Identifikasi Boraks Dalam Bakso Dengan Reaksi Nyala

(1)

IDENTIFIKASI BORAKS DALAM BAKSO

DENGAN REAKSI NYALA

TUGAS AKHIR OLEH:

SUCI LESTARI NIM 082410061

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

IDENTIFIKASI BORAKS DALAM BAKSO DENGAN REAKSI NYALA TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

SUCI LESTARI NIM 082410061

Medan, April 2011 Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt. NIP 195006071979031001

Disahkan Oleh: Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Pada dasarnya Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun berdasarkan apa yang penulis lakukan pada praktek kerja lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.

Selama menyusun Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Ayahanda Eddy Profitra dan Ibunda Supiati dan seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun Tugas Akhir ini dan selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.

3. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

4. Bapak Drs. Agus Prabowo, M.S., Apt., selaku Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.


(4)

5. Ibu Dra. Flora Sari, Apt., selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.

6. Ibu Zakiah Kurniati, S.Farm, Apt., selaku Koordinator Pembimbing PKL (Praktek Kerja Lapangan) di Balai Besar POM di Medan.

7. Seluruh staf dan karyawan Balai Besar POM di Medan yang telah membantu kami selama melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan). 8. Sahabatku Ayu, Echa, Ema, Maya, Icha dan Ajeng yang senantiasa

memberiku semangat dan terus memacuku. dan yang selalu memberi motivasi dan menghibur.

9. Seluruh teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2008 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka.

Dalam menulis Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan. Harapan kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2011 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Judul ... i

Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

DaftarTabel ... vii

BAB I PENDAHULUAN ………...…... .. 1

1.1Latar Belakang ………..…... 1

1.2Tujuan ……….……….…... 2

1.3Manfaat ……….……... .. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………..…..…..….….. .. 3

2.1 Bakso ………..………….……... 3

2.1.1 Cara Pembuatan Bakso……….……... 4

2.1.2 Pengawet dalam Kehidupan Sehari-hari... 6

2.2 Boraks ………..…………..…. 7

2.2.1 Pengaruh Boraks Terhadap Kesehatan...10

2.2.2 Identifikasi Boraks... 11

2.3 Kasus Boraks dalam Makanan...……….….…... 14

BAB III METODOLOGI...19

3.1 Tempat Pengujian ………...19


(6)

3.2.2 Prosedur………....………...19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………..……...20

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………...22

5.1 Kesimpulan ……….…...22

5.2 Saran ……….…….22


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Kandungan Boraks Berdasarkan Jenis Pangan ... 15 Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Boraks di dalam Sampel Bakso di Medan ... 16 Tabel 3. Hasil Perbandingan antara Boraks Murni dengan Sampel Bakso... 20


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Walaupun boraks dilarang digunakan di dalam makanan, tetapi ternyata masih ditemukan dalam beberapa produk makanan seperti mie kuning basah, bakso dan lontong. Bahan tambahan makanan (aditif makanan) digunakan agar makanan tampak lebih menarik dan tahan lama, bahan tersebut dapat sebagai pengawet, pewarna, penyedap rasa dan aroma, anti oksidan dan lain-lain. Jika bahan tersebut tidak bernilai gizi, tetapi ditambahkan ke dalam makanan pada pembuatan untuk mempengaruhi atau mempertahankan sifat khas makanan tersebut. Beberapa bahan tambahan makanan mempunyai pengaruh yang kurang baik terhadap kesehatan manusia, karena itu pemerintah (Departemen Kesehatan) telah mengatur atau menetapkan jenis-jenis bahan tambahan makanan yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam penggunaan makanan (Cahyadi, 2006).

Salah satu bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan adalah asam borat dan garamnya natrium tetraborat (boraks). Tetapi, masih banyak ditemukan penyalahgunaan boraks-boraks pada bakso. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun pemerintah (Departemen Kesehatan) telah melarang pengunaan boraks, ternyata sebagian masyarakat produsen makanan tersebut masih menggunakannya. Hal ini disebabkan masih terdapatnya penyalahgunaan pemakaian boraks dan perlunya fungsi pengawasan yang belum dapat dilakukan oleh Balai POM. Maka dilakukan penelitian evaluasi keberadaan


(9)

boraks pada beberapa jenis makanan yang beredar. Masyarakat dan industri seharusnya perlu memperhatikan bahan tambahan pangan dengan kemungkinan pemalsuan terhadap komponen yang berkualitas rendah dan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan oleh komponen beracun dalam bahan pangan (Cahyadi, 2006).

Meskipun bahan tambahan kimia yang dilarang telah dilarang untuk digunakan, tetapi kenyataannya sampai saat ini masih beredar dan dijual bebas salah satunya adalah boraks. Sehubungan dengan ini, maka penulis tertarik untuk membuat tugas akhir yang berjudul “Identifikasi Boraks dalam Bakso dengan Reaksi Nyala”. Adapun pengujian dilakukan selama penulis melakukan praktek kerja lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.

1.2Tujuan

Adapun tujuan dari identifikasi boraks dalam bakso adalah untuk mengetahui apakah sampel bakso tersebut mengandung bahan pengawet berbahaya, yaitu boraks.

1.3Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari identifikasi boraks dalam bakso adalah agar dapat mengetahui bahwa sampel bakso tersebut yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan bebas dari bahan pengawet berbahaya sehingga aman untuk dikonsumsi.


(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Bakso

Bakso tersedia dalam beragam jenis masakan. Bakso yang digunakan harus bebas dari sentuhan bahan-bahan kimia berbahaya. Meskipun bakso sangat memasyarakat, nyatanya pengetahuan masyarakat mengenai bakso yang aman dan baik untuk dikonsumsi masih kurang. Bakso yang mengandung boraks atau formalin masih banyak beredar dan tetap dikonsumsi. Asupan boraks sangat merugikan kesehatan. Bakso merupakan produk gel dari protein daging, baik daging sapi, ayam, ikan maupun udang. Selain protein hewani, aneka daging itu juga mengandung zat-zat gizi lainnya, termasuk asam amino esensial yang penting bagi tubuh. Karena itu, bakso mestinya dapat menjadi pemenuh kebutuhan masyarakat akan protein (Cahyadi, 2006).

Bakso adalah jenis udang. Dalam penyajiannya, bakso umumnya disajikan panas-panas dengan kuah kaldu sapi bening, dicampur bawang goreng dan seledri. Bakso sangat populer dan dapat ditemukan di seluruh Indonesia, dari gerobak sekarang banyak di tawarkan dalam bentuk makanan beku yang dijual d


(11)

swalayan dan mall-mall. Irisan bakso dapat juga dijadikan pelengkap jenis makanan lain seperti

Dalam pembuatan bakso perlu ditambahkan tepung tapioca dan bumbu lainnya. Selain itu, sering pula ditambahkan pengenyal. Pengenyal yang aman dan diperbolehkan adalah Sodium Tripoli Fosfat (STF). Selain sebagai pengenyal, Sodium Tripoli Fosfat juga berfungsi sebagai pengemulsi sehingga adonan dapat bercampur dengan lebih rata. Namun demikian, kebanyakan bakso yang berharga murah tidak menggunakan STF sebagai pengenyal, melainkan memilih menggunakan obat bakso. Perlu diingat bahwa obat bakso mengandung boraks, yang sebenarnya merupakan pengawet mayat. Ciri-ciri bakso yang mengandung boraks sebagai pengenyal dan pengawet adalah lebih kenyal jika dibandingkan dengan bakso yang menggunakan STF sebagai pengenyal. Itu sebabnya bakso yang mengandung boraks bila digigit akan kembali kebentuk semula (Yuliarti, 2007).

2.1.1 Cara Pembuatan Bakso

Bakso merupakan makanan yang sangat populer di kalangan masyarakat. Hampir di setiap tempat dapat dijumpai produk ini. Di pasar-pasar, di pinggir jalan, di pondokan, pedagang keliling sampai di pasar swalayan. Bakso yang biasa kita kenal dikelompokkan menjadi bakso daging, bakso urat, dan bakso aci. Bakso daging dibuat dari daging yang sedikit mengandung urat, misalnya daging bagian paha, dengan penambahan tepung yang lebih sedikit. Bakso urat terbuat dari daging yang mengandung jaringan ikat atau urat, misalnya daging iga. Bakso aci


(12)

adalah bakso yang penambahan tepungnya lebih banyak dibanding dengan jumlah daging yang digunakan (Tristar, 2010).

Pembuatan bakso terdiri dari tahap pemotongan daging, penggilingan daging (bisa dengan menggunakan mesin penggiling daging), penghalusan daging giling sekaligus pencampuran dengan bahan pembantu dan bumbu, pencampuran dengan tepung tapioka (bisa dengan menggunakan mesin blender industri), pembentukan bola-bola bakso (bisa secara manual maupun secara otomatis memakai dalam dua tahap agar permukaan bakso yang dihasilkan tidak pecah akibat perubahan suhu yang terlalu cepat. Tahap pertama, bakso dipanaskan dalam panci berisi air hangat sekitar 60°C sampai 80°C, sampai bakso mengeras dan terapung. Tahap kedua, bakso direbus sampai matang dalam air mendidih (Tristar, 2010).

Bahan-bahan yang digunakan adalah daging sapi 1 kg, tepung tapioka 300 gram dan es batu 200 gr Monosodium glutamat (MSG) 5 gr dan garam 18 gr. Proses pembuatannya adalah daging dipotong-potong 10x5x5 cm. Daging digiling dengan menggunakan mesin penggiling daging. Daging gilingan dimasukkan ke dalam bersama dengan sebagaian dari es, STF, garam, lada halus dan MSG. Campuran tersebut dihaluskan selama 5 menit. Tepung tapioka dan sisa es ditambahkan ke dalam halus, adonan bakso dibulat-bulatkan dengan menggunakan tangan dan diambil dengan sendok. Ukuran daging disesuaikan dengan selera, bisa besar, kecil, atau sedang. Bisa juga menggunakan


(13)

terbentuk langsung dimasukkan ke dalam air hangat (air hangat ini belum mendidih atau sekitar suhu 60°-80°C). Bila sudah terapung dalam air, bola-bola bakso ini diangkat. Bila akan dikonsumsi langsung, bakso tersebut didinginkan sebentar, lalu direbus lagi sampai matang (sekitar 10 menit). Bila akan disimpan, dapat disimpan di mesin pendingin untuk jangka waktu sebentar. Apabila ingin disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama, bisa dikemas dengan menggunakan mesin pengemas vakum. Lalu disimpan dalam freezer, dan direbus kembali jika akan dikonsumsi (Tristar, 2010).

2.1.2 Pengawet dalam Kehidupan Sehari-hari

Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi merupakan hal yang menguntungkan karena dengan bahan pengawet bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Namun, dari sisi yang lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan umtuk dikonsumsi. Apabila dosis pemakaian bahan pangan tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik yang bersifat langsung misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsiogenik (beracun). Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini banyak dijumpai pemakaian bahan pengawet secara luas. Kebanyakan bahan pengawet memiliki ciri sebagai senyawa kimia yang relatif sederhana jika dibandingkan dengan senyawa kimia lainnya


(14)

Banyak masyarakat yang tertarik pada bahan pangan tertentu seperti bahan pangan dalam kaleng, botol atau dalam bentuk kemasan lainnya dari hasil produksi industri bahan pangan. Masyarakat tentunya ingin mengetahui apa yang terdapat dalam bahan pangan yang dikemas secara menarik yang kemungkinan besar tidak dijumpai pada bahan pangan yang disiapkan atau dimasak sendiri. Sebagai contoh, bahan pangan keluaran pabrik pada umumnya menggunakan bahan tambahan pangan termasuk didalamnya adalah bahan pengawet secara sengaja yang ditambahkan agar bahan pangan yang dihasilkan dapat dipertahankan kualitasnya dan memiliki unsur penyimpan lebih lama sehingga memperluas jangkauan distribusinya (Cahyadi, 2006).

Bahan pengawet dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bahan pengawet alami dan bahan pengawet sintetis. Zat pengawet alami adalah pengawet yang berasal dari alam, contohnya adalah garam dan gula. Sedangkan zat pengawet sintetis adalah bahan pengawet yang berasal dari bahan kimia, contohnya adalah asam benzoat dan garamnya (Na dan K), asam propionat dan garamnya (Na dan Ca), asam sorbat dan garamnya (Na, K, dan Ca), natrium nitrat dan belerang dioksida. Selain pengawet yang aman untuk dikonsumsi, juga terdapat pengawet yang tidak boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan, diantaranya formalin dan boraks (Cahyadi, 2006).

2.2Boraks

Natrium Tetraborat (Na2B4O7.10H2O) adalah campuran garam mineral dengan konsentrasi yang cukup tinggi, yang merupakan bentuk tidak murni dari boraks. Boraks berasal dari bahasa Arab yaitu Bouraq, merupakan kristal lunak


(15)

yang mengandung unsur boron dan mudah larut dalam air. Boraks berbentuk serbuk kristal putih, tidak berbau, tidak larut dalam alkohol dan memiliki PH : 9,5 (Rahmawati, 2010).

Borat diturunkan dari ketiga asam borat yaitu asam ortoborat (H3BO3), asam piroborat (H2B4O7), dan asam metaborat (HBO2). Asam ortoborat adalah zat padat kristalin putih, yang sedikit larut dalam air dingin, tetapi lebih larut dalam air panas. Garam-garam dari asam ini sangat sedikit yang diketahui dengan pasti. Asam ortoborat yang dipanaskan pada 1000C, akan diubah menjadi asam metaborat. Pada 1400C dihasilkan asam piroborat. Kebanyakan garam ini diturunkan dari asam metaborat dan piroborat. Hal ini disebabkan oleh lemahnya asam borat, garam-garam yang larut terhidrolisis dalam larutan, dan karenanya bereaksi basa (Vogel, 1985).

BO33- + 3 H2O → H3BO3 + 3 OH -B4O72- + 7 H2O → 4 H3BO3 + 2 OH -BO2- + 2 H2O → H3BO3 + OH

-Kelarutan Borat dari logam-logam alkali mudah larut dalam air. Borat dari logam-logam lainnya umumnya sangat sedikit larut dalam air, tetapi cukup larut dalam asam-asam dan dalam larutan ammonium klorida (Vogel, 1985).

Asam borat (H3BO3) merupakan senyawa boron yang dikenal juga dengan nama boraks. Di Jawa Barat dikenal juga dengan nama bleng, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal dengan nama pijer (Cahyadi, 2006). Bleng adalah bentuk tidak murni dari boraks, sementara asam borat murni buatan industri farmasi lebih


(16)

diproduksi sejak tahun 1700 di Indonesia, dalam bentuk air bleng. Bleng biasanya dihasilkan dari ladang garam atau

Komposisi dan bentuk asam borat mengandung 99,0 % dan 100,5 % H3BO3. Mempunyai bobot molekul 61,83 dengan B = 17,50%; H = 4,88%; O = 77,62% berbentuk serbuk hablur kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis (Departemen kesehatan, 1995).

Senyawa asam borat ini mempunyai sifat – sifat kimia sebagai berikut : 1. Jarak lebur sekitar 1710C.

2. Larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol 85%, dan tak larut dalam eter.

3. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat, atau asam tartrat.

4. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 1000C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO3).

Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan yang jernih dan tak berwarna. Asam borat tidak bercampur dengan alkali karbonat dan hidroksida (Cahyadi, 2006).

Pada dasarnya asam dapat menurunkan kadar pH pada makanan, sehingga dapat menghambat bakteri pembusuk. Asam dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu, asam alami yang pada umumnya adalah asam organik misalnya asam tartrat


(17)

dan asam dari buah-buahan misalnya asam sitrat. Asam yang dihasilkan dari proses fermentasi misalnya asam laktat dan asam asetat. Asam-asam sintetik misalnya asam malat, asam fosfat dan asam adifat (Winarno, 1980).

2.2.1 Pengaruh Boraks Terhadap Kesehatan

Boraks atau yang sering disebut asam borat, natrium tetraborat atau sodium borat, sebenarnya merupakan pembersih, fungisida, herbisida dan insektisida yang bersifat toksik atau beracun untuk manusia (Yuliarti, 2007). Boraks dipakai sebagai pengawet kayu, anti septik kayu dan pengontrol kecoa (Keswan, 2011). Pemerintah telah melarang penggunaan boraks sebagai bahan makanan dari Juli 1979, dan dimantapkan melalui SK Menteri Kesehatan RI No 733/Menkes/Per/IX/1988 (Anonim, 2011).

Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak langsung berakibat buruk terhadap kesehatan tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Seringnya mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian (Anonim, 2011).

Efek farmakologi dan toksisitas senyawa boron atau asam borat merupakan bakterisida lemah. Larutan jenuhnya tidak membunuh Staphylococcus aureus. Oleh karena toksisitas lemah, sehingga dapat digunakan sebagai bahan


(18)

berlebihan dapat mengakibatkan toksik (keracunan). Gejala dapat berupa mual, muntah, diare, suhu tubuh menurun, lemah, sakit kepala, rash erythematous, bahkan dapat menimbulkan syok. Kematian pada orang dewasa dapat terjadi dalam dosis 15 – 25 gram, sedangkan pada anak dosis 5 – 6 gram. Asam borat juga bersifat teratogenik pada anak ayam. Absorpsinya melalui saluran cerna, sedangkan ekskresinya yang utama melalui ginjal. Jumlah yang relatif besar ada pada otak, hati, dan ginjal sehingga perubahan patologisnya dapat dideteksi melalui otak dan ginjal. Dilihat dari efek farmakologi dan toksisitasnya, maka asam borat dilarang digunakan dalam pangan (Cahyadi, 2006).

Dalam kondisi toksik yang kronis karena mengalami kontak dalam jumlah sedikit demi sedikit namun dalam jangka panjang akan mengakibatkan tanda-tanda merah pada kulit dan gagal ginjal. Boraks juga dapat mengakibatkan iritasi pada kulit, mata atau saluran respirasi, mengganggu kesuburan dan janin. Maka, hendaknya berhati-hati dan berupaya mengenali makanan yang ditambahkan pengawet ini. Sedapat mungkin harus menghindarinya demi kesehatan (Yuliarti, 2007).

2.2.2 Identifikasi Boraks

Ada beberapa metode yang dipakai untuk pengujian identifikasi boraks, diantaranya adalah asam sulfat pekat dan alkohol, uji kertas kunyit, asam sulfat pekat, larutan perak nitrat, dan larutan barium klorida (Vogel, 1979).

1. Asam sulfat pekat dan alkohol

Pengujian ini sering disebut uji nyala api. Penggunaan metanol atau etanol (yang pertama lebih disukai karena lebih mudah menguap) dalam sebuah cawan


(19)

porselen kecil, dan alkohol ini dinyalakan maka alkohol akan terbakar dengan nyala yang pinggirannya hijau yang disebabkan oleh pembentukan metal borat B(OCH3)3 atau etil borat B(OC2H5)3. Kedua ester ini beracun. Modifikasi yang berikut dari uji ini, yang tergantung pada sifat boron triflorida, BF3, yang lebih mudah menguap, dapat dipakai dengan adanya senyawa tembaga dan barium, zat-zat ini tidak membentuk senyawa-senyawa yang mudah menguap pada kondisi-kondisi eksperimen yang disebut dibawah. Campurlah dengan seksama borat dengan kalsium florida yang telah dijadikan bubuk dan sedikit asam sulfat pekat, dan bawa sedikit dari pasta yang terjadi tersebut di atas cincin kawat platinum, atau pada ujung batang kaca, sampai dekat sekali ketepian dasar nyala Bunsen tanpa benar-benar menyentuhnya. Boron triflorida yang mudah menguap terbentuk dan mewarnai nyala menjadi hijau (Vogel, 1979).

H3BO3 + 3CH3OH → B(OCH3)3↑ + 3H2O

Na2B4O7 + 6CaF2 + 7H2SO4 → 4BF3↑ + 6CaSO4 +2Na+ + SO42- + 7H2O 2. Uji kertas kunyit

Jika sehelai kertas kunyit (turmeric) dicelupkan kedalam larutan suatu borat yang diasamkan dengan asam klorida encer, lalu dikeringkan pada suhu 1000 C, kertas ini menjadi coklat kemerahan. Kertas dikeringkan paling sederhana dengan melilitkannya sekeliling sisi luar dekat tepi mulut suatu tabung uji yang mengandung air, dan mendidihkan air itu selama 2-3 menit. Setelah kertas dibasahi dengan larutan natrium hidroksida encer, kertas menjadi hitam kebiruan atau hitam-kehijauan. Kromat, klorat, nitrit, iodida, dan zat-zat pengoksid lain


(20)

3. Asam sulfat pekat

Tidak terjadi sesuatu kerja yang dapat dilihat dalam keadaan dingin, meskipun asam ortoborat, H3BO3, dibebaskan. Namun, ketika dipanaskan, asap putih asam borat dilepaskan. Jika asam klorida pekat ditambahkan kepada larutan boraks yang pekat, asam borat akan mengendap (Vogel, 1979).

Na2B4O7 + H2SO4 + 5H2O → 4H3BO3↑ +2Na+ + SO4 2-Na2B4O7 + 2HCl + 5H2O → 4H3BO3↑ +2Na+ + 2Cl -4. Larutan perak nitrat

Endapan putih perak metaborat, AgBO2, dari larutan boraks yang cukup pekat, yang larut baik dalam larutan ammonia encer maupun dalam asam asetat. Dengan mendidihkan endapan dengan air, endapan dihidrolisis sempurna, dan diperoleh endapan coklat perak oksida dihasilkan langsung dalam larutan-larutan yang sangat encer (Vogel, 1979).

B4O72- + 4Ag+ + H2O → 4AgBO2↓ + 2H+ 2AgBO2↓ + 3H2O → Ag2O↓ + 2H3BO3 5. Larutan barium klorida

Endapan putih barium metaborat, Ba(BO2)2, dari larutan-larutan yang cukup pekat, endapan larut dalam reagensia berlebihan, dalam asam-asam encer dan dalam larutan garam-garam ammonium. Larutan kalsium dan strontium klorida bertindak serupa (Vogel, 1979).


(21)

2.3 Kasus Boraks dalam Makanan

Saat ini, kasus keracunan makanan bukan hal yang asing. Berdasarkan hasil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) di Jakarta, ditemukan sejumlah produk makanan seperti ikan asin, mi basah, tahu, dan bakso yang memakai boraks dan formalin sebagai pengawet. Produk makanan yang berformalin dan boraks tidak hanya ditemukan di sejumlah pasar tradisional, tetapi sering pula ditemukan di berbagai supermarket di berbagai wilayah di tanah air. Padahal perlu kita ketahui bahwa sebenarnya formalin dan boraks bukanlah bahan pengawet untuk makanan. Penggunaan formalin umumnya adalah untuk pengawet mayat disamping pengawet berbagai jenis bahan industri nonmakanan sehingga penggunaannya untuk pengawet makanan sangat membahayakan konsumen. Sedangkan boraks umumnya digunakan untuk pembersih dan insektisida yang bersifat toksik atau beracun untuk manusia. Adanya bahan aditif dan pengawet berbahaya dalam makanan ini sebenarnya sudah lama menjadi rahasia umum. Akan tetapi, masalah klasik tersebut seringkali muncul menjadi pembicaraan hangat dengan kembali ditemukannya sebagai pengawet tersebut pada berbagai jenis bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari (Yuliarti, 2007).

Pangan yang paling banyak mengandung boraks adalah mie basah, bakso, makanan ringan dan kerupuk. Lebih dari 99% sampel mie kering tidak mengandung boraks. Data hasil pemeriksaan boraks pada beberapa bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 1 (Badan POM, 2004)


(22)

Tabel 1. Kandungan Boraks Berdasarkan Jenis Pangan Jenis Pangan Jumlah Sampel

yang dianalisa

Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat

Mie basah 117 81 (69%) 36 (31%)

Bakso 77 60 (78%) 17 (22%)

Makanan ringan 61 53 (87%) 8 (13%)

Kerupuk 410 361 (88%) 49 (12%) Mie kering 315 314 (>99%) 1 (<1%)

Sejumlah makanan ditemukan mengandung formalin (pengawet mayat) dan boraks di daerah Tangerang-Jakarta pada Kamis, 02 September 2010. Kedua bahan berbahaya bagi kesehatan itu ditemukan dalam razia yang dilakukan di pasar swalayan Hypermart Mall Metropolis Town Square, Cikokol, Kota Tangerang. Kepala Seksi Pengawasan Obat dan Makanan Dinkes Kota Tangerang mengatakan setelah pihaknya melakukan uji sampel pada beberapa makanan, ternyata positif mengandung formalin dan boraks yang sangat berbahaya. Ini terbukti dari hasil uji dua kali dengan larutan kimia khusus. Untuk makanan seperti kerang, ikan asin dan udang, terbukti mengandung boraks. Sementara pada tahu kuning besar mengandung formalin 0,25 miligram dan juga boraks. Sehingga Hypermart menarik produk dan tidak menjual makanan tersebut agar tidak lagi dikonsumsi oleh masyarakat (Anonim, 2010).

Pada pengujian boraks didalam bakso yang beredar di Medan telah dilakukan pemeriksaan dengan lokasi pengambilan sampel yang berbeda. Sampel disiapkan melalui proses sentrifugasi dan pengabuan. Pengabuan dilakukan dengan reaksi nyala memakai metanol-asam sulfat serta reaksi dengan asam


(23)

oksalat dan kurkumin 1% dalam metanol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 80% dari sampel yang diperiksa ternyata mengandung boraks. Data hasil pemeriksaan boraks didalam sampel bakso dapat dilihat pada Tabel 2 (Silalahi dkk, 2010).

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Boraks di dalam Sampel Bakso di Medan Nomor Lokasi Pengambilan Sampel Hasil

1 A -

2 B +

3 C +

4 D +

5 E +

6 F +

7 G -

8 H +

9 I +

10 J +

Keterangan: - = tidak terdeteksi boraks (negatif); + = positif terdeteksi boraks. Kode sampel berdasarkan daerah pengambilan sampel: Jl. Gatot Subroto (A), Jl. Iskandar Muda (B), Kampung Lalang (C), Padang Bulan (D), Kampung Keling (E), Jl. Pancing (F), Setiabudi (G), Jl. Dr. Mansur (USU) (H), Brayan (I), dan daerah Amplas (J).

Kasus yang terjadi selama ini dikarenakan sejumlah produsen nakal menggunakan pengawet yang ditujukan untuk tekstil, plastik, bahkan pengawet mayat. Hal ini disebabkan oleh relatif murahnya pengawet yang tidak ditujukan untuk makanan jika dibandingkan dengan pengawet makanan. Disamping itu, ketidaktahuan produsen maupun konsumen tentang bahaya penggunaan pengawet


(24)

terjadi. Selain boraks, ada beberapa jenis pengawet lain yang sebenarnya bukan bahan tambahan makanan, tetapi digunakan untuk mengawetkan makanan sehingga penggunaannya membahayakan bagi konsumen diantaranya formalin, asam salisilat dan garamnya, dietilpilokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofurazon, dan kalium atau prottasium bromat. Diantara bahan-bahan tersebut yang paling sering digunakan di masyarakat adalah formalin dan boraks (Yuliarti, 2007).

Boraks merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan tekstur yang bagus misalnya bakso, kerupuk bahkan mie basah yang berada di pasaran. Kerupuk yang mengandung boraks kalau digoreng akan mengembang dan empuk, teksturnya bagus dan renyah. Padahal, gelas pyrex yang terkenal kuat bisa memiliki performa seperti itu karena dibuat dengan campuran boraks. Kemungkinan besar daya pengawet boraks disebabkan oleh senyawa aktif asam borat (Rahmawati, 2010).

Boraks digunakan atau ditambahkan ke dalam pangan atau bahan pangan sebagai pengenyal ataupun sebagai pengawet. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan diperoleh data bahwa senyawa asam borat ini didapati pada lontong agar teksturnya menjadi bagus dan kebanyakan pada bakso (Cahyadi, 2006).

Ciri dari bakso yang mengandung boraks adalah Bakso yang menggunakan boraks, bila digigit akan kembali ke bentuk semula. Selain membuat kenyal, boraks juga digunakan agar bakso lebih tahan lama. Ciri lainnya adalah warnanya yang tampak lebih putih. Hal itu berbeda dari bakso yang baik, biasanya berwarna abu-abu segar merata di semua bagian, baik dipinggir maupun


(25)

tengah. Bila bakso berwarna abu-abu tua, itu tandanya bakso dibuat dengan penambahan boraks yang berlebihan. Bakso memiliki sifat keasaman rendah dan pH yang tinggi, sehingga makanan favorit berbagai kalangan itu tidak bertahan lama. Terlebih lagi, bakso memiliki kadar air yang tinggi, sehingga bakteri mudah berkembang, karena itu penyimpanannya harus lebih baik. Saat ini, banyak penyimpangan yang dilakukan produsen nakal agar baksonya bertahan lama. Mereka mencelupkan bakso ke larutan formalin ataupun boraks, agar baksonya lebih tahan lama. Padahal, itu sangat berbahaya bagi kesehatan (Cahyadi, 2006).


(26)

BAB III METODOLOGI

3.1 Tempat Pengujian

Pengujian identifikasi boraks dalam sampel bakso dengan reaksi nyala di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.

3.2 Identifikasi Boraks dalam Bakso Dengan Reaksi Nyala 3.2.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah kurs porselen, kompor listrik dan tanur. Bahan yang digunakan adalah asam sulfat (H2SO4), metanol, boraks murni, dan sampel bakso ayam.

3.2.2 Prosedur

1. Sejumlah ± 1 gram sampel bakso diletakkan di cawan kurs porselen dan dibakar diatas kompor sampai menjadi arang atau gosong.

2. Diabukan dalam tanur hingga terjadi pengabuan yang sempurna.

3. Sebagian abu ditambah sedikit asam sulfat dan metanol kemudian dibakar 4. Nyala berwarna hijau menunjukkan adanya boraks.

5. Dilakukan juga serbuk boraks murni yang dicampurkan kedalam sampel bakso yang akan di uji.


(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemerian dari sampel bakso yang akan di uji adalah berbentuk padat, berwarna abu-abu, serta berbau normal. Pada percobaan identifikasi boraks dalam sampel bakso dengan reaksi nyala, diperoleh hasil bahwa sampel bakso tersebut tidak mengandung boraks. Hasil perbandingan antara boraks murni dan sampel bakso dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Perbandingan antara Boraks Murni dengan Sampel Bakso Nama Zat Pereaksi Pengamatan Hasil

Baku

Pembanding Boraks

H2SO4 (P) Metanol

Nyala Hijau Boraks (+) Positif

Zat Uji Bakso Ayam

H2SO4 (P) Metanol

 Tidak Terbentuk Nyala Hijau

Boraks (-) Negatif

Dari hasil percobaan identifikasi senyawa boraks disalam sampel bakso dengan reaksi nyala, diketahui bahwa sampel bakso yang diuji tidak mengandung zat pengawet berbahaya, yaitu boraks. Hal ini dapat dibandingkan dengan hasil penelitian (Silalahi dkk, 2010), pemeriksaan boraks didalam sampel bakso di berbagai lokasi pengambilan sampel di Medan. Dari 10 sampel yang diperiksa ternyata 8 sampel menunjukkan hasil yang positif mengandung boraks. Hal ini


(28)

berbahaya seperti boraks untuk ditambahkan kedalam bahan makanan, dikarenakan lebih relatif murahnya pengawet ini jika dibandingkan dengan pengawet makanan yang sebenarnya. Maka dari itu, masyarakat atau konsumen perlu memperhatikan dan lebih teliti terhadap pemalsuan zat-zat beracun pada bahan makanan.


(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan identifikasi boraks dalam sampel bakso dengan reaksi nyala, diketahui bahwa sampel bakso yang diuji tidak mengandung bahan pengawet berbahaya, yaitu boraks.

5.2 Saran

Sebaiknya pengujian untuk boraks jangan hanya terpatok pada pengujian terhadap uji kualitatif asam sulfat-metanol saja, akan tetapi pengujian secara kuantitatif juga harus dilakukan, agar diketahui kadar boraks yang ditambahkan dalam bakso.


(30)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Makanan campur formalin dan borax ditemukan di Mall.

Anonim. 2011. Bakso Badan POM. 2004. Bahan Tambahan Ilegal - Boraks, Formalin dan Rhodamin B.

Agustus 2004

Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 227-230

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta. Hal. 605

Keswan, S. 2011. Waspada Formalin dan Boraks. http://e-smartschool.co.id /index.php?option≡com_content&task≡view&id≡322&Itemid≡1 Tgl: 04 Maret 2011

Rahmawati, I. 2010. Analisis Kualitatif Natrium Tetraborat (Boraks).

Silalahi, J., Meliala, I., dan Panjaitan L. 2010. Pemeriksaan Boraks di dalam Bakso di Medan. Majalah Kedokteran Indonesia Volum: 60, Nomor: 11, November 2010: 521-525


(31)

Tristar. 2010. Resep Cara Membuat Bakso

Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka. Hal. 365-368

Winarno, F.G. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: Gramedia. Hal. 70-73 Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Andi.


(1)

METODOLOGI

3.1 Tempat Pengujian

Pengujian identifikasi boraks dalam sampel bakso dengan reaksi nyala di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.

3.2 Identifikasi Boraks dalam Bakso Dengan Reaksi Nyala 3.2.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah kurs porselen, kompor listrik dan tanur. Bahan yang digunakan adalah asam sulfat (H2SO4), metanol, boraks murni, dan sampel bakso ayam.

3.2.2 Prosedur

1. Sejumlah ± 1 gram sampel bakso diletakkan di cawan kurs porselen dan dibakar diatas kompor sampai menjadi arang atau gosong.

2. Diabukan dalam tanur hingga terjadi pengabuan yang sempurna.

3. Sebagian abu ditambah sedikit asam sulfat dan metanol kemudian dibakar 4. Nyala berwarna hijau menunjukkan adanya boraks.

5. Dilakukan juga serbuk boraks murni yang dicampurkan kedalam sampel bakso yang akan di uji.


(2)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemerian dari sampel bakso yang akan di uji adalah berbentuk padat, berwarna abu-abu, serta berbau normal. Pada percobaan identifikasi boraks dalam sampel bakso dengan reaksi nyala, diperoleh hasil bahwa sampel bakso tersebut tidak mengandung boraks. Hasil perbandingan antara boraks murni dan sampel bakso dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Perbandingan antara Boraks Murni dengan Sampel Bakso Nama Zat Pereaksi Pengamatan Hasil

Baku

Pembanding Boraks

H2SO4 (P) Metanol

Nyala Hijau Boraks (+) Positif

Zat Uji Bakso Ayam

H2SO4 (P) Metanol

 Tidak Terbentuk Nyala Hijau

Boraks (-) Negatif

Dari hasil percobaan identifikasi senyawa boraks disalam sampel bakso dengan reaksi nyala, diketahui bahwa sampel bakso yang diuji tidak mengandung zat pengawet berbahaya, yaitu boraks. Hal ini dapat dibandingkan dengan hasil penelitian (Silalahi dkk, 2010), pemeriksaan boraks didalam sampel bakso di berbagai lokasi pengambilan sampel di Medan. Dari 10 sampel yang diperiksa ternyata 8 sampel menunjukkan hasil yang positif mengandung boraks. Hal ini


(3)

dikarenakan lebih relatif murahnya pengawet ini jika dibandingkan dengan pengawet makanan yang sebenarnya. Maka dari itu, masyarakat atau konsumen perlu memperhatikan dan lebih teliti terhadap pemalsuan zat-zat beracun pada bahan makanan.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan identifikasi boraks dalam sampel bakso dengan reaksi nyala, diketahui bahwa sampel bakso yang diuji tidak mengandung bahan pengawet berbahaya, yaitu boraks.

5.2 Saran

Sebaiknya pengujian untuk boraks jangan hanya terpatok pada pengujian terhadap uji kualitatif asam sulfat-metanol saja, akan tetapi pengujian secara kuantitatif juga harus dilakukan, agar diketahui kadar boraks yang ditambahkan dalam bakso.


(5)

Anonim. 2010. Makanan campur formalin dan borax ditemukan di Mall.

Anonim. 2011. Bakso Badan POM. 2004. Bahan Tambahan Ilegal - Boraks, Formalin dan Rhodamin B.

Agustus 2004

Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 227-230

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta. Hal. 605

Keswan, S. 2011. Waspada Formalin dan Boraks. http://e-smartschool.co.id /index.php?option≡com_content&task≡view&id≡322&Itemid≡1 Tgl: 04 Maret 2011

Rahmawati, I. 2010. Analisis Kualitatif Natrium Tetraborat (Boraks).

Silalahi, J., Meliala, I., dan Panjaitan L. 2010. Pemeriksaan Boraks di dalam Bakso di Medan. Majalah Kedokteran Indonesia Volum: 60, Nomor: 11, November 2010: 521-525


(6)

Tristar. 2010. Resep Cara Membuat Bakso

Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka. Hal. 365-368

Winarno, F.G. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: Gramedia. Hal. 70-73 Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Andi.