Analisis Ekonomi Dan Sosial Masyarakat Eks Pengungsi Di Areal Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) (Studi Kasus: Dusun Damar Hitam Dan Dusun Sei Minyak Kecamatan Sei Lepan Dan Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat )

(1)

ANALISIS EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT Eks

PENGUNGSI DI AREAL TAMAN NASIONAL GUNUNG

LEUSER (TNGL)

(Studi Kasus: Dusun Damar Hitam dan Dusun Sei Minyak Kecamatan Sei Lepan dan Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat )

SKRIPSI

Oleh:

Septian Fransiskus Simbolon 051201015/ Manajemen Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Hasil : Analisis Ekonomi dan Sosial Masyarakat EksPengungsi di Areal Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).

(Studi Kasus: Dusun Damar Hitam dan Dusun Sei Minyak, Kecamatan Sei Lepan dan Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat).

Nama : Septian Fransiskus Simbolon

NIM : 051201015

Program Studi : Manajemen Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Pindi Patana, S.Hut, M.Sc Agus Purwoko, S.Hut, M.Si NIP. 19750525 200003 1 001 NIP. 19740801 200003 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Kehutanan

Siti Latifah, S.Hut, M.Si, P.Hd NIP. 19710416 20012 1 001


(3)

ABSTRACT

SEPTIAN FRANSISKUS SIMBOLON Analysis of Economic and Social Ex-Refugee Communities in the Area of Gunung Leuser National Park (TNGL). Guided by PINDI PATANA and AGUS PURWOKO.

This Research aims to determine the economic and social conditions of ex-refugees include income, education, culture, and community institutions and examines the efforts undertaken by the manager and the parties involved in the handling of ex-refugees in TNGL. The analysis method used was descriptive qualitative data analysis techniques using SWOT analysis to analyze data obtained from questionnaires, interviews, observation and literature study. The results showed that the economic and social conditions of ex-refugees is quite good. Efforts made by the manager, has not been effective due to lack specifically the manager in handling the browser and the security situation is not conducive. Key words: economic and social analysis, the former refugees, TNGL


(4)

ABSTRAK

SEPTIAN FRANSISKUS SIMBOLON. Analisis Ekonomi dan Sosial Masyarakat Eks Pengungsi di Areal Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Dibimbing oleh PINDI PATANA dan AGUS PURWOKO

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi ekonomi dan sosial masyarakat eks pengungsi meliputi pendapatan, pendidikan, kebudayaan, dan kelembagaan masyarakat dan mengkaji usaha-usaha yang dilakukan oleh pengelola dan pihak-pihak yang terkait dalam menangani eks pengungsi di TNGL. Metode Analisis yang digunakan adalah teknik analisa data deskriptif kualitatif menggunakan analisis SWOT untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil kuisioner, wawancara, observasi dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi ekonomi dan sosial masyarakat eks pengungsi cukup baik. Usaha-usaha yang dilakukan oleh pihak pengelola sampai saat ini belum efektif dikarenakan kurang tegasnya pihak pengelola dalam menangani perambah dan keadaan keamanan yang tidak kondusif.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 11 September 1986 dari Ayahanda S. Simbolon dan Ibunda M. Sitorus. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang ditempuh selama ini :

1. Pendidikan Dasar di SD ST. Thomas 1 Medan, lulus tahun 1999 2. Pendidikan Lanjutan SLTP ST. Thomas 4 Medan, lulus tahun 2002 3. Pendidikan Menengah di SMA Negeri 12 Medan, lulus tahun 2005

4. Tahun 2005 lulus ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) diterima pada Program Studi Manajemen Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Malang. Pada akhir kuliah, penulis melaksanakan penelitian dengan judul ”Analisis Ekonomi dan Sosial Masyarakat Pengungsi di Areal Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) ”. Penelitian penulis dilaksanakan di bawah bimbingan Bapak Pindi Patana, S.Hut., M.Sc dan Bapak Agus Purwoko S.Hut., M.Si.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat dan perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan draft hasil penelitian ini dengan baik. Adapun judul penelitian ini adalah “Analisis Ekonomi dan Sosial Masyarakat Pengungsi di Areal Taman Nasional Gunung Leuser”.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Pindi Patana, S.Hut., M.Sc. dan Agus Purwoko S.Hut., M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan draft hasil ini. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih juga kepada dosen dan staf pegawai Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Terutama kepada kedua orang tua penulis, keluarga dan sahabat-sahabat yang telah membantu dalam pembuatan draft hasil ini.

Kiranya penelitian yang saya lakukan dapat bermanfaat bagi masyarakat, dunia ilmu pengetahuan dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Februari 2011


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional ... 4

Taman Nasional Gunung Leuser ... 6

Sistem Perencanaan ... 8

Efektivitas Pengelolaan ... 9

Penegakan Hukum ... 10

Pengungsi ... 10

Tingkat Pendapatan Masyarakat ... 12

Pendidikan ... 13

Pengertian Masyarakat Sekitar Hutan ... 14

Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat ... 15

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Alat dan Bahan ... 16

Metode Pengumpulan Data ... 17

1. Populasi Sampel ... 17

2. Pengumpulan Data ... 18

a. Pengumpulan data Primer ... 18

1. Penyebaran Kuisioner ... 18

2. Wawancara... 18

3. Observasi... 18

4. Instrumen Penelitian... . 19

b. Pengumpulan data Sekunder ... 19

Metode Analisis Data ... 19


(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Responden ... 22

1. Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Umur ... 22

2. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan .... 23

3. Komposisi Responden Rerdasarkan Pendapatan... 25

4. Luas Lahan... 28

5. Produktivitas Pertanian... 30

6. Komposisi Responden Berdasarkan Kebudayaan ... 31

a. Suku ... 31

b. Agama... 32

7. Kelembagaan ... 33

Analisis Ekonomi dan Sosial Masyarakat ... 34

Faktor Internal ... 34

Faktor Eksternal ... 37

Matriks SWOT ... 38

Kajian akan Usaha yang Dilakukan Pihak Pengelola ... 41

Persepsi Masyarakat akan Taman Nasional Gunung Leuser ... 43

Persepsi Masyarakat akan Keamanan dan Sanksi Hukum ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 46

Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Perkembangan Jumlah Pengungsi dan Luas Areal Pengungsi... 10

2. Listing Faktor Internal ... 20

3. Listing Faktor Ekternal ... 20

4.

Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal yang Dimiliki ... 21

5. Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Dusun Damar Hitam dan Sei Minyak ... 22

6. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Perndidikan Dusun Damar Hitam dan Sei Minyak ... 23

7. Komposisi Responden Berdasarkan Pendapatan Dusun Damar Hitam ... 25

8. Komposisi Responden Berdasarkan Pendapatan Dusun Sei Minyak ... 26

9. Keadaan Luas Lahan yang Dimiliki Responden di Kawasan Damar Hitam dan Sei Minyak ... 28

10. Produktivitas Pertanian Responden di Kawasan Damar Hitam dan Sei Minyak ... 30

11. Faktor Internal Ekonomi dan Sosial Masyarakat Dusun Damar Hitam .. . 34

12. Faktor Eksternal Pihak Pengelola ... 37

13. Penentuan Strategi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Berdasarkan Matriks SWOT ... 39


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Pertanyaan Kuisioner... ... 49 2. Pertanyaan Instrumen Responden ... 51 3. Hasil Pertanyaan Kuisioner.... ... 52

4. Jawaban Responden... ... 54 5 Karakteristik Responden di Kawasan Damar Hitam dan

Sei Minyak ... . ... .... 55 6. Foto Penelitian... ... 60 7. Peta Kerawanan/Kerusakan Hutan di Taman Nasional Gunung Leuser .... 62


(11)

ABSTRACT

SEPTIAN FRANSISKUS SIMBOLON Analysis of Economic and Social Ex-Refugee Communities in the Area of Gunung Leuser National Park (TNGL). Guided by PINDI PATANA and AGUS PURWOKO.

This Research aims to determine the economic and social conditions of ex-refugees include income, education, culture, and community institutions and examines the efforts undertaken by the manager and the parties involved in the handling of ex-refugees in TNGL. The analysis method used was descriptive qualitative data analysis techniques using SWOT analysis to analyze data obtained from questionnaires, interviews, observation and literature study. The results showed that the economic and social conditions of ex-refugees is quite good. Efforts made by the manager, has not been effective due to lack specifically the manager in handling the browser and the security situation is not conducive. Key words: economic and social analysis, the former refugees, TNGL


(12)

ABSTRAK

SEPTIAN FRANSISKUS SIMBOLON. Analisis Ekonomi dan Sosial Masyarakat Eks Pengungsi di Areal Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Dibimbing oleh PINDI PATANA dan AGUS PURWOKO

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi ekonomi dan sosial masyarakat eks pengungsi meliputi pendapatan, pendidikan, kebudayaan, dan kelembagaan masyarakat dan mengkaji usaha-usaha yang dilakukan oleh pengelola dan pihak-pihak yang terkait dalam menangani eks pengungsi di TNGL. Metode Analisis yang digunakan adalah teknik analisa data deskriptif kualitatif menggunakan analisis SWOT untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil kuisioner, wawancara, observasi dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi ekonomi dan sosial masyarakat eks pengungsi cukup baik. Usaha-usaha yang dilakukan oleh pihak pengelola sampai saat ini belum efektif dikarenakan kurang tegasnya pihak pengelola dalam menangani perambah dan keadaan keamanan yang tidak kondusif.


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mempunyai manfaat sebagai pelindung lingkungan yang berfungsi mengatur tata air, melindungi kesuburan tanah, mencegah erosi dan lain-lain. Air merupakan produk penting dari hutan. Tetapi bila pohon-pohon di hutan ditebang, maka tanah akan terbuka sehingga bila turun hujan, air hujan langsung mengalir ke sungai dan menyebabkan erosi maupun banjir (Suparmoko, 2000).

Permasalahan deforestasi dan degradasi lahan di Indonesia menjadi sorotan dari banyak pihak. Salah satu kawasan hutan yang mengalami tekanan cukup berat adalah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Data terakhir per Januari 2008, hasil kajian balai besar Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) sejak tahun 2005, jumlah eks pengungsi yang masih berdiam di dalam kawasan TNGL sebanyak 554 keluarga yang menguasai areal seluas 3.500 hektar. Mereka mengungsi ke TNGL pada saat terjadi konflik Aceh. Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi masyarakat yang terdapat di sekitar kawasan TNGL masih berada dalam garis kemiskinan (35%). Kehadiran TNGL secara nyata di lapangan belum mampu memberikan kontribusi bagi pemecahan permasalahan kemiskinan masyarakat di sekitar kawasan dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) seiring dengan paradigma otonomi daerah (Balai TNGL, 2008).

Setelah kondisi Aceh kondusif, banyak dari pengungsi tersebut tetap bertahan dan menolak untuk direlokasi. Permasalahan semakin rumit ketika pengungsi dijadikan tameng oleh para perambah hutan dan cukong kayu untuk mengambil hasil hutan kayu dan menggarapnya menjadi kebun sawit.


(14)

Permasalahan terbatasnya penguasaan lahan oleh masyarakat, tingkat pendidikan yang rendah, lahan yang tidak subur, teknologi yang minim, modal terbatas, pandangan usaha jangka pendek yang dalam waktu cepat dapat menghasilkan uang, dan pendampingan dari pihak pemerintah serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang lemah, merupakan situasi nyata saat ini di lapangan (Balai TNGL, 2008).

Keadaan eks pengungsi semakin lama semakin memprihatinkan sehingga berbagai cara dilakukan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari diantaranya dengan melakukan perambahan hutan untuk dimanfaatkan menjadi kebun sawit. Permasalahan yang terjadi saat ini cukup kompleks sehingga memerlukan penanganan dari berbagai pihak. Penelitian ini akan difokuskan pada analisis perekonomian dan sosial masyarakat (multistakeholders).

Perumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi ekonomi dan sosial masyarakat eks pengungsi meliputi pendapatan, pendidikan, kebudayaan, dan kelembagaan masyarakat di areal TNGL?

2. Bagaimana mengkaji usaha-usaha yang dilakukan oleh pengelola dan pihak-pihak yang terkait dalam menangani masalah eks pengungsi?

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kondisi ekonomi dan sosial masyarakat eks pengungsi meliputi pendapatan, pendidikan, kebudayaan, dan kelembagaan masyarakat di areal TNGL.


(15)

2. Untuk mengkaji usaha-usaha yang dilakukan oleh pengelola dan pihak-pihak yang terkait dalam menangani masalah eks pengungsi.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi akan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat Dusun Damar Hitam dan Dusun Sei Minyak, Kecamatan Sei Lapan dan Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Taman Nasional Gunung Leuser.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Taman Nasional

Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi alam. Taman Nasional menurut pasal 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pada ayat 14, diartikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Pristiyanto, 2005).

Kriteria Penetapan Kawasan Taman Nasional (TN) adalah sebagai berikut: Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami:

1. Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami. 2. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh.

3. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam.

4. Merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam Zona Inti, Zona Pemanfaatan, Zona Rimba dan Zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka


(17)

mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.

Pengelolaan taman nasional dapat memberikan manfaat antara lain: ekonomi dapat dikembangkan sebagai kawasan yang mempunyai nilai ekonomis, sebagai contoh potensi terumbu karang merupakan sumber yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi sehingga membantu meningkatkan pendapatan bagi nelayan, penduduk pesisir bahkan devisa negara.

1. Ekologi, dapat menjaga keseimbangan kehidupan baik biotik maupun abiotik di daratan maupun perairan.

2. Estetika, memiliki keindahan sebagai obyek wisata alam yang dikembangkan sebagai usaha pariwisata alam/bahari.

3. Pendidikan dan penelitian, merupakan obyek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.

4. Jaminan masa depan keanekaragaman sumber daya alam kawasan konservasi baik di darat maupun di perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara batasan bagi kehidupan yang lebih baik untuk generasi kini dan yang akan datang (Departemen Kehutanan, 1986).

Kawasan taman nasional dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman nasional dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan taman nasional sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan dan garis besar kegiatan yang menunjang


(18)

upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan (Departemen Kehutanan, 1986).

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)

UNESCO menetapkan kawasan TNGL sebagai Tropical Rainforest Heritage of Sumatra pada tahun 2004 sekaligus sebagai cagar biosfer pada tahun 1981. Kawasan ini sangat penting bukan hanya karena keanekaragaman hayatinya yang tinggi tetapi juga karena fungsinya sebagai sumber kehidupan masyarakat sekitarnya. Sebagai kawasan hutan alami di Pulau Sumatera bagian Utara, TNGL sebagai jantung Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) sekitar tahun 1980-an ditetapkan secara resmi oleh pemerintah sebagai Taman Nasional dengan luas kawasan 802.485 ha, TNGL terletak di dua provinsi, yaitu Sumatera Utara seluas 213.985 ha dan di Aceh seluas 588.500 ha. Melalui Surat Keputusan (SK) Menhut No. 227/Kpts-II/1995 yang kemudian diperkuat dengan Keppres No. 33 tahun 1998, TNGL di samping berfungsi sebagai suaka margasatwa, suaka alam dan taman wisata, kawasan taman nasional sekaligus merupakan daerah penyangga dan daerah tangkapan air dari beberapa sungai yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat di Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara. Terdapat paling sedikit 22 sungai besar yang berasal dari dalam kawasan TNGL. Hampir 80 persen topografi kawasan memiliki kelerengan di atas 40 persen sehingga kondisi alamnya sangat rentan terhadap erosi apabila terjadi penggundulan hutan/pembukaan wilayah hutan disaat curah hujan tinggi (Balai TNGL, 2006).

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan salah satu taman nasional yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi yang terletak di wilayah Sumatera bagian Utara. Selain itu TNGL merupakan hulu dari sepuluh


(19)

daerah aliran sungai yang mensuplai air untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Sumatera Utara. Namun keadaan terkini TNGL mengalami degradasi dan deforestrasi akibat perambahan hutan dan alih guna lahan di beberapa lokasi (Waruwu, 1984).

Berdasarkan Pasal 3 Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 6186/Kpts-II/2002 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Balai Taman Nasional menyelenggarakan fungsi:

1. Penyusunan rencana, program dan evaluasi pengelolaan taman nasional 2. Pengelolaan taman nasional

3. Pengawetan dan pemanfaatan secara lestari taman nasional

4. Perlindungan, pegamanan dan penanggulangan kebakaran taman nasional 5. Promosi dan informasi, bina wisata dan cinta alam, serta penyuluhan

konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya 6. Kerjasama pengelolaan taman nasional

7. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pasal 30 menyebutkan bahwa kawasan pelestarian alam (termasuk di dalamnya taman nasional) mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari, sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Pristiyanto, 2005).

Perlindungan sistem penyangga kehidupan ini meliputi usaha-usaha dan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan perlindungan mata air, tebing, tepian sungai, danau, dan jurang, pemeliharaan fungsi hidrologi hutan, perlindungan


(20)

pantai, pengelolaan daerah aliran sungai, perlindungan terhadap gejala keunikan dan keindahan alam, dan lain-lain (Balai TNGL, 2008).

Sistem Perencanaan

Perencanaan merupakan bagian penting dari siklus manajemen. Kualitas perencanaan, sangat ditentukan oleh kualitas data dan informasi, serta terkait dengan isu-isu strategis apa saja yang akan dimasukkan sebagai bagian dari intervensi, lalu dimasukkan ke dalam salah satu tolok ukur kegiatan dalam perencanaan tersebut. Apabila isu-isu strategis tersebut belum dapat didokumentasi dan dianalisis, maka sebenarnya banyak kegiatan yang kurang jelas, sehingga sebenarnya kurang atau tidak bermanfaat (Balai TNGL, 2006)

Pada saat ini, balai TNGL sudah memiliki Rencana Strategis (Renstra) untuk 2006-2010. Renstra tersebut akan dibahas dan dikonsultasikan dengan mitra kunci TNGL, baik pemerintah daerah maupun lembaga swadaya masyarakat. Dengan harapan, terjadi proses dialogis yang sehat dan saling memberikan masukan, dan bahkan diharapkan akan dapat diperoleh “Agenda Bersama” yang disepakati. Dengan mengkomunikasikan Renstra, maka sudah dibuka budaya baru, yaitu upaya transparansi ke publik. Bukan tidak mungkin, setelah disepakati “Agenda Bersama” tersebut, akan banyak diperoleh sinergitas kerja, karena para pihak merasa juga memiliki kepentingan terhadap suatu isu strategis tersebut. Dengan demikian, kerjasama atau kolaborasi dapat mulai dibangun secara bertahap, sambil terus melakukan proses belajar dan saling mengkoreksi atau mengevaluasi, demi kepentingan bersama. Sejauh ini, pola ini belum dikembangkan, dan akan diujicobakan dengan melakukan dialog multipihak tentang rencana strategis TNGL 2006-2010 tersebut.


(21)

Efektivitas Pengelolaan

Pengelolaan TNGL sampai dengan saat ini dapat dinilai belum efektif, dan bahkan tidak efisien. Yang menjadi persoalan adalah banyak persoalan strategis, seperti illegal logging dan perambahan kawasan dan proses penegakan hukum, khususnya di Kabupaten Aceh Tenggara dan Kabupaten Langkat tidak pernah dapat dituntaskan. Balai TNGL tidak berdaya menangani persoalan illegal logging dan perambahan kawasan di Kabupaten Aceh Tenggara, yang antara lain disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu kondisi keamanan yang tidak kondusif sejak 5 tahun terakhir. Logging di Aceh Tenggara baru berakhir pada Desember 2005, ketika dilakukan operasi yang dipimpin tim khusus Mabes Polri, dengan menutup seluruh kilang kayu yang walaupun memiliki ijin resmi, namun melakukan penebangan di dalam kawasan TNGL (Departemen Kehutanan, 1986).

Persoalan umum lainnya, seperti tidak aktifnya kantor-kantor resort di lapangan juga merupakan isu strategis yang sangat akut. Dari 28 kantor resort di lapangan, diperkirakan hanya 30% yang masih aktif bekerja. Hal ini kemudian berkembang dengan munculnya fenomena “paper park”. Taman nasional yang hanya ada di atas peta. Di lapangan, masyarakat tidak mengetahui batas-batas kawasan taman nasional masyarakat tidak mengetahui atau apatis terhadap manfaat taman nasional bagi kehidupannya. Wawancara di lapangan juga menunjukkan bahwa masyarakat lebih mengenal hutan PPA (Perlindungan dan Pelestarian Alam) sebagai sebutan bagi TNGL. Hal ini membuktikan bahwa staf-staf di masa lalu memang lebih rajin bekerja di lapangan, yang di masa itu kawasan-kawasan taman nasional dikelola oleh setingkat direktorat, dengan nama Direktorat Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA).


(22)

Penegakan Hukum

Penegakan hukum dalam penyelesaian persoalan taman nasional melibatkan beberapa pihak kunci, yaitu TNGL, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Efektivitas penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh faktor komitmen dan tingkat sinergitas antar lembaga penegak hukum tersebut. Kelemahan di sisi Balai TNGL antara lain disebabkan oleh beberapa hal penting, misalnya ketidakjelasan pal batas TNGL. Hal ini disebabkan oleh tidak dilibatkannya masyarakat dalam proses tata batas di lapangan, pal batas yang digeser oleh perambah, dan lemahnya pengelolaan taman nasional di tingkat lapangan. Alasan terakhir ini menyebabkan taman nasional dianggap sebagai idle land, lahan kosong, atau lahan tidur yang tidak bermanfaat, dan tidak dimiliki oleh siapapun (situasi ini disebut sebagai open access), seperti yang terjadi dalam kasus perambahan (Departemen Kehutanan, 2007).

Perkembangan eks pengungsi semakin tahun semakin meningkat. Peningkatannya dapat dilihat dalam Tabel 1 dibawah ini:

Tabel 1. Perkembangan jumlah eks pengungsi dan luas areal pegungsi

Lokasi

2000 2005 2007

Jumlah KK

Luas Areal (Ha)

Jumlah (KK)

Luas Areal (Ha)

Jumlah (KK)

Luas Areal (Ha)

Damar Hitam 200 250 82 500 71 750

Sei Minyak 150 250 164 750 126 1,000

Jumlah 706 850 731 2,600 554 3,500

Sumber : Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser

Pengungsi

Pengertian pengungsi dalam Bahasa Indonesia sebenarnya memiliki permasalahan yang unik. Pengungsi telah mencakup apa arti dari refugees dan


(23)

IDP's. Tetapi untuk mempermudah membedakan keduanya, refugees lebih sering disebut dengan pengungsi yang melintasi batas-batas negara sedangkan IDP's adalah pengungsi internal. Pembedaan ini bertujuan agar lebih jelas dalam pertanggungjawaban. Untuk lebih jelasnya, definisi dari masing-masing kata tersebut:

1. Refugees (pengungsi lintas batas)

Pengungsi lintas batas adalah seseorang yang karena rasa takut yang wajar akan dianiaya, berdasarkan ras, agama, kebangsaaan, pada suatu kelompok sosial tertentu atau pandangan politik, berada diluar kebangsaannya, karena rasa takut itu tidak berkehendak berada dalan negeri tersebut. Contoh:

- Masyarakat Timor-Timur yang masuk ke dalam Wilayah Indonesia. Mereka masuk dalam kategori pengungsi lintas batas negara karena mereka masuk ke dalam wilayah Indonesia.

- Internally Displaced Person's (pengungsi Internal)

Pengungsi internal adalah orang-orang atau kelompok-kelompok orang yang dipaksa atau terpaksa melarikan diri atau meninggalkan rumah mereka atau tempat mereka dahulu biasa tinggal, terutama akibat dari, atau dalam rangka menghindari dari dampak konflik bersenjata, situasi rawan yang ditandai maraknya tindak kekerasan secara umum, pelanggaran HAM, bencana alam, atau bencana akibat ulah manusia, dan yang tidak melintasi perbatasan negara yang diakui secara internasional.


(24)

Contoh:

- Masyarakat Aceh yang harus mengungsi ke beberapa tempat seiring dengan meningkatnya kekerasan di Aceh.

- Pengungsian besar-besaran etnis Madura ketika terjadi tragedi Kalimantan Tengah pada Februari 2001. Mereka meninggalkan Kalimantan Tengah menuju ke Jawa Timur dan Pulau Madura akibat tragedi tersebut (Dephut, 2008).

Tingkat Pendapatan Masyarakat

Merupakan acuan yang dapat digunakan untuk melihat perekonomian masyarakat desa yang biasa menggambarkan tingkat kesejahteraan penduduk adalah dengan konsep garis kemiskinan yang dikemukakan oleh Sayogyo (1997), yang didasarkan Rumah Tangga (RT) per tahun. Konsep ini mengkonversikan tingkat pendapatan masyarakat dengan dasar konsumsi beras berdasarkan harga yang ditetapkan (Sayogyo, 1997).

Seseorang dapat dikatakan sejahtera apabila sudah terpenuhi segala kebutuhannya bukan keinginannya. Kebutuhan dasar seseorang mencakup pada 6 hal yakni sandang, papan, pangan, pendidikan, keamanan dan kesehatan. Jika kebutuhannya tersebut sudah terpenuhi maka layak orang tersebut dikatakan sejahtera walaupun berpenghasilan kurang dari US$ 2 perhari seperti standar PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Seberapa banyak atau sedikitnya upah seseorang per hari tidak akan menjadi ukuran kesejehteraan jika dia belum terpenuhi 6 aspek tersebut.

Kesejahteraan dapat dilihat melalui besar pendapatan yang diperoleh setiap orang. Tingkat pendapatan rata-rata per bulan dapat dikategorikan menjadi:


(25)

a. Golongan berpenghasilan rendah sebesar Rp. 0 – Rp. 600.000 b. Golongan berpenghasilan sedang Rp. 601.000 – Rp. 1.000.000 c. Golongan berpenghasilan tinggi Rp. 1.001.000 – Rp. 1.400.000 d. Golongan berpenghasilan sangat tinggi Rp. > Rp.1.400.000 (BPS, 2010).

Standar kebutuhan hidup masyarakat telah diteliti oleh para ahli dimana diperlukan 320 kg beras per kapita/tahun. Diandaikan harga beras Rp 5000, maka untuk kebutuhan hidup minimal adalah 320 x 5 (diandaikan 5 anggota dalam 1 keluarga) = 1600 kg/tahun x Rp 5000 = Rp 8.000.000/12 bln = Rp 666.666/bulan. Sedangkan untuk kebutuhan hidup layak adalah sudah bisa mengesampingkan uang dimana 50% untuk pendidikan, 50% untuk kesehatan, 50% untuk sosial, 50% untuk sarana kehidupan, dan 50% untuk tabungan. Maka dapat dihitung 320 x 250% x 5 x 5000 = 20.000.000/tahun = 1.666.666/bulan (Rauf, 2001).

Rendahnya tingkat pendapatan di pedesaan tidak terlepas dari produktifitas yang rendah, kurangnya pengetahuan dan keterampilan petani. Aspek ekonomi desa dan peluang kerja berkaitan dekat dengan masalah kesejahteraan masyarakat desa. Ekonomi pedesaan ditentukan oleh pola berusaha dari masyarakatnya. Lapangan usaha pertanian, kehutanan, peternakan dan perikanan merupakan mata pencaharian pokok masyarakat pedesaan (Mubyarto, 1991).

Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mampu mengatasi masalah rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berhubungan dengan pola pikir, tingkat pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan potensi alam


(26)

yang ada. Pendidikan juga dikatakan kebutuhan pokok yang penting lebih lagi untuk pedesaan. Orang-orang yang kurang memperoleh kesempatan untuk ikut serta secara penuh dan berarti dalam sosial budaya dan politik. Dalam hubungan ini dianjurkan agar sistem latihan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan nasional (Soeroto, 1983).

Pengertian Masyarakat Sekitar Hutan

Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan baik yang memanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung hasil hutan tersebut. Masyarakat sekitar hutan dalam memandang hutan sebagai ruang kehidupan yang luas, tidak hanya bermakna produksi atau ekonomi, tetapi juga sumber manfaat lainnya, baik bersifat ekologis ataupun terkait dengan aspek kultural, sehingga makna religi yang menempati kedudukan terhormat. Kepentingan masyarakat sekitar hutan yang menyangkut sendi kehidupannya itu menimbulkan komitmen yang kuat guna memanfaatkan sumber daya hutan sebaik-baiknya (FWI dan GFW, 2001).

Masyarakat sekitar hutan pada umumnya merupakan masyarakat yang tertinggal, kondisi sosial ekonomi golongan masyarakat pada umumnya rendah. Akibatnya sering timbul kecemburuan sosial masyarakat setempat terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan. Hal ini disebabkan oleh adanya pengabaian

kepentingan masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan hutan (Darusman dan Didik, 1998).


(27)

Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Bila keadaan sosial ekonomi masyarakat baik, maka hutan pun akan aman dan kelestariannya pun dapat terjamin. Sebaliknya bila terdapat kemiskinan, kelaparan atau kekurangan pangan maka hutan akan menjadi sasaran. Dengan demikian perlu adanya pemahaman sosial ekonomi dan budaya masyarakat, karena pada dasarnya manusia adalah pemikir, perencana dan penyelenggara pelesatarian lingkungan, sehingga pada akhirnya akan menunjang pembangunan, khususnya di sektor pertanian maupun kehutanan (Waruwu, 1984).

Beberapa hal penting untuk menciptakan keadaan yang baik sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan adalah menciptakan lapangan kerja yang cukup majemuk bagi masyarakat, peningkatan pendapatan dan taraf hidup, pengadaan sarana dan mewujudkan lingkungan hidup yang sehat serta peningkatan upaya bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat (Kotijah, 2006).


(28)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di 2 daerah yaitu Dusun Damar Hitam, dan Dusun Sei Minyak Kecamatan Sei Lepan dan Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat yang berada pada kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Lepan dan lokasi perambahan hutan merupakan pemukiman eks pengungsi. Penelitian ini dilakukan dari Bulan November 2009 sampai Maret 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah:

1. Peraturan kebijakan nasional dan daerah yang terkait dengan eks pengungsi di Taman Nasional Gunung Leuser :

a. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

b. Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor: 14/KEP/MENKO/KESRA/V/2008, tentang relokasi pengungsi. c. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor

6186/Kpts-II/2002, tentang tugas Balai Taman Nasional Gunung Leuser.

d. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 6186/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional.

e. Surat Keputusan (SK) Menhut No. 227/Kpts-II/1995 yang kemudian diperkuat dengan Keppres No. 33 tahun 1998, tentang fungsi TNGL sebagai suaka margasatwa, suaka alam dan taman wisata, kawasan taman nasional sekaligus merupakan daerah penyangga dan daerah tangkapan air


(29)

2. Peta kerawanan/kerusakan hutan di Taman Nasional Gunung Leuser. 3. Kuisioner untuk mengumpulkan data primer.

4. Laporan-laporan hasil penelitian (individu dan lembaga) terdahulu dan berbagai pustaka penunjang sebagai sumber data sekunder untuk melengkapi pengamatan langsung di lapangan.

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah:

1. Tape Recorder untuk pengumpulan informasi melalui wawancara. 2. Penyimpanan data berupa Flasdisc/CD.

3. Kamera digital untuk dokumentasi dan visualisasi objek kegiatan guna kelengkapan pelaporan.

Metode Pengumpulan Data 1. Populasi sampel

Populasi adalah seluruh individu atau objek, gejala, kejadian yang akan diteliti. Dimana populasi dari penelitian ini adalah masyarakat Dusun Damar Hitam dan Dusun Sei Minyak yang berada di kawasan TNGL. Dalam pengambilan sampel penelitian dilakukan sebagai berikut:

a. Apabila jumlah penduduk ≤ 100 kepala keluarga, maka diambil seluruh responden.

b. Apabila responden > 100 kepala keluarga, maka diambil 10-15% dari jumlah kepala keluarga (Arikunto, 2002).

Sampel yang akan diambil secara acak dengan menggunakan purposive sampling dimana pengambilan sampel berdasarkan kesengajaan, maka pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui. Teknik ini dilakukan karena mudah dilakukan dan cepat untuk penelitian.


(30)

2. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan sebagai persiapan awal dari penelitian. Data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder.

a. Pengumpulan data primer

Data primer merupakan data yang dikumpulkan dengan cara pengecekan langsung di lapangan pada lokasi penelitian untuk diambil data sebagai acuan bagi wilayah lainnnya yang serupa sehingga untuk identifikasi data di lapangan tidak perlu dilakukan pada seluruh wilayah penelitian.

1. Penyebaran kuisioner

Penyebaran kuisioner dilakukan untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian. Kuisioner adalah pertanyaan yang akan diberikan kepada responden baik secara langsung maupun tidak langsung.

2. Wawancara

Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang dilakukan secara langsung. Wawancara dilakukan untuk menggali atau mendapatkan informasi lebih akurat dengan tujuan penelitian.

3. Observasi

Observasi atau pengamatan langsung merupakan cara untuk memperoleh data untuk keperluan tertentu. Observasi dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi secara rinci dari responden.


(31)

4. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian ini adalah kuesioner (angket) dengan penilaian menggunakan alat ukur skala likert. Digunakan skala likert karena penelitian ini merupakan penelitian persepsi sikap.

b. Pengumpulan data sekunder

Pengumpulan data sekunder diperoleh dari studi pustaka yaitu data umum yang berasal dari instansi seperti Balai TNGL atau sumber informasi lain. Pada tahap ini dilakukan survei di wilayah yang akan diteliti. Adapun persiapan yang diperlukan diantaranya adalah persiapan administrasi berupa perijinan untuk melakukan penelitian, transportasi menuju wilayah penelitian, serta literatur yang mendukung penelitian.

Setelah diperoleh data, dilakukan komparasi antara upaya yang dilakukan oleh pihak TNGL dan instansi yang terkait dengan program-program yang dilakukan. Apakah upaya yang dilakukan oleh pihak TNGL dan instansi yang terkait sudah optimal atau bahkan terbentur akan aspek-aspek penting lain seperti: 1. Aspek lingkungan dan aspek kemanusiaan

2. Keterlibatan penggarap yang bukan eks pengungsi dan perlawanan massa 3. Dukungan anggaran oleh instansi atau lembaga pemerintah maupun non

pemerintah (LSM).

Metode Analisis Data Analisis data

Dalam analisis data, metode yang digunakan adalah teknik analisa data deskriptif kualitatif menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT ini merupakan


(32)

salah satu alat formulasi strategi dengan cara mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematik. Metode ini juga bertujuan menganalisis data yang diperoleh dari hasil kuisioner, wawancara, observasi dan studi pustaka.

Tahapan Analisis SWOT dan hasil rekomendasinya: 1. Listing faktor-faktor internal dan eksternal

Pihak yang terlibat diminta untuk menyampaikan sekitar 5-10 (disesuaikan) hal yang dianggap sebagai unsur Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity (peluang) dan Threat (tantangan).

Tabel 2. Listing faktor internal

No. Kekuatan (Strength)

1.

2. dst.

No. Kelemahan (Weakness)

1.

2. dst.

Tabel 3. Listing faktor ekternal

2. Identifikasi kekuatan dan kelemahan pengaruh faktor internal serta identifikasi peluang dan ancaman pengaruh faktor eksternal yang ada dengan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Seperti pada tabel berikut ini:

No. Peluang (Opportunity)

1.

2. dst.

No. Tantangan (Threat)

1.


(33)

Tabel 4. Identifikasi faktor internal dan faktor eksternal yang dimiliki

Faktor Eksternal

Faktor Internal

Peluang (O) - - -

Ancaman (T) - - -

Kekuatan (S) -

- -

Strategis SO (a) Strategis ST (b)

Kelemahan (W) -

- -

Strategis WO (c) Strategis WT (d)

Sumber : Rangkuti (1997) Keterangan:

• Strategi mengoptimalkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang;

• Strategi menggunakan kekuatan untuk mencegah dan mengatasi ancaman/tantangan;

• Strategi mengurangi kelemahan untuk memanfaatkan peluang;

• Strategi mengurangi kelemahan untuk mencegah/mengatasi ancaman/tantangan.


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Responden

Keseluruhan masyarakat yang menjadi responden adalah sejumlah 40 orang yakni 20 orang masyarakat Dusun Damar Hitam dan 20 orang masyarakat Dusun Sei Minyak. Karakteristik dari keseluruhan masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini dapat dilihat dari berbagai aspek berikut:

1. Komposisi responden berdasarkan kelompok umur

Tabel 5. Komposisi responden berdasarkan kelompok umur Dusun Damar Hitam dan Sei Minyak

No. Desa Damar Hitam Desa Sei Minyak

Umur Jumlah Persen (%) Umur Jumlah Persen (%) 1. 2. 3. 4. 5. 20-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun ≥ 61 tahun

3 7 6 3 1 15 35 30 15 5 20-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun ≥ 61 tahun

5 6 7 2 - 25 30 35 10 -

Total 20 100 Total 20 100

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Berdasarkan hasil tabulasi kuisioner, kelompok umur yang dominan di Dusun Damar Hitam adalah responden berusia antara 31-40 tahun sebanyak 7 orang (35%). Selanjutnya kelompok yang berusia antara 41-50 tahun sebanyak 6 orang (30%), usia antara 20-30 tahun sebanyak 3 orang (15%), dan usia 51-60 tahun sebanyak 3 orang (15%) dan usia ≥61 tahun sebanyak 1 oran g (5%). Menurut Mantra (2004), bahwa tenaga kerja merupakan penduduk yang dalam usia produktif, yaitu antara 15-64 tahun. Pada umumnya responden berada pada usia produktif, sehingga mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam berfikir dan bertindak untuk merencanakan suatu kegiatan.


(35)

Berdasarkan hasil tabulasi kuisioner, kelompok umur yang dominan di Dusun Sei Minyak adalah responden berusia antara 41-50 tahun sebanyak 7 orang (35%). Selanjutnya kelompok yang berusia antara 31-40 tahun sebanyak 6 orang (30%), diikuti yang berusia antara 20-30 tahun sebanyak 5 orang (25%), diikuti yang berusia antara 51-60 tahun sebanyak 2 orang (10%). Berdasarkan hasil diatas dapat dilihat bahwa usia produktif mendominasi berdasarkan umur.

Petani pada umur produktif dengan kemampuan fisik yang dimilikinya akan cenderung lebih aktif dalam bertani, sehingga memungkinkan untuk memperluas areal lahan pertaniannya. Sebagian besar responden memiliki jumlah anggota keluarga 4-7 orang. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, kebutuhan konsumsi akan semakin besar sehingga kebutuhan terhadap lahan semakin besar. Banyaknya anggota keluarga akan menjadi tanggungan kepala keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

2. Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini belum sepenuhnya memadai. Secara umum, tingkat pendidikan di pedesaan adalah rendah, hal ini tidak terlepas dari kebudayaan yang mempengaruhinya. Mereka kurang termotivasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Masyarakat pedesaan masih terpengaruh akan pandangan hidup yang pasif dan ikatan dengan alam masih kuat. Keadaan ini dapat dilihat pada tabel 6.


(36)

Tabel 6. Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan Dusun Damar Hitam dan Dusun Sei Minyak

No. Desa Damar Hitam Desa Sei Minyak

Pendidikan Jumlah Persen(%) Pendidikan Jumlah Persen(%) 1. 2. 3. 4. Tidak Pernah Sekolah/Tidak Tamat SD SD/sederajat SLTP/sederajat SMU/sederajat D1-S1 10 4 2 3 1 50 20 10 15 5 Tidak Pernah Sekolah/Tidak Tamat SD SD/sederajat SLTP/sederajat SMU/sederajat D1-S1 9 6 3 2 - 45 30 15 10 -

Total 20 100 Total 20 100

Sumber: Data Primer Penelitian (2010)

Pendidikan masyarakat di setiap desa memiliki perbedaan. Pendidikan Diploma satu (D1) dan Strata satu (S1) ada pada Dusun Damar Hitam sebanyak 1 orang (5%) sementara pendidikan tersebut tidak ada di Dusun Sei Minyak. Sedangkan masyarakat yang tidak pernah sekolah/tidak tamat SD terbanyak di Dusun Damar Hitam, 10 orang (50%) dan pada Dusun Sei Minyak 9 orang (45%). Berdasarkan penghitungan skala likert, diperoleh skor 79 sebanyak 39,5 %, dimana ini menunjukkan bahwa pendidikan di lokasi penelitian masih tergolong lemah dengan interpretasi skor lemah berkisar antara 21%-40 %. Keadaan ini disebabkan karena responden sebagian besar tidak mempunyai dana untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

Masalah pendidikan ini menyebabkan terbatasnya pengetahuan dan pemikiran sehingga usaha pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat mengalami banyak hambatan dan kesulitan. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Soeroto (1983), yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu kebutuhan pokok yang paling penting, terlebih lagi untuk daerah pedesaan. Orang-orang yang kurang memperoleh pendidikan tidak dapat untuk


(37)

ikut serta secara penuh dalam kegiatan sosial, politik, dan ekonomi. Seiring berkembangnya zaman, mereka termotivasi untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka ke jenjang yang lebih tinggi, hingga ke perguruan tinggi.

3. Komposisi responden berdasarkan pendapatan

Pendapatan masyarakat eks pengungsi umumnya diperoleh dari lahan rambahan daerah sekitar TNGL dan dijadikan sebagai lahan perkebunan sawit dan karet. Selain berkebun, masyarakat juga berdagang sayur-sayuran di sekitar areal eks pengungsi. Karakteristik penduduk Dusun Damar Hitam dan Dusun Sei Minyak yang menjadi responden berdasarkan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 7. Komposisi responden berdasarkan tingkat pendapatan Dusun Damar Hitam

Status lahan Pendapatan perbulan (Rp)

Jumlah Responden

Persentase (%)

Merambah 0 - 500.000

500.000 – 1.000.000 1.000.000 – 1.500.000 1.500.000 – 2.000.000

> 2.000.000 1 2 - - - 5 10 - - -

Sub total 3 15

Merambah dan berdagang

0 - 500.000 500.000 – 1.000.000 1.000.000 – 1.500.000 1.500.000 – 2.000.000

> 2.000.000 - 5 8 4 - - 25 40 20 -

Sub total 17 85

Total 20 100

Sumber: Data Primer Penelitian (2010)

Berdasarkan hasil yang diperoleh di Dusun Damar Hitam, masyarakat yang memiliki pendapatan dengan hanya merambah hutan yaitu Rp 500.000 sebanyak 1 orang (5%) dan penghasilan Rp 500.000-1.000.000 sebanyak 2 orang (10%). Sementara ada masyarakat yang memeliki penghasilan lebih besar dengan


(38)

cara merambah dan berdagang di sekitar areal. Biasanya dagangan dijual tepat di depan rumah mereka. Berdasarkan hasil yang diperoleh, masyarakat dengan penghasilan Rp 500.000 – 1.000.000 sebanyak 5 orang (25%), Rp 1.000.000 – 1.500.000 sebanyak 8 orang (40%) dan Rp 1.500.000 – 2.000.000 sebanyak 4 orang (20%).

Tabel 8. Komposisi responden berdasarkan tingkat pendapatan Dusun Sei Minyak

Status lahan Pendapatan perbulan (Rp)

Jumlah Responden

Persentase (%)

Merambah 0 - 500.000

500.000 – 1.000.000 1.000.000 – 1.500.000 1.500.000 – 2.000.000

> 2.000.000 1 4 - - - 5 20 - - -

Sub total 5 25

Merambah dan berdagang

0 - 500.000 500.000 – 1.000.000 1.000.000 – 1.500.000 1.500.000 – 2.000.000

> 2.000.000 - 3 11 1 - - 15 55 5 -

Sub total 15 75

Total 20 100

Sumber: Data primer Penelitian (2010)

Berdasarkan hasil yang diperoleh, masyarakat yang memiliki pendapatan dengan hanya merambah hutan dimana Rp 500.000 sebanyak 1 orang (5%) dan penghasilan Rp 500.000-1.000.000 sebanyak 4 orang (20%). Sementara ada masyarakat yang memeliki penghasilan lebih besar dengan cara merambah dan berdagang di sekitar areal sama seprti di Dusun Damar Hitam. Diperoleh masyarakat dengan penghasilan Rp 500.000 – 1.000.000 sebanyak 3 orang (15%), Rp 1.000.000 – 1.500.000 sebanyak 11 orang (55%) dan Rp 1.500.000 – 2.000.000 sebanyak 1 orang (5%).


(39)

Masyarakat yang demikian biasanya merambah dan berdagang. Mereka mengambil lahan dengan cara merambah areal TNGL dan menanamnya dengan perkebunan dan berdagang sayur-sayuraan di sekitar areal pengungsian.. Ini menyebabkan tingkat kerusakan daerah sekitar TNGL semakin rusak parah dikarenakan aktivitas masyarakat yang setiap harinya memperluas lahan masing-masing.

Berdasarkan penghitungan skala likert, diperoleh skor 107 bila di persen kan sebanyak 53,5 %, dimana ini menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat di lokasi penelitian sudah tergolong cukup ataupun dikategorikan menengah hingga sangat tinggi karena interpretasi skor cukup adalah 41%-60 %. Hal ini sesuai dengan pendapat dari BPS (2010), yang membagi tingkat pendapatan berdasarkan pendapatan rata-rata per bulan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu:

a. Golongan berpenghasilan rendah sebesar Rp 0 – Rp 600.000 b. Golongan berpenghasilan sedang Rp 601.000 – Rp 1.000.000 c. Golongan berpenghasilan tinggi Rp 1.001.000 – Rp 1.400.000 d. Golongan berpenghasilan sangat tinggi Rp > Rp1.400.000

Jenis komoditi yang ditanami masyarakat adalah sawit, karet, palawija. Hampir setiap hari hasil panen komoditi dapat dibawa pulang oleh masyarakat. Selain sebagai petani, sebagian masyarakat yang bekerja sebagai buruh kebun (deres) dan ada juga berdagang di areal eks pengungsian. Semua kegiatan tersebut dilakukan masyarakat demi memenuhi pendapatan sehari-hari. Keadaan tersebut belum dapat membuat masyarakat menjadi masyarakat yang sejahtera. Hal tersebut sebenarnya dapat tercapai apabila mereka siap untuk di relokasi secara menyeluruh.


(40)

Keadaan yang membuat masyarakat susah direlokasi dikarenakan pendapatan masyarakat pada tingkatan menengah hingga tinggi. Mereka menganggap bahwa pendapatan tersebut sudah cukup untuk menghidupi anak-anak dan memenuhi kebutuhan hidup. Keadaan menimbulkan adanya konflik antara aparat dan masyarakat. Masyarakat tidak percaya kehidupan yang lebih sejahtera apabila relokasi dijalankan.

Perambahan hutan dengan menebang pohon dan menjual hasil tebangan, sudah sedikit dilakukan responden. Kebanyakan masyarakat menebang hutan hanya untuk memperluas lahan pertanian mereka saja. Peningkatan luas pertanian tidak hanya disebabkan keikutsertaan masyarakat untuk merambah hutan, tetapi masyarakat mendapatkannya dengan cara membeli dari orang lain.

4. Luas lahan

Berdasarkan hasil wawancara dan survey di lapangan, diketahui bahwa jumlah luasan lahan yang dimiliki responden berkisar antara 0,06 Ha sampai 1 Ha. Luasan lahan masyarakat terletak disekitar areal TNGL yang merupakan daerah illegal dan harus dijaga. Luasan lahan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Keadaan luas lahan yang dimiliki responden di kawasan Damar Hitam dan Sei Minyak.

No. Dusun Damar Hitam Dusun Sei Minyak

Luas Lahan (Ha)

Jumlah Persen (%) Luas Lahan (Ha)

Jumlah Persen (%) 1. 2. 3. 4. 5. <1 1,1 - 2 2,1 - 3 3,1 - 4

>4 17 3 - - 85 15 - - <1 1,1 - 2 2,1 - 3 3,1 - 4

>4 19 1 - - 95 5 - -

Total 20 100 Total 20 100


(41)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pada umumnya responden memiliki lahan dengan luasan kecil hingga sedang. Kawasan Damar Hitam terdapat 17 orang (85%) memiliki luas lahan < 1 Ha dan 3 orang (15%) memiliki luasan lahan berkisar antara 1,1–2 Ha. Kawasan Sei Minyak terdapat 19 orang (95%) memiliki luasan lahan < 1 ha dan 1 orang (5%) memiliki luasan lahan berkisar antara 1,1–2 Ha.

Luasan areal garapan yang tergolong sedang tersebut bila dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan hidup keluarga dapat dikatakan cukup, baik untuk dikonsumsi sendiri ataupun dijual guna memenuhi kebutuhan lain yang tidak mereka miliki misalnya memenuhi kebutuhan sekolah anak-anak mereka.

Secara umum responden memiliki lebih dari satu lahan garapan. Lahan garapan lain dimanfaatkan pada saat lahan garapan yang satu belum panen. Hal ini bertujuan untuk dapat memperoleh hasil produksi secara terus-menerus.

Jumlah luasan lahan yang mereka miliki lambat laun pasti akan mengalami peningkatan. Hal ini terlihat aktivitas illegal yang mereka lakukan setiap harinya. Kegiatan yang pertama dilakukan adalah perambahan hutan dengan cara menebang hutan dan selanjutnya menanami lahan dengan pertanian yang mereka inginkan. Pemerintah harus cepat menangani masalah ini agar luasan illegal yang mereka miliki tidak semakin luas.

Areal eks pengungsi dikategorikan ke dalam zona penyangga (buffer zone) yaitu daerah yang mempunyai fungsi untuk menjaga kawasan suaka alam atau kawasan kelestarian alam dari segala bentuk tekanan. Sementara masyarakat merusakan kawasan ini bahkan flora fauna beserta ekosistemnya di dalamnya. Hal


(42)

ini dapat merubah fungsi hutan yang sebenarnya yaitu sebagai pengatur tata air, melindungi kesuburan tanah tanah, mencegah erosi.

5. Produktivitas pertanian

Produktifitas pertanian setiap bulannya dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini: Tabel 10. Produktifitas pertanian responden di kawasan Damar Hitam dan Sei

Minyak. Jenis Tanaman Dusun Damar Hitam Dusun Sei Minyak Jlh (org) Luas (Ha) Prod./ha /bln(kg) Total Prod./ha/ bln(kg) Jlh (org) Luas (Ha) Prod./ha/ bln(kg) Total Prod./ha/ bln(kg) Sawit 18 11,5 2.000 23.000 12 8 2.000 16.000

Karet 1 0,5 240 120 3 1,5 240 360

Palawija 1 0,5 150 75 5 2,5 150 375

Sawit + Karet

4 2 2.240 4480 Sawit +

Palawija

2 1 2.150 1.075

Total 26 15,5 11.410 2.8750 20 12 2.390 16.735

Sumber: Data Primer Penelitian (2010)

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh di kawasan Damar Hitam, hampir seluruh masyarakat responden menanam tanaman sawit. Ada terdapat 6 responden memiliki lahan ganda yaitu 4 orang memiliki lahan sawit dan karet. Ada terdapat juga 2 orang yang memiliki lahan sawit dan palawija. Jumlah pemilik lahan yang hanya memiliki lahan karet dan palawija hanya 2 orang saja dimana 1 orang memiliki karet dan 1 orang memiliki palawija. Luas lahan yang ditanami sawit sebanyak 11,5 ha dan luas lahan ini merupakan hasil perambahan dari TNGL. Komoditas sawit merupakan hasil pendapatan utama masyarakat dengan produktifitas per hektarnya sebanyak 2000 kg/ha/bln. Masyarakat memiliki luas lahan seluas 11,5 ha, maka priduktifitas yang diperoleh sebesar 23.000 kg setiap bulannya. Masyarakat yang memiliki lahan ganda seperti karet


(43)

dan sawit memiliki total produktifitas yaitu 4480 kg/ha/bln. Lahan ini juga merupakan lahan hasil perambahan. Banyak produktifitas tanaman karet per hektarnya yaitu 240 kg/bulan. Ada juga terdapat masyarakat yang menanam ganda yaitu sawit dan palawija dengan total produktifitas 1075 kg/ha/bln. Berdasarkan total produktifitas yang sedemikian, ini yang membuat masyarakat untuk enggan direlokasi. Lahan pertanian yang mereka garap sudah memberikan penghidupan bagi hidup mereka. Salah seorang responden mengatakan bahwa dia tidak beresedia direlokasi apabila lahan pertanian dan tanaman yang telah ditanam tidak diganti oleh pemerintah. Hal ini menjadi tugas berat bagi pemerintah sendiri karena lahan yang digarap sangatlah luas.

Sementara luas tanaman sawit di kawasan Sei Minyak adalah 8 ha dengan total produktifitas 16.000 kg/ha/bln. Hasil panen tanaman sawit merupakan komoditas penting bagi masyarakat. Jenis tanaman lain adalah karet dengan luas 1,5 ha dan produktifitas 360 kg/bulan. Karet merupakan komoditas kedua setelah tanaman sawit. Jenis tanaman lain adalah palawija yaitu tanaman coklat. Walaupun coklat bukan merupakan tanaman inti, tetapi produktifitasnya sebanyak 375 kg/bulan dengan luas 2,5 ha. Dimana produktifitas coklat sebanyak 75 kg/bulan per hektar.

Seluruh lahan yang dimiliki oleh masyarakat merupakan lahan hasil dari perambahan. Hal ini menjadikan daerah kawasan hutan beralih fungsi menjadi kawasan pertanian. Hal ini sebenarnya sangat membahayakan bagi masyarakat itu sendiri. Hal ini dapat menyebabkan erosi di areal sekitar pemukiman. Hal ini sesuai dengan peryataan Suparmoko (2000) bahwa fungsi hutan adalah sebagai pengatur tata air, melindungi kesuburan tanah tanah, mencegah erosi. Banjir akan


(44)

kerap terjadi apabila hujan dalam frekuensi tinggi datang ke areal pemukiman. Hal ini sangat membahayakan bagi keselamatan hidup masyarakat sendiri.

6. Komposisi responden berdasarkan kebudayaan

a. Suku

Karakteristik responden berdasarkan suku menerangkan bahwa ada 4 (empat) jenis suku yang terdapat pada daerah penelitian yaitu Suku Jawa, Karo, Batak Toba dan Sunda. Konflik Aceh menyebabkan pengungsi datang ke daerah TNGL. Walaupun datang dari Aceh, eks pengungsi bukan merupakan suku asli Aceh. Masyarakat yang menjadi responden di dua daerah penelitian didominasi oleh suku Jawa. Dimana terdapat 12 orang (60%) di Dusun Damar Hitam dan 10 orang (50%) di Dusun Sei Minyak. Hal ini disebabkan karena Suku Jawa merupakan masyarakat yang pertama kali tinggal di daerah penelitian. Suku terbanyak kedua adalah karo sebanyak 6 orang (30%) di Dusun Damar Hitam dan 7 orang (35%) di Dusun Sei Minyak. Suku Batak Toba sebanyak 1 orang (5%) di Dusun Damar Hitam dan 3 orang (15%) di Dusun Sei Minyak, sedangkan suku selanjutnya adalah Sunda sebanyak 1 orang (5%) di Dusun Damar Hitam dan tidak ada Suku Sunda di Dusun Sei Minyak.

Tabel 11. Komposisi responden berdasarkan suku No.

Damar Hitam

Sei Minyak Suku Jumlah Persen

(%)

Suku Jumlah Persen (%) 1. 2. 3. 4. Jawa Karo BtkToba Sunda 12 6 1 1 60 30 5 5 Jawa Karo BtkToba Sunda 10 7 3 50 35 15

Total 20 100 20 100


(45)

Ketiga suku terakhir ini merupakan masyarakat pendatang di daerah penelitian yang memiliki daya adaptasi tinggi serta motivasi kerja besar sehingga saat ini telah banyak memiliki lahan pertanian. Meskipun masyarakat di daerah eks pengungsi terdiri dari berbagai suku, tetapi tetap memiliki tingkat kekerabatan yang masih erat serta tradisi yang sama seperti gotong royong. Adat istiadat atau kebudayaan merupakan perilaku, kepercayaan, nilai dan pemakain sumberdaya di masyarakat yang membentuk pola hidup bersama dan saling bertukar pengalaman dalam lingkungan tertentu.

b. Agama

Masyarakat di daerah eks pengungsi memiliki agama yang berbeda. Agama yang dianut adalah Agama Islam dan Kristen Protestan. Agama Islam sebanyak 17 orang (85%) di Dusun Damar Hitam dan 18 orang (10%) di Dusun Sei Minyak. Agama Kristen Protestan sebanyak 3 orang (15%) di Dusun Damar Hitam dan 2 orang (10)%) di Dusun Sei Minyak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas agama eks pengungsi adalah Agama Islam. Walupun demikian persaudaraan mereka sangat kuat walaupun mereka berbeda agama. Hal ini didasarkan oleh perasaan senasib sebagai eks pengungsi. Meskipun memiliki agama, tapi mereka merupakan masyarakat yang hampir jarang beribadah. Hal ini disebabkan belum adanya rumah ibadah di areal eks pengungsi penelitian. Pemerintah juga telah berupaya memberikan fasilitas rumah ibadah kepada mereka apabila semua eks pengungsi bersedia untuk direlokasi. Usaha pemerintah tersebut dianggap mereka kurang klimaks karena mereka hanya menginginkan semua tanaman pertanian diganti. Keadaan agama eks pengungsi dapat dilihat pada gambar 1.


(46)

Gambar 1. Karakteristik responden berdasarkan agama

7. Kelembagaan

Masyarakat eks pengungsi memiliki kelembagaan dengan tujuan membuat hubungan mereka semakin erat. Kelembagaan tersebut adalah Organisasi Petani Asal Aceh (OPPAA) dan dipimpin oleh ketua bernaman Miswan. Lembaga ini didirikan untuk melawan segala ancaman yang ada dan membuat mereka satu suara. Organisasi ini merupakan wadah untuk melawan pihak pengelola. OPPAA menolak direlokasi dikarenakan luas lahan mereka sudah banyak dan kebanyakan komoditas yang ditanam sudah berproduksi dan menghasilkan. Lahan yang dimiliki merupakan lahan hasil dari perambahan secara berkelanjutan.

Organisasi lain selain OPPAA adalah PIPA (Petani Indonesia Pengungsi Aceh). Ini juga merupakan organisasi untuk melawan segala ancaman. Ada juga organisasi yang merupakan organisasi pendukung lingkungan Leuser. Diantaranya adalah KETAPEL (Kelompok Petani Pelindung Leuser). Organisasi ini banyak sedikitnya banyak membantu pemerintah dalam menjaga ekosistem Leuser.

Dalam setiap pertemuan dengan pihak pengelola, masyarakat eks pengungsi juga telah memilih orang yang tepat untuk dijadikan wakil mereka


(47)

menyampaikan aspirasi. Wakil dari mereka ini sering disebutkan sebagai kapala dusun. Dusun Damar Hitam dipegang oleh Muhtadin dan Dusun Sei Minyak dipegang kendali oleh Muhadi. Kepala Dusun memegang peran aktif dalam setiap pertemuan ataupun perjanjian yang akan disepakati antara pihak pengelola dan eks pengungsi.

Analisis Ekonomi dan Sosial Masyarakat

Untuk merumuskan akan ekonomi dan sosial masyarakat eks pengungsi di Dusun Damar Hitam dan Dusun Sei Minyak digunakan analisis SWOT. Analisis SWOT ini akan merumuskan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan tantangan).

Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari keadaan ekonomi dan sosial masyarakat eks pengungsi. Faktor internal ini meliputi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dari pemerintah dan eks pengungsi. Kekuatan kelemahan ini dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Faktor internal ekonomi dan sosial masyarakat Dusun Damar Hitam. No. Kekuatan (Srength) No. Kelemahan (Weakness)


(48)

1. 2. 3. 4. 5. Pemerintah memiliki

kewenangan untuk berkoordinasi dan bekerjasama multipihak Pemerintah memiliki pendanaan untuk kegiatan setiap tahun mencukupi

Sebagian eks pengungsi setuju direlokasi

Desa sekitar mendukung merelokasi eks pengungsi Adanya sanksi hukum bagi perambah dan pelaku illegal logging

1. 2.

3.

4.

Tidak jelasnya pal batas TNGL Illegal logging yang didukung oknum militer dan tidak diproses secara hukum.

Lemahnya kepemimpinan di tingkat Balai, Seksi Wilayah Konservasi, Polhut.

Sistem kerja tertutup sehingga kurang terbuka

Faktor internal berupa kekuatan adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kewenangan untuk berkordinasi dan bekerjasama multipihak.

Dalam pengelolaan kawasan TNGL, kemitraan mutipihak menjadi pokok bahasan yang sangat penting. Para mitra memilki akses pendanaan, jaringan kepakaran, dan pengalaman yang luas dan mendalam. Dalam hal TNGL misalnya, Yayasan Leuser International (YLI) yang telah bekerja selama 7 tahun di Ekosistem Leuser maupun di TNGL memiliki data dan informasi serta jaringan kepakaran yang luas. Demikian pula dengan beberapa LSM yang telah bekerja lama di Sumatera Utara maupun di beberapa kabupaten di sekitar TNGL, yang jelas telah memiliki komitmen yang kuat untuk upaya pelestarian lingkungan.

2. Pendanaan untuk setiap tahun mencukupi

Dengan adanya mitra kerjasama, akses pendanaan bisa teratasi setiap tahunnya. Dari berbagai LSM kerap memberi dana yang besar dalam penganganan eks pengungsi ini. Hal ini memudahkan pihak TNGL dalam mengadakan setiap kegiatan dalam usaha relokasi.


(49)

3. Sebagian eks pengungsi setuju direlokasi

Sebagian eks pengungsi setuju untuk direlokasi merupakan kekuatan. Masyarakat eks pengungsi yang setuju akan relokasi ini dapat membantu pemerintah dalam upaya pendekatan bagi eks pengungsi yang tidak mau direlokasi.

4. Desa sekitar mendukung

Adanya dukungan kepada pemerintah dari desa sekitar TNGL untuk merelokasi eks pengungsi. Masyarakat asli merasa terganggu dengan adanya eks pengungsi. Dengan adanya dukungan mereka, pemerintah juga akan terbantu dikarenakan adanya dukungan dari masyarakat di lingkungan sekitar. 5. Adanya sanksi hukum

Penegakan hukum dalam penyelesaian persoalan taman nasional melibatkan beberapa pihak kunci, yaitu TNGL, Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. Efektivitas penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh faktor komitmen dan tingkat sinergitas antar lembaga penegak hukum tersebut. Sanksi hukum akan diberikan secara tegas bagi siapa saja yang melanggar hukum tanpa terkecuali. Hal ini menjadikan kekuatan bagi pemerintah untuk menindak tegas masyrakat eks pengungsi apabila melawan petugas dalam menjalankan progaram pemerintah khususnya relokasi.

Faktor internal berupa kelemahan adalah sebagai berikut: 1. Tidak jelasnya pal batas TNGL

Tidak jelasnya batas TNGL disebabkan oleh tidak dilibatkannya masyarakat dalam proses tata batas di lapangan, pal batas yang digeser oleh perambah, dan lemahnya pengelolaan taman nasional di tingkat lapangan. Alasan ini


(50)

menyebabkan taman nasional dianggap sebagai lahan kosong, atau lahan tidur yang tidak bermanfaat, dan tidak dimiliki oleh siapapun.

2. Illegal logging yang didukung oknum militer dan tidak diproses secara hukum merupakan hal yang paling meyedihkan bagi bangsa ini. Oknum militer yang seharusnya menjaga keamanan negara dari setiap ancaman baik dari luar maupun dalam. Hal ini yang menjadi kelemahan bagi pemerintah bahkan negara ini.

3. Lemahnya kepemimpinan di tingkat Balai, Seksi Wilayah Konservasi, Polhut merupakan kelemahan tersendiri bagi pemerintah. Hal ini ditandai adanya sistem perencanaan yang kurang baik dalam siklus manajemen. Seorang pemimpin juga harus mampu membangun kapasitas kepemimpinan di tataran bawah, pada level Seksi Konservasi Wilayah dan di jajaran Polisi Hutan (Polhut). Kenyataan yang ada adalah kordinasi yang belum baik ditunjukkan dari setiap pemimpin di setiap bidang.

4. Sistem kerja tertutup sehingga kurang terbuka.

Pemerintah kurang terbuka memberikan data yang akurat kepada masyarakat luas. Hal ini merupakan salah satu kelemahan dari internal pemerintah. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya kordinasi antar pihak. Kebutuhan lapangan seringkali tidak dapat diakomodasi dalam perencanaan. Inilah asal mula yang melatarbelakangi mengapa upaya pengelolaan taman nasional seringkali tidak dikenal atau diketahui banyak orang.

Faktor Eksternal

Faktor eksternal meliputi peluang dan ancaman. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh faktor eksternal seperti pada tabel 14.


(51)

Tabel 14. Faktor eksternal pihak pengelola

No. Peluang (Opportunity) No. Ancaman (Threat) 1.

2.

Departemen Transmigrasi menyiapkan lokasi di sekitar

Sumatera

Dukungan Menteri Kehutanan dalam pemberantasan illegal logging dan perambahan di taman-taman nasional di tingkat Pusat yang konsisten.

1. 2.

Jual beli tanah oleh oknum tertentu Oknum eks pejabat yang sudah bebas

Faktor eksternal berupa peluang adalah sebagai berikut:

1. Departemen Transmigrasi menyiapkan lokasi relokasi di sekitar Sumatera yang mungkin dapat dijadikan untuk memindahkan eks pengungsi tersebut melalui skema transmigrasi. Pada saat ini, terdapat lokasi transmigrasi di Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan. Departemen Transmigrasi juga meminta Departemen Kehutanan untuk membantu pemilihan lokasi tersebut, agar dapat dihindarkan tumpang tindih dengan kawasan hutan. Upaya pemindahan eks pengungsi ini perlu dilakukan secara komprehensif dan tuntas.

2. Dukungan dari pemerintah dan LSM

Dengan adanya dukungan ini maka program relokasi diharapkan berjalan sesuai prosedur yang telah direncanakan. Apabila masyarakat ikut mambantu pemrintah dan LSM akan merasa tertolong.

Faktor Eksternal berupa ancaman adalah sebagai berikut: 1. Jual beli tanah oleh oknum tertentu


(52)

Adanya oknum tertentu menjual tanah dengan harga murah dengan cara membohongi masyarakat. Masyarakat eks pengungsi dibohongi dengan menyatakan bahwa tanah tersebut bukan tanah illegal. Dengan pendidikan yang minim, masyarakat pun percaya saja dengan bualan oknum tersebut. 2. Oknum eks pejabat yang sudah bebas dapat membahayakan. Mereka dapat

melanggar hukum lagi apabila telah bebas dari hukuman. Upaya yang paling tepat adalah memberikan sanksi hukum yang lebih ketat kepada meraka dan membatasi setiap gerak-gerik mereka.

Matriks SWOT

Matriks SWOT merupakan matriks yang mengkolaborasikan seluruh faktor-faktor yang mempengaruhi ekonomi dan sosial masyarakat eks pengungsi meliputi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan tantangan) untuk menghasilkan strategi pengembangan ekonomi dan sosial masyarakat . Strategi yang dimaksud meliputi strategi SO, ST, WO, dan WT. Strategi yang dihasilkan disusun berdasarkan pandangan peneliti dan dengan bantuan data penunjang yang bertujuan mencapai ekonomi dan sosial masyarakat yang sejahtera. Matriks SWOT ekonomi dan sosial masyarakat dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 15. Penentuan strategi sosial dan ekonomi masyarakat berdasarkan matriks SWOT


(53)

Faktor Internal Faktor Eksternal Strength (S)

1. Memiliki kewenangan untuk berkoordinasi dan

bekerjasama multipihak 2. Pendanaan untuk kegiatan

setiap tahun mencukupi 3. Sebagian eks pengungsi

setuju direlokasi

4. Desa sekitar mendukung 5. Adanya sanksi hukum

Weakness (W)

1. Tidak jelasnya pal batas TNGL

2. Illegal logging yang didukung oknum militer dan tidak diproses secara hukum. 3. Lemahnya

kepemimpinan di tingkat Balai, Seksi Wilayah Konservasi, Polhut.

4. Sistem kerja tertutup sehingga kurang terbuka

.

Opportunity (O)

1. Departemen Transmigrasi

menyiapkan lokasi di sekitar Sumatera 2. Dukungan dari

pemerintah dan LSM

Isu/Strategi SO 1. Dengan adanya

kewenangan untuk bekerjasama multipihak, maka pemerintah dan LSM dapat bekerja sama dalam merelokasi eks pengungsi. 2. Dengan adanya pendanaan

yang cukup, maka dana lokasi bagi eks pengungsi dapat teratasi.

3. Dengan adnya dukungan dari sebagian eks pengungsi, maka pemerintah dan LSM beserta eks pengungsi tersebut dapat bekerja sama demi kelancaran relokasi.

Isu/Strategi WO

1. Pemerintah segera memberikan sanksi yang tegas bagi oknum yang mendukung illegal logging tanpa ragu-ragu.

2. Memperbaiki struktur kepemimpinan berbagai bidang demi kelancaran relokasi.

Threats (T)

1. Jual beli tanah oleh oknum

2. Oknum eks pejabat yang sudah bebas

Isu/Strategi ST

1. Memperketat sanksi hukum bagi oknum yang melakukan kegiatan jual beli tanah.

2. Segera menindak tegas bagi siapa saja melawan hukum

Isu/Strategi WT 1. Memberikan

penyuluhan akan batas-batas pal daereh TNGL

Strategi SO merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Dengan adanya kewenangan untuk bekerjasama multipihak, maka pemerintah dan LSM dapat bekerja sama dalam merelokasi eks pengungsi. Pemerintah dan LSM bersama-sama bekerjasama dalam upaya pelestarian lingkungan. Para mitra juga memilki akses pendanaan, jaringan


(54)

kepakaran, dan pengalaman yang luas dan mendalam. Namun demikian, dalam pengembangan kemitraan antara TNGL dengan para pihak bukanlah hal yang mudah. Banyak kendala yang dapat dipecahkan secara bersama-sama.

Srategi WO merupakan strategi yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang dari lingkungan luar. Dengan adanya sanksi yang tegas dari Pemerintah, maka setiap oknum yang membantu kegiatan illegal logging akan merasa takut akan sanksi yang diberikan.

Strategi ST yaitu strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk menghindari ancaman yang dating dari luar. Adanya transaksi jual beli lahan tanah yang dilakukan oleh oknum tertentu memberi dampak yang negatif dalam upaya relokasi eks pengungsi. Dalalm hal ini diupayakan sanksi hokum yang tegas bagi oknum tertentu yang menyalahi aturan. Selanjutnya memberikan hukuman bagi siapa saja yang melawan hukum yang berlaku.

Strategi WT merupakan strategi yang memperkecil kelemahan internal dan menghindari ancaman dari luar. Dengan adanya penyuluhan dari pemerintah secara jelas, maka pal batas yang selama ini kurang jelas dapat dimengerti setiap orang. Tidak jelasnya batas TNGL disebabkan oleh tidak dilibatkannya masyarakat dalam proses tata batas di lapangan, pal batas yang digeser oleh perambah, dan lemahnya pengelolaan taman nasional di tingkat lapangan. Dengan demikian batas TNGL dapat diketahui bagi setiap orang. Apabila melanggar, sanksi tegas harus segera diberi.

Dari matriks SWOT tersebut dapat dilihat secara garis besar bentuk-bentuk alternatif strategi yang dapat dilakukan dalam upaya relokasi masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Leuser. Maka dibutuhkan dukungan dari setiap elemen


(55)

masyarakat untuk membantu pemerintah dan LSM yang terkait dalam upaya relokasi ini.

Kajian akan Usaha-usaha yang Dilakukan Pihak Pengelola

Penanganan pengelolaan TNGL sampai dengan saat ini dapat dinilai belum efektif, dan bahkan tidak efisien. Efektivitas terkait dengan seberapa besar investasi dapat memenuhi sasaran yang diharapkan. Usaha-usaha yang telah dilakukan oleh Balai TNGL seperti:

1. Mengumpulkan data primer/sekunder eks pengungsi

a. Pendataan ulang jumlah eks pengungsi (investigasi) dan perambah lokal Hal ini bertujuan untuk mendapatkan data akan jumlah KK, jumlah jiwa, luas garapan per KK, kesediaan untuk direlokasi. Kegiatan ini sudah dilakukan oleh pihak pengelola secara maksimal. Dengan demikian semua masyarakat eks pengungsi sudah terdata dan siap direlokasi. Kendala dalam kegiatan ini adalah sikap masyarakat yang tertutup dalam memberikan data akan luas lahan yang mereka garap. Sehingga pihak pengelola kesulitan untuk mendapatkan total luas lahan garapan.

b. Pengukuran luas seperti citra satelit dan estimasi di lapangan.

Hal ini bertujuan untuk memperoleh data akan luas kerusakan kawasan, penajaman data dari hasil pendugaan citra. Pengukuran ini sudah dilakukan oleh pihak pengelola. Hal ini sangat berguna sebagai data bagi kegiatan relokasi selanjutnya untuk memperbaiki setiap lahan yang telah rusak. Kegiatan ini juga berguna sebagai bahan informasi berupa peta kepada semua pihak akan rusaknya Taman Nasional Gunung Leuser yang merupakan daerah konservasi.


(56)

a. Melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada eks pengungsi tempat yang mereka tempati merupakan kawasan konservasi dan memberikan penyuluhan akan relokasi. Penyuluhan sudah dilakukan secara berkelanjutan. Hambatan dilapangan adalah rendahnya daya serap masyarakat akan materi penyuluhan yang telah disampaikan oleh pihak pengelola. Hal ini sangat berkaitan dengan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat.

b. Memberikan sanksi hukum yang tegas bagi para perambah yang masih merambah kawasan konservasi di sekitar TNGL. Masyarakat tidak menghiraukan karena mereka mengganggap perlawanan terhadap pihak pengelola merupakan cara untuk melanjutkan hidup. Mereka tidak menghiraukan sanksi yang ada.

c. Instansi pemerintah yang terdiri dari Balai TNGL, PEMKAB (Dinas Kehutanan, Dinas Sosial, BPN) dan dari segi keamanan (TNI dan Polisi) bersama-sama mengkordinasi anggota dalam hal merelokasi eks pengungsi ke arah yang lebih baik dan memberikan keamanan bagi para eks pengungsi agar tidak terjadi bentrokan lagi. Karena selama ini bentrokan masih terus berlangsung antara eks pengungsi dan pihak pengelola.

d. Langkah akhir yang dilakukan yaitu mengangkat isu masalah perambahan kawasan TNGL ke dalam media massa agar masyarakat awam dapat mengetahuinya. Isu tersebut sudah lama beredar di media massa dan kebanyakan masyarakat lokal sudah mengetahui akan keberadaan eks pengungsi dan perambahan hutan yang sudah dilakukan mereka. Masalah yang dihadapi adalah perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat kepada


(57)

pihak pengelola. Hal ini merupakan hambatan tebesar yang dihadapi oleh pihak pengelola.

3. Melakukan pertemuan khusus dengan perwakilan eks pengungsi. Kegiatan tersebut sudah dilaksanakan pihak pengelola. Hasil yang diperoleh adalah pihak eks pengungsi menginginkan apabila di relokasi hanya ingin di Pulau Sumatera, dan apabila direlokasi harus dilibatkan dari awal. Banyaknya tuntutan mereka menyebabkan pihak pengelola merasa keberatan sehingga titik persetujuan tidak sepenuhnya diperoleh.

Persepsi Masyarakat Akan Taman Nasional Gunung Leuser

Masyarakat eks pengungsi sekitar TNGL pada dasarnya merupakan masyarakat yang kurang akan pendidikan. Dapat dilihat dari hasil jawaban yang diberikan oleh responden menyangkut masalah TNGL. Kebanyakan dari mereka menganggap bahwa TNGL merupakan tanah warisan dari nenek moyang dan bagi siapa saja bebas untuk menggarapnya menjadi lahan sendiri. Persepsi ini dapat dilihat dalam tabel 16.

Tabel 16. Persepsi responden akan taman nasional gunung leuser No. Ket.

Damar Hitam

Sei Minyak Frek.Tahu Frek. tdk

tahu

Frek.Tahu Frek. tdk tahu 1. 2. 3. Arti TNGL Fungsi TNGL Bentuk konservasi 7 5 10 13 15 10 6 7 9 14 13 11

∑ Total 22 38 22 38

Sumber : Data Primer Penelitian (2010)

Berdasarkan hasil wawancara responden Dusun Damar Hitam, masyarakat yang mengerti pengertian taman nasional hanya 7 orang, fungsi TNGL hanya 5 orang dan yang mengerti akan bentuk kawasan konservasi hanya 10 orang. Sementara responden di Sei Minyak juga memiliki pemahaman yang kurang akan


(58)

TNGL. Masyarakat yang mengerti pengertian taman nasional hanya 6 orang, fungsi TNGL hanya 7 orang dan yang mengerti akan bentuk kawasan konservasi hanya 9 orang. Hal ini menunjukkan lemahnya tingkat pengetahuan masyarakat akan fungsi kawasan konservasi. Sebagian masyarakat juga mengetahui bahwa perusakan ataupun perambahan merusak lingkungan. Ekosistem yang rusak mengakibatkan erosi, tanah longsor dan banjir. Akibat dari perusakan ini dirasakan langsung masyarakat setempat. Mereka beralasan bahwa kegiatan dilakukan demi pemenuhan kebutuhan hidup mereka.

Masyarakat memiliki anggapan bahwa hutan merupakan titipan nenek moyang tanpa perlu dijaga kelestariannya. Maka dengan demikian masyarakat berlomba membuka lahan pertanian sendiri demi kesejahteraan hidup pribadi dimana merupakan pengerusakan daerah konservasi secara global.

Persepsi Masyarakat akan Keamanan dan Sanksi Hukum

Keamanan di daearah eks pengungsi belum bisa dikatakan baik. Kurun waktu yang tidak menentu, ada satwa yang keluar masuk areal eks pengungsi. Walaupun kebanyakan masyarakat masih belum mengetahui hal ini. Hasil dari jawaban responden dapat dilihat pada tabel 17.

Tabel 17. Persepsi responden akan keamanan tempat tinggal

No. Keterangan Damar Hitam Sei Minyak

Adanya satwa yang masuk

Adanya satwa yang masuk 1. 2. 3. 4. 5. Sangat tahu Tahu Ragu-ragu Tidak tahu

Kurang memahami pertanyaan

1 2 11 1 5 - 2 13 2 3

Total 20 20


(59)

Berdasarkan hasil yang diperoleh di Dusun Damar Hitam, sebanyak 11 orang ragu-ragu dengan keadaan satwa yang keluar masuk, 1 orang tidak mengetahui dan 5 orang kurang memahami akan pertanyaan tersebut. Masyarakat yang mengetahui hanya 2 orang dan yang benar-benar mengetahui sekali hanya 1 orang. Berdasarkan jawaban masyarakat yang mengetahui keberadaan satwa, jenis satwa yang pernah masuk adalah gajah. Dan itu terjadi sangat jarang bahkan hampir tidak pernah.

Berdasarkan hasil yang diperoleh di Dusun Sei Minyak, sebanyak 13 orang ragu-ragu dengan keadaan satwa yang keluar masuk, 2 orang tidak mengetahui dan 3 orang kurang memahami akan pertanyaan tersebut. Masyarakat yang mengetahui hanya 2 orang. Dapat disimpulkan bahwa masyarakat eks pengungsi pada umumnya merupakan masyarakat yang tidak memahami bentuk kawasan TNGL dan fungsi TNGL itu sendiri.

Penanganan masalah TNGL harus segera diselesaikan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh perambah dan pengungsi semakin lama menimbulkan kerusakan ekosistem. Sanksi harus tegas diberikan bagi siapa saja yang melanggar hukum. Masyarakat pada umumnya mengetahui akan sanksi hukum bagi siapa saja yang melanggarnya. Keadaan ini dapat dilihat pada gambar 2.


(1)

Lampiran 8. Karakteristik Responden Pengungsi Sei Minyak

Daftar Nama Pengungsi Sei Minyak

No

Nama

Umur (Thn)

Status Jmlh Tanggungan

Keterangan

1 Rosid thn 1960 KK 5

2 Agusman thn 1978 KK 4

3 Suwandi thn 1964 lajang 1

4 Suwandi thn 1969 KK 2

5 Jamil Salam 5 Juli 1940 KK 3

6 Ngadiran thn 1960 KK 6

7 Ponijan thn 1954 KK 4

8 Zeki Safutra 23 Maret 1980 KK 2

9 Suriadi thn 1973 KK 2

10 Karman 5 Januari 1972 KK 4

11 Ngatini thn 1952 Janda 1

12 Karto Wijoyo 31 Desember 1940 KK 1

13 Marlen KK 3

14 Sarno Man 5 Oktober 1973 KK 2

15 Tukimin KK 5

16 M. Yakub 31 Desember 1964 KK 6

17 Narsim thn 1944 KK 2

18 Sarji 31 Desember 1961 KK 3

19 Bambang Siswadi 24 Mei 1983 KK 2

20 Saidi 31 Desember 1958 KK 5

21 Nidem/ Dasuki thn 1946 Istri 1

22 Surach Maodin thn 1970 KK 3

23 Subroto thn 1970 KK 3

24 Suyanti 7 Juli 1975 Janda 1

25 Sutiman KK 1

26 Teguh Rahayu 31 Desember 1945 KK 2

27 Jaswadi thn 1943 KK 1

28 Suheri Pamungkas 25 Agustus 1982 KK 1

29 Karni thn 1930 Janda 1

30 Ngatman 9 Oktober 1944 KK 1

31 Suwarti/ Rasyidin 6 Desember 1975 Istri 4

32 Sri Wahyuni thn 1942 Janda 3

33 Sumardi 31 Desember 1953 KK 6

34 Sudiono KK 3

35 Nasiah thn 1940 Janda 1

36 Alijar 01. 04. 1961 KK 5

37 Wagino 31 Desember 1967 KK 5

38 Sardi thn 1960 KK 5

39 Sumirah thn 1928 Janda 1

40 Tuyem 31 Desember 1937 Janda 1

41 Jasmadi 21 Februari 1976 KK 2

42 Manisah 31 Desember 1960 Janda 2

43 Jumarik 28 Agustus 1978 KK 2

44 Sagino 31 Desember 1952 KK 1

45 Kasrun 1 Juli 1938 KK 3


(2)

47 Juliadi 6 Mei 1976 KK 2

48 Samin thn 1941 KK 1

49 Rohim thn 1931 KK 1

50 Tuji 6 Desember 1966 KK 5

51 Ngatirin 11 Februari 1953 KK 1

52 Zeki Supriadi 31 Desember 1985 KK 2

53 Karipah 16.04.1940 Janda 1

54 Ariadi 23.09.1976 KK 2

55 Bero 60 tahun KK 1

56 Naseb thn 1966 KK 4

57 Ngadiman thn 1972 KK 3

58 Pitriadi 17 Februari 1980 KK 2

59 Sakem thn 1940 KK 5

60 Tabri KK 4

61 Joko Wahyudi thn 1984 KK 2

62 Tugimin 17 Juni 1953 KK 4

63 Zasim thn 1956 KK 2

64 Marinem 18 Juli 1942 Janda 1

65 Poniyem 60 tahun Janda 1

66 Katimino Duda 2

67 Misman thn 1975 KK 3

68 Erna Wati thn 1981 Janda 1

69 Sariadi 15 Oktober 1981 1

70 Rama Dianto 11.11.1977 KK 3

71 Satinem thn 1944 Janda 1

72 Rita Ningsi 21 Februari 1987 2 73 Rudi Hartono 10 Januari 1977 KK 3

74 Wagimin 30 Juli 1970 KK 3

75 Upik thn 1957 Janda 1

76 Bejo 31 Desember 1968 KK 3

77 Muhadi thn 1940 KK 1

78 Sutimin K. thn 1970 KK 3

79 Legini thn 1971 Janda 2

80 Seri Ngatini 5.11.1977 Istri 3

81 Karno thn 1956 KK 2

82 Ganar thn 1962 KK 5

83 Karsimin 01.01.1972 KK 4

84 Kanta 12 Februari 1955 KK 1

85 Aisyah thn 1938 Janda 1

86 Kurdi 24 Desember 1959 KK 4

87 Edi 2 Maret 1973 KK 3

88 Kiman 14 Desember 1969 KK 4

89 Legiman B thn 1964 KK 3

90 Samsuri 20 Desember 1945 KK 2

91 Burhanuddin thn 1933 KK 2

92 Alidin thn 1968 KK 4

93 Sugiono 15 Mei 1972 KK 4

94 Supriadi Tarigan 13 Juli 1983 KK 1

95 Parman thn 1955 KK 5

1

2

3

4

5

6


(3)

97 Waluyo Sugito thn 1955 KK 1

Jumlah 261


(4)

Daftar Nama Eks Pengungsi Damar Hitam

N0 Nama Umur Tanggungan

pertama

Datang Daerah Asal

(thn) (orang)

1 Abd Muis 46 7 3/3/2000 Ds Jambo Rehat Kec. Idi

Rayeuk A.Timur

2 Arianto Bancin 33 4 20-07-2000 Idem

3 Bastian Tumanggor 43 6 3/4/2000 Idem

4 Ismudin S 42 6 3/4/2000 Idem

5 Kardi 43 6 6/5/2000 Idem

6 Muktadin Bancin 38 4 6/5/2000 Idem

7 Suyanto 30 4 6/5/2000 Idem

8 Ibrahim Ulil 57 2 10/8/2000 Ds Blang Rambong Kec. Idi

Rayeuk A.Timur

9 Ahmad Senin 59 6 2000 Ds Simpang Aneuh Kec.Ranto

Selamat-Bayeun A.Timur

10 Akub 67 3 2000 Sarah Kaye-Ranto Selamat

Bayeun A.Timur

11 Ahmad Suwandi 38 7 2001 Blang Talun Kota makmur

A. Utara

12 Afsah (janda) 47 1 2000 Sarah Kaye-Ranto Selamat

A.Timur

13 Bejo 62 6 2000 Ds. Brandang Kec.Ranto

Perlak - A.Timur

14 Boiman 43 5 2002 Alur Hitam- Jul;ok Rayeuk

A.Timur

15 Kasiren 34 4 2000 Ds Snb Kuyun Kec.Idi Rayeuk

A.Timur

16 Karman 52 7 2000 Ds. Alur Gureb Kec.Perlak

A.Timur

17 Misman 29 5 2000 Alur Gading satu Kec.Bireun

Bayeun A.Timur

18 Miswan S 44 3 2000 Sarah Kaye-Ranto Selamat

A.Timur

19 Abdullah 28 4 2003 Ds.Krueng Luas Kec.Trumon

A.Selatan

20 Nursimah 49 3 2000 Jambo Reuhat Kec.Idi Rayeuk

A.Timur

21

Erni Simbolon

(janda) 31 4 2002 Perlak - A.Timur

22 Basa Simbolon 35 4 2002 Perlak - A.Timur

23 Misrah 27 3 2000 A.Nyamuk,Paya Bili, Bireun

Bayeun A.Timur

24 Mukino 52 6 2000 A.Nyamuk,Paya Bili, Bireun

Bayeun A.Timur

25 Ngatman 47 4 2000 Sarah kaye Ranto Selamat

26 Ngatiman 45 5 2000 sarah kaye Bayeun A.Timur

27 Ndeno 51 4 2000 Desa Paya Pales T.Tani


(5)

Selamat A.Timur

29 Purnamanta PA 37 4 2000 Desa Alur Tui Kec.Ranto

Selamat A.Timur

30 Jhoni PA 35 4 2000 Desa Alur Tui Kec.Ranto

Selamat A.Timur

31 Sarbani (janda) 50 2 2000 Ds.pante Baru Kec.peusangan

Aceh utara

32 Sakimin 56 4 2000 Ds.Sarah Kaye Kec.Bayeun

A.Timur

33 Saimin 50 6 2000 Ds.Sarah Tube Kec.Ranto

Selamat A.Timur

34 Suparman 35 5 2000 Leupon Buket Kuta Kec. Idi

Rayeuk A.Timur

35 Suriyatno 35 6 2000 Ds.Brandang Kec.Ranto Perlak

A.Timur

36 Seger W 46 7 2000 Simp.Aneuh Kec.Ranto

Selamat A.Timur

37 Sarianto 28 5 2000 Sarah kaye Kec.Ranto Selamat

Bayeun A.Timur

38 Sukarli 30 5 2000 Ds.Brandang Kec.Ranto Perlak

A.Timur

39 Selamat W 49 5 2000 Simp.Aneuh Kec.Ranto Selamat

A.Timur

40 Suja'i 75 3 2000 Snb Bayu Lr.Jaya Kec.Idi

Rayeuk A.Timur

41 Supiadi AD 30 4 2000 Simp.Aneuh Kec.Ranto Selamat

Bayeun A.Timur

42 Suparmin 29 3 2002 Simp.Aneuh Kec.Ranto Selamat

Bayeun A.Timur

43 Samaun 44 4 2000 Ds.Mataie Kec Ranto Panjang

A.Timur

44 Sugino 42 4 2002 Ds.Mataie Kec Ranto Panjang

A.Timur

45 Kiwoh (janda) 64 2 2000 Ds.Mataie Kec Ranto Panjang

A.Timur

46 Sri Rahayu 29 4 Alur Nyamuk Kec.Paya Bili

Bireun Bayeun A.Timur

47 Seger Saputra 40 5 Simp. Aneuh Ranto Selamat

A.Timur

48 Kartono (duda) 80 1 Alur Nyamuk Kec.Paya Bili

Bireun Bayeun A.Timur

49 Paiman 68 4 2000 Aceh Timur

50 Paerah (Janda) 43 4 2000 Simp. Aneuh Ranto Selamat 51 Iasiah (janda) 65 3 2000 Simp. Aneuh Ranto Selamat

52 Misdar 32 2 2002

Alue Lhok Bukit Meriam Pereulak

A.Timur


(6)

Pereulak

A.Timur

54 Ibrahim Ulil 56 2 2000 Ds.Blang rambong Kec.Idi

Rayeuk A.Timur

55 Usno 27 2 2000 Ds.Mataie Kec Ranto Panjang

A.Timur

56 Ramli Sitakar 50 6 2000 Aceh Selatan

57 Suwarno 48 4 2002 Alur Nyamuk paya Bili Bireun

Bayeun Aceh Timur