LATAR BELAKANG MASALAH PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan adalah makhluk hidup yang diciptakan Allah berpasang-pasangan. Hubungan antara pasangan-pasangan itu membuahkan keturunan, agar hidup di alam semesta ini berkesinambungan. Dengan demikian, penghuni dunia ini tidak pernah sunyi dan kosong tetapi terus berkembang dari generasi ke generasi. Allah sengaja menumbuhkan rasa kasih sayang ke dalam hati masing-masing pasangan agar tercipta keharmonisan dan ketentraman dalam membina suatu rumah tangga. 1 Banyak diantara mereka sungguh-sungguh dalam melaksanakan keinginannya untuk membina dan mempertahankan kerukunan, kedamaian dan keserasian diantara mereka. Dan banyak dari mereka melakukan usaha ke arah terwujudnya situasi yang diidam-idamkan itu, walaupun usaha tersebut biasanya dilakukan tanpa rencana, tanpa ilmu dan tanpa pengalaman. Walaupun keinginan dan usaha itu serius, namun dalam kenyataannya kerukunan dan keharmonisan itu kadang-kadang tidak berhasil diciptakan dan sering mengalami gangguan-gangguan. Gangguan-gangguan ini 1 Muhammad Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, Jakarta: Siraja, 2003, h.2. ditimbulkan oleh perbedaan-perbedaan yang muncul atau menampakkan diri. Dengan demikian terjadilah ketegangan yang akhirnya menjadi persengketaan atau konflik. 2 Sebagian besar dari konflik-konflik itu tidak sampai menghasilkan perceraian. Tetapi bukan berarti persengketaan tersebut telah selesai. Bukan tidak mungkin hal tersebut nantinya akan menjadi pemicu yang kuat untuk terjadinya perceraian. 3 Hukum merupakan salah satu sarana dalam kehidupan bermasyarakat yang bertujuan untuk menciptakan keadilan, ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat dimana hukum itu berada. 4 Kebutuhan akan keadilan merupakan salah satu hak asasi manusia yang harus dilindungi oleh konstitusi negara Republik Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pancasila sila ke-5 yang berbunyi: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “ dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 29 ayat 1 yang menyatakan “Setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. 5 Pasal di atas tidak membedakan antara warga negara yang satu dengan yang lain, semua sama dihadapan hukum dan berhak memperoleh perlindungan hukum 2 Departemen Agama Republik Indonesia, Pedoman Konseling Keluarga Sakinah, Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 2004, h. 92-93. 3 Ibid., h. 135. 4 Purnadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, Bandung: Penerbit Alumni, 1997, cet.ke 4, h.20. 5 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pembukaan dan Pasal 29 Ayat 1. termasuk fakir miskin. 6 Hal ini berarti bahwa negara berkewajiban melindungi fakir miskin sebagai bagian dari warga negaranya. Tetapi negara tidak menjamin keberlangsungan hidup mereka semua, realitanya masih banyak rakyat Indonesia yang berada dibawah garis kemiskinan. Apalagi rakyat kurang mampu hampir semuanya buta huruf dan pada umumnya mereka tidak mengetahui hak dan kewajibannya serta tidak tahu bagaimana menghadapi dan menyelesaikan perkara hukumnya sendiri. 7 Masalah ini menjadi kendala terhadap aspek hukum yang pada akhirnya orang miskin tidak bisa berperkara didepan hukum karena alasan ekonomi. Seharusnya, masyarakat yang memiliki masalah hukum seputar perkawinan menyelesaikan masalahnya itu lewat Pengadilan Agama PA. Tentu apabila berbagai cara kekeluargaan sudah tidak menemukan penyelesaian. Namun faktanya, masih banyak masyarakat yang tak bisa menyelesaikan masalahnya di Pengadilan Agama. Mereka adalah masyarakat dengan pendapatan dan tingkat pendidikan yang kurang. 8 Sebuah survei yang diselenggarakan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat PPIM, yang dirilis akhir Agustus tahun 2007, berkesimpulan bahwa masyarakat miskin yang masih menjadi calon pengguna Pengadilan Agama rata-rata hanya berpenghasilan Rp. 225.000 per bulan. Dari segi pendidikan 43 mereka adalah 6 Binziad Kadafi, dkk, Advokat Indonesia Mencari Legitimasi ;Studi Tentang Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2002, cet ke 3, h.167. 7 Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1981, Cet.ke3, h.15. 8 htt: Hukum.Online.ComSearch asp=Artikel “Survei Membuktikan: Simiskin Masih Enggan Berperkara di Pengadilan Agama” , Artikel diakses pada 21 Januari 2008. lulusan SD, dan 3,9 tidak pernah duduk di bangku sekolah, serta 2,5 buta huruf. Sementara itu, masyarakat yang telah menggunakan jasa Pengadilan Agama rata-rata berpenghasilan Rp. 956.500 per bulan. Dari segi pendidikan 32,3 mereka tamatan SD, dan 67,7 menerima pendidikan yang lebih tinggi. Survei ini melibatkan lebih dari seribu responden yang tersebar di 35 lokasi di seluruh Indonesia. Tidak hanya pengguna jasa Pengadilan Agama, hakim dan calon pengguna Pengadilan Agama pun dilibatkan. Tingkat akurasi survei ini sekitar 95 . 9 Untuk berperkara di Pengadilan Agama, masyarakat kurang lebih harus mengeluarkan biaya sebesar Rp. 1.000.000 Uang sejumlah itu tentu cukup memberatkan bagi masyarakat kurang mampu. Selain itu, mereka juga harus mengeluarkan biaya transportasi sekitar Rp. 35.000 jika hendak ke Pengadilan Agama, untuk pulang dan pergi. 10 Sedangkan dana bantuan untuk Pengadilan Agama naik 7 . Khusus untuk pos peningkatan pelayanan dan bantuan hukum, anggarannya naik sampai berlipat- lipat. Anggaran untuk Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Badilag naik 7 dari Rp. 36.313.269.000 pada tahun 2007 menjadi Rp. 38.929.226.000 pada tahun 2008, dan Sebesar Rp. 1.000.000.000 di antaranya dipergunakan untuk peningkatan pelayananan dan bantuan hukum. 11 9 htt: Hukum.Online.Comdetail asp?id=1759 dan ci=Berita “Semilyar Rupiah Untuk Perkara Prodeo di Pengadilan Agama”, Artikel diakses pada 21 Februari 2008. 10 Ibid., Hukum Online, Semilyar Rupiah Untuk Perkara Prodeo, h.1. 11 Ibid., h.2 Menurut Dirjen Badilag Wahyu Widiana mengatakan, anggaran satu miliar itu akan dipergunakan untuk perkara prodeo alias perkara yang tidak dipungut biaya. 12 Pengalokasian Rp. 1.000.000.000 untuk perkara prodeo itu merupakan upaya tindak lanjut atas temuan sebuah survei tahun 2007. Hasil survei itu menyatakan, masih banyak masyarakat yang enggan membawa perkaranya ke Pengadilan Agama karena terkendala biaya, baik biaya perkara maupun biaya transportasi. 13 Menghadapi situasi sosial seperti ini, maka perlu adanya perembukan strategi perubahan hukum dimana harus dimulai dari bawah ke atas, bukan dari atas kebawah. Hukum juga harus bersentuhan dengan kebutuhan rakyat kurang mampu, dalam arti tidak semata membebaskan mereka dari keterangan hukum tetapi justru memperkuat dan menjadikan mereka sebagai rakyat yang menentukan masa depan mereka, sesuai dengan misi Mahkamah Agung yaitu mewujudkan supremasi hukum melalui kekuasaan kehakiman yang mandiri, efektif, efisien, serta mendapatkan kepercayaan publik, profesional dan memberikan pelayanan hukum yang berkualitas, etis dan biaya yang terjangkau bagi masyarakat serta mampu menjawab panggilan pelayanan publik. Maka dengan alasan tersebut penulis berinisiatif untuk melakukan penelitian skripsi dengan judul ”PENYELESAIAN PERKARA PRODEO DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR”. 12 Ibid., 13 Ibid., Hukum Online. Semilyar Rupiah Untuk Perkara Prodeo, h.3.

B. BATASAN DAN RUMUSAN MASALAH