agar tercapainya kondisi steady state waktu dimana nilai absorbansi sudah konstan.
20
3.5.4 Pengukuran Absorbansi Semua larutan blanko, larutan uji dan larutan kontrol positif diinkubasi
pada suhu 27
o
C selama 30 menit dalam keadaan gelap, kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer.
Setelah mendapatkan nilai absorbansinya, persen hambatan masing-masing larutan dihitung dengan menggunakan rumus
23
24
:
Hambatan = Abs blanko – Abs sampel Abs Blanko
x 100
Setelah mendapatkan aktivitas hambatan, kemudian dicari nilai probitnya dengan cara melihat tabel probit. Setelah mendapatkan nilai probit,
dicari nilai IC
50
melalui persamaan regresi linier.
25
3.5.5 Manajemen Data Data persentase hambatan antioksidan penangkap radikal DPPH
ekstrak daun sirsak dianalisis dan dihitung nilai IC
50
nya melalui persamaan regresi linier dengan analisa probit.
Persentase penghambatan yang diperoleh dikonversi ke persamaan regresi linier, yaitu hubungan konsentrasi terhadap persentase penghambatan. Persamaan
regresi yang diperoleh digunakan untuk menentukan aktivitas sampel yang dinyatakan dengan nilai IC
25
50
atau median inhibitory concentration, yaitu konsentrasi sampel dalam ppm µgml yang dapat menghambat 50 aktivitas
radikal bebas DPPH. Semakin kecil nilai IC
50
menandakan semakin tinggi aktivitas antioksidan senyawa tersebut.
24
Nilai IC
50
diperoleh dari perpotongan garis antara 50 perendaman radikal bebas dengan sumbu konsentrasi, kemudian
dimasukkan ke persamaan y = a + bx. Sampel dinyatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC
50
50 µgml, kuat jika nilai IC
50
50-100 µgml, sedang jika nilai IC
50
101-150 µgml dan lemah jika nilai IC
50
151-200 µgml dan dinyatakan tidak aktif jika mempunyai nilai IC
50
200 µgml.
24
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengukuran Absorbansi
Semua larutan blanko, ekstrak daun sirsak, dan vitamin C diukur absorbansinya dengan menggunakan panjang gelombang maksimum 517 nm.
20
Dengan menggunakan panjang gelombang maksimum, akan menghasilkan nilai absorbansi yang maksimum juga. Nilai absorbansi pada ekstrak daun sirsak dapat
dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Panjang Gelombang Maksimum dan Absorbansi dari Larutan Blanko
No Bahan
Panjang Gelombang Maximum Absorbansi nm
1. Blanko
517 nm 0,657
Tabel 4.2 Hasil Absorbansi Larutan 1, 10, 100 dan 1000 ppm
No Konsentrasi
ppm Absorbansi
Rata-rata Absorbansi
1 2
3 1
1 0.428
0.421 0.471
0.440 2
10 0.383
0.325 0.346
0.351 3
100 0.241
0.260 0.241
0.247 4
1000 0.192
0.202 0.196
0.197
Tabel 4.3 Hasil Absorbansi Larutan Vitamin C
No Konsentrasi
ppm Absorbansi
Rata-rata Absorbansi
1 2
3 1
2 0,392
0,394 0,395
0.393 2
4 0,356
0,350 0,351
0.352 3
6 0,334
0,334 0,333
0.334 4
8 0,196
0,196 0,196
0.196
Setelah didapatkan nilai absorbansi pada tiap-tiap konsentrasi baik untuk sampel daun sirsak maupun vitamin c, dilanjutkan dengan penghitungan aktivitas
hambatan . Untuk menganalisa apakah ekstrak daun sirsak mempunyai aktivitas
antioksidan, digunakan persamaan regresi linier dengan analisa probit untuk mencari nilai IC
50
. Nilai probit didapatkan dengan menggunakan tabel probit dari nilai aktivitas hambatan. lampiran 4
Tabel 4.4 Data Ekstrak daun sirsak
No Konsentrasi
ppm Absorbansi
nm Aktivitas
Hambatan Log
Konsentrasi Nilai Probit
1 1
0,440 33,0
4,5601 2
10 0,351
46,6 1
4,9147 3
100 0,247
62,4 2
5,3160 4
1000 0,197
70 3
5,5244 Nilai Absorbansi Larutan Blanko = 0,657 nm
Tabel 4.5 Data Vitamin C
No Konsentrasi
ppm Absorbansi
nm Aktivitas
Hambatan Log
Konsentrasi Nilai Probit
1 2
0,393 40,18
0,3 4,7518
2 4
0,352 46,42
0,6 4,9996
3 6
0,334 49,16
0,7 4,9799
4 8
0,196 70,16
0,9 5,5302
Nilai Absorbansi Larutan Blanko = 0,657 nm
Setelah mendapatkan data log konsentrasi dan nilai probit, maka dibuat grafik antara log konsentrasi x dan probit y dan didapatkan persamaan
liniernya. lampiran 2
Tabel 4.6 Persamaan Linier
No Bahan
Nilai a Nilai b
Nilai r Persamaan Linier
1 Ekstrak daun sirsak
4,5846 0,3294
0,99 Y= 4,5846 + 0,3294 x
2 Vitamin C
4,3154 1,1998
0,91 Y= 4,3154 + 1,1998 x
4.2 Penetapan Nilai IC
Untuk menghitung nilai IC
50
50
dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi linier dengan analisa probit. Untuk memudahkan proses input
dan penghitungan data, digunakan microsoft excel untuk mencari persamaan regresi linier dengan analisa probit.
20
Dari hasil penghitungan didapatkan nilai IC
50
Tabel 4.7 Nilai IC ekstrak daun sirsak sebesar 18 ppm dan vitamin C sebesar 3,72 ppm.
lampiran 1
No
50
Bahan Nilai IC
50
1. Ekstrak Daun Sirsak
18 ppm 2.
Vitamin C 3,72 ppm
Berdasarkan hasil di atas, ekstrak daun sirsak merupakan antioksidan yang sangat kuat dengan nilai IC
50
18 ppm. Sedangkan menurut hasil penelitian Baskar dan Kumar didapatkan nilai IC
50
esktrak daun sirsak 70 ppm. Perbedaan IC
50
ini dapat disebabkan oleh kadar DPPH yang berbeda, penelitian sebelumnya
menggunakan 0,2 Mm DPPH yang merupakan 2 kali lipat kadar DPPH pada penelitian ini, sehingga kadar radikal bebas yang harus berikatan dengan
antioksidan semakin besar. Pada Vitamin C didapatkan nilai IC
50
Menurut hasil penelitian Joabe dkk, didapatkan hasil IC Vitamin C
sebesar 3,72 ppm sehingga digolongkan sebagai antioksidan sangat kuat.
50
ekstrak metanol daun sirsak Annona muricata L. 212 ppm dan diklasifikasikan tidak memiliki
aktivitas antioksidan, hal ini dapat disebabkan oleh penggunaan konsentrasi yang terlalu kecil yaitu 10, 15, 20, 25, 50 dan 100 ppm. Kisaran konsentrasi daun sirsak
yang kecil akan menyebabkan kadar antioksidan tidak dapat berikatan dengan radikal bebas secara optimal sehingga tidak didapatkan aktivitas antioksidan.
Pelarut metanol yang digunakan pada penelitian tersebut merupakan pelarut polar yang baik untuk menarik senyawa bioaktif yang bersifat polar seperti flavonoid
dan tannin. Uji aktivitas antioksidan pada buah sirsak dengan metode DPPH
didapatkan nilai IC
26
50
28.05 ppm dan digolongkan sebagai antioksidan sangat kuat. Buah sirsak mengandung Vitamin C sebanyak 30.38 mg dan karotenoid
sebanyak 0.01 mg. Karotenoid berfungsi melindungi tanaman dari sinar matahari yang dapat memicu kerusakan fotoksidatif sehingga sangat berpotensi
memiliki efek antioksidan. Dikatakan bahwa peningkatan kadar karotenoid di tanaman berbanding lurus dengan aktivitas antioksidannya.
Aktivitas antioksidan juga dapat dilihat pada perubahan warna larutan dari ungu pekat menjadi ungu pudar dan kuning. Pada larutan uji ekstrak daun sirsak
terlihat adanya perubahan warna dari ungu pekat menjadi ungu pudar dan kuning lampiran 4.
27
Pada penelitian ini, ekstrak daun sirsak yang digunakan berasal dari hasil ekstraksi dengan metode maserasi. Pada proses maserasi digunakan simplisia
daun sirsak dengan berat 400 g yang didapatkan dari 1 kg daun sirsak segar. Simplisia dibuat halus karena semakin halus simplisia maka ekstrak yang
dihasilkan akan semakin efektif dan efisien.simplisia yang halus akan memudahkan proses penarikan senyawa bioaktif oleh pelarutnya.
Metode maserasi dipilih karena metodenya relatif sederhana yaitu tidak memerlukan alat-alat yang relatif rumit, relatif mudah, murah dan dapat
menghindari rusaknya komponen senyawa akibat panas.
21
22
Pada penelitian ini dilakukan 3 kali pengadukan selama 3 hari berturut-turut menggunakan etanol
96. Etanol 96 digunakan sebagai pelarut karena dapat menarik komponen baik yang bersifat polar maupun non polar. Pelarut etanol 96 memiliki beberapa
keuntungan, diantaranya dapat menyebabkan senyawa yang terkandung di dalam sampel dapat terekstrak lebih banyak, karena dapat mengekstrak komponen kimia
yang tahan panas dan tidak tahan panas.
22
Selain itu etanol 96 memiliki kemampuan untuk mengisolasi sejumlah bahan bioaktif yang lebih optimal
dibandingkan beberapa jenis pelarut lainnya.
22
Hasil dari maserasi kemudian dievaporasi menggunakan rotatory evaporator sampai didapatkan ekstrak kental
dengan berat 20 g. Proses ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis pelarut yang digunakan, dan luas permukaan simplisia. Jenis pelarut yang
digunakan tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak.
22
4.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan kali ini mempunyai keterbatasan dan kekurangan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, yaitu :
1. Kurangnya pengalaman yang dimiliki oleh peneliti mengenai penelitian
laboratorium secara in vitro yang mengakibatkan proses penelitian berlangsung lebih lama dan banyak melakukan pengulangan.