanpa sepengetahuan para siswa sehingga diharapkan

dapat diperoleh hasil yang objektif. d. Teknik Lanjutan : Teknik Catat

Selain mempergunakan teknik rekam, hasil penyadapan di wujudkan pula dalam bentuk catatan. Hal tersebut dapat membantu dalam proses pengumpulan data


(26)

karena tidak semua hasil penyadapan dapat terekam. Selain itu, teknik catat juga membantu dalam proses pemindahan hasil rekaman ke dalam bentuk tulisan untuk selanjutnya diklasifikasikan.

Pengumpulan data ini juga dilaksanakan dengan bantuan teknik kuesioner. Teknik kuesioner tersebut diwujudkan dalam bentuk pembuatan sejumlah daftar pertanyaan yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini, sejumlah pertanyaan dalam daftar pertanyaan tersebut diajukan kepada para santri SMU Pondok Pesantren Al-Husna berdasarkan kelas-kelas yang terpilih sebagai sampel. Untuk menghindari salah pengertian, maka diberikan penjelasan kepada para santri yang kurang mengerti mengenai pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Dengan demikian, diharapkan hasil pengumpulan data dengan teknik kuesioner ini dapat membantu data-data lainnya yang dikumpulkan dengan teknik-teknik lainnya melalui metode simak.

3.6 Teknik Analisis Data

Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai maka metode yang akan digunakan dalam analisis data adalah metode deskriptif. Sehubungan dengan itu, Sudaryanto (1988a : 62) menyatakan bahwa :

Istilah deskriptif itu menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomen yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau dicatat berubah perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret : paparan seperti adanya.


(27)

Selain metode deskriptif, penelitian ini menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan membaca dan mengumpulkan buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang penulis bahas dalam penelitian ini.


(28)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Pengertian Kedwibahasaan dan Dwibahasaan

Melihat kenyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki bahasa Indonesia dan beragam bahasa daerah, maka di negara Indonesia tidak jarang ditemui orang-orang yang dapat berbahasa lebih dari satu bahasa. Kesanggupan mereka dapat menggunakan lebih dari satu bahasa tersebut disebabkan keinginan mereka untuk dapat saling berkomunikasi antara manusia yang satu dan manusia yang lain, baik di dalam lingkungan interetnis maupun di dalam lingkungan antaretnis.

Sehubungan dengan kedwibahasaan yang terjadi di kalangan masyarakat Indonesia, maka lahirlah istilah kedwibahasaan dan dwibahasawan. Di dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia dijelaskan bahwa :

Dwibahasa : dua bahasa

Kedwibahasaan : Perihal pemakaian dua bahasa (seperti bahasa daerah di samping bahasa nasional)

Dwibahasawan : orang yang dapat berbicara dalam dua bahasa (seperti bahasa nasional dan bahasa asing, bahasa nasional dan bahasa daerah), pemakai dua bahasa (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990:217).

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai pengertian kedwibahasaan dan dwibahasawan, maka dapat dlihat beberapa pendapat para ahli yang telah memberikan perhatian mengenai hal tersebut, antara lain:


(29)

1. Harimurti Kridalaksana (1985:24) mengemukakan bahwa”kedwibahasaan adalah penggunaan dua bahasa secara berganti-ganti oleh satu orang atau satu kelompok”.

2. Uriel Weinreich dalam Harimurti Kridalaksana (1986:201) mengatakan bahwa “praktik penggunaan dua bahasa secara bergantian disebut kedwibahasaan dan orang-orang yang bersangkutan disebut dwibahasawan”.

3. Fishman dalam Henry Guntur Tarigan (1988:3) mengemukakan bahwa “ seorang dwibahasawan adalah orang yang dapat berperan serta dan tuut berpartisipasi dalam komunikasi lebih dari satu bahasa”.

4. Nababan (1986:27) dengan menggunakan istilah bilingualisme untuk kedwibahasaan mengemukakan bahwa bilingualisme yaitu kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain. Orang yang dapat menggunakan dua bahasa disebut dwibahasawan atau orang yang bilingual (berdwibahasa).

5. Macnamara dalam Henry Guntur Tarigan (1988: 3) mengatakan bahwa “seorang dwibahasa adalah orang yang paling sedikit memiliki satu keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, menulis) dalam bahasa kedua”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan adalah pemahaman dua bahasa secara bergantian oleh seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain, sedangkan dwibahasawan adalah orang yang sekurang-kurangnya memiliki salah satu keterampilan berbahasa dalam bahasa kedua sehingga dapat berperan serta dan turut berpartisipasi dalam komunikasi dengan dua bahasa.


(30)

Untuk memudahkan pembahasan mengenai kedwibahasaan dan dwibahasawan, maka ada empat aspek yang harus diperhatikan yang meliputi : aspek degree, aspek

fuction, aspek alternation, dan aspek interferensi ( Mackey dalam Alwasilah, 1986:125).

Berikut ini akan dijelaskan mengenai keempat aspek tersebut sebagai berikut: 1. Aspek Degree’tingkat kemampuan dalam dua bahasa’ kemampuan berbahasa

akan tampak dalam bentuk empat keterampilan (seperti menyimak, berbicra, membaca, maupun menulis)

2. aspek Fuction’ fungsi atau pemakaian dua bahasa’ tingkat kefasihan berbahasa tergantung pada fungsi atau pemakaian bahasa itu. Dapat dikatakan bahwa semakin sering bahasa itu dipakai, maka semakin fasihlah penuturnya.

3. Aspek Alternation’ pergantian antarbahasa’pergantian antarbahasa ini tergantung pada kefasihan seseorang terhadap bahasa yang dipergunakannya. Pada waktu penutur berganti-ganti bahasa , maka sekurang-kurangnya kondisi tersebut diciptakan oleh tiga hal, yakni: 1) topic pembicaraan, 2) orang yang terlibat, dan 3) ketegangan (tension).

4. Aspek Interference’interferensi’ interferensi ini maksudnya berupa masuknya ciri-ciri kebahasaan suatu bahasa ketika berbicara atau menulis bahasa lain.

4.2 Macam-Macam Alih Kode

Alih kode dapat dibagi atas dua macam, yaitu alih kode permanent dan alih kode sementara (Poedjosoedarmo dkk, 1979:38). Selanjutnya, akan dibicarakan kedua macam alih kode tersebut.


(31)

4.2.1 Alih Kode Permanen

Pada alih kode permanen seorang pembicara secara tetap mengganti kode bicaranya terhadap lawan bicara. Peristiwa semacam itu jarang terjadi pada penutur bahasa Indonesia, sedangkan pada penutur bahasa Arab peristiwa semacam itu bisa saja terjadi.

Alih kode permanen dapat terjadi karena adanya perbedaan umur seseorang serta hubungan pribadi antara pembicara dengan lawan bicara. Bahasa Arab di Pondok Pesantren Al-Husna perubahan bahasa disebabkan oleh tingkat umur. Misalnya antara seorang murid dengan guru. Dalam pembicaraannya si murid akan lebih dominan menggunakan bahasa yang lebih sopan dibandingkan dengan dia berbicara dengan orang yang seumurnya.

4.2.2 Alih Kode Sementara

Alih kode sementara dapat meliputi alih kode yang disadari oleh si pembicara dan alih kode yang tidak disadari oleh si pembicara.

Alih kode yang disadari oleh si pembicara biasanya terjadi karena si pembicara ingin mencari jalan yang termudah untuk menyampaikan pikiran maupun isi hatinya. Misalnya, ada dua orang santri dwibahasawan Indonesia-Arab yang sedang membicarakan mengenai pelajaran Ekonomi dengan mempergunakan bahasa Arab. Akan tetapi, pada peristiwa bicara yang sedang berlangsung akan sering terdengar beberapa kalimat-kalimat bahasa Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar di sekolah sehingga dalam membicarakan suatu masalah yang berhubungan dengan pelajaran, bahasa Indonesia lebih mudah dipergunakan.

Selain ingin mencari jalan yang termudah untuk menyampaikan pikiran maupun isi hati si pembicara, alih kode sementara yang disadari dapat pula terjadi karena si


(32)

pembicara mempunyai maksud-maksud tertentu, misalnya ingin memamerkan diri, dan sebagainya, (Poedjosoedarmo dkk. 1979:40).

Alih kode sementara yang tidak disadari dapat terjadi karena penguasaan terhadap bahasa ibu lebih dominant dibandingkan dengan penguasaan terhadap bahasa kedua. Sehingga pada waktu berbicara kepada seseorang yang tidak mengerti bahasa asli si pembicara terkadang secara tidak sengaja terselip kata atau kalimat dalam bahasa asli si pembicara.

4.3 Faktor-Faktor Penyebab Alih Kode

Alih kode tidak terjadi begitu saja, melainkan ada faktor penyebabnya. Banyak hal yang menyebabkan seseorang beralih kode, misalnya faktor siapa pembicara dan pendengar, pokok pembicaraan, konteks verbal, bagaimana bahasa dihasilkan, dan lokasi (Appel dalam Pateda, 1990:86).

Berbicara tentang siapa pembicara dan pendengar, selamanya ditentukan oleh status seseorang. Dalam hal ini, yang dimaksud status sosial ialah kedudukan seseorang yangdihubungkan dengan tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Misalnya, variasi bahasa yang dipergunakan para buruh di pelabuhan ketika berbicara sesame mereka berbeda dengan variasi bahasa yang dipergunakan para buruh tersebut ketika berbicara dengan seorang dokter.

Peralihan kode dipengaruhi pula oleh pokok pembicaraan. Pokok pembicaraan tersebut biasanya bersifat formal (resmi) dan informal (tidak resmi). Misalnya, ragam bahasa yang dipergunakan oleh seorang dosen ketika sedang berbelanja di pasar (suasana


(33)

tidak resmi) berbeda dengn ragam bahasa dengan yang dipergunakannya ketika sedang mengajar di depan kelas (suasana resmi).

Sehubungan dengan konteks bahasa, ada dua aspek yang harus diperhatikan, yaitu aspek bahasa orang yang sedang berbicara dan aspek bahasa orang yang ikut dalam pembicaraan. Dalam hal ini kode yang dipergunakan oleh si pembicara akan mempengaruhi terhadap kode yang dipergunakan oleh lawan bicara. Misalnya, seorang dwibahasawan Indonesia-Arab dengan seorang dwibahasawan Indonesia-Arab lainnya terlibat dalam suatu peristiwa bicara. Pembicaraan dimulai oleh si pembicara dalam bahasa Arab sehingga orang yang ikut dalam peristiwa bicara tersebut juga mempergunakan bahasa Arab karena terpengaruh oleh kode yang dipergunakan oleh si pembicara.

Bahasa dapat dihasilkan dalam bentuk lisan dan tulisan. Sehubungan dengan kegiatan alih kode, kode yang dipergunakan oleh seseorang ketika menulis surat berbeda dengan kode yang dipergunakannya ketika sedang berbicara dengan seseorang secara lisan. Pada waktu menulis surat, kode yang dipergunakannya berbentuk bahasa tulisan. Sebaliknya, pada waktu berbicara dengan seseorang dalam bentuk percakapan, maka kode yang dipergunakannya berbentuk bahasa lisan.

Lokasi atau tempat peristiwa bicara berlangsung akan mempengaruhi pemilihan kode seseorang. Misalnya, variasi bahasa yang dipergunakan seorang dokter ketika berada di lingkungan kerjanya berbeda dengan bahasa yang dipergunakannya ketika berada di lingkungan keluarganya.

Selain faktor-faktor tersebut masih ada lagi yang menyebabkan terjadinya kegiatan alih kode. Misalnya, faktor kehadiran orang ketiga, berbicara secara tidak langsung


(34)

kepada lawan bicara, ketidakmampuan menguasai kode tertentu, kurangnya penguasaan diri, keinginan mendidik lawan bicara, pengaruh praktik berbicara, bersandiwara dan berpura-pura, pengaruh maksud-maksud tertentu (seperti melucu, merayu, membujuk, menonjolkan diri, menggoda, menyindir, menekankan maksud, dan mengakrabkan diri), pengaruh frase-frase tertentu (seperti basa-basi pepatah, dan peribahasa), dan relasi yang tidak pasti antara si pembicara dengan lawan bicara (Poedjosoedarmo dkk, 1979).

4.4 Beberapa Aspek Bahasa Arab 4.4.1 Fonologi

Fonologi adalah bidang khusus dalam linguistic yang mengamati bunyi-bunyi suatu bahasa tertentu menurut fungsinya untuk memberikan makna leksikal dalam bahasa tersebut ( Gorys Keraf, 1996:28).

Sejauh dapat dibuktikan suatu bunyi yang mempunyai fungsi untuk membedakan kata dari kata yang lain disebut fonem. Bila suatu unsur diganti dengan unsur lain akan terjadi pula akibat yang besar yaitu perubahan arti yang terkandung dalam kata. Ini dengan jelas menunjukkan bahwa kesatuan-kesatuan yang kecil yang terjadi dari bunyi ujaran itu mempunyai peranan dalam membedakan arti, dapat dilihat deretan kata seperti qalbun’hati’, kalbun’anjing’.

Batasan fonem adalah kesatuan yang terkecil yang terjadi dari bunyi ujaran yang dapat membedakan arti. Dalam mempelajari macam bunyi ujaran harus dihubungkan dengan alat ucap yng menghasilkan bunyi-bunyi tersebut. Bunyi ujaran dihasilkan oleh berbagai macam kombinasi dari alat ucap yang terdapat dalam tubuh manusia. Ada tiga


(35)

1. Udara yang dialirkan dari paru-paru

2. artikulator yaitu bagian dari alat ucap yang dapat digerakkan atau digeserkan untuk menghasilkan suatu bunyi.

3. titik artikulasi, yaitu bagian dari alat ucap yang menjadi tujuan sentuh articulator. Bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia itu dibedakan atas dua bagian yaitu vokal dan konsonan.

4.4.1.1 Vokal

Vokal adalah bila dalam menghasilkan suatu bunyi ujaran, udara yang keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan. Jenis dan macam vokal tidak tergantung dari kuat lembutnya udara, tetapi bergantungnya pada beberapa hal yang berhubungan dengan lidah sebagai artikulator, posisi tinggi-rendahnya lidah diangkat, posisi bibir.

1. Lidah sebagai artikulator

lidah sebagai articulator dan secara fisiologis dibagi atas empat bagian: a..ujung lidah (apeks)

b. depan lidah (fronto) c. pusat lidah (lamino) d. belakang lidah (lamino)

Dalam pelaksanaan bunyi vokal, daun lidah memegang peranan penting (depan, pust, dan belakang) sebagai artikulator.

Berdasarkan lidah sebagai artikulator itu, maka bunyi vokal dapat dibedakan atas :

a. Vokal depan yaitu bunyi yang dihasilkan oleh lidah bagian depan seperti : [ i ] dan [i:]


(36)

b. Vokal tengah atau pusat yaitu bunyi vokal yang dihasilkan oleh bagian tengah lidah seperti : [a] dan [a:].

c. Vokal belakang yaitu bunyi yng dihasilkan oleh lidah bagian belakang, seperti: [u] dan [u:].

2. Menurut posisi tinggi-rendahnya lidah diangkat.

Disebabkan oleh gerak rahang dan kelenturan lidah, maka jarak antara lidah dan langit-langit adakalanya sangat dekat atau agak jauh dan sangat jauh. Dengan demikian bunyi vokal dapat diklasifikasikan seperti berikut ini :

a. Vokal tinggi, yakni jarak antara lidah tertentu dan langit-langit sangat dekat. Lidah terangkat tinggi mendekati langit-langit bunyi yang dihasilkan adalah: [i] dan [i:], juga [u] dan [u:]

b. Vokal tengah yakni jarak antara langit-langit dan lidah ada dalam posisi belah dua atau lidah berada di posisi tengah. Bunyi vokal yang tergolong ke dalamnya adalah : [a] dan [a:]

3. Posisi bibir

Yang dimaksud dengan posisi bibir adalah bentuk bibir ketika mengucapkan suatu bunyi itu adakalanya berbentuk bundar atau bulat dan tak bundar. Sehingga klasifikasi bunyi yang ditimbulkan adalah :

a. vokal bundar atau bulat, yaitu bunyi vokal yang ketika dilaksanakan posisi bibir dalam keadaan bulat, bunyi yang dihasilkan adalah : [u] dan [u:].

b. vokal tak bundar, yaitu bunyi vokal yang ketika dilaksanakan posisi bibir tidak bulat atau melebar, bunyi vokal yang dihasilkan adalah : [a] dan [a:]


(37)

4.4.1.2 Konsonan

Konsonan adalah bunyi ujaran yang terjadi karena udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan. Halangan yang dijumpai udara itu dapat bersifat seluruhnya, dapat bersifat sebagian yaitu dengan menggeserkan atau mengadukkan arus udara itu.

Dengan memperlihatkan bermacam-macam faktor untuk menghasilkan konsonan, maka kita dapat membagi konsonan-konsonan :

a. Titik Artikulasi atau Daerah Artikulasi

Berdasarkan titik artikulasi untuk menghasilkan sebuah konsonan , maka bunyi konsonan dapat dibedakan atas:

1. Bunyi konsonan bilabial / syafatani, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh belah bibir yang bersama-sama bertindak sebagai artikulator dan titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan adalah : [b, m, w]

2. Bunyi konsonan dental ( / asnani / ), yaitu bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah dan pangkal gigi atas. Bunyi yang dihasilkan adalah : 3. Bunyi konsonan labio – dental ( /syafawi asnani/ ), yaitu bunyi yang

dihasilkan oleh bibir bawah dan gigi atas. Bunyi yang dihasilkan : [f].

4. Bunyi konsonan interdental ( / bay-asnani /), yaitu bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah, gigi atas dan bawah, seperti : [ ]. 5. Bunyi konsonan alveolar ( / lissah/ ), yakni bunyi yang dihasilkan oleh

pangkal gigi atas, daun lidah dan ujung lidah, seperti : [r, z, s, l, n]. 6. Bunyi konsonan velarized ( / mufakhham/ ), yakni bunyi yang

diperoleh dari pangkal gigi dan langit-langit lunak, disertai dengan depan lidah daun lidah. Bunyi yang dihasilkan adalah : [ s, d, t,, z ]


(38)

7. Bunyi konsonan velar ( / tabaq/ ), yaitu bunyi yang dihasilkan oleh

langit-langit lunak dan belakang lidah. Bunyi yang dihasilkan adalah : [ x, k, ]

8. Bunyi konsonan alveo palatal ( / lissah ghariyyah/), yaitu bunyi yang dihasilkan oleh pangkal gigi dan langit-langit keras dan daun lidah belakang seperti : [ d, ]

9. Bunyi konsonan palatal ( / ghariyyah/ ) yaitu bunyi yang diperoleh dari langit-langit keras dan lidah bagian tengah, bunyi yang dihasilkan adalah : [ ]

10. Bunyi konsonan uvular ( / halqiyyah/ ), adalah bunyi yang diperoleh dari langit-langit lunak dan anak tekak, serta akar lidah. Bunyi yang dihasilkan adalah : [ q ].

11.Bunyi konsonan faringal ( / halqiyyah/ ), yaitu bunyi yang dihasilkan oleh dindinng belakang tenggorokan dan akar lidah, seperti : [ ]. 12.Bunyi konsonan glottal ( / hanjariyyah / ), yaitu bunyi yang diperoleh

dri pita-pita suara, seperti : [ h, ]

b. Hambatan Udara

Berdasarkan jenis hambatan udara yang terjadi pada waktu udara keluar dari rongga ujaran, konsonan dapat dibedakan atas :

1. Konsonan hambat atau stop ( / waqfiyyah / ), yaitu konsonan yang dihasilkan dengan menghambat udara yang keluar dari paru-paru pada daerah


(39)

Bunyi yang dihasilkan adalah : [ b, t, q , k , ]

2. Konsonan frikatif atau geseran ( / ihtikaki / ) , yaitu bunyi konsonan yang terjadi bila udara yang keluar dari paru-paru mengalami pergesereran pada daerah artikulasi sehingga udara keluar melalui celah-celah

daerah artikulasi tersebut. Bunyi yang dihasilkan adalah :

[ 0 , , h , x , d , z, s , , S , Z, , , f , h ].

3. Konsonan hasal atau sengau ( / anfiyyah / ), yaitu bunyi konsonan yang terjadi ketika udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan pada daerah artikulasi sehingga udara keluar keluar melalui hidung. Bunyi yang dihasilkan adalah : [m, n ]

4. Konsonan lateral atau sampingan ( / janibiyyah / ), yakni bunyi konsonan yang terjadi ketika udara yang keluar dari paru-paru mengalami hambatan pada daerah artikulasi sehingga udara keluar melalui sisi lidah. Bunyi yang dihasilkan adalah : [ l ].

5. Konsonan Getar atau Vibran ( / tikrariyyah / ), yaitu udara yang keluar dari paru-paru mengalami getaran pada daerah artikulasi. Bunyi getar tersebut adalah : [ r ].

6. Konsonan semi vokal ( / syi bhu saitah ) yakni bunyi di antara konsonan dan vokal. Bunyi tersebut adalah : [ w, y ]. Dalam penngucapan konsonan [ w ], bentuk bibir dibulatkan seperti mengucapkan bunyi vokal [ u ], kemudian kedua bibir itu lebih didekatkan maka saluran di antaranya menjadi begitu sempit sehingga udara keluar di antara kedua bibir dan


(40)

menghasilkan bunyi konsonan [ w ]. Demikian hal nya dengan buyi semi vokal [ y ] dalam pengucapanya jarak antara lidah dan langit-langit begitu sempit seperti dalam pengucapan bunyi vokal [ i ], sehingga udara keluar pada jalan sempit itu.

c. Bergetar atau tidak pita-pita suara

Berdasarkan turut atau tidaknya pita-pita suara itu bergetar pada saat menghasilkan bunyi konsonan, maka konsonan dapat diklasifikasikan dengan :

(1). Konsonan bersuara ( / majhur / ), yaitu bunyi konsonan yangterjadi apabila ada alur sempit pada pita-pita suara yang menyebabkan pita suara itu bergetar.

Ada pun bunyi-bunyi konsonan bersuara ( / majhur / ) tersebut adalah :

a. Konsonan bilabial ( / syafatani/ ), yaitu : [ b, m, w ]. b. Konsonan dental ( / asnani / ), yaitu : [ d ].

c. Konsonan interdental ( / bay-asnani / ), yaitu : [ ]. d. Konsonan alveolar ( / lissah / ), yaitu : [ r, z, l, n ]. e. Konsonan velar ( / tabaq / ), yaitu : [ ].

f. Konsonan alveo-palatal ( / lissah ghariyyah / ), yaitu : [ d ] g. Konsonan velarized ( / mufakham / ), yaitu : [ d, z ]. h. Konsonan palatal ( / ghariyyah / ), yaitu : [ ].


(41)

(2). Bunyi Konsonan tak bersuara ( / mahmus / ), yaitu bunyi konsonan yang terjadi apabila udara yang keluar dari rongga ujaran tidak menggetarkan pita suara, dan pita suara terbuka agak lebar.

a. Konsonan dental ( / asnani / ), yaitu: [ t ].

b. Konsonan inter-dental ( / bay-asnani/ ), yaitu : [ ]. c. Konsonan labio dental ( / syafawi asnani/ ), yaitu : [ f ]. d. Konsonan alveolar ( / lissah / ), yaitu : [s ].

e. Konsonan velar ( / tabaq / ), yaitu : [ x, k ].

f. Konsonan alveo-palatal ( / lissah ghariyyah / ), yaitu : [S] g. Konsonan velarized ( / mufakhkam / ), yaitu : [ S, t ]. h. Konsonan uvular ( / halqiyyah/ ), yaitu : [ q ].

i. Konsonan faringal ( / halqiyyah / ), yaitu : [ h ].

j. Konsonan glottal ( / hanjariyyah / ), yaitu : [ h, ]. Untuk lebih jelasnya konsonan-konsonan dapat dilihat pada contoh berikut ini : - b / : khabarun / ‘ kabar ‘

kataba / ‘ menulis’ - t / : taraka / ‘ meninggalkan ‘

qatala / ‘ membunuh , - d / : durjun / ‘ laci ‘

Badala / ‘ menukar’ - t / : tala a / ‘ terbit’

wasata / ‘ di tengah ‘ - d / : daraba / ‘ memuku l ‘


(42)

wada a / ‘ meletakkan’ - q / : baqaratun / ‘lembu betina’

qara a / ‘membaca’ - k / : Sakara / ‘berterima kasih’

halaka / ‘binasa’ - / : sa ala / ‘ bertanya’ Akala / ‘makan’ - 0 / : a0smara / ‘berbuah’

Baha0a / ‘ menyelidiki’ - x / : xarada / ‘keluar’ Saraxa / ‘berteriak’ - d / : dabaha / ‘menyembelih’

ada : bun ‘siksaan’ - z / : za : da / ‘bertambah’

hazina / ‘bersedih’ - s / : samakun / ‘ikan’ aswadun / ‘hitam’

- / : aba : bun / ‘pemuda’ ha ara / ‘menghimpun’

- S / : waSala / ‘sampai’ hariSa / ‘tamak’ - Z / : naZara / ‘melihat’


(43)

- / : alima / ‘mengetahui’ : wa ada / ‘berjanji’

- f / : farqun / ‘perbedaan’ : nafsun / ‘jiwa’

- h / : hadama / ‘merobohkan’ : kariha / ‘benci’

- m / : zamanun / ‘masa, waktu’ Ilma : mun / ‘ pengetahuan’ - n / : nazala / ‘ turun’

mahana / ‘ bergurau’ - l / : labanun / ‘ susu ‘ : khali : lun / ‘kekasih’ - r / : kabi : run / ‘besar’

: mar atun / ‘perempuan’ - w / : saruwa / ‘pemurah’

: ha : wara / ‘ bercakap-cakap’ - y / : bakiya / ‘menangis’

: yajlisu / ‘ duduk’

4.4.2 Morfologi

Pada umumnya morfologi bahasa Arab mempunyai banyak kesejajaranya dengan bahasa Indonesia. Banyak para ahli bahasa yang membuat pengertian tentang morfologi itu seperti :


(44)

Gorys Keraf (1986 : 51) Morfologi adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan bentuk kata.

Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau : morfologi adalah mempelajari seluk beluk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatikal maupun fungsi semantic (Ramlan, 1983 : 16-17).

Sesuai dengan pendapat para ahli tersebut maka morfologi itu adalah telaah morfem. Morfologi dapat dibagi menjadi dua tipe analis, yaitu :

1. Morfologi Sinkronik : menelaah morfem-morfem dalam satu cakapan waktu tertentu, baik waktu lalu maupun waktu sekarang. Pada hakekatnya, morfologi sinkronik adalah suatu analisis linier, yang mempertanyakan apa-apa yang merupakan komponen leksikal dan komponen sintaktik kata-kata, dan bagaimana caranya komponen-komponen tersebut menambahkan, mengurangi atau mengatur kembali dirinya di dalam berbagai ragam konteks. Morfologi sinkronik tidak ada sangkut pautnya atau tidak menaruh perhatian pada sejarah atau asal-usul kata dalam bahasa.

2. Morfologi diakronik, menelaah sejarah atau asal-usul kata, dan mempermasalahkan mengapa misalnya pemakaian kata kini berbeda dengan pemakaian kata pada masa lalu.


(45)

Jenis-jenis Morfem

Jenis-jenis morfem dalam bahasa Arab : a. Morfem Bebas ( jamid )

Morfem bebas atau jamid yaitu morfem yang tidak memiliki keterkaitan dengan kata dasar untuk membentuk kata lainnya, morfem ini berdiri dengan sendiri menggambarkan suatu benda.

Contoh :

Safarjalun ‘jambu’ Nahrun ‘sungai’ Saa’atun ‘jam’ Kalbun ‘anjing’ Khinjirun ‘babi’ b. Morfem Terikat ( musytaq )

Morfem terikat atau musytaq yaitu morfem yang melalui keterkaitan antarsatu kata dengan kata yang lain yang bersumber dari sebuah masdar atau kata dasar. Morfem ini memiliki karakter sendiri sesuai dengan format perubahan kata dalam bahasa Arab yang terdiri dari sepuluh bentuk.

1. Fiil Madhi atau kata kerja yang masa lampau.

Contoh :

‘tu’ dalam akaltu ‘ saya telah makan’

‘ta’ dalam akalta ‘kamu laki-laki telah makan’ ‘ti’ dalam akalti ‘ kamu perempuan telah makan’ ‘tuma’ dalam akaltuma ‘kamu berdua telah makan’


(46)

` ‘tum’dalam akaltum ‘kalian laki-lakitelah makan’ ‘tunna’ dalam akaltunna ‘kalian perumpuan telah makan’ ‘naa’ dalam akalnaa ‘kami telah makan’

‘at’ dalam akalat ‘ dia perempuan telah makan’ ‘aa’ dalam akalaa ‘mereka berdua telah makan’ ‘uu’ dalam akaltuu ‘mereka laki-laki telah makan’ ‘na’ dalam akalna ‘ mereka perempuan telah makan’

2. Fiil Mudhori atau kata kerja yang sekarang dan akan datang.

Contoh :

‘a’ dalam akalu ‘saya sedang makan’

‘ta’ dalam takulu ‘kamu laki-laki sedang sedang makan’ ‘ya’ dalam yakulu ‘dia laki-laki sedang makan’

‘ta- ina dalam takulina ‘kamu perempuan sedang makan’ ‘ta-una’ dalam takulina ‘kalian berdua sedang makan’ ‘ta-ani’ dalam takulani ‘kalian berdua sedang makan’ ‘ya-ani’ dalam yakulani ‘mereka berdua sedang makan’ ‘ya-una’ dalam yakuluna ‘mereka sedang makan’

‘ya-na’ dalam yakulna ‘mereka perempuan sedang makan’ ‘na’ dalam nakulu ‘kami sedang makan’

3. Masdar atau kata dasar.

Contoh :


(47)

4.Ism Fail ( subjek )

Yaitu dengan menambahi morfem ‘a’ setelah bentuk kata dalam fiil madhi. Contoh :

Akala menjadi aakilun ‘yang makan’

5. Ism Maf’ul ( objek )

Yaitu dengan menambahkan morfem ‘u’ sebelum huruf terakhir dari bentuk masdhar. Contoh :

Makuluun ‘ yang di makan’

6. Fiil Amr (kata perintah)

Yaitu dengan menambahi morfem di awal kata fiil madhi. Contoh :

‘u’ dalam uf’ul ‘kerjakanlah oleh kamu laki-laki’ ‘u-i’ dalam uf’uli ‘kerjakanlah oleh kamu perempuan’ ‘u-a’ dalam uf’ula ‘kerjakanlah oleh kamu berdua’ ‘u-uu’ dalam uf’uluu ‘kerjakanlah oleh kalian laki-laki’ ‘u-na’ dalam uf’ulna ‘kerjakanlah oleh kalian perempuan’ Sekarang juga morfem ‘u’ bisa berubah menjadi morfem ‘i’

Contoh :

‘i-uu’ dalam idhribuu ‘pukullah oleh kalian’

7.Fiil Nahi ( kata larangan )

Yaitu tidak ada perubahan morfem dalam bentuk kata fiil nahi sama dengan fiil amr, hanya saja sebagaimana umumnya ditambahi kata ‘la’ di depan kata-kata tersebut.


(48)

Yaitu kata saduran yang menyerupai kata dasar dari sebuh kata hanya saja dengan menambahi morfem ‘ma’ kata ini menjadi keterangan waktu.

Contoh :

‘daraba’ (dia telah memukul) menjadi ‘madribun’ (waktu terjadinya pemukulan).

9. Ism makan ( kata keterangan tempat)

Yaitu tidak ada perbedaan kandungan morfem antara ism makan dan ism zaman oleh sebab itu, kebanyakan dalam literature-literatur bahasa Arab kedua ism ini digabungkan menjadi satu pembahasan.

Contoh :

‘daraba’ ( dia telah memukul ) menjadi ‘madribun’ ( waktu terjadinya pemukulan)

10. Ism Alat ( kata keterangan benda )

Yaitu kata saduran dari kata dasar dari sebuah kata yang memiliki arti alat yang digunakan dalam proses sebuah kegiatan atau pekerjaan umumnya untuk membentuk ism atau pekerjaan umumnya untuk ism atau kata ini digunakan morfem ‘mi’.

Contoh :

‘daraba’ ( dia telah memukul ) menjadi ‘midrobun’ ( alat yang digunakan untuk memukul ).

Dalam pembentukan kata pada bahasa Arab terdapat proses morfologis yang terjadi melalui peristiwa pengimbuhan ( afiksasi ).


(49)

4.4.2.1 Afiksasi

Untuk memperjelas atau untuk mengetahui pengertian afiks, baiklah terlebih dahulu penulis kemukakan pendapat seorang sarjana bahasa tentang afiks.

Ramlan (1975:75) afiks adalah suatu bentuk linguistic yang di dalam suatu kata merupakan unsur langsung yang bahkan kata dan bukan pokok kata yang memiliki kesanggupan melekat pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru.

Jadi dari pada pendapat ini dapatlah disimpulkan bahwa afiks adalah morfem- morfem yang terikat pada kata dasar, adapun afiks dalam bahasa Arab adalah prefiks (awalan), afiks (akhiran) dan infiks (sisipan).

1. Prefiks

Prefiks adalah suatu unsur yang secara struktur diikat di dalam sebuah kata dasar atau bentuk dasar. Prefiks yang ada dalam bahasa Arab adalah : │ta│, │ya│, │a│, │na│, │ma│, │mi│, │u│.

Prefiks ini dapat digabungkan dengan kata kerja, kata benda, dan kata sifat. a. Dengan kata kerja :

‘ta’ dalam takulu ( kamu makan ) ‘ya’ dalam yakulu ( dia makan ) ‘a’ dalam akulu ( sedang makan ) ‘na’ dalam nakulu ( kami makan ) ‘u’ dalam uhsubu ( hitunglah ) b. Dengan kata benda :

‘ma’ dalam madribun ( tempat / waktu pemukul ) ‘mi’ dalam midrobun ( alat pukulan )


(50)

‘a’ dalam afdholu ( lebih baik ) 2. Infiks

Infiks adalah morfem terikat yang dilekatkan di tengah kata dasar atau bentuk dasar. Dalam bahasa Arab terdapat satu buah infiks yaitu │a│.

Contoh :

‘a’ dalam failun ( yang mengerjakan ) ‘a’ dalam nasirun ( yang menolong ) 3. Sufiks

Sufiks ialah morfem terikat yang diletakkan di belakang morfem dasar. Sufiks yang digunakan untuk membentuk kata kerja dalam bahasa Arab ialah : │ta│,│tu│,│ti│,│naa│,│na│,│tuma│,│tum│,│uu│,│tunna│,│ii│,│hum│,│hunna│ │kum│,│kuma│,│kunna│,│ka│,│ki│

a. Dengan kata kerja :

‘ta’ dalam akalta ( kamu telah makan ) ‘tu’ dalam akaltu ( saya telah makan ) ‘ti’ dalam akalti ( kamu perempuan makan ) ‘naa’ dalam akalnaa ( kami telah makan )

‘na’ dalam akalna ( mereka perempuan telah makan ) ‘u’ dalam akaluu (mereka laki-laki telah makan ) ‘tuma’ dalam akaltuma (kalian berdua telah makan) ‘tum’ dalam akaltum ( kalian laki-laki telah makan ) ‘tunna’ dalam akaltunna’ ( kalian perempuan telah makan)


(51)

b. Dengan kata benda :

‘i’ dalam qolami ( pulpen saya) ‘naa’ dalam qolamunaa (pulpen kita )

‘hum’ dalam qolamuhum (pulpen mereka laki-laki) ‘hunna’ dalam qolamuhunna ( pulpen mereka perempuan ) ‘kum’ dalam qolamukum (pulpen kalian laki-laki) ‘kuma’ dalam qolamukuma ( pulpen kalian berdua) ‘kunna’ dalam qolamukunna (pulpen kalian perempuan) ‘ka’ dalam qolamuka ( pulpen kamu laki-laki) ‘ki’ dalam qolamuki ( pulpen kamu permpuan) 4. Konfiks

Konfiks ialah dua imbuhan atau lebih yang secara serentak melekat pada kata dasar. Dalam bahasa Arab terdapat juga konfiks walaupun tidak banyak yaitu :

‘ya – ani’ ‘ya – una’ ‘ya – na’ ‘ta – ani’ ’ta – una’ ‘ta – na’ Contoh :

Ya – ani dalam yadribani ( mereka berdua sedang memukul ) Ya – una dalam yadribuna ( mereka laki-laki sedang memukul) Ya – na dalam yadribna ( mereka perempuan sedang memukul )


(52)

Ta – ani dalam tadribani ( kalian berdua sedang memukul ) Ta – una dalam tadribuna ( kalian laki-laki sedang memukul ) Ta – na dalam tadribuna ( kalian perempuan sedang memukul ).

4.4.3 Sintaksis Bahasa Arab

Sintaksis adalah bahagian dari tata bahasa yang membicarakan struktur kalimat dan frase ( Ramlan, 1976 : 57 ). Kalimat adalah satuan bahasa yang relative dapat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa ( Henry Guntur Tarigan, 1971 : 39 – 40).

Untuk sekedar kita ketahui bahwa kalimat dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, antara lain berdasarkan :

a.Jumlah dan jenis klausa yang terdapat pada dasar b.Struktur internal klausa utama

c. Jenis response yang diharapkan d. Sifat hubungan aktor – aksi

e. Ada atau tidaknya unsur negative pada frase verbal utama. f. Kesederhanaan dan kelengkapan dasar.

g. Posisinya dalam percakapan

h. Konteks dan jawaban yang diberikan.

Kalimat merupakan wujud bahasa manusia dalam berkomunikasi antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Berbagai perasaan manusia dapat terwujud di dalam kalimat. Begitu pula halnya dengan bahasa Arab, untuk mengungkapkan pikiran dan


(53)

Mengenai kalimat, klasifikasi ataupun kaidah yang berlaku dalam bahasa Arab mempunyai banyak persamaan dengan klasifikasi atau kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Salah satunya jenis response yang diharapkan. Klasifikasi ini terdiri dari kalimat pernyataan, kalimat pertanyaan, dan kalimat perintah, hal inilah yang menjadi uraian penulis.

4.4.3.1 Kalimat Pernyataan

Kalimat pernyataan adalah kalimat yang sifatnya menyiarkan informasi tanpa mengharapkan response tertentu ( Guntur, 1984 : 20 ).

Kalimat pernyataan ini dalam bahasa Arab di bagi atas dua bagian yaitu: 1. Jumlah Fi’liya yaitu pernyataan yang di awali kata kerja.

Contoh :

‘yadribu Muhammadun albaba’ ( Muhammad mengetik pintu ) ‘yata’alamu tilmizun fil fasli’ ( Murid belajar di kelas )

‘yamsahul mudarisa assabbuurata’ ( Guru menghapus papan tulis ). 2. Jumlah Ismiya yaitu pernyataan yang diawali kata benda.

Contoh :

‘almasjidu jamiilun’ ( Masjid itu cantik )

‘almadiinatu muula-a bil isytighooli’ ( Kota penuh dengan kesibukan) ‘assuuqu mahli assyiraa-a walbai’a’ ( Pasar tempat jual beli )

4.4.3.2 Kalimat Pertanyaan

Kalimat pertanyaan adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing response yang berupa jawaban ( Guntur , 1984 : 22 )


(54)

Kata tanya yang ada dalam bahasa Arab adalah : Hal ( apakah )

Aina ( dimana ) Man ( siapa ) Kam ( berapa ) A (apakah ) Maa (apa)

Kaifa ( bagaimana ) Madza (apa )

Mata (kapan) Ayyana ( kapan )

Anna (bagaimana/dari mana) Ayyu ( yang mana )

Contoh dalam kalimat : 1. hal akalta ?

‘apakah kamu sudah makan?’ 2. aina qolami?

‘Di mana pulpen saya ?’ 3. man dzalika rojulun ?

‘siapa laki-laki itu ?’ 4. kam kirsyan laka ?


(55)

5. a anta tilmidzun ?

‘apakah kamu seorang murid ?’ 6. maa sirruka ?

‘apa rahasiamu’ 7. kaifa haluki ?

‘bagaimana kabarmu ?’ 8. madza taf’al ?

‘apa yang sedang kamu lakukan ?’ 9. mata hadarta huna ?

‘kapan kamu sampai?’ 10.ayyanal imtihan ?

‘kapan ujian ?’ 11.anna halu abika ?

‘bagaimana kabar ayahmu?’ Anna laki hadza?

‘dari mana kamu dapatkan ini?’ 12.ayyu darsin tuhibbu?

‘pelajaran apa yang kamu sukai?’

4.4.3.3 Kalimat Perintah

Yang dimaksud dengan kalimat perintah adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing response yang berupa tindakan atau prbuatan atau menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki.


(56)

Contoh :

1. iftahi albaba !

‘bukalah pintu oleh mu perempuan!’ 2. iftah albaba !

‘bukalah pintu olehmu laki-laki !’ 3. iftahaa albaba !

‘kalian berdua bukalah pintu !’ 4. iftahu albaba !

‘kalian bukalah pintu!’ 5. iftahna albaba !

‘kalian perempuan bukakanlah pintu!’ 6. tarjim hadzihil ayah !

‘terjemahkan ayat ini!’ 7. tarjimi hadzihil ayah !

‘kamu perempuan terjemahkan ayat ini!’ 8. tarjimaa hadzihil ayah !

‘kalian berdua terjemahkan ayat ini!’ 9. tarjimu hadzihil ayah !

‘kalian terjemahkan ayat ini’ 10.tarjimna hadzihil ayah !


(57)

5.1 Alih Kode Antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab Pada Santri Dwibahasawan Indonesia – Arab di SMU Pondok Pesantren Al-Husna 2009/2010

5.1.1 Situasi Kebahasaan Siswa

Untuk mengetahui gambaran situasi kebahasaan santri di SMU Ponndok Pesantren Al-Husna Tahun Ajaran 2009/2010, ada baiknya terlebih dahulu diketahui latar belakang suku (kelompok etnis) para santri sekolah tersebut.

Pada dasarnya Pondok Pesantren Al-Husna merupakan tempat berdiamnya santri berbagai etnis. Berdasarkan data yang terkumpul maka dapatlah diketahui bahwa sebagian besar santri SMU Pondok Pesantren Al-Husna tahun ajaran 2009/2010 merupakan suku aceh.

Tabel klasifikasi Siswa Berdasarkan Kelompok Etnis

NO KELOMPOK ETNIS JUMLAH SISWA PERSENTASE

1 Aceh 120 60 %

2 Padang I5 7,5 %

3 Batak Toba 13 6,5 %

4 Melayu 2 1 %

5 Jawa 20 10 %

6 Karo 6 3 %

7 Batak Simalungun 14 7 %


(58)

Besarnya jumlah siswa suku Aceh di Pondok Pesantren Al-Husna tidak memberi pengaruh bagi situasi pemakaian bahasa para santri. Karena, di Pondok Pesantren Al-Husna harus menggunakan bahasa resmi yaitu bahasa Arab. Para santri berbahasa daerah selain bahasa Indonesia khususnya di luar asrama. Karena, peraturan yang ada di Pondok Pesantren tidak berlaku bagi para santri ketika berada di luar asrama.

Tabel Situasi Kebahasaan Siswa

NO SITUASI KEBAHASAAN SISWA JUMLAH SISWA PERSENTASE

1. Siswa suku Aceh, Padang, Batak Toba, Melayu, Jawa, Karo, Batak Simalungun yang sudah mahir dalam berbahasa Arab.

85 42,5 %

2. Siswa suku Aceh, padang, batak Toba, Melayu, Jawa, Karo, Batak Simalungun yang merupakan dwibahasawan Indonesia – Arab

67 33,5 %

3. Siswa suku Aceh, Padang, Melayu, Jawa, Karo, Batak Simalungun yang merupakan dwibahasawan Indonesia –bahasa daerah masing-masing.


(59)

4. Siswa suku Aceh, Padang, Batak Toba, Melayu, Jawa, Karo, Batak Simalungun,

15 7,5 %

Jumlah 200 100 %

Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan persentase santri dwibahasawan Indonesia- Arab di Pondok Pesantren Al-Husna tahun ajaran 2009/2010 mencapai 42,5 % yang mahir dalam menggunakan bahasa Arab, dengan perincian 33,5 % santri dwibahasawan Arab yang berasal dari suku Aceh, Padang, Jawa, Karo, Batak Simalungun dan 16,5 % dwibahasawan Indonesia – bahasa daerah masing-masing.

Sesuai dengan tabel di atas dapatlah diketahui bahwa tidak semua santri yang mahir dalam menggunakan bahasa Arab. Hal tersebut disebabkan santri tidak menguasai kosa kata bahasa Arab.

Faktor yang paling mempengaruhi mereka dapat berbahasa Arab adalah lingkungan tempat mereka tinggal. Dalam hal ini para santri tinggal di asrama yakni Pondok Pesantren Al-Husna yang mempunyai bahasa Arab sebagai bahasa yang dominan dalam Pesantren tersebut.

5.1.2 Faktor – faktor Penyebab Alih Kode Antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab

Bahasa pengantar yang dipergunakan di lembaga-lembaga pendidikan di negara Indonesia adalah bahasa Indonesia, sehubungan dengan itu, selama para santri SMU Pondok Pesantren Al-Husna masih mempergunakan bahasa Arab di lingkungan sekolah,


(60)

maka kegiatan alih kode antara bahasa Indonesia dengan bahasa Arab senantiasa akan terus berlangsung.

Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan para santri dwibahasawan Indonesia – Arab di SMU Pondok Pesantren Al-Husna melakukan kegiatan alih kode antara bahasa Indonesia dengan bahasa Arab, antara lain sebagai berikut :

a. Kehadiran orang ketiga

Salah satu penyebab santri melakukan kegiatan alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab adalah faktor kehadiran orang ketiga, misalnya : dalam suatu peristiwa bicara antara dua orang dwibahasawan Indonesia – Arab kemudian hadir orang ketiga yang mengerti bahasa tersebut, selanjutnya pembicaraan berbalik kepada bahasa Indonesia agar ketiga itu pun dapat ikut dalam peristiwa bicara yang sedang berlangsung. Jika orang ketiga itu pergi, maka pembicaraan biasanya beralih kembali kepada bahasa Arab.

b. Pokok Pembicaraan

Pokok pembicaraan dapat mempengaruhi terjadinya peristiwa alih kode antara bahasa Indinesia dan bahasa Arab pada siswa dwibahasawan Indonesia – Arab untuk membicarakan masalah-masalah yang bersifat ilmiah, maka dipergunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi untuk membicarakan masalah – masalah yang bersifat nonilmiah, ada kalanya dipergunakan bahasa Arab, misalnya dalam suatu rapat OSIS dipergunakanlah bahasa Indonesia sebagai bahasa pengungkapan pikiran dan perasaan seluruh anggota rapat. Akan tetapi ketika rapat telah selesai, para dwibahasawan tadinya menjadi anggota rapat terlibat pembicaraan yang menyangkut masalah


(61)

c. Suasana peristiwa bicara

Dalam suasana remi, para santri akan mempergunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Akan tetapi, dalam suasana santai maka para santri dwibahasawan Indonesia – Arab di SMU Pondok Pesantren Al-Husna akan segera beralih kode berbahasa Arab. Misalnya, dalam suasana belajar mengajar di dalam kelas, maka ditemui para guru yang selalu menerangkan penjelasan dalam bahasa Indonesia dan para santri pun dalam memberikan tanggapan ataupun mengajukan pertanyaan dalam bahasa Indonesia pula. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar senantiasa akan mempergunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Selanjutnya, ketika para siswa dwibahasawan Indonesia – Arab telah lepas dari suasana belajar mengajar dan mereka memasuki suasana santai maka kegiatan alih kode kepada bahasa Arab pun akan terjadi.

d. Saluran Pemakaian Bahasa

Siswa – siswa dwibahasawan Indonesia – Arab lebih sering mempergunakan bahasa Arab ketida sedang berbicara dalam suasana santai. Akan tetapi, ketika mereka beralih kepada media tulisan, maka mereka akan beralih kode kepada bahasa Indonesia. Misalnya, Santri A sudah terbiasa mempergunakan bahasa Arab ketika berbicara dengan si B maka bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Indonesia meskipun mereka tetap berada dalam keadaan santai.

e. Terpengaruh oleh lawan bicara.

Kegiatan alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab di kalangan santri SMU Pondok Pesantren Al-Husna dapat pula terjadi akibat santri terpengaruh bahasa yang dipergunakan oleh lawan bicara. Misalnya, dalam suatu percakapan antara dua orang


(62)

dwibahasawan Indonesia – Arab ditemui santri X yang pada awalnya mempergunakan bahasa Indonesia terhadap santri Y sebagai lawan bicara. Akan tetapi, santri Y menanggapi pembicaraan tersebut dalam bahasa Arab maka santri X akan terpengaruh untuk beralih kode kepada bahasa Arab pula.

f. Merasa ganjil jika tidak berbahasa Arab terhadap teman satu pesantren.

Adanya penggunaan bahasa Arab selain bahasa Indonesia di lingkungan Pondok Pesantren Al-Husna khususnya santri Al-Husna yang dapat berbahasa Arab adalah disebabkan adanya perasaan ganjil yang dapat timbul jika mereka tidak mempergunakan bahasa Arab terhadap teman satu sekolah dengan mereka, oleh karena itu, terhadap teman – teman satu suku khususnya yang dapat berbahasa Arab, maka para santri tersebut akan mempergunakan bahasa Arab. Namun ketika mereka berhadapan dengan siswa di luar sekolah yang tidak dapat berbahasa Arab, mereka akan segera beralih kode kepada bahasa Indonesia.

g. Santri ingin memperlihatkan bahwa bahasa pertamanya adalah bahasa Arab, atau siswa yang bukan dari pesantren ingin memperlihatkan bahwa ia dapat berbahasa Arab.

Peralihan kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab di lingkungan sekolah juga dapat terjadi karena adanya keinginan para santri yang dari Pesantren tetap berbahasa Arab meskipun berada di luar lingkungan Pesantren untuk menunjukkan bahwa bahasa pertama mereka adalah bahasa Arab. Bagi siswa yang bukan dari Pesantren kegiatan berbahasa Arab di lingkungan sekolah dilakukan untuk menunjukkan bahwa mereka juga dapat berbahasa Arab.


(63)

Peristiwa alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab dapat terjadi pula karena masuknya pembicaraan yang dikutip dari peristiwa bicara lain dalam suatu percakapan. Misalnya, dalam suatu peristiwa bicara antara santri X dan santri Y dalam bahasa Arab terselip juga kutipan kalimat yang diucapkan oleh santri Z dalam peristiwa bicara lain. Kalimat yang diucapkan oleh santri Z akan tetap diucapkan dalam bahasa Indonesia sesuai dengan bahasa yang dipergunakannya ketika mengucapkan kalimat tersebut. Jadi, meskipun peristiwa bicara berlangsung dalam bahasa Arab, akan tetapi santri akan segera beralih kode kepada bahasa Indonesia ketika mengutip pembicaraan dari peristiwa bicara lain yang berlangsung dalam bahasa Indonesia.

i. Merasa Lebih Akrab Jika Mempergunakan Bahasa Arab.

Dalam suasana santai santri – santri dwibahasawan Indonesia – Arab lebih senang mempergunakan bahasa Indonesia jika dibandingkan dengan mempergunakan bahasa Indonesia . Hal tersebut diakibatkan karena adanya keakraban yang dapat timbul dalam suasana kedaerahan.

j. Ketidakmampuan Menguasai Kode Tertentu.

Para dwibahasawan Indonesia – Arab yang bahasa pertamanya bukan merupakan bahasa Arab akan sering mengalami benturan ketika mereka berkomunikasi Arab. Hal tersebut tidak lain disebabkan keterbatasan perbendaharaan kata – kata maupun pengetahuan mereka tentang bahasa Arab. Jadi, ketika mereka mengalami benturan tersebut, maka mereka akan beralih kode pada bahasa Indonesia.


(64)

k. Kurangnya Penguasaan Diri.

Akibat kebiasaan santri berbahasa Arab baik di lingkungan luar sekolah maupun ketika mereka berada dalam suasana santai dilingkungan sekolah, maka terkadang secara tidak sengaja para siswa tersebut mempergunakan bahasa Arab meskipun mereka berada dalam suasana belajar mengajar di dalam kelas atau ketika mereka berada dalam suasana resmi.

l. Pengaruh Frase Basa – Basi, Pepatah, dan Peribahasa.

Alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab pun dapat terjadi akibat masuknya frase basa – basi, pepatah maupun peribahasa dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Misalnya, pada waktu santri dwibahasawan Indonesia – Arab berbicara dengan santri dwibahasawan Indonesia – Arab lainnya dalam bahasa Arab terkadang peribahasa dalam bahasa Indonesia di antara pembicaraan yang sedang berlangsung. Dengan demikian, terjadilah peristiwa alih kode antara bahasa Indonesia dengan bahasa Arab.

5.1.3 Beberapa Contoh Alih Kode Antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab

Setelah dibicarakan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab pada santri SMU Pondok Pesantren Al-Husna, ada baiknya dibicarakan pula beberapa contoh pembicaraan yang mereka lakukan yang mengundang peristiwa alih kode antarbahasa dari kedua bahasa tersebut, antara lain: a. Peristiwa bicara I


(65)

Arab, serta siswa C berasal dari sekolah umum yang tidak tahu berbahasa Arab.

Topik : Pertandingan bola kaki

Sebab Alih Kode : Kehadiran siswa C dalam peristiwa bicara

Pembicaraan

Siswa A : sami’tu annal ghodata satu’qodul mubaaratu baina madrasatina walmadrasattil’aaliyatilhukuu miyyati miidaan.

‘katanya besok sekolah kita akan bertanding bola kaki dengan anak SMU Negeri 2 Medan’.

Siswa B : man almukhobiru? ‘siapa yang bilang’

Siswa A : Bapak guru olah raga, benarkan C. bapak guru olah raga mengatakan kalau besok kita akan bertanding bola kaki dengan anak SMU Negeri 2 Medan.

Siswa C : “ya, kudengar bapak itu mengatakan begitu”.

b. Peristiwa bicara II

Latar Belakang : Di luar kelas

Para pembicara : Siswa D dan siswa E yang merupakan dwibahasawan Indonesia – Arab

Topik : Membicarakan mengenai pengnertian frase Sebab alih kode : Beralahnya pokok pembicaraan.


(66)

Pembicaraan

Siswa E : D, soal nomor dua tadi tidak kujawab D, apa sebenarnya frase itu?

Siswa D : Masalah itu kan baru minggu lalu diterangkan oleh bapak guru, apa kamu tidak mendengarnya?

Siswa E : tidak, liannani da’aanii sohibii lishoidis samaki, hunaka jumlatun kasirotu minassamakati, hal tanba’u fil usbu’ittali?

“tidak, karena aku diajak kawanku untuk memancing. Banyak sekali ikannya, minggu depan memancing lagi, ikut?

Siswa D : wahamtu fi ittiba’i idz ana la budda an usaa’ida waalidii fil mazro’ati. “ tidak bisa, aku harus membantu bapak ke ladang.

C. Peristiwa bicara III

Latar Belakang : Di dalam salah satu ruang kelas

Para pembicara :Siswa J sebagai pemimpin rapat dan siswa K sebagai salah seorang anggota rapat

Topik : Pembentukan kepanitiaan dalam acara perpisahan siswa-siswa kelas tiga.

Sebab alih kode : Beralihnya suasana peristiwa bicara.

Pembicaraan

Siswa J :Berdasarkan kesepakatan bersama maka rapat kita kali ini menghasilkan susunan kepanitian seperti yang telah disebutkan


(67)

tulis. Berhubung waktu sudah habis, maka untuk membicarakan acara dan yang berhubungan dengan rapat kita lanjutkan besok pada waktu dan tempat yang sama. Dengan demikian rapat kita tutup sampai di sini terima kasih.

Siswa K : J, la aqdirul huduura fii musyaawaratil ghadi sa asytariku akhii littadaawaa.

‘ J, besok aku tidak dapat ikut rapat, aku akun mengantar adikku berobat ‘

Siswa J : lal mas-alata biha, ukhbiruka ‘an hasihiilatihaa ba’du. ‘tidak apa-apa, nanti hasilnya kuberitahukan.

D.Peristiwa bicara IV

Latar Belakang : Di luar kelas

Para pembicara : Siswa G dan H yang merupakan dwibahasawan Indonesia – Arab

Topik : Rencana ke Danau Toba

Sebab alah kode : terpengaruh oleh bahasa yang digunakan lawan bicara.

Pembicaraan

Siswa G : inan, hal laa naqdiru addzihaaba ila bukhoirata thuuba? “ jadi apa tidak kita ke Danau Toba?”

Siswa H : Aku tidak bisa ikut, soalnya aku benar-benar lagi tidak punya uang.


(68)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan

Faktor bahasa ibu dan faktor bahasa yang dominan dilingkungan Pesantren sangat mempengaruhi santri SMU Pondok Pesantren Al-Husna menjadi seorang dwibahasawan Indonesia – Arab. Berdasarkan data yang terkumpul, maka diketahui bahwa jumlah yang paling paling mayoritas adalah suku Aceh hingga mencapai 60 %. Sedangkan jumlah santri yang mahir dalam menggunakan bahasa Arab sebesar 42,5 %. Dengan demikian, diketahuilah bahwa dwibahasawan – Arab di SMU Pondok Pesantren Al-Husna tidak hanya berasal dari suku Aceh saja akan tetapi suku-suku lain juga ada seperi, Jawa, Padang, Batak Toba, Melayu, Batak Simalungun, dan Karo.

Melihat kenyataan di Pondok Pesantren Al-Husna sering ditemukan kegiatan alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab di lingkungan sekolah. Faktor – faktor yang menyebabkan para santri melakukan kegiatan tersebut, antara lain : kehadiran orang ketiga, pokok pembicaraan, suasana peristiwa bicara, saluran pemakaian bahasa, terpengaruh oleh lawan bicara, merasa ganjil jika tidak berbahasa Arab, santri ingin memperlihatkan bahwa bahasa pertamanya adalah bahasa Arab atau siswa yang bukan dari Pesantern ingin memperlihatkan bahwa ia dapat berbahasa Arab, mengutip pembicaraan dari peristiwa bicara lain, merasa lebih akrab jika mempergunakan bahasa Arab, ketidakmampuan menguasai kode tertentu, kurangnya penguasaan diri, dan pengaruh frase basa – basi, pepatah, dan peribahasa.


(69)

Berdasarkan penelaahan yang dilakukan dapat diketahui bahwa para santri SMU Pondok Pesantren Al-Husna berbahasa Arab di lingkungan sekolah, maka kegiatan alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab senantiasa akan berlangsung.

6.2 Saran

Penelitian dan pembuatan skripsi di kalangan Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara dalam bidang alih kode sangat banyak, akan tetapi untuk penelitian alih kode antara bahasa daerah atau bahasa asing masih sangat sedikit. Maka perlu sekali diadakan penelitian – penelitian selanjutnya yang sejenis dengan penelitian ini.


(1)

a.Bahasa Arab b.Bahasa Indonesia

Sebutkan alasan kamu :………..

5. Bahasa apakah yang sering kamu pergunakan kepada tetangga –tetanggamu yang berasal dari Pesantren juga?

a.Bahasa Arab b.Bahasa Indonesia

Sebutkan alasan kamu : ………..

6. Bahasa apakah yang sering kamu pergunakan kepada tetangga – tetanggamu yang bukan dari Pesantren ?

a.Bahasa Arab b.Bahasa Indonesia

Sebutkan alasan kamu :……… 7. Bahasa apakah yang sering kamu pergunakan terhadap tamu-tamu kamu yang

berasal dari Pesantren? a.Bahasa Arab

b.Bahasa Indonesia

Sebutkan alasan kamu :………

8. Bahasa apakah yang sering kamu pergunakan terhadap tamu-tamu kamu yang bukan dari Pesantren ?

a.Bahasa daerah b.Bahasa Indonesia


(2)

9. Bahasa apakah yang sering kamu pergunakan terhadap teman sekolahmu yang satu sekolah dengan kamu ketika sedang berkunjung ke rumahmu?

a.Bahasa Arab b.Bahasa Indonesia

Sebutkan alasan kamu :………..

10.Bahasa apakah yang sering kamu pergunakan terhadap teman sekolahmu yang bukan satu Pesantren dengan kamu ketika berkunjung ke rumahmu?

a.Bahasa daerah b.Bahasa Indonesia

Sebutkan alasan kamu : ……….. II. Daftar Pertanyaan Khusus

1. Bahasa apakah yang sering dipergunakan oleh guru – guru kamu ketika sedang mengajar di kelas ?

a.Bahasa Arab b.Bahasa Indonesia

Sebutkan alasan kamu :………

2. Bahasa apakah yang sering kamu pergunakan di dalam kelas sehubungan dengan kegiata belajar ?

a.Bahasa Arab b.Bahasa Indonesia

Sebutkan alasan kamu :……….

3. Jika di dalam kelas gurumu membentuk kelompok – kelompok diskusi dan kamu tergabung di dalam satu kelompok yang anggotanya terdiri dari berbagai suku,


(3)

maka bahasa apakah yang kalian pergunakan untuk memecahkan masalah di dalam lingkungan kelompok?

a.Bahasa Arab b.Bahasa Indonesia

Sebutkan alasan kamu :………

4. bahasa apakah yang sering kamu pergunakan terhadap teman sekolah kamu dalam membicarakan masalah yang berhubungan dengan pelajaran ketika di luar

sekolah? a. Bahasa Arab b. Bahasa Indonesia

Sebutkan alasan kamu :……… 5. Ketika kamu sedang berbicara dengan salah seorang teman dalam bahasa Arab,

tiba – tiba datang teman kamu lainnya yang tidak mengerti bahasa tersebut, maka bahasa apakah yang akan kalian pergunakan selanjutnya ?

a. Bahasa Arab b. Bahasa Indonesia

Sebutkan alasan kamu :………. 6. Jika teman yang tidak mengerti bahasa Arab tersebut pergi, maka bahasa apakah

akan kalian pergunakan selanjutnya ? a. Bahasa Arab

b. Bahasa Indonesia


(4)

7. Jika kamu membicarakan mengenai masalah pribadi kamu terhadap salah seorang teman kamu yang mengerti bahasa Arab, maka bahasa apakah yang akan kamu pergunakan ?

a. Bahasa Arab b. Bahasa Indonesia

Sebutkan alasan kamu :……….. 8. Jika guru kamu berbicara kepadamu dalam bahasa Arab maka bahasa apakah

yang akan kamu pergunakan kepadanya ? a. Bahasa Arab

b. Bahasa Indonesia

sebutkan alasan kamu :……… 9. Bahasa apakah yang sering kamu pergunakan jika kamu marah terhadap salah

seorang teman kamu ? a. Bahasa Arab

b. Bahasa Indonesia

sebutkan alasan kamu :………

10.Jika kamu berbicara salah seorang teman kamu dalam bahasa Indonesia, tetapi dia menanggapinya dalam bahasa Arab maka bahasa apakah yang akan kamu

pergunakan selanjutnya ? a. Bahasa Arab

b. Bhasa Indonesia


(5)

11.Jika kamu berbicara kepada salah seorang teman kamu dalam bahasa Arab, tetapi dia menanggapinya dalam bahasa Indonesia, maka bahasa apakah yang akan kamu pergunakan selanjutnya :

a. Bahasa Arab b. Bahasa Indonesia

Sebutkan alasan kamu :………..

12.Jika salah seorang teman kamu yang bukan satu sekolah mempergunakan bahasa Arab terhadapmu sebagai interaksi untuk dapat berkomunikasi dalam bahasa Arab, maka bahasa apakah yang kamu pergunakan terhadapnya ?

a. Bahasa Arab b. Bahasa Indonesia

Sebutkan alasan kamu : ……… 13.Jika kamu pernah mengikuti rapat OSIS, bahasa apakah yang dipergunakan di

dalam bahasa rapat ? a. Bahasa Arab b. Bahasa Indonesia

Sebutkan alasan kamu :………

14.Ketika rapat OSIS telah selesai dan kamu memasuki suasana santai, maka bahasa apakah yang kamu pergunakan terhadap teman sekelas kamu yang juga

merupakan anggota rapat dalam membicarakan anggota rapat dalam membicarakan masalah tidak resmi ?

a. Bahasa Arab b. Bahasa Indonesia


(6)

Sebutkan alasan kamu :………..

15.Bahasa apakah yang kamu pergunakan ketika kamu menulis surat terhadap orang tuamu, saudara – saudaramu, maupan teman-temanmu yang mengerti bahasa Arab?

a. Bahasa Arab b. Bahasa Indonesia

Sebutkan alasan kamu :………. 16.Apakah kamu merasa malu untuk mempergunakan bahasa Arab ?

a. Ya b. Tidak