Pemanfaatan Ekstrak Etanol Daun Srikaya (Annona reticulata L.) Menggunakan Matriks Nata De Coco Dan Gel Dalam Penyembuhan Luka Sayat

(1)

SKRIPSI

PEMANFAATAN EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA (Annona reticulata L.) MENGGUNAKAN MATRIKS NATA DE COCO

DAN GEL DALAM PENYEMBUHAN LUKA SAYAT

OLEH:

ROGABE ULI PURBA NIM 081524060

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGESAHAN SKRIPSI

PEMANFAATAN EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA (Annona reticulata L.) MENGGUNAKAN MATRIKS NATA DE COCO

DAN GEL DALAM PENYEMBUHAN LUKA SAYAT

Oleh :

ROGABE ULI PURBA NIM 081524060

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skipsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: Maret 2011 Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S.,Apt Prof.Dr.Karsono, Apt NIP 195504241983031003 NIP 195409091982011001

Pembimbing II,

Prof.Dr.M.Timbul Simanjuntak,M.Sc.,Apt

NIP 195212041980021001 Dr. Marline Nainggolan, M.S.,Apt

NIP 195709091985112001

Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S.,Apt

NIP 195504241983031003

Lely Sari Lubis,M.Si, Apt NIP 195404121987012001

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra,Apt NIP 195311281983031002


(3)

KATA PENGHANTAR

Segala Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan kasih-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas FarmasiUniversitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda tercinta B.Purba dan Ibunda R.Hutasoit karena telah memberikan kasih sayangnya yang melimpah kepada penulis dan memberikan dukungan sehinggga penulis dapat menyelesaikan pendidikan Sarjana Farmasi.

2. Bapak Dr Kasmirul Ramlan Sinaga. M.S.,Apt dan Dr. Marline

Nainggolan, M.S.,Apt selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, kesabaran dan petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

3. Kepada Laboratorium Fitokimia Ibu

Yang telah memberikan izin penggunaan fasilitas laboratorium kepada penulis selama penelitian.

4. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputera, Apt., yang telah memberikan izin fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

5. Bapak Prof.Dr.Karsono, Apt., Bapak Prof Dr.M.Timbul Simanjuntak, M.Sc.,Apt., Ibu Dra Lely Sari Lubis, M.Si, Apt., selaku dosen penguji


(4)

yang telah memberikan kritik saran dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Mahasiswa ekstensi Farmasi 2008, teman farmasi regular dan teman-teman baikku Siti Rizkya Putri, Rosfianita, Lastiur, Elwisda, Rosdiana, Kak Vikha, Kak Wina dan teman-teman lainnya yang memberikan semangat dan keceriaan sehinggga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

7. Rekan-rekan lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang memberikan dukungan, semangat, kritik dan saran kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih

belum sempurna. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi kontribusi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi.

Medan, Maret 2011

Penulis


(5)

ABSTRAK

Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat luka adalah daun tumbuhan srikaya (Annona reticulata L.) famili Annonaceae. Tujuan penelitian ini adalah membuat ekstrak etanol daun srikaya menjadi sediaan dalam bentuk matriks nata de coco dan sediaan gel yang diuji terhadap luka sayat pada punggung kelinci.

Serbuk daun srikaya diekstraksi dengan pelarut etanol selama 5 hari, pisahkan, ampas di maserasi kembali selama 2 hari. Maserat yang diperoleh di uapkan dengan bantuan rotary evaporator. Ekstrak yang diperoleh diperangkapkan pada matriks nata de coco dengan cara merendam selama 24 jam kemudian di

freeze dryer. Selanjutnya ekstrak etanol di formulasi menjadi sediaan gel menggunakan HPMC sebagai dasar gel. Masing-masing ekstrak daun srikaya dalam bentuk matriks nata de coco dan sediaan gel di uji terhadap kelinci yang telah dibuat luka sayat sepanjang 2 cm dengan variasi konsentrasi 0,25%, 0,5% dan 0,75%. Untuk ekstrak yang diperangkapkan pada matriks nata de coco diberikan satu kali sehari, sebagai kontrol diberi matriks tanpa ekstrak sedangkan untuk sediaan gel diberi tiga kali sehari, sebagai kontrol diberi dasar gel, masing-masing kelompok dilakukan terhadap enam ekor kelinci dengan berat 1,5-2,0 kg. Terhadap daun srikaya dilakukan pemeriksaan karakterisasi simplisia. Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar air 8,64%, kadar sari yang larut dalam air 12,53%, kadar sari larut dalam etanol 12,17%, kadar abu total 7,74% dan kadar abu tidak larut dalam asam 0,54%.

Hasil pemeriksaan efek dari ekstrak etanol yang diperangkapkan pada matriks nata de coco terhadap penyembuhan luka mampu menyembuhkan luka selama 7 hari dengan konsentrasi 0,5% dan hasil pengujian efek sediaan gel dengan panjang 2 cm menunjukkan bahwa formula yang paling efektif adalah gel 0,5% yang mampu menyembuhkan luka selama 6 hari setelah penggunaan.


(6)

ABSTRACT

One of the plant has a healing effect for injury is Annona reticulata L., family Annonaceae. The aim of this research for making Annona reticulata etanol exract to be nata de coco matrix form and gel wich tested in to injury on back rabbits.

Annona reticulata simplex was extracted with etanol for 5 days, serparated, maceration recidue on back for 2 days. Maserat obtained in evavoration with the help rotary evavoration. The extract was trapped in nata de coco matrix with soaking for 24 hours, than the freeze dryer . Next, the extract was formulated to gel used HPMC. Each Annona reticulata extract form nata de coco matrix and gel were tested in to rabbits which injured with length 2 cm with 0,25%, 0,5% and 0,75% extract. For the extract which trapped on the nata de coco matrix were given once a day, as control given the matrix without extract, and for gel given three times a day, as control given the basic gel, each of group were done to 6 rabbits in weight 1,5 to 2,0 kg.

The characteristics of Annona reticulata simplex has been done. The simplex characteristics obtanained were as follow : The water content was 8,64%, the water-soluble was 12,53%, the ethanol-soluble was the total ash 7,74%, and the acid –soluble ash was 0,54%.

Based on the result of healing of etanol extract trapped in nata de coco matrix on injury with length of 2 cm was able to heal injury for 7 days in 0,5% extract, and the result of healing of gel on injury with length of 2 cm was able to heal injury for 6 days in 0,5% extract after use.


(7)

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian tumbuhan ... 5

2.1.1 Habitat ... 5

2.1.2 Morfologi tumbuhan ... 5

2.1.3 Sistematika tumbuhan ... 6

2.1.4 Nama daerah... 6

2.1.5 Kandungan kimia... 6

2.1.5 Khasiat tumbuhan ... 6


(8)

2.2 Ekstraksi ... 7

2.3 Gel ... 8

2.3.1 HPMC ... 10

2.3.2 Propilenglikol ... 11

2.3.3 Metilparaben... 12

2.4 Nata De Coco ... 13

2.5 Kulit ... 14

2.5.1 Fungsi kulit... 15

2.6 Absorbsi obat melalui kulit ... 16

2.7 Luka ... 17

2.8 Penyembuhan luka ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat-alat dan Bahan ... 21

3.1.1 Alat-alat yang digunakan ... 21

3.1.2 Bahan-bahan ... 21

3.2 Hewan Percobaan ... 21

3.3 Pengumpulan Sampel, Identifikasi dan Pengolahan Sampel ... 22

3.3.1 Pengumpulan sampel ... 22

3.3.2 Identifikasi tumbuhan ... 22

3.3.3 Pengolahan sampel ... 22

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 22

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 22

3.4.2 Penetapan kadar air ... 23


(9)

3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 24

3.4.5 Penetapan kadar abu total ... 24

3.4.6 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ... 24

3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Srikaya (EES) ... 24

3.6 Pembuatan Nata De Coco ... 25

3.6.1 Pembuatan bibit atau starter ... 25

3.6.2 Pembuatan nata de coco ... 25

3.7 Pembuatan Matriks Nata de coco ... 26

3.8 Pemerangkapan Ekstrak Dalam Matriks nata de coco ... 26

3.9 Pembuatan Sediaan Gel ... 26

3.10 Penentuan Mutu Fisik Sediaan Gel ... 27

3.10.1 Uji organoleptis... 28

3.10.2 Uji homogenitas ... 28

3.10.3 Penentuan pH sediaan ... 28

3.11 Pengujian Efek Penyembuhan Luka Sayat ... 28

3.12 Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia dari Daun Srikaya ... 31

4.2 Hasil Pengeringan Nata De Coco Pemerangkapan dengan EES ... 32

4.3.1 Hasil pemeriksaan secara visual ... 32

4.3.2 Hasil uji organoleptis sediaan gel EES pada penyimpanan selama 28 hari ... 33

4.3.3 Hasil pengamatan pH ... 34

4.4 Hasil Uji Penyembuhan Luka Sayat ... 35


(10)

4.4.1 Hasil uji efek luka sayat EES yang diperangkapkan

pada matriks nata de coco dan kontrol... 35 4.4.2 Hasil uji efek penyembuhan luka sayat EES

pada sediaan gel dan kontrol ... 37 4.5 Hasil Analisis Variansi (ANAVA) ... 39 4.6 Hasil Uji Duncan ... 39 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 43 5.2 Saran ... 43 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Formulasi sediaan gel dengan variasi konsentrasi

ekstrak daun srikaya ... 27

2. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia dari daun srikaya ... 31

3. Hasil pengeringan NDC dan pemerangkapan EES ... 32

4. Hasil pengamatan sediaan gel secara visual ... 33

5. Hasil pengamatan perubahan konsistensi, warna dan bau sediaan gel ... 34

6. Hasil pengukuran sediaan gel selama penyimpanan ... 34

7. Data rata-rata data perubahan panjang luka sayat (cm) hari ke 1–11 dengan menggunakan matriks nata ESS dan kontrol ... 35

8. Data rata-rata data perubahan panjang luka sayat (cm) hari ke 1–11 dengan menggunakan sediaan gel ESS dan kontrol ... 37


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur kimia HPMC ... 11 2. Struktur kimia propilenglikol ... 12 3. Struktur kimia metal paraben ... 12 4. Grafik hasil pengamatan pH sediaan gel selama 28 hari

penyimpanan ... 19 5. Grafik panjang luka rata-rata versus waktu (hari)

pada pemberian EES/NDC ... 21 6. Grafik panjang luka rata-rata versus waktu (hari)


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1. Hasil identifikasi tumbuhan ... 46

2. Gambar tumbuhan dan daun segar dari srikaya ... 47

3. Gambar simplisia daun srikaya ... 48

4. Contoh perhitungan penetapan kadar air serbuk simplisia daun srikaya ... 49

5. Contoh perhitungan penetapan kadar sari yang larut dalam air serbuk simplisia daun srikaya ... 50

6. Contoh perhitungan penetapan kadar sari yang larut dalam etanol serbuk simplisia daun srikaya ... 51

7. Contoh perhitungan penetapan kadar abu total serbuk simplisia daun srikaya ... 52

8. Contoh perhitungan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam serbuk simplisia daun srikaya ... 53

9. Berat NDC kering... 54

10.Data hasil pemerangkapan EES 0,25%, 0,5%, dan 0,75 ... 55

11.Gambar matriks nata de coco basah dan telah diperangkapkan dengan ekstrak etanol daun srikaya (EES) ... 56

12.Sediaan gel dengan variasi konsentrasi ekstrak daun srikaya ... 57

13.Bagan pembuatan nata de coco dan pemerangkapan EES ... 58

14.Bagan kerja penelitian ... 59

15.Bagan pembuatan sediaan gel EES ... 60

16.Data perubahan panjang luka sayat hari ke 1- 11 menggunakan matriks nata yang telah diperangkapkan dengan EES ... 61

17.Data perubahan panjang luka sayat hari ke1–11 menggunakan sediaan gel EES ... 62


(14)

18.Gambar perubahan panjang luka yang diobati dengan EES yang diperangkapkan dengan matriks NDC dan sediaan gel pada hari ke

-1 ... 63 19.Gambar perubahan panjang luka yang diobati dengan EES yang

diperangkapkan dengan matriks NDC dan sediaan gel pada hari ke

-3 ... 64 20.Gambar perubahan panjang luka yang diobati dengan EES yang

diperangkapkan dengan matriks NDC dan sediaan gel pada hari ke

-5 ... 6-5 21.Gambar perubahan panjang luka yang diobati dengan EES yang

diperangkapkan dengan matriks NDC dan sediaan gel pada hari ke

-7 ... 66 22.Gambar perubahan panjang luka yang diobati dengan EES yang

diperangkapkan dengan matriks NDC dan sediaan gel pada hari ke

-9 ... 67 23.Gambar perubahan panjang luka yang diobati dengan EES yang

diperangkapkan dengan matriks NDC dan sediaan gel pada hari ke

-11 ... 68 24.Hasil analisis variansi (ANAVA) panjang (cm) luka sayat

menggunakan matrik NDC ... 69 25.Hasil uji Duncan terhadap rata-rata perubahan panjang luka sayat

dengan menggunakan matriks NDC ... 70 26.Hasil analisis variansi (ANAVA) panjang (cm) luka sayat

menggunakan sediaan gel ... 71 27.Hasil uji Duncan terhadap rata-rata perubahan panjang luka sayat


(15)

ABSTRAK

Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat luka adalah daun tumbuhan srikaya (Annona reticulata L.) famili Annonaceae. Tujuan penelitian ini adalah membuat ekstrak etanol daun srikaya menjadi sediaan dalam bentuk matriks nata de coco dan sediaan gel yang diuji terhadap luka sayat pada punggung kelinci.

Serbuk daun srikaya diekstraksi dengan pelarut etanol selama 5 hari, pisahkan, ampas di maserasi kembali selama 2 hari. Maserat yang diperoleh di uapkan dengan bantuan rotary evaporator. Ekstrak yang diperoleh diperangkapkan pada matriks nata de coco dengan cara merendam selama 24 jam kemudian di

freeze dryer. Selanjutnya ekstrak etanol di formulasi menjadi sediaan gel menggunakan HPMC sebagai dasar gel. Masing-masing ekstrak daun srikaya dalam bentuk matriks nata de coco dan sediaan gel di uji terhadap kelinci yang telah dibuat luka sayat sepanjang 2 cm dengan variasi konsentrasi 0,25%, 0,5% dan 0,75%. Untuk ekstrak yang diperangkapkan pada matriks nata de coco diberikan satu kali sehari, sebagai kontrol diberi matriks tanpa ekstrak sedangkan untuk sediaan gel diberi tiga kali sehari, sebagai kontrol diberi dasar gel, masing-masing kelompok dilakukan terhadap enam ekor kelinci dengan berat 1,5-2,0 kg. Terhadap daun srikaya dilakukan pemeriksaan karakterisasi simplisia. Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar air 8,64%, kadar sari yang larut dalam air 12,53%, kadar sari larut dalam etanol 12,17%, kadar abu total 7,74% dan kadar abu tidak larut dalam asam 0,54%.

Hasil pemeriksaan efek dari ekstrak etanol yang diperangkapkan pada matriks nata de coco terhadap penyembuhan luka mampu menyembuhkan luka selama 7 hari dengan konsentrasi 0,5% dan hasil pengujian efek sediaan gel dengan panjang 2 cm menunjukkan bahwa formula yang paling efektif adalah gel 0,5% yang mampu menyembuhkan luka selama 6 hari setelah penggunaan.


(16)

ABSTRACT

One of the plant has a healing effect for injury is Annona reticulata L., family Annonaceae. The aim of this research for making Annona reticulata etanol exract to be nata de coco matrix form and gel wich tested in to injury on back rabbits.

Annona reticulata simplex was extracted with etanol for 5 days, serparated, maceration recidue on back for 2 days. Maserat obtained in evavoration with the help rotary evavoration. The extract was trapped in nata de coco matrix with soaking for 24 hours, than the freeze dryer . Next, the extract was formulated to gel used HPMC. Each Annona reticulata extract form nata de coco matrix and gel were tested in to rabbits which injured with length 2 cm with 0,25%, 0,5% and 0,75% extract. For the extract which trapped on the nata de coco matrix were given once a day, as control given the matrix without extract, and for gel given three times a day, as control given the basic gel, each of group were done to 6 rabbits in weight 1,5 to 2,0 kg.

The characteristics of Annona reticulata simplex has been done. The simplex characteristics obtanained were as follow : The water content was 8,64%, the water-soluble was 12,53%, the ethanol-soluble was the total ash 7,74%, and the acid –soluble ash was 0,54%.

Based on the result of healing of etanol extract trapped in nata de coco matrix on injury with length of 2 cm was able to heal injury for 7 days in 0,5% extract, and the result of healing of gel on injury with length of 2 cm was able to heal injury for 6 days in 0,5% extract after use.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memakai tanaman berhasiat obat yang merupakan salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman obat merupakan warisan budidaya bangsa berdasarkan pengalaman turun temurun yang telah diwariskan oleh generasi terdahulu kepada generasi berikutnya (Wijayakusuma, 1992).

Salah satu jenis tumbuhan obat yang diketahui berkhasiat bagi kesehatan adalah daun srikaya (Annona reticulata L.). Daun tumbuhan srikaya mempunyai khasiat dalam pengobatan yaitu memperlancar pencernaan, mematangkan bisul, mengatasi diare, mengobati luka, disentri, bekas gigitan nyamuk, pemakaian luar untuk borok, kudis, penyakit kulit lain dan antelmentik. (Rukmana, 2002).

Penapisan fitokimia daun srikaya menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, tanin katekat, kuinon, saponin dan steroid/triterpenoid. (Anonim 2010). Senyawa tanin berfungsi sebagai adstringen yang dapat menciutkan pori-pori kulit membentuk jaringan baru dan anti bakteri. Saponin mempunyai kemampuan sebagai antiseptik yang berfungsi membunuh pertumbuhan mikroorganisme. Flavonoid berfungsi sebagai anti inflamasi, anti bakteri, anti alergi dan anti oksidan (Simon dan Kerry, 2000).

Sjamsuhidajat (1997) mendefinisikan luka sebagai hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu dapat dibagi menjadi luka akut dan luka kronis, dimana luka akut merupakan luka yang


(18)

baru contohnya luka sayat (luka insisi), dan luka kronis contohnya luka bakar. Pada luka sayat yang berlangsung 3 fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan maturasi (Anonim, 2010). Senyawa-senyawa yang biasa digunakan sebagai antiinflamasi dan anti bakteri adalah senyawa steroid, senyawa flavonoid, tanin dalam bentuk bebas dan kompleks tanin-protein (Simon dan Kerry, 2000).

Bahan pembawa yang digunakan untuk sediaan topikal akan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap adsorbsi obat dan memiliki efek yang menguntungkan jika dipilih secara tepat (Lachman, 1994).

Nata de coco sebagai salah satu bahan hasil proses fermentasi menggunakan Acetobacter xylinum yang dapat digunakan sebagai penghantar obat untuk tujuan pelepasan obat (Piluharto, 2003). Keberadaan zat berkhasiat lebih lama dalam tubuh sehingga pemakaian dosis dapat lebih dioptimalkan.

Bakteri Acetobacter xylinum dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Bahan tambahan yang diperlukan oleh bakteri antara lain karbohidrat sederhana, sumber nitrogen dan asam asetat (Anonim, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mariani (2010), matriks nata de coco dapat digunakan sebagai bahan pembawa dalam sediaan farmasi dengan tujuan pelepasan terkontrol.

Dipasaran obat luka telah banyak beredar dalam bentuk gel dan krim, dari jenis sediaan tersebut bentuk gel lebih banyak digunakan karena rasa dingin di kulit, mudah mengering membentuk lapisan film sehingga mudah dicuci (Suardi, dkk).


(19)

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian pemanfaatan ekstrak etanol daun srikaya (EES) dalam penyembuhan luka dengan menggunakan matriks nata de coco dan gel terhadap luka buatan pada punggung kelinci.

1.2 Perumusan masalah

1. Apakah karakterisasi simplisia daun srikaya yang digunakan sesuai dengan Materi Medika Indonesia, 1989.

2. Apakah ekstrak etanol daun srikaya dapat dibuat dalam bentuk matriks nata de coco dan sediaan gel.

3. Apakah ekstrak etanol daun srikaya dalam bentuk matriks nata de coco dan gel dapat menyembuhkan luka.

1.3 Hipotesis

1. Hasil karakterisasi simpisia daun srikaya sesuai dengan Materi Medika Indonesia, 1989.

2. Ekstrak etanol daun srikaya dapat dibuat dalam bentuk matriks nata de coco dan sediaan gel.

3. Terdapat efek penyembuhan luka ekstrak etanol daun srikaya dengan menggunakan matriks nata de coco dengan sediaan gel.

1.4 Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui karakterisasi simplisia daun srikaya apakah memenuhi syarat (Materi Medika Indonesia,1989).

2. Mengetahui apakah ekstrak daun srikaya dapat diperangkapkan pada matriks nata de coco atau dibuat menjadi sediaan gel untuk obat luka.


(20)

3. Mengetahui berapa dosis dan lamanya waktu penyembuhan luka menggunakan ekstrak etanol daun srikaya dalam bentuk matriks nata dan sediaan gel.

1.5 Manfaat

Manfaat penelitian adalah untuk memperoleh sediaan matiks nata de coco dan sediaan gel ekstrak daun srikaya yang nantinya dapat digunakan oleh masyarakat untuk penyembuhan luka.


(21)

BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1Uraian Tumbuhan

2.1.1 Habitat

Tumbuhan srikaya (Annona reticulata L.) adalah tumbuhan yang tumbuh di benua Amerika terutama kawasan Amerika Tengah dan Amerika Selatan dan juga di Asia tropis diantaranya Thailand, Malasia dan Indonesia. Di Indonesia terdapat di berbagai daerah yang umumnya ditanam di pekarangan, dibudidayakan dan mempunyai tinggi 2-7 meter (Rukmana,2002).

2.1.2 Morfologi

Ciri-ciri morfologi tumbuhan srikaya sebagai berikut (Yuniarti T, 2008): Batang : Batang gilik, percabangan simpodial, ujung rebah, kulit batang coklat

muda.

Daun : Daun srikaya bulat memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 6-17cm dan lebar 2,5-7,5 cm, tangkai daun pendek, tulang daun menyirip, permukaan bawah agak kasar, permukaan daun warnanya hijau, bagian bawah hijau kebiruan.

Bunga : Bunga tunggal, dalam berkas 1-2 berhadapan atau disamping daun, dasar bentuk tugu (tinggi), benang sari berjumlah banyak.

Buahnya : Buahnya berbentuk bola atau kerucut, permukaan berbenjol–benjol, warnanya hijau berserbuk putih, jika sudah masak anak buah akan memisahkan diri satu dengan yang lainnya, daging buah berwarna putih, rasanya manis, bijinya berwarna hitam mengkilap.


(22)

2.1.3 Sistematika Tumbuhan Divisio : Spermatophyta Sub division : Angiospermae Kelas : Dycotyledonae Bangsa : Ranunculales Suku : Annonaceae Marga : Annona

Jenis : Annona reticulata L.,

2.1.4 Nama Daerah

Nama daerah dari tumbuhan srikaya adalah sebagai berikut: Delima bintang, serikaya (Sumatera), sarikaya, srikaya, serkaya (Jawa), sarikaya (Kalimantan), sirikaya, delima srikaya (Sulawesi), atisi (Maluku). (Yuniarti T, 2008)

2.1.5 Kandungan kimia

Akar dan kulit srikaya mengandung senyawa flavonoid, borneol, camphor, terpen dan alkaloid, disamping itu akarnya juga mengandung saponin, tannin dan polifenol. Biji mengandung minyak, resin, dan bahan beracun yang bersifat iritan. Buah mengandung asam amino, gula buah dan mucilago (Anonim 2010).

2.1.6 Khasiat Tumbuhan

Akar berkhasiat sebagai antiradang, antidepresi, daun berkhasiat sebagai astringen, antelmentik, antiradang, mempercepat pematangan bisul, asbes, kudis, luka, borok dan ekzema. Biji berhasiat memacu encim pencernaan, antelmentikum


(23)

dan insektisida. Kulit kayu berkhasiat astringen dan tonikum. Buah muda berkhasiat sebagai disentri dan gangguan pencernaan.

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung oleh simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Simplisia yang lunak seperti rimpang dan daun mudah diserap oleh pelarut, karena itu pada proses ekstraksi tidak perlu diserbuk sampai halus. Simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu dan kulit akar susah diserap oleh pelarut, karena itu perlu diserbuk sampai halus (Depkes, 2000).

Menurut Depkes (2000), ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara. 1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasi kinetic sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyarian terhadap maserat pertama dan selanjutnya remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna, umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pengembangan bahan, maserasi antara, dan perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh perkolat.


(24)

3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

4. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan menggunakan alat khusus, sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dan adanya pendingin balik.

5. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu 40-500C.

6. Infuns

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C) selama waktu tertentu biasanya 15-20 menit.

7. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (> 30omenit) dan temperatur sampai titik didih air.

2.3 Gel

Gel didefenisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau moleikul organik yang besar dan saling diresapi cairan. Gel umumnya merupakan suatu sediaan semi padat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif,


(25)

merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi. Makromoleikul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai tidak terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika massa gel terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda maka gel ini dikelompokkan dalam dua fase (Ansel 1989).

Polimer–polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel–gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pectin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan– bahan sintesis dan semi sintesis seperti metil selulosa, hidroksimetilselulosa, karboksimetilselulosa, dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintesis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel dibuat dengan proses peleburan atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel (Lachman., dkk, 1994).

Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan hidrofilik. 1. Dasar gel hidrofobik

Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik. Bila ditambahkan kedalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel, 1989).

2. Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari moleikul organik dari fase pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut (air). Umumnya daya tarik menarik pada pelarut bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang


(26)

lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet (Voigt,1994).

Keuntungan sediaan gel :

Beberapa keuntungan sediaan gel (Voight, 1994) adalah sebagai berikut:

• Kemampuan penyebarannya baik pada kulit

• Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit

• Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis

• Kemudahan pencuciannya dengan air baik

• Pelepasan obatnya baik.

Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan bahan pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari segi mikrobial disamping penggunaan bahan-bahan seperti balsam, khususnya untuk basis in sangat cocok pemakaian metil dan propil paraben yang umumnya disatukan dalam bentuk larutan pengawet. Upaya lain yang dilakukan adalah perlindungan terhadap penguapan yaitu untuk menghindari masalah pengeringan. Oleh karena itu untuk menyimpannya lebih baik menggunakan tube. Pengisian kedalam botol, meskipun telah tertutup baik tetap tidak menjamin perlindungan yang memuaskan (voigt, 1994).

2.3.1 Hidroksi propil metilselulose (HPMC)

HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri-ciri serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera


(27)

menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga secara luas banyak digunakan. HPMC digunakan sebagai agen pengemulsi, agen pensuspensi dan sebagai agen penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep. Sebagai koloid pelindung yang dapat mencegah tetesan air dan partikel dari penggabungan atau agromerasi, sehingga menghambat pembentukan sedimen (Rowe., dkk, 2005).

Gambar 1. Struktur kimia hidroksipropilmetilselulosa (HPMC) (Nisperos Carriedo dalam Krochta et al., 1994)

2.3.2 Propilen glikol

Propilen glikol banyak yang digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam pembuatan sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air. Propilenglikol adalah cairan bening, tidak berwarna kental dan hampir tdak berwarna, kental dan hampir tidak berbau. Memiliki rasa manis sedikit tajam menyerupai gliserol. Dalam kondisi biasa propilen glikol stabil dalam wadah yang tertutup baik, dan juga merupakan suatu zat kimia yang stabil bila dicampur dengan gliserin, air dan alkohol. Propilenglikol juga digunakan sebagai penghambat pertumbuhan jamur. Data


(28)

klinis telah menunjukkan reaksi iritasi kulit pada permukaan propilen glikol dibawah 10% dan dermatitis dibawah 2%. (Loden, 2009).

H H H

H C C C H

H H H

Gambar 2. Rumua bangun propilenglikol (Rowe.,dkk, 2005). 2.3.3 Metil paraben

Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir tidak berwarna dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa tebal (Depkes, 1979; Rowe.,dkk, 2005).

O OCH3

OH

Gambar 3. Rumus bangun Metil Paraben (Rowe., dkk, 2005)

Metil paraben banyak digunakan sebagai antimikroba dalam kosmetik, prodak makanan dan formulasi farmasi dan baik digunakan dalam kombinasi dengan antimikroba lain. Metil paraben meningkatkan aktivitas antimikroba dengan panjangnya rantai alkil. Namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air sehingga paraben sering dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi


(29)

meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben ditingkatkan dengan penambahan propilenglikol (Rowe.,dkk, 2005).

2.4 Nata De Coco

Nata adalah produk hasil fermentasi menggunakan mikroba Acetobacter xylinum. Nata dapat dibuat dengan menggunakan bahan baku air kelapa, limbah air tahu, limbah industri nanas. Nata de coco adalah nata yang dibuat dengan bahan baku air kelapa, sebenarnya tidak memiliki rasa, namun karena diolah menjadi minuman dengan tambahan bahan-bahan perasa maka produk yang dihasilkan mempunyai rasa yang enak (Suryani dkk, 2005). Nata de coco berasal dari Filipina, kata coco berasal dari Cocos nucifera, nama latin dari kelapa. Sementara nama nata diambil dari nama tuan Nata yang telah berhasil menciptakan nata de coco. Nata de coco memiliki bentuk padat, berwarna putih seperti kolang-kaling dan terasa kenyal, yang mengandung air cukup banyak (80%), dan dapat disimpan lama. Nata de coco mengandung nilai nutrisi yang cukup banyak (Warisno, 2004). Seperti terlihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Kandungan nutrisi nata de coco

No. Nutrisi Kandungan Nutrisi (per 100 gram bahan)

1 Kalori 146 kal

2 Lemak 0,2 %

3 Karbohidrat 36,1 mg

4 Kalsium 12 mg

5 Fosfor 2 mg

6 Fe (zat besi) 0,5 mg

Nata de coco adalah selulosa bakteri yang merupakan hasil sintesa dari gula oleh bakteri pembentuk nata yaitu Acetobakter xylinum (Wahyudi, 2003). Bakteri Acetobacter xylinum dapat merubah gula sebesar 19% pada medium menjadi selulosa. Selulosa yang terbentuk dalam media tersebut berupa benang-benang yang membentuk jalinan-jalinan yang akan menebal menjadi lapisan nata.


(30)

Aktivitas pembuatan nata hanya terjadi pada kisaran pH antara 3,5-7,5. Sedangkan pH optimum untuk pembentukan nata adalah 4. Suhu yang memungkinkan untuk pembentukan nata adalah pada suhu kamar antara 28-32oC (Multazam, 2009).

Beberapa industri telah menggunakan selulosa bakteri, misalnya Sony

Corporation mengembangkan audio pembicara (Headphone) dengan

menggunakan selulosa bakteri. Pada awal 1980-an Johnson & Johnson menggunakan selulosa bakteri sebagai pembawa obat dan perawatan luka. Ajinomoto Co bersama dengan Mitsubishi Paper Mills di Jepang juga mengembangkan selulosa bakteri untuk produk kertas (Brown, 1989).

2.5Kulit

Kulit merupakan organ besar yang berlapis-lapis, menutupi permukaan lebih

dari 20.000 cm2 yang mempunyai bermacam-macam fungsi dan kegunaan.

Merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, melindungi seluruh permukaan tubuh dan mempunyai berat 5% dari berat total badan. Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan yaitu: epidermis, dermis dan hipodermis (Lachman, dkk, 1994).

Lapisan epidermis terdiri atas :

1. Stratum korneum (lapisan tanduk)

Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa sel yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).


(31)

Stratum lusidum terdapat langsung di bawah stratum korneum, merupakan lapisan sel tanpa inti.

3. Stratum granulosum

Statum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti sel diantaranya.

4. Statum granulosum terdiri atas beberapa sel berbentuk poligonal.

5. Stratum basalis terdiri atas sel–sel kubus yang tersusun vertikal dan berbaris seperti pagar ( palisade ). (Acherman, 1987).

Dermis atau korium merupakan serabut kolagen yang bertanggung jawab untuk sifat–sifat penting dari kulit. Dermis mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, folikel rambut, kelenjar lemak, kelenjar keringat, otot dan serabut saraf (Anief, 2000).

Lapisan sub kutan (hipodermis) merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah lapisan adipose, yang memberikan bantalan dan isolator panas (Anief 2000).

2.5.1 Fungsi kulit

Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh dan bersambung dengan selaput lender yang melapisi rongga-rongga dan lubang masuk. Kulit mempunyai banyak fungsi yaitu di dalamnya tedapat ujung saraf peraba, membantu mengatur suhu dan mengendalikan hilanggnya air dari tubuh, juga mempunyai sedikit ekstori, sekretori dan absorbs (Pearce, 2004).

2.5.1 Kulit merupakan organ terbesar yang meliputi bagian luar dan dari seluruh tubuh dan juga membentuk pelindung terhadap lingkungan. Bagian luar yang kuat dan kering menandakan sifat fisik kulit. Morfologi dan ketebalan kulit berbeda


(32)

pada setiap bagian tubuh. Kulit mempertahankan karakterisasi fisiko kimia seperti struktur, suhu, pH dan keseimbangan oksigen dan karbondioksida. Sifat asam dari kulit ditemukan pertama sekali oleh Heus pada tahun 1882 dan kemudian disahkan oleh Schade dan Marchionini pada tahun 1928, yang dianggap bahwa keasaman digunakan sebagai pelindung dan menyebutnya sebagai “pelindung asam” dan beberapa literature saat ini menyatakan bahwa pH permukaan kulit sebahagian besar asam antara 5,4 dan 5,9.

Sebuah variasi permukaan pH kulit terjadi pada setiap orang karena tidak semua permukaan kulit orang terkena kondisi yang sama seperti perbedaan cuaca. Banyak penelitian mengatakan bahwa pH kulit alami adalah pada rata-rata 4,7 dan sering dilaporkan bahwa pH kulit antara 5,0 dan 6,8, pH permukaan kulit tidak hanya bervariasi di lokasi yang berbeda, tetapi dapat juga mempengaruhi profil pH di stratum corneum. (Ansari.,dkk, 2009).

2.6Absorpsi Obat Melalui Kulit

Tujuan utama penggunaan obat topikal pada terapi adalah untuk menghasilkan efek teraupetik pada tempat–tempat spesifik di jaringan epidermis dan dermis, sedangkan obat–obat topikal tertentu seperti emoliens ( pelembab), antimikroba dan deodorant terutama bekerja di permukaan kulit saja. Hal ini memerlukan penetrasi difusi dari kulit atau absorbsi perkutan (Lachman, dkk., 1994).

Absorbsi obat melalui kulit umumnya disebabkan oleh penetrasi langsung obat melalui stratum korneum yang terdiri dari kurang lebih 40% protein (umumnya keratin) dan 40% air. Stratum korneum sebagai jaringan keratin bersifat semi fermiabel dan moleikul obat berpenetrasi dengan cara difusi pasif.


(33)

Jumlah obat dapat menyebrangi lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat, kelarutannya dalam air. Bahan–bahan yang mempunyai sifat larut dalam keduanya minyak dan air merupakan bahan yang baik untuk difusi melalui stratum korneum seperti epidermis dan lapisan- lapisan kulit.

Penetrasi obat kedalam kulit dengan cara difusi adalah melalui : a. Penetrasi transeluler (menyebrangi sel)

b. Penetrasi intraseluler (antarsel)

c. Penetrasi transappendageal yaitu melalui folikel rambut, keringat, dan kelenjar lemak (Ansel, 1989).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi kulit sangat bergantung dari sifat fisika kimia obat dan juga bergantung pada zat pembawa, pH dan konsentrasi. Perbedaan fisiologis melibatkan kondisi kulit yakni apakah kulit dalam keadaan baik atau terluka, umur kulit, perbedaan spesies dan kelembaban yang dikandung oleh kulit (Lachman, dkk., 1994).

2.7Luka

Luka merupakan rusaknya sebahagian dari jaringan tubuh. Luka sering sekali terjadi dalam aktivitas sehari-hari. Berdasarkan penyebabnya luka dapat dibagi atas karena zat kimia, luka termis dan luka mekanis. Pada luka mekanis berdasarkan luka yang terjadi bervariasi bentuk dan dalamnya, sesuai dengan benda yang mengenainya.

Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu penyembuhan dapat dibagi menjadi :

• Luka akut : Luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep


(34)

baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan, contoh : Luka sayat, luka bakar, luka tusuk.

• Luka kronis : Luka yang mengalami kegagalan setelah penyembuhan,

dapat karena factor eksogen. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali, contoh : ulkus dekubitus, ulkus diabetic, ulkus venous dan lain-lain (Prabakti Yudhi, 2005).

2.8Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan infeksi adalah sebab yang paling penting dari penghambatan penyembuhan luka karena infeksi mengakibatkan inflamasi dan dapat menyebabkan cidera jaringan. Rangsangan eksogen dan endogen dapat menimbulkan kerusakan sel selanjutnya memicu reaksi vaskuler kompleks pada jaringan ikat yang ada pembuluh darahnya. Reaksi inflamasi berguna sebagai proteksi terhadap jaringan yang mengalami kerusakan untuk tidak mengalami infeksi meluas tak terkendali. Proses inflamasi sangat berhubungan erat dengan penyembuhan luka. Tanpa adanya inflamasi tidak akan terjadi proses penyembuhan luka, luka akan tetap menjadi sumber nyeri sehingga proses inflamasi dan penyembuhan luka akan cendrung menimbulkan nyeri. (Anonim 2010)

Proses penyembuhan luka dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi poliferasi dan penyudahan yang merupakan penyerupan kembali (remodeling) atau maturasi jaringan.


(35)

1. Fase infamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka menyebabkan pendarahan, dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokontriksi. Pengerutan pembuluh yang terputus dan reaksi hemostatis. Hemostatis tejadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket dan bersamaan dengan jalan fibrin yang terbentuk membekukan darah.

Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan fermiabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, pembentukan sel radang disertai vasodilatasi setempat menyebabkan pembengkakan.

2. Fase poliferasi

Fase poliferasi disebut juga fibroflasia karena yang menonjol adalah proses poliferase fibrolas. Fase ini berakhir dari akhir fase inflamasi sampai kira–kira akhir minggu ketiga. Pada fase ini serat kolagen yang mempertahankan tepi luka.

3. Fase penyudahan

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih dan pembentukan jaringan baru, Fase ini dapat berlangsung berbulan–bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan (Sjamsuhidajat dan Wim, 1997).


(36)

Penyembuhan luka merupakan suatu proses penggantian jaringan yang mati atau rusak dengan jaringan baru oleh tubuh dengan jalan regenerasi. Luka dikatakan sembuh apabila permukaannya dapat bersatu kembali dan didapatkan kekuatan jaringan yang mencapai normal. Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru, dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya. Proses penyembuhan tidak hanya terbatas pada proses regenarasi yang bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh factor endogen seperti umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan dan kondisi metabolik (Anonim 2010).


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental meliputi penyiapan sampel, pemeriksaan karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, pembuatan nata de coco, pembuatan matriks nata, pemerangkapan ekstrak ke dalam nata de coco, pembuatan sediaan gel dan pengujian efek penyembuhan luka pada kelinci.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat- alat gelas laboratorium, freeze dryer (Modulyo), inkubator (Gallenkamp), neraca analitik (Sartorius), neraca kasar (Ohaus), oven listrik (Fisher Scientific), penangas air (Yenaco), pH indikator, rotary evaporator (Buchi, RE 111), pH meter, penangas air (Yenaco),

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tumbuhan srikaya

(Annona reticulata L.), air kelapa, akuades, asam asetat 25 %, etanol 80%, etanol 70%, gula pasir, HPMC 4000, lidokain® injeksi, NaOH, nipagin, propilenglikol, stater (Acetobacter xylinum) dan urea.

3.2Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci dengan berat badan 1,5-2 kg. Hewan dikarantina dalam kandang yang sesuai sebelum dan selama digunakan untuk uji luka sayat.


(38)

3.3 Pengumpulan sampel, Identifikasi dan Pengolahan Sampel 3.3.1 Pengumpulan Sampel

Sampel yang digunakan adalah daun srikaya (Annona reticulata L.) yang masih segar, diperoleh dari Klumpang Kecamatan Hamparan Perak Deli Serdang. Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain.

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, Bogor. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 46 .

3.3.3 Pengolahan Sampel

Daun srikaya yang telah dikumpulkan sebanyak 4 kg, dicuci bersih dengan air mengalir, ditiriskan, dikeringkan di lemari pengering. Kemudian. daun diserbuk dan disimpan di dalam wadah kering dan terlindung dari cahaya matahari.

3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut dalam asam, penetapan kadar sari larut dalam air dan penetapan kadar sari larut dalam etanol (Depkes, 1989).

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap simplisia meliputi warna, bentuk, ukuran dan ketebalan. Gambar tumbuhan daun segar dapat dilihat pada lampiran 2 halaman . Gambar simplisia dapat dilihat pada lampiran 3 halaman .


(39)

3.4.2 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi toluen). Dimasukkan 200 ml toluen dan 2 ml air suling ke dalam labu alas bulat, lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluen dibiarkan mendingin selama 30 menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml. Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. (WHO, 1992). 3.4.3 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1989).


(40)

3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 95% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan.

3.4.5 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah dihaluskan dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, lalu diratakan. Krus dipijarkan pada suhu 600ºC sampai arang habis, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1989).

3.4.6 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu kemudian dicuci dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijarkan pada suhu 600ºC sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan (Depkes, 1989). 3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Srikaya (EES)

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 80%. Sebanyak 750 g serbuk kering daun srikaya dimasukkan dalam


(41)

wadah kaca berwarna gelap kemudian dimaserasi dengan pelarut etanol 80% sampai seluruh serbuk terendam, ditutup dan disimpan pada suhu kamar selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk, kemudian disaring sehingga didapat maserat. Ampas dimaserasi kembali dengan etanol 80% selama 2 hari menggunakan prosedur yang sama. Seluruh maserat digabungkan dan diuapkan dengan bantuan alat rotary evaporator pada temperatur ± 400 C sampai diperoleh ekstrak yang agak kental, kemudian dipekatkan dengan freeze dryer pada suhu -400 C selama ± 24 jam. (Depkes, 1979). Bagan dapat dilihat pada lampiran 14 halaman 59.

3.6 Pembuatan Nata De Coco (NDC) 3.6.1 Pembuatan Bibit atau Stater

Sebanyak 2 liter air kelapa dibiarkan hingga kotorannya mengendap dan disaring menggunakan kain kasa. Air kelapa ditambahkan urea sebanyak 10 g dan gula pasir 400 g direbus di atas api yang besar hingga mendidih. Selama perebusan, air kelapa diaduk. Setelah mendidih selama ± 15 menit, diangkat dan didinginkan kemudian ditambahkan asam cuka 25 % hingga larutan ini memiliki pH 4. Diaduk hingga larutan tercampur merata. Setelah dingin dimasukkan ke dalam wadah yang steril, ditambahkan biakan murni sebanyak 400 ml. Ditutup wadah dengan aluminium foil yang steril. Disimpan di ruang inkubasi dan dibiarkan selama 1 minggu. Setelah 1 minggu, di permukaan media akan terbentuk lapisan berwarna putih. Berarti stater sudah jadi dan siap digunakan (Warisno, 2004).


(42)

3.6.2 Pembuatan Nata De Coco

Sebanyak 1 liter air kelapa yang telah disaring dari pengotoran

ditambahkan urea sebanyak 5 g dan gula pasir 100 g kemudian direbus di atas api yang besar hingga mendidih. Selama perebusan air kelapa diaduk. Setelah mendidih selama ± 15 menit diangkat dan didinginkan. Setelah dingin ditambahkan asam cuka 25 % hingga larutan ini memiliki pH 4. Masukkan larutan ke dalam wadah yang telah disterilkan kemudian tambahkan biakan murni sebanyak 100 ml. Ditutup wadah dengan aluminium foil yang steril dan disimpan di ruang inkubasi selama 2 minggu (Warisno, 2004). Bagan dapat dilihat pada lampiran halaman .

3.7 Pembuatan Matriks Nata

Nata de coco dicuci dengan NaOH 0,2 N kemudian dibilas dengan akuades hingga bersih dan tiriskan. Nata de coco dipotong 2 x 3 x 1 cm kemudian di freeze dryer sampai kering pada suhu -40oC selama ±24 jam. Kemudian nata ditimbang satu persatu.

3.8 Pemerangkapan ekstrak dalam matriks nata de coco

Masing-masing matriks nata de coco ditimbang kemudian direndam ke dalam larutan EES 0,25%, EES 0,5% dan EES 0,75%. Masing-masing dibiarkan selama 24 jam untuk memperoleh hasil perendaman optimal. Kemudian matriks nata tersebut ditiriskan dan dikeringkan di freeze dryer selama ± 24 jam. Bagan dapat dilihat pada lampiran 13 halaman 58. Gambar dapat dilihat pada lamiran halaman .


(43)

Pada pembuatan sediaan dengan konsentrasi ekstrak etanol daun srikaya (EES) adalah 0,25%, 0,5% dan 0,75% sebagai basis gel digunakan HPMC 4000 yaitu dengan formula sebagai berikut:

HPMC 3,5

Propilenglikol 15 Metil paraben 0,18 Air suling sampai 100 m.f gel

Tabel 1. Formulasi sediaan gel ekstrak etanol daun srikaya.

Keterangan:

Formula A: dasar gel EES; Formula B: gel EES 0,25%; Formula C: gel EES 0,5%; Formula D: gel EES 0,75% Cara Pembuatan :

HPMC dikembangkan ke dalam air panas sebanyak 20 kali beratnya selama 15 menit. Setelah mengembang ditambahkan metil paraben yang telah dilarutkan dalam propilenglikol. Dicukupkan dengan air suling dan digerus homogen hingga diperoleh dasar gel. Ekstrak digerus dalam lumpang dengan menambahkan etanol beberapa tetes sampai larut, lalu ditambahkan dengan dasar

No Komposisi

Formula (g)

A B C D

1 HPMC 4000 3,5 3,5 3,5 3,5

2 Propilen glikol 15 15 15 15

3 Metil paraben 0,18 0,18 0,18 0,18

4 EES - 0,25 0,5 0,75


(44)

gel dan diaduk hingga homogen (Suardi, dkk., 2008). Bagan pembuatan dapat dilihat pada lampiran 15 halaman .

3.10 Penentuan Mutu Fisik Sediaan Gel

Penentuan mutu fisik sediaan gel daun srikaya dilakukan terhadap uji organoleptis, homogenitas, penentuan pH sediaan yang dilakulkan selama 28 hari dengan pengukuran setiap 4 hari (Herdiana, 2007; Farida, 2007).

3.10.1 Uji Organoleptis

Meliputi bentuk, warna, dan bau yang diamati secara visual. 3.10.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan cara menggunakan objek gelas. Cara:

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butir–butir yang kasar (Depkes, 1979).

3.10.3 Penentuan pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter Cara :

Alat pH meter di kalibrasi menggunakan larutan dapar standar pH 4 dan pH 7. Satu gram sediaan diencerkan dengan air suling hingga 10 ml. Elektroda pH meter dicelupkan kedalam larutan yang diperiksa, pH meter dibiarkan bergerak sampai menunjukkan posisi yang tetap. Angka yang ditunjukkan oleh pH meter dicatat (Suardi, dkk, 2008).


(45)

Pengujian efek penyembuhan luka sayat terdiri atas 2 kelompok yaitu kelompok 1 yang diberi EES yang diperangkapkan dengan matriks NDC (kelompok A, B, C dan D) dan kelompok 2 yang diberi sediaan gel (kelompok E, F, G dan H).

Kelompok 1 yang diberi matriks NDC Kelompok A: Diberikan matriks (NDC)

Kelompok B: Diberikan EES konsentrasi 0,25% Kelompok C: Diberikan EES konsentrasi 0,5% Kelompok D: Diberikan EES konsentrasi 0,75% Kelompok 2 yang diberi sediaan gel

Kelompok E: Diberikan dasar gel

Kelompok F: Diberikan gel EES konsentrasi 0,25% Kelompok G: Diberikan gel EES konsentrasi 0,5% Kelompok H: Diberikan gel EES konsentrasi 0,5%

Masing-masing kelompok dilakukan terhadap 6 ekor kelinci. Kelinci yang digunakan adalah kelinci jantan dewasa dengan berat 1,5-2,0 kg.

Sebelum pengujian, bulu punggung kelinci dicukur dan dianestesi dengan lidokain injeksi dosis 1 ml dan didesinfeksi menggunakan etanol 70%. Selanjutnya dibuat sayatan sepanjang 2 cm dan kedalaman sampai subkutis (2 mm), luka sayatan dibersihkan, kemudian diberi perlakuan (Prabakti, 2005). Untuk kelompok 1 diberikan 1 kali sehari dan ditutup dengan perekat. Untuk kelompok 2 diberikan 3 kali sehari secara merata. Pengamatan dilakukan dengan mengukur perubahan panjang luka menggunakan jangka sorong. Luka dinyatakan


(46)

sembuh jika panjang luka mencapai nol setelah luka tertutup oleh jaringan baru. Hasil dapat dilihat pada lampiran halaman .

3.12 Analisis Data

Data hasil pengujian efek EES matriks nata de coco dan sediaan gel terhadap perubahan diameter rata-rata luka sayat dianalisis secara statistik menggunakan metode ANAVA (Analisis Variasi ) dengan program Statistical Product Services Solution (SPSS) dengan taraf kepercayaan 95 % dan dilanjutkan dengan uji metode Duncan untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki pengaruh sama atau berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hasil dapat dilihat pada lampiran halaman .


(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) adalah tumbuhan daun srikaya (Anona reticulata L.) dari suku Annonaceae.

Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 80% untuk menarik senyawa yang terdapat dalam simplisia. Hasil ekstraksi dari 750 g diperoleh ekstrak etanol 90,5 g setelah di freezedryer.

4.1Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia dari daun srikaya

Hasil karakterisasi dari simplisia dari daun srikaya terlihat pada tabel dan hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran halaman.

Tabel 2. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun srikaya

(Annona reticulata L.)

No Pemeriksaan

Simplisia

Kadar (%) Persyaratan MMI (%)

1 Kadar air 8,64 ≤10,00

2 Kadar sari larut dalam air 12,53 >7,00

3 Kadar sari larut dalam etanol 12,17 >8,00

4 Kadar abu total 7,74 ≤ 8,00

5 Kadar abu yang tidak larut dalam asam

0,54 -

Penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui apakah simplisia memenuhi persyaratan, karena air merupakan media yang baik untuk tumbuhnya jamur, ternyata hasilnya memenuhi syarat yaitu 8,64% lebih kecil dari 10%.


(48)

Penetapan kadar sari larut air adalah untuk mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar, sedang kadar sari larut dalam etanol dilakukan untuk mengetahui senyawa yang terlarut dalam etanol, baik polar maupun non polar. Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa anorganik dalam simplisia, misalnya logam K, Ca, Na, Pb, Hg, silika, sedang penetapan kadar abu tidak larut dalam asam dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak larut dalam asam, misalnya silika, logam-logam berat seperti Pb, Hg.

4.2 Hasil Pengeringan Nata De Coco (NDC) dan Pemerangkapan Ekstrak Tabel 3. Hasil pengeringan NDC dan pemerangkapan EES

No Berat NDC persegi panjang 2cmx3cmx1cm NDC

1. Berat kering rata-rata 0,0775 g

2. Berat rata-rata setelah pemerangkapan EES 0,25% 0,3926 g 3. Berat rata-rata setelah pemerangkapan EES 0,5% 0,3916 g 4. Berat rata-rata setelah pemerangkapan EES 0,75% 0,3918 g

Pada tabel di atas menunjukan bahwa NDC yang telah dikeringkan dapat memerangkapkan ekstrak sebanyak 5 kali berat keringnya.

4.3 Hasil Pemeriksaan Gel

4.3.1 Hasil pemeriksaan secara visual

Hasil pemeriksaan homogenitas yang diamati secara visual memperlihatkan bahwa semua sediaan homogen. Hasil formula sediaan gel dari EES dilakukan terhadap sediaan yang baru dibuat, yang diamati secara visual, dapat dilihat pada tabel 4 berikut:


(49)

Tabel 4. Hasil pengamatan sediaan gel secara visual

Formula Warna Bau Konsistensi

1 Bening khas HPMC Kental

2 kuning khas EES Kental

3 kuning coklat khas EES + Kental

4 coklat khas EES ++ Kental

Keterangan: + : bau kuat + + : bau lebih kuat 1. Formula dasar gel

2. Formula gel EES 0,25% 3. Formula gel EES 0,5% 4. Formula gel EES 0,75%

Gel tanpa penambahan ekstrak berwarna bening sedangkan dengan penambahan ekstrak dihasilkan sediaan gel berwarna kuning sampai coklat karena ekstrak yang ditambahkan pada gel berwarna hijau coklat. Intensitas warna gel bertambah dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak yang ditambahkan. Bau khas juga bertambah dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Keempat formula yang dibuat menghasilkan sediaan gel yang kental.

4.3.2 Hasil uji organoleptis sediaan gel EES pada penyimpanan selama 28 hari.

Tabel 5.Hasil Pengamatan perubahan konsistensi, warna,dan bau sediaan gel

Pengamatan Formula Waktu Penyimpanan (Hari)

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28

Konsistensi

A - - - - - - -

B - - - -

C - - - -- - - -

D - - - -

Warna

A - - - -

B - - - -

C - - - -

D - - - -

Bau

A - - - -

B - - - -

C - - - -

D - - - -

Keterangan : + : ada perubahan; - : tidak ada perubahan


(50)

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap sediaan gel EES 0,25%, 0,5% dan 0,75% dengan dasar gel tidak mengalami perubahan konsistensi, warna maupun bau. Artinya bahwa sediaan gel yang dibuat stabil secara fisik. 4.3.3 Hasil pengamatan pH

Stabilitas gel juga dapat dilihat dari pH sediaan selama penyimpanan. Hasil pengukuran pH sediaan gel EES dan hasil pengamatan selama penyimpanan 28 hari pada tabel 6 gambar 4.

Tabel 6. Hasil pengukuran sediaan gel selama penyimpanan

Formula Waktu Penyimpanan (Hari)

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28

A 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,4 6,4 6,3 6,3

B 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,6 5,6 5,6 5,6

C 5,4 5,4 5,4 5,4 5,4 5,4 5,4 5,3 5,3 5,3

D 5,3 5,3 5,3 5,3 5,3 5,2 5,2 5,2 5,2 5,1

Keterangan :

A : dasar gel tanpa EES, B : gel EES 0,25 %, C : gel EES 0,5%, D : gel EES 0,75%

Gambar 4.Grafik hasil pengamatan pH sediaan gel selama 28 hari penyimpanan Berdasarkan pengukuran pH dari masing-masing formula, selama pengamatan terjadi penurunan pH dan secara keseluruhan terlihat bahwa pH dari sediaan gel EES menurun dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Sediaan gel untuk blanko tanpa penambahan EES juga mengalami penurunan pH. Hasil uji stabilitas terhadap pH sediaan gel baik blanko maupun sediaan gel dari EES

5 5.2 5.4 5.6 5.8 6 6.2 6.4 6.6

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28

pH

Hari

ke-Kontrol Gel EES 0,25% Gel EES 0,5% Gel EES 0,75%


(51)

menunjukkan pH sediaan tetap stabil pada penyimpanan karena masih berada dalam range pH normal kulit yaitu 5,0-6,8 (Ansari, dkk., 2009).

4.4 Hasil Uji Penyembuhan Luka Sayat

Pengujian efek sediaan gel terhadap luka sayat pada kelinci, yaitu luka dibuat sampai subkutis, yang ditunjukan oleh kerusakan seluruh bagian dermis. Perubahan panjang luka sayat diukur sampai luka dinyatakan sembuh, dengan interval waktu pengukuran 1 hari. Hasil dapat dilihat pada lampiran dan halaman dan .

4.4.1 Hasil uji efek luka sayat ekstrak etanol daun srikaya yang diperangkapkan pada matriks nata de coco (EES/NDC).

Data pengamatan uji penyembuhan luka sayat EES 0,25%, 0,5% dan 0,75% yang diperangkapkan dalam matriks NDC dan juga kontrol dapat dilihat pada tabel 7 dan hasil nya pada gambar 5 berikut:

Tabel 7. Data rata-rata perubahan panjang luka sayat (cm) hari ke-1-11 dengan menggunakan EES/NDC.

No Perlakuan Perubahan penyembuhan luka sayat (cm)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1 Kontrol 2 1.85 1.78 1.70 1.59 1.42 1.31 1.88 1.09 0.69 0.45 0

2 EES 0,25%

NDC 2 1.85 1.78 1.63 1.51 1.32 1.12 0.88 0.52 0 0 0 3 EES 0,5%

NDC 2 1.66 1.57 1.37 1.24 0.99 0.48 0.07 0 0 0 0

4 EES 0,75%

NDC 2 1.79 1.66 1.51 1.31 1.18 0.90 0.43 0 0 0 0

Pada tabel di atas dapat dilihat adanya pengurangan panjang luka sayat oleh masing-masing perlakuan. Dimana pada kontrol, pengurangan panjang luka sayat pada hari ke-1 adalah 0,15 cm dan hari ke-11 0,45 cm. Data tersebut menunjukkan bahwa pengurangan panjang luka sayat oleh matriks NDC sebagai kontrol berlangsung lambat dengan waktu yang lama. Hal ini disebabkan karena


(52)

tidak mengandung zat berkhasiat dalam matriks NDC yang digunakan sebagai bahan pembawa. Pada EES 0,25% NDC, pengurangan panjang luka sayat pada hari ke-1 adalah 0,15 cm dan hari ke-9 adalah 0,52 cm. Hal ini menunjukkan bahwa EES 0,25% NDC dapat menyembuhkan luka sayat lebih cepat dari pada kontrol. Pada EES 0,75% NDC, pengurangan panjang luka sayat pada hari ke-1 adalah 0,21 cm dan hari ke-8 adalah 0,43 cm. Hal ini menunjukkan bahwa EES 0,75% NDC dapat menyembuhkan luka sayat lebih cepat daripada EES 0,25% NDC dan kontrol. Pada EES 0,5% NDC, pengurangan panjang luka sayat pada hari ke-1 adalah 0,34 cm dan hari ke-7 adalah 0,07 cm. Hal ini menunjukkan bahwa EES 0,5% NDC dapat menyembuhkan luka sayat lebih cepat daripada EES 0,75% NDC, EES 0,25% NDC dan kontrol.

Gambar 5. Grafik panjang luka rata-rata versus waktu (hari) pada pemberian EES/NDC

Pada grafik dapat dilihat bahwa kelompok kelinci yang paling cepat sembuh adalah kelompok EES 0,5% NDC (C) pada hari ke-7 diameter luka sudah 0 (sembuh). Kelompok kelinci yang diberi EES 0,75% NDC (D) diameter rata-rata luka sudah 0 pada hari ke 8. Kelompok kelinci yang diberi EES 0,25% NDC

0 0.5 1 1.5 2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

P

a

n

ja

n

g

(c

m

)

kontrol

EES 0,25% NDC EES 0,5% NDC EES 0,75% NDC


(53)

(B) rata-rata hampir sembuh pada hari ke 9, Sedangkan kelompok kelinci yang diberi matriks NDC atau kontrol (A) rata-rata pada hari 11 sembuh.

4.4.2 Hasil uji efek luka ekstrak etanol daun srikaya pada sediaan gel.

Data pengamatan uji penyembuhan luka sayat yang diberi EES 0,25%, 0,5% dan 0,75% yang diformulasi dalam sediaan gel dan juga kontrol dapat dilihat pada tabel 8 dan hasil nya pada gambar 6 berikut:

Tabel 8. Data rata-rata perubahan panjang luka sayat (cm) hari ke 1-11 dengan menggunakan gel EES dan kontrol.

No Perlakuan Perubahan penyembuhan luka sayat (cm)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1 Kontrol 2 1.91 1.84 1.75 1.65 1.39 1.34 1.21 1.13 0.90 0.43 0

2 Gel EES

0,25% 2 1.81 1.73 1.64 1.57 1.41 1.19 1.00 0.50 0 0 0 3 Gel EES

0,5% 2 1.66 1.53 1.40 1.01 0.51 0 0 0 0 0 0 4 Gel EES

0,75% 2 1.72 1.61 1.47 1.40 1.30 0.72 0.17 0 0 0 0

Pada tabel di atas dapat dilihat adanya pengurangan panjang luka sayat oleh masing-masing perlakuan. Dimana pada kontrol, pengurangan panjang luka sayat pada hari ke-1 adalah 0,1 cm dan hari ke-11 0,43 cm. Data tersebut menunjukkan bahwa pengurangan panjang luka sayat oleh dasar gel sebagai kontrol berlangsung lambat dengan waktu yang lama. Hal ini disebabkan karena tidak ada zat berkhasiat dalam dasar gel yang digunakan sebagai bahan pembawa. Pada gel ESS 0,25%, pengurangan panjang luka sayat pada hari ke-1 adalah 0,19 cm dan hari ke-9 adalah 0,5 cm. Hal ini menunjukan bahwa gel ESS 0,25% dapat menyembuhkan luka sayat lebih cepat daripada kontrol. Pada gel EES 0,75%, pengurangan panjang luka sayat pada hari ke-1 adalah 0,28 cm dan hari ke-8 adalah 0,17 cm. Hal ini menunjukkan bahwa gel EES 0,75% dapat


(54)

menyembuhkan luka sayat lebih cepat daripada gel EES 0,25% dan kontrol. Pada gel ESS 0,5%, pengurangan panjang luka sayat pada hari ke-1 adalah 0,34 cm dan hari ke-6 adalah 0,51 cm. Hal ini menunjukkan bahwa gel EES 0,5% dapat menyembuhkan luka sayat lebih cepat daripada gel EES 0,75%, gel EES 0,25% dan kontrol.

Gambar 6. Grafik panjang luka rata-rata versus waktu (hari) pada pemberian gel.

Pada grafik dapat dilihat bahwa kelompok kelinci yang paling cepat sembuh adalah kelompok yang diberi gel EES 0,5 % (G) pada hari ke 6 diameter luka sudah 0 (sembuh). Kelompok kelinci yang diberi perlakuan gel EES 0,75% (H) diameter rata-rata luka sudah 0 pada hari ke 7. Kelompok kelinci yang diberi perlakuan gel EES 0,25% (F) rata-rata hampir sembuh pada hari ke 9, Sedangkan kelompok kelinci yang diberi perlakuan dasar gel (E) rata-rata pada hari 11 sembuh.

Dari semua sediaan, bila dibandingkan antara matriks nata dengan sediaan gel maka efek penyembuhan luka yang lebih cepat adalah EES 0,5% NDC (C) sembuh pada hari ke-7 sedangkan pada gel EES 0,5% (G) sembuh pada hari ke 6. Hal ini disebabkan sifat umum dari sediaan setengah padat yang salah satu

0 0.5 1 1.5 2 2.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

P an jan g ( cm ) Waktu (Hari) kontrol Gel EES 0,25% Gel EES 0,5 % Gel EES 0,75%


(55)

contohnya gel mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan (Lachman 1994).

Pada semua perlakuan EES dengan variasi konsentrasi yang diperangkapkan dalam matriks nata de coco maupun dalam sediaan gel dapat mempercepat penyembuhan luka sayat pada hewan percobaan. Pada EES yang diperangkapkan dalam matriks NDC mempunyai efek penyembuhan luka sayat lebih cepat yaitu konsentrasi 0,5% dengan waktu 7 hari. Begitu juga pada gel EES yang mempunyai efek penyembuhan luka sayat lebih cepat yaitu konsentrasi 0,5% dengan waktu 6 hari.

Kandungan senyawa kimia EES adalah tanin yang dapat berfungsi sebagai adstringen yaitu menciutkan pori-pori kulit dan sebagai anti bakteri. Saponin berfungsi sebagai antiseptik. Flavonoid berfungsi sebagai antiinflamasi, antibakteri, anti oksidan. Steroid sebagai anti radang (Simon dan Kerry, 2000). 4.5 Hasil Analisis Variansi (ANAVA)

Berdasarkan hasil ANAVA, terdapat perbedaan secara signifikan (α ≤

0,05) terhadap penyembuhan luka sayat yang diberi dengan sediaan matriks nata de coco dan sediaan gel pada hari ke 1-11. Ini menunjukkan bahwa kedua sediaan tersebut mempunyai efek penyembukan luka. Hasil dapat dilihat pada lampiran halaman dan lampiran halaman .

3.6 Hasil Uji Duncan

Untuk melihat kelompok perlakuan mana yang memiliki efek yang sama atau berbeda dan efek terkecil sampai terbesar antara satu dengan yang lainnya, maka dilakukan uji Duncan. Pengujian ini dilakukan terhadap semua perlakuan


(56)

dari hari ke 1-11. Hasil dapat dilihat pada lampiran 26 halaman dan lampiran 28 halaman .

Pada hari ke 1-3 EES 0,5% NDC (C) menunjukkan perbedaan yang bermakana dengan EES 0,75% NDC (D), EES 0,25% NDC (B) dan matriks NDC (A) tetapi EES 0,25% NDC (B) tidak berbeda secara signifikan dengan matriks NDC (A). Pada pemberian sediaan gel menunjukkan bahwa gel EES 0,5% (G) menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan gel EES 0,75% (H), gel EES 0,25% (F) dan dasar gel (E).

Pada hari ke-4 EES 0,5% NDC (C) menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan EES 0,25% NDC (B) dan matriks NDC (A) tetapi EES 0,5% NDC (C) tidak berbeda secara signifikan dengan EES 0,75% NDC (D) dan EES 0,25% NDC (B) tidak berbeda secara signifikan dengan matriks NDC (A). Pada pemberian sediaan gel menunjukkan bahwa gel EES 0,5% (G) menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan gel EES 0,25% (F) dan dasar gel (E) tetapi gel EES 0,5% (G) tidak berbeda secara signifikan dengan gel EES 0,75% (H). Gel EES 0,75% (H) menunjukkan perbedaan yang bermakna pada dasar gel (E) tetapi gel EES 0,75% (H) tidak berbeda secara signifikan dengan gel EES 0,25% (F) (0,25%), gel EES 0,25% (F) tidak berbeda secara signifikan dengan gel E (kontrol).

Pada hari ke-5 EES 0,5% NDC (C) menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan EES 0,75% NDC (D), EES 0,25% NDC (B) dan matriks NDC (A), tetapi EES 0,75% NDC (D) tidak berbeda secara signifikan dengan EES 0,25% NDC (B) dan EES 0,25% NDC (B) tidak berbeda secara signifikan dengan matriks NDC (A). Pada pemberian sediaan gel menunjukkan bahwa gel EES 0,5%


(57)

(G) menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan gel EES 0,75% (H), gel EES 0,25% (F) dan dasar gel (E), tetapi gel EES 0,75% (H) tidak berbeda secara signifikan dengan gel EES 0,25% (F) dan dasar gel (E).

Pada hari ke-6 EES 0,5% NDC (C) menunjukkan perbedaan yang bermakana dengan EES 0,75% NDC (D), EES 0,25% NDC (B) dan matriks NDC (A), tetapi EES 0,25% NDC (B). Pada pemberian sediaan gel menunjukkan bahwa gel EES 0,5% (G) sudah menunjukkan kesembuhan sedangkan gel EES 0,75% (H) menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan gel EES 0,25% (F) dan dasar gel (E).

Pada hari ke-7 EES 0,5% NDC (C) menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan EES 0,75% NDC (D), EES 0,25% NDC (B) dan matriks NDC (A). Hal ini menunjukkan EES 0,5% NDC (C) sudah mendekati kesembuhan. Pada pemberian sediaan gel menunjukkan bahwa gel EES 0,75% (H) menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan gel EES 0,25% (F) dan dasar gel (E).

Pada hari ke-8 EES 0,5% NDC (C) dan EES 0,75% NDC (D) sudah menunjukkan kesembuhan, sedangkan EES 0,25% NDC (B) menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan matriks NDC (A). Pada pemberian sediaan gel, menunjukkan bahwa gel EES 0,75% (H) sudah menunjukkan kesembuhan sedangkan gel EES 0,25% (F) menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan dasar gel (E).


(58)

Pada hari ke-9 dan hari ke-10 semua matriks sudah sembuh kecuali matriks NDC (A). Hal ini menunjukkan sediaan uji EES/NDC mempunyai efek mempercepat penyembuhan luka sayat. Pada pemberian sediaan gel menunjukkan bahwa semua sediaan gel sudah menunjukan kesembuhan kecuali E (kontrol). Hal ini menunjukkan sediaan gel EES mempunyai efek mempercepat penyembuhan luka sayat.


(59)

BAB V

KESIMPULAN

DAN

SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia serbuk daun srikaya memenuhi persyaratan monografi yang tertera pada MMI (1989) yaitu kadar air sebesar 8,64%, kadar sari larut dalam air 12,53%, kadar sari larut dalam etanol 12,17%, kadar abu total 7,74%, dan kadar abu tidak larut dalam asam 0,54%.

Ekstrak Etanol Daun Srikaya (EES) yang diperangkapkan dalam matriks NDC untuk penyembuhan luka sayat yang paling efektif adalah konsentrasi 0,5% dengan waktu 7 hari.

EES yang diformulasikan dalam bentuk sediaan gel untuk penyembuhan luka sayat yang paling efektif adalah konsentrasi 0,5% dengan waktu 6 hari. 5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengisolasi zat berkhasiat flavonoid yang diuji terhadap penyembuhan luka sayat.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Online (2008). Bakteri Nata de Coco.

Nata de Coco.htm

Anonim. (2010).Telaah Fitokimia Daun Srikaya (Annona squamosa L.) yang Berasal dari Dua Lokasi Tumbuh.

Anonim. Online (2010). Mekanismepenyembuhanluka.

Ackerman, A.B. (1987). Structure and fungtion of The Skin, Penerjemah: Syarief M. Wasitaatmajaya. Edisi II. Philadelphia: WB Saunder Company. Hal.1-64.

Anief, M. (2000). Farmasetika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal 118-120.

Ansari, S.A. (2009). Skin pH and Skin Flora. In Handbook of Cosmetics Science and Technologi. Third edition. New York : Informa Healtcare USA. Pages 222-223.

Ansel, C. H. (1989), Penghantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. UI Press, Jakarta. Hal 390, 489.

Brown Jr, R. M. (1989). Position Paper.

Depkes. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III.Jakarta: Departemen kesehatan RI. Hal 33.

Ditjen POM. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 48, 321-325.

Herdiana, Y.,(2007). Formulasi gel Undesilenil Fenilananin dalam aktivitas sebagai pencerah kulit.Karya ilmiah. Fakultas Farmasi Unpad Jatinagor. Lachman, L.,dkk. (1994). Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Terjemahan Siti

Suyatmi. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.Hal.1095, 1117.

Mariani, Ani. (2010). Pemanfaatan Nata De Coco Sebagai Matriks Terhadap Ekstrak Etanol Daun Dandang Gendis (Clinacanthus nutans (Burm f.)

Lindau) DalamSediaanKapsul. Medan: Fakultas Farmasi. Hal. 2.


(61)

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Owen, S.C. (2005). Handbook of Pharmaucetical Excipiens.Pharmaceutical Press, American pharmaceutical Association. 5rd edition. Pages 346, 466 dan 624.

Rukmana R dan Oesman YY.2002 Srikaya hal 8.

Piluaharto, B. Online (2003). Kajian Sifat Fisik Film Tipis Nata de Coco Sebagai Membran Ultrafiltrasi.

Prabakti, Yudi. (2005). PerbedaanJumlah FibroblasDi SekitarLukaInsisiPada Tikus Yang Diberi Infiltrasi Penghilang Nyeri Levobupivakain Dan Yang TidakDiberiLevobupivakain. Semarang: UNDIP. Hal. 25.

Simon, K. and Kerry B. (2000). Principles and Practice of Phytotheraphy.

Modern Herbal Medicine. New York: Churchill livingstone. Hal. 32, 69, 291.

Sjamsuhidajat, R., dan Wim, D.J. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman. 72-73.

Suardi, M.,Armenia dan Murhayati, A.( 2009 ) Formulasi dan Uji Klinik Gel Anti Jerawat Benzoil Peroksida-HPMC. Fakultas Farmasi FMIPA

UNHAD.Jurnal.

Suryani A, Erliza Hambali, Prayoga Suryadarma. (2005). Membuat Aneka Nata. Cetakan Pertama. Jakarta: Penebar swadaya. Hal. 6.

Syukri, Y. (2002). Biofarmasetika. Yogyakarta: UI Press. Hal. 62.

Yuniarti, T. (2008). Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Yogyakarta Media Pressindo. Hal 381.

Voight, R. (1994). Buku pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi ke-5. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal 343.

Warisno. (2004). Mudah dan Praktis Membuat Nata de Coco. Cetakan I. Jakarta: Agromedia Pustaka. Hal. 23-30.

World Health Organization. (1992). Quality Control Methods For Medicinal Plant Material. WHO/PHARM/92.559. Switzerland:Geneva. Pages 25-28. Wijayakusuma, H.M. (1992). Tanaman berkhasiat obat di Indonesia . Jilid I, Jakarta: Pustaka Kartini. Hal 9.


(62)

Lampiran 2. Gambar tumbuhan dan daun segar dari srikaya

Gambar tumbuhan srikaya (Annona reticulata L.)


(63)

Lampiran 3. Gambar simplisia daun srikaya


(64)

Lampiran 4. Contoh Perhitungan Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia Daun Srikaya (Annona reticulata L.)

NO Berat Sampel Volume awal Volume akhir

1 5,012 g 2,3 ml 1,8 ml

2 5,011 g 2,7 ml 2,3 ml

3 5,011 g 3,1 ml 2,7 ml

a. Sampel I

1. Kadar air = x 100% 9,97%

5,012 5 ,

0 =

b. Sample II

2. Kadar air = x 100% 7,98% 5,011

4 ,

0 =

c. Sampel III

3. Kadar air = x 100% 7,98% 5,011

4 ,

0 =

Kadar air rata-rata = 8,64%

3 % 7,98 % 7,98 % 97 , 9 = + +

Kadar air simplisia = x 100%

sampel Berat

air Volume


(65)

Lampiran 5. Contoh Perhitungan Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Air Serbuk Simplisia Daun Srikaya (Annona reticulata L.)

NO Berat sampel Berat sari

1 5,012 g 0,147 g

2 5,031 g 0,124 g

3 5,083 g 0,108 g

% 100 x 20 100 x simplisia Berat air sari g Berat air dalam larut yang sari

Kadar =

a. Sampel I

1. x 100% 14,66%

20 100 x 5,012 0,147 air dalam larut yang sari

Kadar = =

b. Sampel II

2. x 100% 12,32%

20 100 x 5,083 0,124 air dalam larut yang sari

Kadar = =

c. Sampel III 3.

Kadar sari rata-rata = 12,53%

3 % 10,62 % 12,32 % 66 ,


(66)

Lampiran 6. Contoh Perhitungan Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Etanol Serbuk Simplisia Daun Srikaya (Annona reticulata L.)

No Berat sampel Berat sari etanol

1 5,012 g 0,116 g

2 5,004 g 0,121 g

3 5,002 g 0,128 g

a. Sampel I 1.

b. Sampel II 2.

c. Sampel III 3.

Kadar sari rata-rata = 12,17%

3

% 12,79 % 12,09 % 11,63

= +


(67)

Lampiran 7. Contoh Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total Serbuk Simplisia Daun Srikaya (Annona reticulata L.)

No Berat sampel Berat Abu

1 2,0001 g 0,1596 g

2 2,0001 g 0,1573 g

3 2,0002 g 0,1483 g

% 100 x sampel Berat hasil sisa g Berat abu total

Kadar =

a. Sampel I

1. Kadar abu total = x 100% 2,0001

1596 , 0

= 7,97 % b. Sampel II

2. Kadar abu total = x 100% 2,0001

1573 , 0

= 7,86 % c. Sampel III

3. Kadar abu total = x 100% 2,0002

1483 , 0

= 7,41 %

Kadar abu total rata-rata =

3 % 7,41 % 7,86 %

7,97 + +


(68)

Lampiran 8. Contoh Perhitungan Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam Serbuk Simplisia Daun Srikaya (Annona reticulata L.)

No Berat sampel Berat abu

1 2,0001 g 0,0107 g

2 2,0002 g 0,0109 g

3 2,0002 g 0,0110 g

% 100 x sampel Berat hasil sisa g Berat asam larut abu tidak

Kadar =

a. Sampel

1. Kadar abu tidak larut asam = x 100% 2,0001

0107 , 0

= 0,53 % b. Sampel

2. Kadar abu tidak larut asam = x 100% 2,0001

0109 , 0

= 0,54 % c. Sampel III

3. Kadar abu tidak larut asam = x 100% 2,0002

0110 , 0

= 0,55 %

Kadar abu tidak larut asam rata-rata =

3

0,55% 0,54%

%

0,53 + +


(1)

hari 3

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Duncana Gel EES 0,5% 6 1.3967

Gel EES 0,75% 6 1.4717

Gel EES 0,25% 6 1.6433

Kontrol 6 1.7483

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

hari 4

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Duncana Gel EES 0,5% 6 1.2433

Gel EES 0,75% 6 1.4017 1.4017

Gel EES 0,25% 6 1.5683 1.5683


(2)

hari 4

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Duncana Gel EES 0,5% 6 1.2433

Gel EES 0,75% 6 1.4017 1.4017

Gel EES 0,25% 6 1.5683 1.5683

Kontrol 6 1.6467

Sig. .064 .052 .343

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

hari 5

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Duncana Gel EES 0,5% 6 .5133

Gel EES 0,75% 6 1.3033

Kontrol 6 1.3900

Gel EES 0,25% 6 1.4083

Sig. 1.000 .210


(3)

hari 6

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Duncana Gel EES 0,5% 6 .0000

Gel EES 0,75% 6 .7167

Gel EES 0,25% 6 1.1867

Kontrol 6 1.3400

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

hari 7

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Duncana Gel EES 0,5% 6 .0000

Gel EES 0,75% 6 .1700

Gel EES 0,25% 6 .9950


(4)

hari 7

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Duncana Gel EES 0,5% 6 .0000

Gel EES 0,75% 6 .1700

Gel EES 0,25% 6 .9950

Kontrol 6 1.2133

Sig. .092 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

hari 8

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Duncana Gel EES 0,5% 6 .0000

Gel EES 0,75% 6 .0000

Gel EES 0,25% 6 .4967

Kontrol 6 1.1267

Sig. 1.000 1.000 1.000


(5)

hari 9

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Duncana Gel EES 0,25% 6 .0000

Gel EES 0,5% 6 .0000

Gel EES 0,75% 6 .0000

Kontrol 6 .8950

Sig. 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

hari 10

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Duncana Gel EES 0,25% 6 .0000

Gel EES 0,5% 6 .0000

Gel EES 0,75% 6 .0000


(6)

hari 10

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Duncana Gel EES 0,25% 6 .0000

Gel EES 0,5% 6 .0000

Gel EES 0,75% 6 .0000

Kontrol 6 .4283

Sig. 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.