Klasifikasi Gelombang Transformasi Gelombang

Gambar 2.6. Kedalaman relatif dan asimtot-asimtot terhadap fungsi hiperbolik Dean dan Dalrympel, 2000

2.2.7 Klasifikasi Gelombang

Gelombang diklasifikasikan berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan kedalaman air dibagi panjang gelombang hL dan nilai batas tanh 2 πhL. Tabel 2.2 Klasifikasi Gelombang Berdasarkan Kedalaman Relatif Klasifikasi Gelombang hL 2 πhL 2 πhL Laut Dalam Transisi Laut Dangkal ½ 120 - ½ 120 π ¼ - π ¼ 1 tanh 2 πhL 2 πhL Sumber: Yuwono,1982 Pada laut dalam hL , maka tanh 2πhL ≈ 1, sehingga persamaan 2.21 pada laut dalam menjadi: L = �� 2 2 � = L o 2.22 dimana L o adalah panjang gelombang laut dalam, maka kecepatan gelombang laut dalam C o menjadi: C o = L o T = �� 2 � 2.23 Pada laut dangkal hL , maka tanh 2πhL ≈ 2πhL, sehingga persamaan 2.22 pada laut dalam menjadi: L = �� 2 2π 2π ℎ � = �� 2 ℎ � 2.24 atau L 2 T 2 = gh 2.25 karena C = LT maka persamaan 2.25 dapat ditulis: C = ��ℎ 2.26 atau: L = CT = ��ℎ T 2.27

2.2.8 Transformasi Gelombang

Dalam proses menuju tepian pantai, gelombang mengalami beberapa proses perubahan tinggi gelombang. Diantaranya proses pendangkalan wave shoaling, proses refraksi refraction, proses difraksi difraction, atau proses pantulan reflection sebelum gelombang itu pecah wave breaking Widi, 1997. Proses pendangkalan adalah proses berkurangnya ketinggian gelombang akibat adanya perubahan kedalaman. Hal ini juga berakibat kepada berkurangnya kecepatan gelombang sehingga puncak gelombang yang ada si air dangkal bergerak lebih lambat dibandingkan dengan puncak gelombang yang berada di perairan dalam. Proses refraksi adalah proses berubahnya arah gerak puncak gelombang yang mengikuti bentuk kontur kedalalaman laut. Shoaling dan refraksi sama-sama disebabkan oleh pendangkalan kedalaman. Sedangkan difraksi adalah proses pembelokan arah gelombang akibat terhalang oleh pemecah gelombang, sehingga gelombang masuk ke dearah dibelakang penghalang tersebut. Transformasi gelombang dapat dilihat lebih jelas pada penjalaran gelombang pada laut dangkal. 2.2.8.1 Pendangkalan shoaling Hubungan antara tinggi gelombang dan kedalaman perairan dapat diturunkan dengan menganggap fluks energi adalah tetap di setiap titik. J E = J E 1 2.28 E o n C = E 1 n 1 C 1 1 8 ρgH o 2 n o C o = 1 8 ρgH 1 2 n 1 C 1 � 1 � � = � � � � � � 1 � 1 2.29 HH o = K s , dimana K s = Koefisien Shoaling, maka: K s = � � � = � � � � � �� 2.30 n = 0,5 �1 + 2 �ℎ � � sinh ⁡2�ℎ � 2.31 n o = 0,5 Jika k adalah angka gelombang atau k=2ωL dan nilai persamaan n dimasukkan, koefisien shoaling K s dapat ditulis dalam persamaan: K s = � 1 tanh �ℎ �1+ 2 �ℎ sinh 2 �ℎ � 2.32 Persamaan 2.32 menunjukkan bahwa koefisien shoaling adalah murni fungsi kh atau hL. Dimana kondisi untuk perairan yang dangkal C= ��ℎ dan n=1, Persamaan K s menjadi: K s = � � 2 ��ℎ = � � 8 �ℎ � 14 = 0.4464 � � ℎ 4 2.33 2.2.8.2 Refraksi Gelombang Refraksi terjadi bila penjalaran gelombang dari perairan yang lebih dalam ke lebih dangkal tidak tegak lurus garis kontur. Selain adanya perubahan kedalaman air, peristiwa refraksi gelombang juga diakibatkan oleh adanya perbedaan kecepatan gelombang yang biasanya disertai juga dengan perubahan panjang gelombang yang mengecil. Gambar 2.7 menunjukkan pola refraksi yang terjadi pada sebuah pulau kecil di lautan di mana pola refraksi tersebut digambarkan oleh garis puncak gelombang wave crest dan sinar gelombang wave ray. Gambar 2.7 Peristiwa refraksi gelombang Triatmodjo, 1999 Pada kontur ideal garis kontur sejajar dengan garis pantai, berdasarkan gambar 2.8 berlaku Hukum Snellius. ��� � 1 � 1 = ��� � 2 � 2 2.34 di mana Puncak gelombang Garis Gelombang Kontur kedalaman α 1 = sudut datang antara garis puncak gelombang dengan kontur dasar dimana gelombang melintas. α 2 = sudut datang yang sama diukur saat garis puncak gelombang melintasi kontur dasar. C 1 = kecepatan gelombang pada kedalaman di kontur awal. C 2 = kecepatan gelombang pada kedalaman di kontur berikutnya. Gambar 2.8 Garis refraksi yang melewati garis kontur sejajar pantai Sorensen. 1978 Penentuan tinggi gelombang di suatu lokasi perairan dangkal menggunakan rumus: H = H o K s K r 2.35 K r = � � 1 � 2 = � ���� 1 ���� 2 2.36 di mana H = tinggi gelombang di perairan lokal. H o = tinggi gelombang pada laut dalam. K s = koefisien pendangkalan shoaling coefficient. K r = koefisien refraksi refraction coefficient. B 1 = jarak ortogonal antara dua lintasan gelombang sebelum gelombang melintasi kontur dasar. B 2 = jarak ortogonal antara dua lintasan gelombang sesudah gelombang melintasi kontur dasar. Tetapi secara umum , kontur lepas pantai tidak teratur dan bervariasi sepanjang pantai dan perubahan garis kontur kedalaman atau batimetri berlangsung secara kontinu, tetapi untuk mempermudah perhitungan refraksi, batimetri dapat di‘diskret’kan atau dibuat tidak kontinu, yaitu dapat dilihat pada gambar 2.9 Gambar 2.9 Batimetri kontinu dan ‘diskret’ Koefisien refraksi juga dapat dicari dengan menggunakan diagram refraksi, ada dua metode yang dapat digunakan yaitu: 1. Metode ortogonal gelombang. Metode orthogonal dikemukakan oleh Arthur 1952. Teori ini berdasarkan snell’s law Gambar 2.7. ��� �1 ��� �2 = �1 �2 = �1 �2 2.37 di mana α 1 dan α 2 = sudut antara garis kedalaman dengan puncak gelombang C 1 dan C 2 = kecepatan jalar gelombang pada tempat yang ditinjau L 1 dan L 2 = panjang gelombang b 1 dan b 2 = jarak antara wave ray Bila Persamaan 2.37 diterapkan pada suatu pantai dengan kedalaman garis paralel maka: � sin � = � 1 sin � 1 = � � ��� � = � 1 ��� � 1 �� = � � � 1 = � ��� � ��� � 1 2.38 Perlu dicatat bahwa koefisien refraksi Kr pada dasarnya berawal dari konsep energi konservasi yang dapat dinyatakan sebagai berikut: � 1 = � . � � . � � 2.39 di mana H dan H 1 = tinggi gelombang awal dan tinggi gelombang pada lokasi tertentu Kr = koefisien refraksi Ks = koefisien shoaling Penggambaran refraksi metode orthogonal dapat dipermudah dengan cara grafis yaitu menggunakan template refraksi SPM, 1984. 2. Metode Diagram Metode diagram yang dimaksud di sini adalah menggunakan diagram perubahan arah dan tinggi gelombang dan koefisien refraksi-shoaling Dean dan Dalrymple, 1992 yang dapat digunakan untuk menghitung arah gelombang, koefisien refraksi dan shoaling. Namun demikian metode ini digunakan untuk kontur kedalaman yang lurus dan parallel Dean dan Dalrymple, 1992. Input untuk metode ini adalah kedalaman awal ho, sudut gelombang αo dan periode T. Dari ketiga input tersebut dapat dihitung sudut pergi gelombang α, koefisien refraksi dan koefisien shoaling. Koefisien shoaling dan koefisien refraksi digunakan untuk menghitung tinggi gelombang. 3. Metode Grafis Panjang Gelombang Metode grafis panjang gelombang menggunakan perhitungan panjang gelombang untuk setiap kontur kedalaman yang ditinjau. Panjang gelombang yang dihitung di setiap titik pada kontur kedalaman dengan interval tertentu membentuk pola puncak gelombang wave crest dan sinar gelombang wave ray yang akan menampilkan suatu pola refraksi gelombang. Metode panjang gelombang ini menggunakan persamaan hubungan dispersi gelombang untuk mencari nilai bilangan gelombang wave number. Nilai bilangan gelombang k akan digunakan untuk mencari nilai kecepatan C. Selanjutnya nilai C digunakan untuk memperoleh nilai panjang gelombang L yang akan digambar di kertas grafik Kamphuis, 2002. 2.2.8.3 Difraksi Gelombang Apabila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan seperti pemecah gelombang atau pulau, maka gelombang tersebut akan membelok di sekitar ujung rintangan dan masuk di daerah terlindung di belakangnya, seperti terlihat pada Gambar 2.9. Fenomena ini dikenal dengan difraksi gelombang. Garis puncak gelombang di belakang rintangan membelok dan mempunyai bentuk busur lingkaran dengan pusatnya pada ujung rintangan. Dianggap bahwa kedalaman air adalah konstan. Apabila tidak maka selain difraksi juga terjadi refraksi gelombang. Biasanya tinggi gelombang berkurang di sepanjang puncak gelombang menuju daerah terlindung. Gambar 2.10 Difraksi gelombang di belakang rintangan Triatmodjo, 1999 Pada rintangan pemecah gelombang tunggal, tinggi gelombang di suatu tempat di daerah terlindung tergantung pada jarak titik tersebut terhadap ujung rintangan r, sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan titik tersebut dengan ujung rintangan β dan sudut antara arah penjalaran gelombang dan rintangan θ . Perbandingan antara tinggi gelombang di titik yang terletak di daerah terlindung dan tinggi gelombang datang disebut koefisien difraksi K’. H A = K’ Hp 2.40 K’ = f θ ,β ,r L 2.41 2.2.8.4 Refleksi Gelombang Gelombang datang yang mengenai membentur suatu rintangan akan dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang penting di dalam perencanaan bangunan pantai, terutama pada bangunan pelabuhan. Refleksi gelombang di dalam pelabuhan akan menyebabkan ketidaktenangan di dalam perairan. Untuk mendapatkan ketenangan di dalam perairan, maka bangunan- bangunan yang ada di pelabuhan pantai harus dapat menyerap menghancurkan energi gelombang. Suatu bangunan yang mempunyai sisi miring dan terbuat dari tumpukan batu akan bisa menyerap energi gelombang lebih banyak dibanding dengan bangunan tegak dan masif. Pada bangunan vertikal, halus dan dinding tidak permeable, gelombang akan dipantulkan seluruhnya. Besar kemampuan suatu bangunan memantulkan gelombang diberikan oleh koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara tinggi gelombang refleksi Hr dan tinggi gelombang datang Hi : X = �� �� 2.42 Koefisien refleksi bangunan diestimasi berdasarkan tes model. Koefisien refleksi berbagai tipe bangunan disajikan dalam Tabel 2.4. berikut ini : Tabel 2.3. Koefisien refleksi Sumber: Triatmodjo, 1999 Tipe bangunan X Dinding vertikal dengan puncak diatas air Dinding vertikal dengan puncak terendam Tumpukan batu sisi miring Tumpukan balok beton Bangunan vertikal dengan peredam energi diberi lubang 0,7 – 1,0 0,5 – 0,7 0,3 – 0,6 0,3 – 0,5 0,05 – 0,2 Dinding vertikal dan tak permeable memantulkan sebagian besar gelombang. Pada bangunan seperti itu koefisien refleksi adalah X=1 dan tinggi gelombang yang dipantulkan sama dengan tinggi gelombang datang. Gelombang di depan dinding vertikal merupakan superposisi dari kedua gelombang dengan periode, tinggi dan angka gelombang yang sama tetapi berlawanan arah. Apabila refleksi adalah sempurna X=1 maka : η = Hi cos kx cos σ t 2.43 2.2.5.5 Gelombang Pecah Dari rumus transformasi gelombang H = Kr Ks Ho pada kedalaman kecil d ≈ 0 akan diperoleh tinggi gelombang yang sangat tinggi. Hal ini tidak mungkin terjadi karena kenyataannya di tepi pantai dengan kedalaman d ≈ 0, tinggi gelombang H ≈ 0. Fenomena ini disebabkan karena gelombang yang bergerak ke pantai, pada kedalaman tertentu akan mengalami proses pecah gelombang breaking wave. Kedalaman dimana gelombang pecah terjadi diberi notasi d b dan tinggi gelombang pecah diberi notasi H b . Tinggi gelombang pecah dapat dihitung dengan rumus berikut ini. � � �′ = 1 3,3 �′ 0 �0 13 2.44 Kedalaman air dimana gelombang pecah diberikan oleh rumus berikut : � � � � = 1 �− ��� ��2 2.45 Dimana a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai m dan diberikan oleh persamaan berikut : a = 43,75 1 – e -19 m 2.46 b = 1,56 1+ � −19,5� 2.47 di mana Hb : tinggi gelombang pecah H’o : tinggi gelombang laut dalam ekivalen Lo : panjang gelombang di laut dalam db : kedalaman air pada saat gelombang pecah m : kemiringan dasar laut g : percepatan gravitasi T : periode gelombang Dengan mengambil berbagai harga db maka dapat menentukan harga Hb dengan cara coba-coba. Harga db dan Hb digambarkan dalam grafik. Perpotongan antara grafik H = Ks xKr xHo dan grafik Hb merupakan lokasi gelombang pecah.

2.2.9 Energi Gelombang