Novel Sebagai Media Dakwah

D. Novel Sebagai Media Dakwah

Berdakwah di era informasi seperti saat ini tidak cukup jika hanya disampaikan melalui lisan tanpa bantuan alat-alat komunikasi massa, yaitu pers percetakan, radio, televisi, atau film. Karena kata-kata yang terucapkan dari manusia hanya dapat menjangkau jarak yang sangat terbatas, sedang alat-alat komunikasi itu jangkauannya tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Novel adalah alat atau media tulisan yang digunakan juru dakwah dalam penyampaian pesan-pesan dakwah yang berbentuk karya sastra. Allah SWT berfirman dalam surat Luqman ayat 27: ☺ ⌧ ☺ ☺ ⌧ “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut menjadi tinta, ditambahkan kepadanya tujuh laut lagi sesudah kering nya, niscaya tidak akan habis-habisnya dituliskan kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” 27 Dalam sebuah karya, utamanya novel selalu terdapat apa yang disebut dengan pesan moral. Novel yang ceritanya berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan akan lebih komunikatif dengan para pembacanya, mereka seolah-olah ikut berada dalam cerita tesebut. Bila sedang membaca terlebih lagi kisah yang dibaca mempunyai kesamaan dengan apa yang dialaminya, maka ia akan menangis dan tertawa sendiri. Dalam hal ini sesuai dengan makna dari kata amar 27 Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 656. ma’ruf nahi munkar, dengan mempengaruhi orang lain agar timbul dalam dirinya pengertian, pengahayatan dan pengamalan ajaran agama Islam. Dengan media dan sarana yang tersedia, maka para da’i dituntut untuk mempunyai kemampuan berdakwah melalui berbagai aspek. Mengingat kecenderungan umat saat ini yang sibuk dengan kegiatan masing-masing, dengan kemampuan seorang da’i untuk menggunakan media yang ada, artinya kegiatan dakwah tidak harus selalu diadakan dengan cara tatap muka secara langsung. Sebagaimana kita ketahui sudah banyak orang-orang yang mampu memanfaatkan karya sastra, terutama fiksi, sebagai media dakwah atau sarana untuk menyampaikan atau mengekspresikan ajaran-ajaran keislaman dakwah. Semua itu biasanya mengandung nilai-nilai moral yang dapat kita ambil dan kita pelajari yang kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

BAB III SEKILAS TENTANG MUHIDIN M. DAHLAN

DAN KARYA-KARYANYA

A. Riwayat Hidup Muhidin M. Dahlan

Muhidin M. Dahlan. Biasa disapa Gus Muh. Lahir pada tengahan 1978. Pernah aktif di Pelajar Islam Indonesia PII, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia PMII, dan Himpunan Mahasiswa Islam HMI. Muhidin M. Dahlan adalah anak muda yang berani berikrar bahwa menulis adalah pilihan hidup. Gagal kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta Teknik Bangunan dan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Sejarah Peradaban Islam membuatnya harus mengganti orientasi hidupnya. Akhirnya keterampilan menulis artikel maupun resensi buku di sejumlah media massa membuatnya bisa untuk mempertahankan hidup atau untuk sekadar membeli buku. Secara terus terang, ketika pertama kali menulis untuk buletin di organisasinya, Pelajar Islam Indonesia PII, Muhidin hanya memindahkan tulisan orang lain. Praktis tulisan pertamanya itu adalah hasil rangkuman dari sejumlah buku. Seperti penulis pemula lainnya, saat tulisan dimuat ia sangat bangga. Beberapa istilah yang sebenarnya tidak dimengerti pun menghiasi tulisannya sebagai bentuk gagah-gagahan. Aktivitas dan energi menulis Muhidin terus bergelora hingga saat kuliah di Yogyakarta. Setelah sibuk mengelola buletin kampus yang jatuh bangun karena keterbatasan dana dan penuh intrik, Muhidin mulai merambah media massa nasional. Tulisan pertamanya yang berupa tanggapan atas tulisan orang lain dimuat di halaman empat koran nasional terbesar di Indonesia. Padahal, halaman 25