Tugas Dan Wewenang Pengadilan Agama

struktur organisasai Pengadilan Agama dilingkungan Departemen Agama adalah : • Susunan Pengadilan Agama terdiri dari : 1. Pimpinan yang terdiri dari seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua, 2. Hakim Anggota, 3. Panitera, 4. Sekretaris, 5. Jurusita. • Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari : 1. Pimpinan yang terdiri dari seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua, 2. Anggota yaitu Hakim Tinggi, 3. Panitera, 4. Sekretaris. 49

C. Tugas Dan Wewenang Pengadilan Agama

Kata “kekuasaan” sering disebut “kompetensi” yang berasal dari bahasa Belanda “competentie”, yang kadang-kadang diterjemahkan dengan “kewenangan” dan terkadang dengan “kekuasaan”. 50 49 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata, h.17. 50 A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, h.137. Berbicara tentang wewenang kekuasaan Pengadilan Agama dalam kaitannya dengan hukum acara perdata biasanya menyangkut dua hal yaitu kekuasaan relatif dan kekuasan absolut, sekaligus dibicarakan pula didalamnya tentang tempat pengajuan gugatan atau permohonan serta jenis perkara yang menjadi kekuasaan pengadilan tersebut. 51 Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yudicial power di Indonesia dilaksanakan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara yang berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. Pengadilan pada keempat lingkungan Peradilan itu memiliki cakupan dan batasan kekuasaan masing-masing. Cakupan dan batasan pemberian kekuasaan untuk mengadili attributie van rechtmacht itu, ditentukan oleh bidang yuridiksi yang dilimpahkan undang-undang kepadanya. 52 Berkenaan dengan hal itu, terdapat atribusi cakupan dan batasan kekuasaan masing-masing badan Peradilan. Kekuasaan Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum di bidang pidana umum, perdata adat, dan perdata barat minus perkara pidana militer dan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota tentara dan polisi. Kekuasaan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama di bidang perdata tertentu di kalangan orang-orang yang beragama Islam, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Kekuasaan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer di bidang pidana militer dan pidana umum yang dilakukan oleh anggota tentara dan polisi. Kekuasaan pengadilan dalam lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara di bidang sengketa tata usaha negara. 53 51 Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT Grapindo Persada, 2003, Cet.Ke10, h.25. 52 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama: Undang- Undang No. 7 Tahun 1989, Jakarta: Pustaka Kartini, 1990, h.89. 53 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia Jakarta: Rajawali Press, 2003, h.217. Kekuasaan pengadilan pada masing-masing lingkungan terdiri atas kekuasaan relatif relative competentie dan kekuasaan mutlak absolute competentie . 54 1. Kekuasaan Relatif Relative Competentie Kekuasaan relatif diartikan sebagai kekuasaan Pengadilan yang satu jenis dan satu tingkatan, dalam perbedaannya dengan kekuasaan Pengadilan yang sama jenis dan tingkatannya, misal: Pengadilan Agama Depok dengan Pengadilan Agama Batu raja. 55 Serta berhubungan dengan daerah hukum suatu pengadilan, baik pengadilan tingkat pertama maupun pengadilan tingkat banding. Artinya, cakupan dan batasan kekuasaan relatif pengadilan ialah meliputi daerah hukumnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. 56 Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa daerah hukum Pengadilan sebagaimana Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri, meliputi daerah kota atau kabupaten. Sedangkan daerah hukum Pengadilan Tinggi Agama, sebagaimana Pengadilan Tinggi, meliputi wilayah propinsi. Namun demikian, dalam penjelasan pasal 4 ayat 1 dinyatakan, “Pada dasarnya tempat kedudukan Pengadilan Agama ada di kotamadya atau di ibukota kabupaten, 54 Ibid., h.218. 55 Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, h.26. 56 Ibid., Cik Hasan Bisri h.218. yang daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten, tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya kekecualian ”. 57 “Adanya kekecualian” itu banyak sekali ditemukan, oleh karena proses pemecahan daerah kota dan kabupaten terjadi terus menerus seiring dengan pertumbuhan dan penyebaran penduduk, selain proses perubahan dari kawasan pedesaan menuju kawasan perkotaan urbanisasi. Di samping itu, pembentukan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama PA dan PTA dilakukan secara terus menerus. Hal itu untuk memenuhi tuntutan kebutuhan karena beban perkara semakin besar; dan untuk melakukan penyesuaian dengan pengembangan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum PN dan PT. Dengan sendirinya terjadi “pembagian” daerah yuridiksi antara pengadilan yang terlebih dahulu dibentuk dengan “saudaranya” atau “tetangganya” yang baru dibentuk. 58 Pembentukan pengadilan dalam suatu kawasan pengembangan, khususnya kawasan pemukiman penduduk memiliki arti yang sangat penting karena terdapat korelasi positif antara jumlah penduduk, terutama yang beragama Islam, didalam daerah hukum Pengadilan PA dan PTA dengan jumlah perkara yang diajukan ke pengadilan itu. Sedangkan secara teknis efektivitas kekuasaaan relatif pengadilan tergantung kepada para pihak yang 57 Ibid., 58 Ibid., h.219. bertempat tinggal di daerah hukum pengadilan. Dengan kata lain, Pengadilan Agama memiliki kekuasaan untuk memeriksa dan memutus perkara di daerah hukumnya. 59 Jadi tiap-tiap Pengadilan Agama mempunyai wilayah hukum tertentu atau dikatakan mempunyai “Yurisdiksi Relatif” tertentu, dalam hal ini meliputi satu kotamadya atau kabupaten dan dalam keadaan tertentu sebagai pengecualiannya mungkin lebih atau kurang. Yurisdiksi relatif ini mempunyai arti penting sehubungan dengan ke Pengadilan Agama orang akan mengajukan perkaranya dan sehubungan dengan hak eksepsi tergugat. 2. Kekuasaan Mutlak Absolute Competentie Kekuasaan mutlak Pengadilan berkenaan dengan jenis perkara atau jenis Pengadilan dan tingkat Pengadilan dalam perbedaannya dengan pengadilan lain. Misalnya: Pengadilan Agama berkuasa atas perkara perkawinan bagi mereka yang beragama Islam sedangkan bagi yang selain Islam menjadi kekuasaan Peradilan Umum. Pengadilan Agamalah yang berkuasa memeriksa dan mengadili perkara dalam tingkat pertama, tidak boleh langsung berperkara di Pengadilan Tinggi Agama atau di Mahkamah Agung. Banding dari Pengadilan Agama diajukan ke Pengadilan Agama, tidak boleh diajukan ke Pengadilan Tinggi atau di Mahkamah Agung MA. 59 Ibid., h.220. Terhadap kekuasaan absolut ini, Pengadilan Agama diharuskan untuk meneliti perkara yang diajukan kepadanya apakah termasuk kekuasaan absolutnya atau bukan. Kalau jelas-jelas tidak termasuk kekuasaan absolutnya, Pengadilan Agama dilarang menerimanya. Jika Pengadilan Agama menerimanya juga maka pihak tergugat dapat mengajukan keberatan yang disebut “eksepsi absolut” dan jenis eksepsi ini boleh diajukan sejak tergugat menjawab pertama gugatan bahkan boleh diajukan kapan saja, bahkan sampai di tingkat banding atau kasasi. Pada tingkat kasasi, eksepsi absolut ini termasuk salah satu di antara tiga alasan yang memperbolehkan orang memohon kasasi dan dapat dijadikan alasan oleh Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan Pengadilan Agama yang telah melampaui batas kekuasaan absolutnya. 60 Adapun kekuasaan absolut Peradilan Agama disebut dalam Pasal 49 dan 50 UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diamandemen dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama yang berbunyi : Pasal 49 : “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang” : a. Perkawinan; 60 Roihan A Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, h.27-28. b. Waris; c. Wasiat; d. Hibah; e. Wakaf; f. Zakat; g. Infak; h. Sedekah; dan i. Ekonomi syariah. Pasal 50 1 Dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik atau sengketa lain dalam perkara-perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 29, khusus objek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. 2 Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam. Objek sengketa tersebut diputuskan oleh Pengadilan Agama bersama perkara yang dimaksud dalam Pasal 49. 61 61 Lihat UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PRODEO