Korelasi antara Prestasi Belajar dengan Sikap Terhadap Sains

59 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA- Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 2. Sikap terhadap ilmuwan attitude toward scientists 3. Sikap terhadap tanggungjawab sosial dalam sains attitude toward social responsibility in science Presentase = Setelah dimasukkan kedalam formulasi tersebut, selanjutnya menginterpretasikan nilai yang didapatkan kedalam tabel berikut ini : Tabel 3.18 Interpretasi Kriteria Komponen Sikap Terhadap Sains Persentase Kriteria 80 - 100 Baik Sekali 66 - 79 Baik 56 - 65 Cukup 40 - 55 Kurang Baik 30 - 39 Tidak Baik Hermawan, 2006 : 66

5. Korelasi antara Prestasi Belajar dengan Sikap Terhadap Sains

60 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA- Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Untuk mengetahui hubungan antara prestasi belajar dengan sikap terhadap sains siswa maka digunakan koefisien korelasi. Berikut ini merupakan langkah- langkah untuk mengukur korelasi antara prestasi belajar dan sikap terhadap sains: a Uji Normalitas Liliefors Menguji normalitas data prestasi belajar setelah dilakukan treatment post-test dan data sikap terhadap sains. Uji normalitas data ini menggunakan uji Liliefors. Uji ini digunakan dikarenakan data yang didapatkan terlalu rapat sehingga sulit untuk membuat tabel distribusi frekuensinya. Uji Liliefors merupakan uji normalitas data yang digunakan secara nonparametrik Sudjana, 2005 : 466. Adapun langkah- langkah untuk mengolah data menggunakan uji Liliefors ini menurut Sudjana 2005 : 466 adalah sebagai berikut: 1 Data x 1 , x 2 , x 3 , . . , x n dijadikan bilangan baku terlebih dahulu menjadi z 1 , z 2 , z 3 , . . . , z n dengan menggunakan rumus ̅ dengan ̅ dan s masing masing adalah rata-rata dan simpangan baku sample. 2 Untuk tiap bilangan baku ini dibandingkan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi kemudian dihitung peluang Fz i = Pz≤z i . 3 Menghitung proporsi z 1 , z 2 , z 3 , . . . , z n yang lebih kecil atau sama dengan z n. Jika proporsi ini dinyatakan dalan Sz i maka 4 Menghitung selisih Fz i - Sz i , setelah itu menentukkan harga mutlaknya. b Koefisien Korelasi Pearson Setelah data diuji normalitasnya, langkah selanjutnya adalah menghitung korelasinya. Jika data yang akan diukur korelasinya merupakan data berdistribusi normal maka utuk mengukur korelasinya menggunakan 61 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA- Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu korelasiPearson. Koefisien korelasi ini digunakan untuk mengukur keratan hubungan antara dua variabel yang datanya berbentuk data interval atau rasio. Disimbolkan dengan r dan dirumuskan : √ Nilai dari koefisien korelasi r terletak antara -1 dan +1 - 1 ≤ r ≤ +1. Menurut Hasan 2001 : 1 Jika r = +1, terjadi korelasi positif sempurna antara variabel X dan variabel Y. 2 Jika r = -1, terjadi korelasi negatif sempurna antara variabel X dan variabel Y. 3 Jika r = 0, tidak terdapat korelasi antara variabel X dan variabel Y. 4 Jika 0 r +1, terjadi korelasi positif antara variabel X dan variabel Y. 5 Jika -1 r 0, terjadi korelasi negatif antara variabel X dan variabel Y. Apabila koefisien korelasi dikuadratkan, akan menjadi koefisien koefisien penentu KP atau koefisien determinasi, yang artinya penyebab perubahan pada variabel Y yang dating dari variabel X, sebesar kuadrat koefisien korelasinya. Koefisien penentu ini menjelaskan besarnya pengaruh nilai suatu variabel variabel X atau sikap dan kemampuan berfikir kreatif terhadap naikturunnya variasi nilai variabel lainnya Variabel Y atau prestasi belajar. Dirumuskan : KP= R = r 2 x 100 Ket : r = Koefisien Korelasi Pearson KP = Koefisien Penentu 62 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA- Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Nilai Koefisien penentu ini terletak antara 0 dan +1 0 ≤ KP ≤ +1. c Koefisien Phi Phi Coeficient Jika data yang akan diukur korelasinya tidak berdistribusi normal maka untukmengukur korelasinya menggunakan korelasi Phi Φ. Korelasi phi yang menghasilkan koefisien phi Phi Coeficient ini digunakan untuk mencari hubungan dua variabel diskrit dan diutamakan diskrit murni. Jika data yang didapatkan bukan merupakan data diskrit maka data tersebut diubah terlebih dahulu menjadi data diskrit. Untuk mengubah skor total menjadi diskrit dapat menggunakan teknik dikotomi mean rata-rata. Siswa yang memiliki skor total diatas rata-rata mendapatkan nilai 1 satu sedangkan siswa yang mendapatkan skor dibawah rata-rata mendapatkan nilai 0 nol Arikunto, 2010 : 329. Selanjutnya data yang telah di dikotomikan data dimasukkan kedalam tabel kontingensi berikut ini : Tabel 3.19 Tabel Kontingensi Antara Prestasi Belajar dengan Sikap Terhadap Sains Prestasi Belajar Sikap terhadap Sains Total Positif Negatif Positif A B A+B Negatif C D C+D Total A+C B+D A+B+C+D Arikunto, 2010 : 330 Keterangan : 63 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA- Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu A = Banyaknya siswa yang memiliki prestasi belajar dan sikap terhadap sains yang positif, memiliki nilai 1satu. B= Banyaknya siswa yang memiliki prestasi belajar positif atau memiliki nilai 1 satu dan memiliki sikap terhadap sains yang negatif atau memiliki nilai 0 nol. C = Banyaknya siswa yang memiliki sikap terhadap sains positif atau memiliki nilai 1 satu dan memiliki prestasi belajar yang negatif atau memiliki nilai 0 nol. D = Banyaknya siswa yang memiliki prestasi belajar dan sikap terhadap sains yang negatif, memiliki nilai 0 nol. Setelah dimasukkan kedalam tabel kontingensi maka langkah selanjutnya adalah memasukkan kedalam rumus phi sebagai berikut : √ Arikunto, 2010 : 331 Setelah menghitung rΦ langkah selanjutnya menganalisis nilai r hitung yang didapatkan. Jika r hitung bernilai positif maka terdapat korelasi antara sikap terhadap sains dengan prestasi belajar dengan arah korelasi positif atau ada kesejajaran searah. Tetapi jika r hitung bernilai negatif maka tedapat korelasi anatara sikap terhadap sains dengan prestasi belajar dengan arah korelasi negatif atau ada kesejajaran berlawanan arah. Langkah selanjutnya membandingkan r hitung dengan r tabel . Jika r hitung lebih besar daripada r tabel maka dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan anatara sikap terhadap sains dengan prestasi belajar, tetapi jika r hitung lebih kecil dibandingkan r tabel maka dapat disimpulkan terdapat korelasi yang tidak signifikan. 64 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA- Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Untuk menentukan kriteria dari korelasi tersebut, maka dapat diinterpretasikan kedalam tabel berikut : Tabel 3.20 Interpretasi Korelasi Prestasi Belajar dengan Sikap terhadap Sains Nilai r Kriteria Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Sangat Tinggi Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Tinggi Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Cukup Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah Antara 0,00 sampai dengan 0,200 Sangat Rendah Arikunto, 2010 : 319 d Koefisien Determinasi Mengukur seberapa besar konstribusi sikap terhadap sains siswa terhadap prestasi belajar yang diraihnya. Untuk mengukur seberapa besar konstribusi yang diberikan oleh sikap terhadap sains siswa terhadap prestasi belajar dapat menggunakan koefisien korelasi determinasi. Menurut Pangabean 1996 dalam Asep 2012 : 63 koefisien determinasi adalah kuadrat dari koefisien korelasi. Lebih lanjut Pangabean dalam Asep 2012 :63 menjelaskan bahwa besarnya konstribusi dapat dicari melalui persamaan r 2 x 100, persentase inilah yang menunjukkan besarnya kontribusi yang diberikan.

6. Korelasi antara Prestasi Belajar dengan Kemampuan Berfikir Kreatif

Dokumen yang terkait

Pengaruh pendekatan sains lingkungan teknilogi masyarakat (salingtemas) terhadap hasill belajar fisika siswa

1 3 199

Peningkatan Berfikir Kreatif Siswa Melalui Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) Pada Konsep Perubahan Lingkungan Dan Daur Ulang Limbah

0 2 11

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI DAN MASYARAKAT Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Melalui Pendekatan Sains Teknologi Dan Masyarakat (PTK Pembelajaran Matematika di Kelas VII A SMP Negeri

0 1 15

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF SISWA DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF SISWA DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) T

0 1 16

PENERAPAN PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT DALAM PEMBELAJARAN IPA TENTANG SUMBER DAYA ALAM UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA.

0 0 29

KORELASI ANTARA PRESTASI BELAJAR, KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF, DAN PENGETAHUAN TENTANG NATURE OF SCIENCE SISWA SMP DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN.

0 1 52

KORELASI DIANTARA PENGETAHUAN TENTANG NATURE OF SCIENCE, SIKAP TENTANG SAINS, DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT LINGKUNGAN.

0 0 51

Penerapan Model Pembelajaran Reasoning and Problem Solving dengan Pendekatan Sains, lingkungan, Teknologi dan Masyarakat (Salingtemas) untuk meningkatkan Kreativitas Siswa dalam pembelajaran IPA Fisika di SMP.

0 0 1

PENERAPAN PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA.

0 1 5

PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS VIII

0 0 6