KORELASI PRESTASI BELAJAR, KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF, DAN SIKAP TERHADAP SAINS SISWA SMPSETELAH DITERAPKAN PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN DALAM PEMBELAJARAN IPA-FISIKA.

(1)

KORELASI PRESTASI BELAJAR, KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF, DAN SIKAP TERHADAP SAINS SISWA SMPSETELAH DITERAPKAN

PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN DALAM PEMBELAJARAN IPA-FISIKA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh :

DERA KARINA CHAERUNISA 0905743

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

2013

Korelasi Prestasi Belajar, Kemampuan

Berfikir Kreatif, dan Sikap Terhadap Sains

Siswa SMP Setelah Diterapkan Pendekatan

Sains Teknologi Masyarakat dalam

Pembelajaran IPA-Fisika

Oleh

Dera Karina Chaerunisa

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Dera Karina Chaerunisa 2013 Universitas Pendidikan Indonesia


(3)

Juni 2013

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

KORELASI PRESTASI BELAJAR, KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF, DAN SIKAP TERHADAP SAINS SISWA SMPSETELAH DITERAPKAN

PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT DALAM PEMBELAJARAN IPA-FISIKA

Oleh:

Dera Karina Chaerunisa NIM. 0905743

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Dr. Parsaoran Siahaan, M.Pd NIP. 195803011980021002

Pembimbing II,

Agus Danawan, M.Si NIP. 196302221987031001

Mengetahui,


(4)

Dr. Ida Kaniawati NIP. 196807031992032001

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(5)

ABSTRAK

KORELASI PRESTASI BELAJAR, KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF, DAN SIKAP TERHADAP SAINS SISWA SMPSETELAH DITERAPKAN

PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN DALAM PEMBELAJARAN IPA-FISIKA

Dera Karina Chaerunisa 0905743

Pembimbing I : Dr. Parsaoran Siahaan, M.Pd Pembimbing II : Agus Danawan, M.Si

Penelitian yang berjudul “Korelasi Prestasi Belajar, Kemampuan Berfikir Kreatif dan Sikap Terhadap Sains Siswa SMP Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika” dilatarbelakangi oleh hasil studi pendahuluan yang menunjukkan bahwa pembelajaran secara deklaratif dan didominasi oleh guru dapat mengakibatkan prestasi belajar, sikap siswa terhadap sains serta kemampuan berfikir kreatif siswa yang rendah. Selain itu, pembelajaran secara deklaratif dan didominasi oleh guru juga berdampak kepada pandangan siswa terhadap sains yang selalu berhubungan dengan rumus tanpa ada penerapan yang real. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan suatu pendekatan yang dapat memberikan gambaran bahwa pembelajaran sains erat kaitannya dengan alam dan bukan merupakan kumpulan rumus saja. Solusi yang ditawarkan adalah dengan menerapakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML). Hal ini dikarenakan pembelajaran dengan pendekatan STML diawali dengan masalah-masalah yang terjadi di lingkungan dan masyarakat sekitar sehingga dengan belajar sains diharapkan siswa dapat lebih menghargai lingkungan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pra ekseperimen. Penelitian ini dilakukan di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat peningkatan prestasi belajar sebesar 0,54 (sedang), nilai sikap siswa terhadap sains 78,7 (baik), serta 57,5 % siswa memiliki kemampuan berfikir kreatif dibawah rata-rata setelah diterapkan pendekatan STML. Selain itu, terdapat korelasi positif yang tidak signifikan antara prestasi belajar dengan sikap terhadap sains yaitu sebesar dan prestasi belajar dengan kemampuan berfikir kreatif, serta terdapat korelasi positif yang signifikan antara prestasi belajar dengan kemampuan berfikir kreatif dengan N=40 pada taraf signifikansi 5% dan tingkat kepercayaan 95%.


(6)

Kata Kunci : Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan, Prestasi Belajar, Sikap Terhadap Sains, Kemampuan Berfikir Kreatif.

ABSTRACT

KORELASI PRESTASI BELAJAR, KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF, DAN SIKAP TERHADAP SAINS SISWA SMPSETELAH DITERAPKAN

PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN DALAM PEMBELAJARAN IPA-FISIKA

Dera Karina Chaerunisa 0905743

Perceptor I : Dr. Parsaoran Siahaan, M.Pd Perceptor II : Agus Danawan, M.Si

The study, entitled “Korelasi Prestasi Belajar, Kemampuan Berfikir Kreatif dan Sikap Terhadap Sains Siswa SMP Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika” is motivated by the results of preliminary studies showing that declarative learning and dominated by teachers can lead to achievement , attitude toward science and creative thinking ability of students is low. In addition, declarative learning and dominated by teachers also have an

impact on student’s views of science are always in touch with the formula without any real application. In addressing these problems, an approach is needed which can give you an idea that learning science is closely related to nature and not a set of formulas alone. The solution offered is by applying the Science Technology Society an Environment (STSE) teaching approach. This is because learning with STSE approach begins with the problems that occur in the environment and the surrounding community so that students are expected to learn science can better appreciate the environment. The method used in this study are pre-experiment method. The research was conducted in one of the Junior High School in Bandung. Results of this study indicate there is an increase in achievement of 0.54 (moderate), the value of students' attitudes toward science 78.7 (good), and 57.5% of students have the ability to think creatively is below the average after STSE applied approach. In addition, there were no significant positive correlation between academic achievement with attitudes toward science and achievement that is equal to the ability to think creatively, as well as a significant positive correlation between academic achievement with the ability to think creatively with N = 40 at the 5% significance level and the level of 95% confidence.


(7)

Keyword : Science Technology Society and Environment Approach, Achievement, Attitude Toward Science , Creative Thinking Ability.


(8)

DAFTAR ISI

halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH...v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ...x

DAFTAR LAMPIRAN ...xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ...4

C. Batasan Masalah ...6

D. Hipotesis Penelitian ...6

E. Tujuan Penelitian ...7

F. Manfaat/Signifikansi Penelitian ...8

G. Struktur Organisasi Skripsi ...8

BAB II PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN (STML), SIKAP TERHADAP SAINS, KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF, DAN PRESTASI BELAJAR ...11

A. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Lingkungan (STML) ...11

B. Sikap Terhadap Sains ...17


(9)

D. Prestasi Belajar ... 26

E. Lima Domain Pembelajaran ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ...33

A. Metode Penelitian ...33

B. Desain Penelitian ...33

C. Populasi dan Sample Penelitian ...34

D. Definisi Operasional...34

E. Instrumen Penelitian... 36

F. Teknik Pengumpulan Data ...47

G. Prosedur Penelitian...49

H. Hipotesis Statistik ...52

I. Teknik Pengumpulan Data ...52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...68

A. Pelaksanaan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) ...68

B. Prestasi Belajar ...69

C. Sikap Terhadap Sains ...71

D. Kemampuan Berfikir Kreatif ... 74

E. Korelasi antara Prestasi Belajar dengan Sikap Terhadap Sains ... 76

F. Korelasi antara Prestasi Belajar dengan Kemampuan Berfikir Kreatif ... 80

G. Korelasi antara Sikap Siswa tentang Sains dengan Kemampuan Berfikir Kreatif ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...85

A. Kesimpulan ...85

B. Saran ...86


(10)

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...91


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini perkembangan teknologi sangatlah pesat, sehingga tidak heran untuk kedepannya dibutuhkan orang-orang yang berkompeten dalam menciptakan teknologi-teknologi baru yang dapat memudahkan manusia dalam mengerjakan segala sesuatu Zen (1982) menyebutkan bahwa “sains dan teknologi saling membutuhkan, karena sains tanpa teknologi bagaikan pohon tak berbuah, sedangkan teknologi tanpa sains bagaikan pohon tidak berakar”. Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri no. 22 tahun 2006 menyebutkan bahwa

”pada tingkat SMP/MTs diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) secara terpadu yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana”.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berhubugan erat dengan fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Depdiknas, 2006). Berdasarkan pernyataan tersebut, seyogyanya dibutuhkan suatu kompetensi yang dapat membantu siswa dalam memahami alam sekitar secara mendalam. Kompetensi tersebut menurut Program for International Student Assessment (PISA) dalam Hakim (2012) disebut dengan literasi sains.

Menurut Natial Research Council Literasi sains sering didefinisikan sebagai pengetahuan dan pemahaman dari konsep sains yang berguna untuk


(12)

kehidupan sehari-hari (Yager, 2010).Didalam literasi sains terdapat banyak keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti mampu untuk memecahkan masalah dengan kreatif, berfikir kritis, bekerja sama dalam tim, dan menggunakan teknologi secara efektif.

Berdasarkan pernyataan tersebut seyogyanya pembelajaran sains dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada siswa mengenai teknologi serta dapat memberikan dampak yang baik bagi lingkungan dan masyarakat disekitarnya. Namun pada kenyataannya, pembelajaran sains lebih banyak berlangsung secara deklaratifdan didominasi oleh guru.Hal ini tidak sesuai dengan hakekat pembelajaran sains yang menyatakan bahwa pembelajaran itu terdiri dari sikap, proses dan produk. Dari hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan di salah satu SMP Negeri di kota Bandung didapatkan :

1. Berdasarkan data nilai ulangan fisika terdapat 23 siswa dari 40 siswa yang masih dibawah nilai kriteria ketuntasan minimal, serta 19 siswa dari 40 siswa yang memiliki nilai dibawah rata-rata kelas.

2. Dari data hasil wawancara terdapat 19,44% siswa yang mengatakan bahwa pembelajaran fisika membosankan, 50% siswa mengakatakan pembelajaran fisika biasa saja, serta 30,55% siswa yang mengatakan bahwa menjadi seorang ilmuwan itu tidak menyenangkan. Setelah dilaksanakan wawancara lebih lanjut didapatkan bahwa siswa menganggap ilmuwan itu tidak menyenangkan dikarenakan pekerjaan seorang ilmuwan selalu berhubungan dengan teori-teori sains yang cukup memusingkan.

Selain itu, dalam penelitian Hidayat (2012) menyebutkan bahwa proses pembelajaran fisika di salah satu SMP di kota Bandung masih didominasi oleh guru dan lebih menekankan proses transfer pengetahuan. Hal ini mengakibatkan kemampuan berfikir kreatif siswa menjadi rendah.Lebih lanjut, dalam penelitian Mulyani (2008) menyebutkan bahwa minat belajar siswa rendah dikarenakan materi pelajaran dianggap sulit serta suasana pembelajaran yang monoton dan


(13)

berpusat pada materi tanpa memperhatikan esensi materi tersebut. Minat belajar siswa yang rendah ini juga diduga mengakibatkan sikap terhadap sains siswa juga rendah.

Mengacu pada pernyataan diatas, diduga pembelajaran secara deklaratif dan didominasi oleh guru mengakibatkan siswa menganggap pembelajaran sains khususnya pembelajaran fisika hanya berupa kumpulan-kumpulan rumus saja tanpa ada penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru mata pelajaran fisika, ternyata penyebab dari permasalahan tersebut adalah kurang tepatnya metode pembelajaran digunakan. Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru tersebut adalah metode ceramah. Hal ini dilakukan karena menurut guru tersebut metode ceramah adalah metode yang tercepat dalam mengajarkan konsep kepada siswa. Selain itu, guru tersebut juga menyebutkan bahwa mengajar di kelas yang terlalu banyak dan berbeda tingkat membuat guru tersebut merasa kesulitan dalam mengelaborasi lebih lanjut mengenai metode pembelajaran yang akan digunakan. Pembelajaran yang berlangsung secara deklaratifdan didominasi oleh guru ini juga memungkinkan kemampuan berfikir kreatif siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan kurang dikembangkan serta sikap siswa terhadap sains juga selalu dikaitkan dengan rumus dan hitungan tanpa ada penerapannya.

Untuk mengatasi masalah diatas, maka diperlukan suatu langkah agar sains tidak lagi dipandang sebagai mata pelajaran yang rumit dan sulit untuk dipahami. Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan cara menerapkan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) dalam pembelajaran sains. Pendekatan STML ini dianggap cocok karena belajar sains diawali dengan masalah-masalah yang terjadi di lingkungan sekitarnya, sehingga diharapkan dengan belajar sains siswa dapat lebih menghargai lingkungan serta dapat merapkannya dalam kehidupan bermasyarakat seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.


(14)

Pemilihan pendekatan STML didasarkan oleh beberapa alasan yaitu (1)Pendekatan STML dipandang cocok dengan Peraturan Menteri no. 22 tahun 2006 yang menyatakan bahwa, IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Di tingkat SMP/MTs diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) secara terpadu yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana; (2) Yager (2010) mengatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatanScience technology and society (STS) dapat meningkatkan lima domain pembelajaran siswa salah satunya adalah sikap dan kreativitas; (3)Rosario (2009) pendekatan STM tidak menutup kemungkinan untuk ditambahkan unsur Lingkungan (L) dalam konteksnya agar perkembangan dari ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan.

Selain itu,Yager (2010) mengatakan bahwa terdapat lima domain pembelajaran pada tahun 1989 yang terdiri dari domain konsep, proses, sikap, kreativitas dan aplikasi. Kelima domain ini digambarkan oleh Yager saling berkaitan, namun kaitan tersebut tidak dijelaskan secara lebih rinci lagi. Oleh karena itu, dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Korelasi Prestasi Belajar, Kemampuan Berfikir Kreatif, dan Sikap Terhadap Sains Siswa SMP Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakatdan Lingkungan dalam Pembelajaran IPA-Fisika”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: “Bagaimanakah prestasi belajar, sikap terhadap sains dan kemampuan berfikir kreatif siswa SMP setelah digunakan pendekatan Sains


(15)

Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) dalam pembelajaran IPA - fisika?”

Untuk lebih mengarahkan penelitian, maka rumusan masalah di atas dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan prestasi belajar siswa SMP setelah diterapkanpendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) dalam pembelajaran IPA - fisika?

2. Bagaimana sikap siswa terhadap sains setalah diterapakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) dalam pembelajaran IPA - fisika?

3. Bagaimana kemampuan berfikir kreatif siswa setalah diterapkan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) dalam pembelajaran IPA - fisika?

4. Bagaimana korelasi prestasi belajar dengan sikap terhadap sains siswa setelah diterapkan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) dalam pembelajaran IPA – fisika?

5. Bagaimana korelasi prestasi belajar dengan kemampuan berfikir kreatif siswa setelah diterapkan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) dalam pembelajaran IPA – fisika?

6. Bagaimana korelasi sikap terhadap sains dengan kemampuan berfikir kreatif siswa setelah diterapkan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) dalam pembelajaran IPA – fisika?

Adapun identifikasi variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu :

1. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML),yaitu suatu pola ajar sains dan teknologi dalam konteks pengalaman manusia. 2. Sikap terhadap sains, yaitu kondisi mental dan neural yang diperoleh dari


(16)

3. Kemampuan berfikir kreatif, yaitusuatu proses untuk membuat keputusan atau menyelesaikan masalah dengan sesuatu yang kreatif atau orisinil sesuai dengan keperluan.

4. Prestasi belajar, yaitu hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu menjadi lebih baik sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. C. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah untuk penelitian ini adalah:

1. Sikap terhadap sains (attitude toward science) dalam penelitian ini dibatasi dalam komponen minat terhadap sains (interest in science), sikap terhadap ilmuwan (attitude toward scientist), dan sikap terhadap pertanggungjawaban sosial dalam sains (attitude toward social resposibility in science).

2. Berfikir kreatif dalam penelitian ini dibatasi dalam aspek fluency, flexibility, originality dan elaboration.

3. Prestasi belajar merupakan hasil belajar pada ranah kognitif. Pada penelitian ini ranah kognitif dibatasi dalam2 aspek ranah kognitif yaitu pada aspek memahami (C2) dan menerapkan (C3).

D. Hipotesis Penelitian

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara prestasi belajar dengan sikap terhadap sains siswa, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Ali (2013) yang menemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara sikap terhadap sains dengan prestasi belajar. Selain itu, Yager (2010) juga menggambarkan bahwa antara domain konsep dalam hal ini prestasi belajar dengan domain sikap itu terdapat hubungan dengan domain konsep yang menjadi intinya. Berdasarkan uraian tersebut maka untuk menjawab pertanyaan penelitian pada point 4, hipotesis penelitianyang diajukan adalah


(17)

adanya korelasi positif yang signifkan antara prestasi belajar siswa dengan sikap siswa terhadap sains.

Selain uraian mengenai korelasi antara sikap terhadap sains dengan prestasi belajar, beberapa penelitian pun menunjukkan bahwa ada hubungan antara kemampuan berfikir kreatif dengan prestasi belajar siswa. Salah satu yang menemukannya adalah Anwar et al. (2012) yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara berfikir kreatif dengan prestasi belajar siswa, baik untuk setiap aspek kemampuan berfikir kreatif dengan prestasi belajar maupun kemampuan berfiir kreatif secara keseluruhan dengan prestasi belajar. Lebih lanjut, Yager (2010) menggambarkan bahwa adanya hubungan antara domain konsep (prestasi belajar) dengan domain kreativitas dengan domain konsep berperan sebagai inti. Kreativitas akan terbentuk dalam suatu proses pembelajaran jika domain konsep siswa sudah terbentuk dengan baik juga. Berdasarkan uraian tersebut maka untuk menjawab pertanyaan penelitian pada point 5, hipotesis penelitian yang diajukan adalahadanya korelasi positif yang signifikan antara prestasi belajar dengan kemampuan berfikir kreatif siswa.

Yager (2010) dalam jurnalnya menggambarkan juga hubungan antara domain sikap dan juga kreativitas. Pada gambar tersebut juga terlihat bahwa untuk domain kreativitas dan domain sikap berada pada tinggkatan domain yang sama. Dari pernyataan tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa terdapat korelasi antara sikap terhadap sains dengan kemampuan berfikir kreatif siswa. Oleh karena itu, hipotesis penelitian yang diajukan untuk menjawab sementara pertanyaan penelitian pada point 6 adalah adanya korelasi positif yang signifikan antara sikap terhadap sains dengan kemampuan berfikir kreatif siswa.

Adapun penjelasan mengenai gambar korelasi antara domain konsep, proses, sikap, kreativitas dan aplikasi dijelaskan lebih lanjut dalam bab II.


(18)

Tujuan diadakannya penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah digunakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) dalam pembelajaran fisika.

2. Mengetahuisikap siswa terhadap sains siswa setelah digunkan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) dalam pembelajaran fisika.

3. Mengetahui kemampuan berfikir kreatif siswa setelah digunakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) dalam pembelajaran fisika.

4. Mengetahui korelasi antara sikap terhadap sains dengan prestasi belajar yang diraih siswa.

5. Mengetahui korelasi antara kemampuan berfikir kreatif dengan prestasi belajar yang diraih oleh siswa.

6. Mengetahui korelasi antara sikap terhadap sains dengan kemampuan berfikir kreatif siswa.

F. Manfaat/Signifikansi Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diantaranya:

1. Dapat dijadikan metode pembelajaran alternatif dalam meningkatkan sikap terhadap sains dan kemampuan berfikir kreatif siswa.

2. Diharapkan penelitian ini akan memberikan kontribusi dalam pengembangan metode pembelajaran sains.

3. Diharapkan penelitian ini akan menimbulkan rasa kepedulian siswa terhadap lingkungan dan masyarakat seiring dengan berkembangnya teknologi.

4. Diharapkan dapat meningkatkan minat siswa untuk belajar fisika G. Struktur Organisasi Skripsi


(19)

Struktur organisasi skripsi merupakan rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam skripsi. Adapun struktur organisasi skripsi pada penelitian ini yaitu :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Hipotesis Penelitian E. Tujuan Penelitian

F. Manfaat/Signifikansi Penelitian G. Struktur Organisasi Skripsi

BAB II PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYRAKAT DAN LINGKUNGAN, SIKAP TERHADAP SAINS, KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF DAN PRESTASI BELAJAR.

A. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) B. Sikap Terhadap Sains

C. Kemampuan Berfikir Kreatif D. Prestasi Belajar

E. Lima Domain Pembelajaran BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian B. Desain Penelitian

C. Populasi dan Sample Penelitian D. Definisi Operasional

E. Instrumen Penelitian F. Teknik Pengumpulan Data G. Prosedur Penelitian


(20)

H. Hipotesis Statistik

I. Teknik Pengumpulan Data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Prestasi Belajar

B. Sikap Terhadap Sains

C. Kemampuan Berfikir Kreatif

D. Korelasi Antara Prestasi Belajar dengan Sikap Terhadap Sains

E. Korelasi Antara Prestasi Belajar dengan Kemampuan Berfikir Kreatif F. Korelasi Antara Sikap Terhadap Sains dengan Kemampuan Berfikir Kreatif BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan B. Saran


(21)

BAB II

PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT LINGKUNGAN (STML), SIKAP TERHADAP SAINS , KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF

DAN PRESTASI BELAJAR

A. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML)

1. Pengertian Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML)

Dalam menyampaikan suatu materi secara baik maka dibutuhkan suatu pendekatan dalam pembelajaran. Pendekatan oleh Sanjaya (2009 : 295) diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan yang diharapkan adalah pendekatan yang mampu membuat siswa aktif selama proses belajar dan mengajar berlangsung. Salah satunya adalah pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML).

Sains Teknologi Masyarakat merupakan kecenderungan baru di dalam pendidikan Sains. Sains Teknologi Masyarakat mula-mula timbul di Inggris dan Amerika Serikat yang kini meluas keberbagai negara termasuk Indonesia. Definisi Sains Teknologi Masyarakat atau “Science-Teknology-Society” menurut Nasional Science Teachers Associations (NSTA) adalah pembelajaran sains dan teknologi dalam konteks pengalaman manusia (Yager, 2010). Sains Teknologi Masyarakat juga dapat diartikan pembelajaran yang dirancang dengan menggunakan isu- isu sosial dan teknologi yang ada di lingkungan siswa sebagai pemicu dalam pembelajaran suatu konsep. Penambahan unsur lingkungan dalam pendekatan ini didasarkan karena tidak menuntup kemungkinan bahwa sains dan teknologi juga akan mempengaruhi lingkungan. Jadi, dalam hal ini pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) tidak


(22)

menutup kemungkinan untuk ditambahkan unsur Lingkungan (L) dalam konteksnya agar perkembangan dari ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan. Hal ini didukung oleh peneltian-penelitian yang dilakukan dengan menambahkan unsur lingkungan dalam pendekatan Sains teknologi Masyarakat. Rosario (2009) mengatakan bahwa pendekatan STM dengan sebuah unsur L memiliki unsur-unsur penting yang diidentifikasi sebagai berikut, (a) rekonstruksi sosial kritis (critical social reconstruction); (b) pengambilan keputusan (decision making); dan (c) tindakan dan keberlanjutan (action and sustainability).

Rekonstruksi kritis menuntut siswa untuk memahami dampak ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan produk dari kecerdikan manusia yang memberikan efek positif dan negatif. Dengan kata lain, pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan adalah suatu pola pembelajaran yang menyangkut pengalaman manusia,isu-isu sosial, teknologi dan masyarakat serta dampaknya terhadap lingkungan, sehingga pembelajaran menjadi lebih nyata. Melalui pendekatan STML ini, siswa dibawa secara langsung untuk mempelajari objek yang akan dipelajari. Selain itu, dengan menggunakan pendekatan STML ini siswa dapat merasakan secara nyata masalah-masalah yang terjadi di lingkungan dan masyarakat sekitar, serta dapat memecahkan masalah-masalah tersebut melalui suatu proses pembelajaran sehingga membuat pembelajaran lebih bermakna. Lebih lanjut Rosario (2009) mengatakan bahwa aspek penting dari pendekatan STML adalah kegiatan yang dapat berasal dari masyarakat setempat untuk membuat pembelajaran lebih relevan.

Yager (2010)mengatakan bahwa tujuan pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat adalah sebagai berikut: (a) memberikan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mengkontraskan sains dan teknologi serta menghargai bagaimana sains dan teknologi memberikan kontribusi pada pengetahuan dan pengaruh baru; (b) memberikan contoh-contoh dari masa lalu dan sekarang mengenai perubahan-perubahan yang sangat besar dalam bidang sains dan teknologi yang


(23)

dibawa masyarakat, pertambahan ekonomi, dan proses-proses politik; (c) memberikan/menawarkan pandangan global pada hubungan sains dan teknologi pada masyarakat, menunjukkan dampaknya pada pengembangan bangsa dan ekologi bumi. 2. Karakterisktik Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan

(STML)

Hakan Akcay dan Robert E. Yager (2010) mengatakan bahwa pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat ini mencakup sebelas fitur dasar yang penting, yaitu (a) siswa mengidentifikasi masalah dari lingkungan sekitar dan dampak bagi lingkungannya; (b) penggunaan sumber daya lokal (manusia dan materi) untuk menemukan informasi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah; (c) keterlibatan aktif siswa dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk menyelasaikan masalah dalam kehidupan nyata; (d) tambahan waktu belajar di luar kelas, di kelas atau disekolah; (e) fokus atas dampak dari sains dan teknologi pada setiap siswa; (f) pandangan bahwa konten sains bukanlah sesuatu yang ada begitu saja untuk siswa; (g) tekanan pada keterampilan proses setiap waktu hanya karena mereka menunjukkan kemampuan istimewa melalui praktikum ilmiah; (h) suatu tekanan pada kesadaran berkarir terutama karir yang berhubungan dengan sains dan teknologi; (i) peluang bagi siswa untuk menunjukkan peran dalam bermasyarakat sehingga mereka berusaha untuk memecahkan masalah; (j) identifikasi adalah jalan dimana sains dan teknologi berpotensi memberikan pengaruh yang besar bagi masa depan; (k) beberapa otonomi dalam proses pembelajaran sebagai permasalahan individual telah teridentifikasi dan digunakan untuk penyusun pengajaran.

3. Implementasi Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML)

Implementasi pembelajaran dengan menggunakkan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) menurut Rosario (2009) adalah sebagai berikut:


(24)

Gambar 2.1 Implementasi Pembelajaran Menggunakan Pendekatan STML (Rosario, 2009)

Gambar 2.1 menjelaskan urutan implementasi pendekatan STML dalam pembelajaran sains. Pembeajaran dimulai dengan masalah-masalah di lingkungan sekitar yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu, siswa diberikan masalah dalam bentuk gambar, film, berita dan sebagainya. Pemberian masalah pada diawal pembelajaran bertujuan adar siswa dapat berpikir serta dapat menganalisis

isu-Class started Using Situations-S TSE problems or issues based on the syllabus and the EE unifiying themes of land air water energy and life forms

STSE situationer was introduced in the form of pictures, film, news items, local incident reports, urgen problem.

Students were encouraged and motivated to ask questions about the situation presented.

Some questions were presented on the board for more nteractions Questions were solicited froms students

Teacher facilitated class discussions of questions.

Options for action Analysis an Evaluation Student present research output


(25)

isu tersebut. Selanjutnya, siswa diberi motivasu untuk dapat mengajukan pertanyaan berdasarkan situasi yang diberikan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dituliskan dalam papan tulis agar terjadi interaksi. Setelah itu, dilakukan diskusi kelas berdasarkan pertanyaan yang diajukan dan dilanjutkan dengan mempresentasikan hasil diskusinya. Di akhir pembelajaran dilakukan analisis dan evaluasi serta pemberian tindakan.

Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat. Adapun implementasi pengajaran sains dalam model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat menurut Anna Poedjiadi (2010) terbagi menjadi ke dalam empat tahap, yaitu tahap invitasi, tahap pembentukkan konsep, tahap aplikasi konsep dalam kehidupan, dan tahap pemantapan konsep.

Pada tahap pertama (invitasi), siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu guru memancing dengan memberikan pertanyaan-pertanyana problematis tentang fenomena yang sering ditemui sehari-hari dengan mengkaitkan konsep-konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasi pemahamannya tentang konsep itu.

Pada tahap kedua (pembentukkan konsep), siswa diberi kesempatan untuk penyelidikan dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, penginteprestasian data, dalam suatu kegiatan yang telah dirancang guru. Secara berkelompok/individu siswa melakukan kegiatan dan diskusi. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena sekelilingnya.


(26)

Gambar 2.2Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (Anna Poedjiadi, 2010)

Tahap ketiga (aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari), saat siswa memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya serta siswa dapat mengaplikasikan konsep yang didapatkannya pada tahap 2 dalam kehidupan.

Pada tahap keempat (pemantapan konsep), guru memberikan penguatan konsep kepada siswa, kalau-kalau ada miskonsepsi selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.


(27)

B. Sikap terhadap Sains

1. PengertianSikap terhadap Sains

Terdapat banyak pengertian sikap yang didefinisikan oleh para ahli dalam berbagai versi. Menurut Edwards (Azwar, 1995 : 5) sikap didefinisikan sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis. Sedangkan menurut LaPiere(Azwar, 1995 : 5) sikap didefinisikan sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sikap dalam displin ilmu oleh Allport (Asep, 2012) didefinisikan sebagai kondisi mental dan neural yang diperoleh dari pengalaman, yang mengarahkan dan secara dinamis mempengaruhi respon-respon individu terhadap semua objek dan situasi yang terkait. Selain itu Campbel (Asep, 2012) menyatakan bahwa sikap adalah sekumpulan respon yang konsisten terhadap objek sosial. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan kondisi mental dan neural yang diperoleh dari pengalaman serta memberikan respon evaluatif yang dapat berbentuk positif atau negatif.

Dalam pembelajaran, sikap dapat didefinisikan sebagai kecenderungan siswa untuk suka atau tidak suka terhadap komponen-komponen belajar sepeti guru, materi, tugas dan lain sebagainya. Felker (Yager, 1998) menyatakan bahwa yang menyebabkan siswa membuat pernyataan positif mengenai diri mereka sendiri didapat dari sikap positif diri mereka sendiri. Sikap yang dimiliki oleh seseorang akan mempengaruhi diri mereka sendiri. Dalam pembelajaran, sikap yang dimiliki siswa diperoleh tidak lepas dari peran serta seorang guru. Hal ini sesuai dengan pernyataan Page (Yager,2010) yang menjelaskan bahwa guru yang mencerminkan keaktifan dan kepentingan pribadi terhadap kemajuan siswanya dan memperlihatkannya, mungkin akan sukses dalam meningkatkan kepercayaan diri siswanya.


(28)

Adapun yang termasuk kedalam sikap menurut Yager (1998) yaitu (a) mengembangkan sikap positif siswa terhadap sains secara umum; (b) mengembangkan sikap positif siswa terhadap dirinya sendiri ( misalnya perkataan

“Saya dapat melakukannya”); (c) eksplorasi terhadap emosi manusia; (d) mengembangkan sensitifitas, respon, dan perasaan terhadap orang lain; (e) mengekspresikan perasaan pribadi dalam membangun dirinya sendiri; (f) membuat keputusan tentang penilaian pribadi; dan (g) membuat keputusan tentang masalah-masalah sosial dan masalah-masalah-masalah-masalah dalam masyarakat.

Sikap sering digunakan dalam mendiskusikan masalah-masalah dalam pendidikan sains dan sering juga digunakan dalam macam-macam konteks. Dua kategori yang

dapat dibedakan adalah “sikap terhadap sains”dan “sikap sains”. Dalam penelitian sikap yang akan diteliti adalah sikap terhadap sains. Sikap terhadap sains lebih menekankan kepada (a) minat terhadap sains(interest in science); (b) sikap terhadap ilmuwan(attitude toward scientist); dan (c) sikap terhadap pertanggungjawaban sosial dalam sains(attitude toward social responsibility in science).

Minat didefinisikan oleh Tidjan (Hariyanto, 2010) sebagai gejala psikologis yang menunjukkan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek sebab ada perasaan senang. Sedangkan menurut Drs. Dyimyati Mahmud (Hariyanto, 2010) minat dibagi menjadi dua definisi yaitu minat sebagai sebab dan minat sebagai akibat. Minat sebagai sebab adalah kekuatan pendorong yang memaksa seseorang menaruh perhatian pada orang, situasi atau aktifitas tertentu dan bukan pada yang lain. Minat sebagai akibat adalah pengalaman efektif yang distimular oleh hadirnya seseorang atau sesuatu objek atau karena berpastisipasi dalam suatu aktifitas. Jadi dapat disimpulkan bahwa minat adalah suatu gejala psikologis yang menujukkan pemusatan perhatian terhadap suatu objek, situasi atau aktifitas tertentu dikarenakan ada perasaan senang padanya. Berdasarkan pengertian minat tersebut, minat terhadap sains dapat didefinisikan sebagai suatu gelaja psikologis yang menunjukkan pemusatan perhatian terhadap


(29)

sains, baik dalam segi materi sains yang diberikan, guru sains serta pembelajaran sains dikarenakan perasaan senang terhadap sains.

Ilmuwan didefinisikan oleh Sutrio Hadi (2010) sebagai orang yang bekerja dan mendalami dengan tekun dan sungguh-sungguh suatu bidang ilmu pengetahuan. Ilmuwan mencakup berbagai bidang keilmuwan, misalnya sosiologi, antropologi, biogi, fisikawan, ahli matematika, ahli filsafat, pustakawan dan lain-lain. Adapun karakter dan sifat yang harus dimiliki seorang ilmuwan adalah rasa keingintahuannya yang tinggi, pantang menyerah, jujur, berani, tekun terbuka, optimisdan analitis. Sikap terhadap ilmuwan merupakan pandangan seseorang mengenai profesi dari ilmuwan itu sendiri.

Tanggungjawab oleh Ridwan Halim (Rudi, 2012) didefinisikan sebagai suatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak maupun kewajiban ataupun kekuasaan. Lebih lanjut Purbacaraka (Rudi, 2012) berpendapat bahwa tanggungjawab bersumber atau lahir atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak dan atau melaksanakan kewajibannya. Berdasarkan kedua pernyataan tersebut dapat kita simpulkan bahwa tanggungjawab merupakan suatu sikap yang harus dilaksanakan karena merupakan suatu kewajiban. Pada zaman sekarang, kondisi alam di dunia ini sudah banyak terdapat kerusakan. Hal ini ditunjukkan dengan seringnya bencana alam yang terjadi. Salah satu penyebabnya adalah kerusakan alam dikarenakan ulah manusia. Kurangnya sikap pertanggungjawaban sosial manusia terhadap lingkungan membuat manusia memperlakukan alam dengan seenaknya. Hal ini diperkuat dengan adanya undang-undang yang mengaturnya, yaitu UU No. 40/2007. Dalam penelitian ini sikap pertanggungjawaban sosial yang dimaksud adalah sikap pertanggungjawaban sosial siswa terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar dalam pembelajaran sains. Bagaimana siswa menyadari bahwa sains mempengaruhi perkembangan teknologi yang selanjutnya akan berdampak pada masyarakat dan lingkungan sekitar.


(30)

2. Pengukuran Sikap

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, sikap didefinisikan sabagai kondisi mental dan neural yang diperoleh dari pengalaman serta memberikan respo evaluatif yang dapat berbentuk positif atau negatif. Hal ini berarti dalam sikap terkandung adanya prefensi atau rasa suka-tidak suka terhadap suatu objek. Untuk mengukur sikap ini terdapat berbagai teknik dan metode yang dikembangkan oleh para ahli. Usaha pengukuran sikap sendiri dipacu oleh sebuah artikel yang ditulis oleh Louis Thurtone pada tahun 1928 yang berjudul Attitudes Can Be Measured. Hingga saat ini sudah terdapat sekitar limaratus macam metode untuk mengukur sikap menurut Fishbein &Ajzen (Azwar, 1988).

Berikut merupakan uraian mengenai beberapa metode yang digunakan untuk mengukur sikap, diantaranya :

a) Observasi Perilaku

Sikap dapat ditafsirkan berdasarkan perilaku yang tampak, misalnya seseorang tidak pernah mau diajak nonton film Indonesia, berdasarkan sikap orang tersebut dapat kita simpulkan bahwa orang tersebut tidak menyukai film Indonesia. Hasil kesimpulan kita inilah yang merupakan metode mengukur sikap seseorang dengan observasi perilaku. Menurut Azwar (1988), untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu. Tetapi menurut Azwar juga, tenyata perilaku merupakan indikator yang baik bagi sikap hanya apabila sikap berada dalam situasi dankondisi yang memungkinkan. Sebagai contoh, seorang pria sering terlihat di bioskop untuk menonton film India. Kita dapat menyimpulkan bahwa pria tersebut menyukai film India. Tetapi ternyata


(31)

pria tersebut tidak menyukai film India, ia sering terlihat di bioskop hanya karena menemani pacarnya yang senang menonton film India.

b) Penanyaan Langsung

Metode selanjutnya untuk mengukur sikap seseorang adalah metode penanyaan langsung. Asumsi yang mendasari metode penanyaan langsung menurut Azwar (1988) adalah bahwa individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri, serta asumsi kedua adalah manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya. Lebih lanjut, berdasarkan hasil-hasil penelitian terhadap asumsi-asumsi tersebut didapatkan hasil orang akan mengemukakan pendapatdan jawaban yang sebenarnya secara terbuka hanya apabila dalam situasi dan kondisi yang memungkinkan tanpa rasa takut terhadap konsekuensi langsung atau tidak langsung yang dapat terjadi (Edwards, 1957).

c) Pengungkapan Langsung

Metode penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung (direct assessment) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan item tunggal maupun dengan menggunakan item ganda (Ajzen, 1988) dalam Azwar (1995). Sebagai contoh metode pengungkapan langsung menggunakan item tunggal adalah sebagai berikut :

BELAJAR FISIKA SEMINGGU TIGA KALI Suka : ...;...;...;...;...;...;...;...;...;... : Benci

Dari jawaban individu yang berupa tanda silang pada garis kontinum kita dapat mengetahui berdasarkan posisinya mengenai tingkat kesukaan orang tersebut terhadap pernyataan yang diberikan. Namun, kekurangan dengan menggunakan item tunggal adalah reliabilitas pernyataan tersebut. Semakin sedikit suatu pernyataan maka tingkat keeroranya semakin tinggi. Oleh karena itu, untuk mempertinggi reliabilitasnya untuk metode ini digunakan item ganda sebagai berikut :


(32)

BELAJAR FISIKA SEMINGGU TIGA KALI Suka : ...;...;...;...;...;...;...;...;...;... : Benci

menyenangkan : ...;...;...;...;...;...;...;...;...;... : menyusahkan merugikan : ...;...;...;...;...;...;...;...;...;... : menguntungkan buruk : ...;...;...;...;...;...;...;...;...;... : baik

d) Skala sikap

Metode pengungkapkan sikap dalam bentuk Self-Report hingga kini yang sering digunakan dalam mengukur sikap karena menggunakan daftar pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh individu yang disebut skala sikap. Menurut (Pangabean,1996 : 58) skala sikap adalah suatu teknik mengenali informasi yang berusaha mengukur sikap atau keyakinan individu. Adapun menurut Munaf (2001 : 77) skala sikap yang umum dalam mengukur sikap adalah skala Trustone (berbentuk cek list), sematik differensial,daftar cek kata sifat, dan skala Likert (berbentuk rating scale). e) Pengukuran terselubung

Metode pengukuran terselubung (convert measures) ini pada dasarnya berorientasi kembali pada metode observasi perilaku. Menurut Rahayuningsih (2008) dalam Asep (2012) menjelaskan bahwa pengukuran tersebulung merupakan pendekatan observasi terhadap reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi tanpa disadari dilakukan oleh individu yang bersangkutan/responden. Berdasarkan penyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengukuran terselubung adalah pengukuran sikap dengan cara observasi tanpa disadari dengan melihat respon yang diberikan responden dari gerakkan tubuh, kontraksi otot-otot diwajah atau reaksi-reaksi fisiologis lainnya yang dilakukan oleh responden untuk menggambarkan perasaan suka atau tidak suka terhadap sesuatu.


(33)

Kreativitas menurut Hodson dan Ried (Yager, 1998) didefinisikan sebagai bagian dari sains dan proses sains yang digunakan dalam membangkitkan masalah, berhipotesis dan pengambilan tindakan dari pengembangan rencana. Kemudian menurut Torrance (Yager, 1998) ,kreativitas didefinisikan sebagai proses menjadi lebih sensitif terhadap masalah, kekurangan, kesenjangan dalam pengetahuan, elemen yang hilang, ketidakharmonisan, dan sebagainya. Jadi kreativitas merupakan salah satu bagian dari sains yang digunakan sebagai suatu proses agar seseorang menjadi lebih sensitif terhadap masalah serta berhipotesis yang kemudian dilanjutkan dengan pengambilan tindakan. Orang yang kreatif akan memberikan cara-cara baru dan unik untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Sebelum tindakan kreativitas ini dilaksanakan, maka terdapat proses berfikir.

Berfikir merupakan proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya (Sumirah, 2012). Pada dasarnya berfikir merupakan suatu proses untuk membuat keputusan atau menyelesaikan masalah. Berfikir kreatif merupakan berfikir secara konsisten dan terus menerus menghasilkan sesuatu yang kreatif atau orisinil sesuai dengan keperluan. Menurut Brookfield (1987) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa orang yang kreatif biasanya sering menolak teknik standar dalam menyelesaikan masalah, mempunyai ketertatikan yang luas dalam masalah yang berkaitan maupun tidak berkaitan dengan dirinya, mampu memandang suatu masaslah dari berbagai perspektif, cenderung menatap dunia secara relatif dan konstekstual tidak secara universal atau absolut dan biasanya melakukan pendekatan trial and erordalam menyelesaikan permasalahan yang memberikan alternatif, berorientasi ke depan dan bersikap optimis dalam menghadapi perubahan demi suatu kemajuan.

Pada dasarnya banyak aspek yang mempengaruhi perkembangan berfikir kreatif siswa yang juga dapat membedakan antara individu satu dengan yang lainnya. Adapun menurut Guilford (Munandar, 2009), aspek-aspek yang mempengaruhi


(34)

berfikir kreatif meliputi ciri-ciri aptitude dan non-aptitude.Ciri-ciri aptitude merupakan ciri yang berhubungan dengan kognisi atau proses berfikir siswa. Adapun yang termasuk kedalam ciri-ciri aptitude, yaitu (a) fluency, adalah kesigapan, kelancaran, kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan secara cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas, dan bukan kualitas; (b) flexibility, adalah kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam cara dalam mengatasi masalah, kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikannya dengan cara berpikir yang baru; (c) originality, adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau asli; dan (d) elaborasi, adalah kemampuan untuk melakukan hal yang detail. Untuk melihat gagasan atau detail yang nampak pada objek (respon) disamping gagasan pokok yang muncul, kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.Ciri-ciri non-aptitude yaitu ciri-ciri yang lebih berkaitan dengan sikap atau perasaan, motivasi atau dorongan dari dalam berbuat sesuatu. Yang termasuk kedalam ciri non-aptitude diantaranya (a) rasa ingin tahu; (b) bersifat imajinatif; (c) merasa tertantang oleh kemajemukan; (d) berani mengambil risiko, dan (e) sifat menghargai.

Lebih lanjut Munandar (Sumirah, 2012) menerangkan indikator kemampuan berfikir kreatif dapat dilihat melalui tabel berikut ini :

Tabel 2.1Aspek-aspek Kemampuan Berfikir Kreatif Beserta Perilaku yang Ditunjukkannya


(35)

Pengertian Perilaku Berfikir Lancar (Fluency)

1. Mencetuskan banyak gagasan , jawaban, penyelesaian masalah atau jawaban.

2. Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal.

3. Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.

a. Mengajukan banyak pertanyaan. b. Menjawab dengan sejumlah jawaban

jika ada pertanyaan.

c. Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah.

d. Lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya.

e. Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak dari orang lain.

Berfikir Luwes (Flexibiity)

1. Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yag bervariasi

2. Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda.

3. Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda.

a. Memberikan bermacam-macam

penafsiran terhadap suatu gambar, cerita atau masalah.

b. Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda.

c. Jika diberi suatu masalah biasanya memikirka bermacam-macam cara yang berbeda untuk menyelesaikannya.

Berfikir Original (Originality)

1. Memberikan gagasan yang baru dalam menyelesaikan masalah atau memberikan jawaban yang lain dari yang sudah biasa dalam menjawab suatu pernyataan. 2. Mampu membuat kombinasi

yang tidak lazim dari

bagian-a. Memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak terpikirkan orang lain. b. Mempertanyakan cara-cara yang lama

dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru.

c. Memilih cara berfikir yang lain daripada yang lain.


(36)

bagian atau unsur-unsur. Berfikir Elaborasi (Elaboration)

1. Mampu memperkarya dan mengembangkan suatu gagasan orang lain.

2. Menambah atau meerinci detail-detail dari suatu gagasan sehingga menjadi lebih menarik.

a. Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci.

b. Mengembangkan atau memperkarya gagasan orang lain.

c. Menambah garis-garis, warna-warna, dan detail-detail (bagian-bagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain.

D. Prestasi Belajar

Prestasi belajar terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan belajar. Prestasi sering diartikan sebagai hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok (Djamarah, 1994:19). Sedangkan menurut

Mas’ud Hasan Abdul Dahar (Djamarah, 1994:21) bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Jadi dapat dkatakan bahwa prestasi merupakan suatu hasil yang dicapai dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan baik secara individu maupun kelompok.

Belajar diartikan oleh Slameto (1995 : 2) adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Ratna Wilis Dahar (1989 : 21) belajar merupakan perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman. Secara sederhana dari pengertian belajar sebagaimana yang dikemukakan oleh pendapat di atas dapat


(37)

dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha seseorang untuk memperoleh perubahan perilaku yang diakibatkan dari pengalaman.

Berdasarkan pengertian prestasi dan belajar yang dikemukakan di atas maka, dapat dikatan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai dari suatu proses usaha seseorang untuk memperoleh perubahan perilaku melalui suatu pengalaman. Adapun pengertian prestasi belajar diperjelas oleh Nurkencana (1986 : 62) yang mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu menjadi lebih baik sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.

Menurut Ratna Wilis Dahar (1989 :21) terdapat lima macam perilaku perubahan pengalaman, dan dianggap sebagai faktor-faktor penyebab dasar dalam belajar, yaitu (a) belajar responden, yaitu bentuk belajar yang membuat perubahan perilaku akibat dari perpasangan suatu stimulus tak terkondisi dengan suatu stimulus terkondisi. Bentuk belajar ini menolong guru untuk memahami bagaimana para siswa untuk menyenangi atau tidak menyenangi sekolah atau suatu bidang studi; (b) belajar kontiguitas, yaitu bagaimana dua peristiwa dipasangkan satu dan yang lainnya pada satu waktu, danhal ini sering kita alamai. Belajar seperti ini dapat diterapkan guru

melalui cara “drill” dan belajar stereotip-stereotip; (c) belajar operant. Yaitu belajar bahwa konsekuensi-konsekuensi perilaku mempengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak dan berapa besar pengulangan itu; (d) belajar observasional, yaitu pengalaman belajar sebagai hasil observasi manusia dan kejadian-kejadian; (e) belajar kognitif, yaitu suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi dalam kepala kita, bila kita melihat dan memahami peristiwa-peristiwa disekitar kita, dan dengan insait, belajar menyelami pengertian.


(38)

Setelah menelusuri uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa prestasi belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik berupa perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dan kemudian akan diukur dan dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau pernyataan.

Prestasi belajar merupakan hasil belajar siswa dalam ranah kognitif. Ranah kognitif menurut Anderson, L.W dan Karthwohl, D.R. (2001) mencapkup mengingat (remenber), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyse), mengevaluasi (evaluate), dan membuat (create).

a) Mengetahui.

Mengingat merupakan proses kognitif paling rendah tingkatannya. Untuk

mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar bermakna,

tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu mengenali (recognizing) dan mengingat (Widodo, 2006). Kata operasional mengetahui yaitu mengutip, menjelaskan, menggambar, menyebutkan, membilang, mengidentifikasi, memasangkan, menandai, menamai.

b) Memahami (understand).

Pertanyaan pemahaman menuntut siswa menunjukkan bahwa mereka telah mempunyai pengertian yang memadai untk mengorganisasikan dan menyusun materi-materi yang telah diketahui. Siswa harus memilih fakta-fakta yang cocok untuk menjawab pertanyaan. Jawaban siswa tidak sekedar mengingat kembali informasi, namun harus menunjukkan pengertian terhadap materi yang diketahuinya (Widodo, 2006). Kata operasional memahami yaitu menafsirkan, meringkas,mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan, membeberkan.


(39)

c) Mengaplikasikan (apply).

Pertanyaan penerapan mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu, mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu menjalankan dan mengimplementasikan (Widodo, 2006). Kata oprasionalnya melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi.

d) Menganalisis (analyze).

Pertanyaan analisis menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut (Widodo, 2006). Kata oprasionalnya yaitu menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar terdiri dari faktor dalam diri siswa (intern) dan faktor dari luar diri siswa (ekstern). Menurut Slameto (1995 : 54) faktor intern terdiri dari faktor jasmani, faktor psikologi dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor ekstern terdiri dari faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat (Slameto, 1995 : 60).

E. Korelasi Prestasi Belajar, Sikap Terhadap Sains dan Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa

Korelasi berasal dari kata “correlation” yang berarti pertalian atau hubungan. Korelasi dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai hubungan timbal balik atau sebab akibat. Dalam penelitian ini variabel-variabel yang akan dikorelasikan


(40)

adalah variabel prestasi belajar, sikap terhadap sains dan kemampuan berfikir kreatif siswa. Korelasi antara pretasi belajar dengan sikap terhadap sains siswa merupakan hubungan timbal balik atau sebab akibat antara prestasi belajar dengan sikap terhadap sains. Sikap siswa terhadap ilmu pengetahuan merupakan faktor penting yang berhubungan dengan prestasi di bidang sains. Menurut Papanastasiou dan Zembylas dalam Ali (2003) mengatakan bahwa “A substantial body of research has accumulated over the last three decades, concerning the importance of various attitudes toward science and the relationships between these attitudes and

achievements in science”.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menjelaskan hubungan antara pretasi belajar dengan sikap terhadap sains, prestasi belajar dengan kemampua berfikir kreatif serta sikap terhadap sains dengan kemampuan berfiir kreatif. Ali (2013) menemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara sikap terhadap sains dengan prestasi belajar. Selain itu,Wilson dalam Ali (2013) menjelaskan bahwa secara keseluruhan terdapat hubungan yang sangat positif antara sikap terhadap sains dengan prestasi belajar siswa dan hubungan ini semakin kuat pada tingkat sekolah menengah dari kelas 7 sampai kelas 11. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Parker dan Gerber dalam Ali (2013) yang menjelaskan bahwa sikap terhadap sains sangat penting bagi prestasi siswa karena sikap dan prestasi mengarahkan siswa pada pemilihan karir oleh siswa itu sendiri. Berbeda dengan penjelasan tersebut, Nasr (2011) dalam jurnalnya menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif yang tidak siginifikan antara sikap terhadap biologi dengan prestasi belajar siswa. Lebih lanjut Nasr (2011) menjelaskan bahwa hanya dimensi “biology is fun for me”saja yang memiliki hubungan yang positif dan siginifikan terhadap pretasi belajar siswa. Hal ini dijelaskan oleh Nasr bahwa seseorang yang membuat kelas biologi nya menyenangkan, tentunya akan meningkatkan prestasi belajar mereka.


(41)

Korelasi antara prestasi belajar dengan kemampuan berfikir kreatif merupakan hubungan timbal balik atau sebab akibat antara prestasi belajar dengan kemampuan berfikir kreatif siswa.Anwar et al. (2012) dalam jurnalnya menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara berfikir kreatif dengan prestasi belajar siswa, baik untuk setiap aspek kemampuan berfikir kreatif dengan prestasi belajar maupun kemampuan berfiir kreatif secara keseluruhan dengan prestasi belajar. Namun, berbeda dengan Olatoye et al (2010) yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara kreativitas dengan prestasi belajar. Lebih lanjut Olatoye et al. (2010) menjelaskan bahwa seseorang yang kreatif belum tentu orang berprestasi di sekolah.

Dalam suatu proses belajar mengajar, ketercapaian tujuan dari suatu proses belajar mengajar dapat diukur dari domain-domain pembelajaran itu sendiri. Pada umumnya domain dalam pembelajaran terbagi menjadi tiga bagian yaitu: (1) domain kognitif; (2) domain afektif; dan (3) domain psikomotor. Namun menurut Yager (2010) dalam jurnalnya menjelaskan bahwa domain pembelajaran sejak tahun 1989 terdiri dari lima bagian yaitu (1) domain konsep (penguasaan konsep dasar); (2) domain proses(keterampilan belajar sains yang digunakan untuk menjawab pertanyaan siswa tentang alam); (3) domain sikap (mengembangkan sikap positif terhadap pembelajarn sains, guru sains dan karir dalam sains atau menjadi ilmuwan); (4) domain kreativitas (peningkatan kuantitas dan kualitas dari pertanyaan, pernyataan dan tes siswa agar dapat lebih dipercaya) ; dan (5) domain aplikasi (penggunaan konsep-konsep sains dan keterampilan proses sains dalam situasi baru). Lebih lanjut, Yager (2010) dalam jurnalnya menjelaskan hubungan antara ke lima domain pembelajaran tersebut dalam gambar berikut ini :


(42)

Gambar 2.3 Ilustrasi Lima Domain Pembelajaran (Yager, 2010)

Berdasarkan Gambar 2.3 dapat kita lihat bahwa inti utama dalam suatu pembelajaran adalah domain konsep dan proses. Menurut Yager (2010), dalam suatu pembelajaran secara umum, terfokus kepada konsep dan proses. Konsep digunakan untuk penekanan sedangkan proses digunakan sebagai keterampilan seorang ilmuwan dalam mempelajari alam. Setelah domain konsep dan proses ini dapat terlaksana dengan baik, maka selanjutnya domain kreativitas dan sikap pun dapat terbentuk dan tahap selanjutnya adalah domain aplikasi. Gambar panah disekitaran lingkaran tersebut hanya menunjukkan faktor-faktor luar lainnya yang dapat mempengaruhi ke lima domain pembelajaran ini. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara prestasi belajar dan sikap terhadap sains serta prestasi belajar dengan kemampuan berfikir kreatif. Hal ini tidak menutup kemungkinan juga bahwa terdapat hubungan antara kemampuan berfikir kreatif dengan sikap terhadap sains. Jika kita melihat lagi berdasarkan gambar 2.4. domain kreativitas dan sikap berada pada satu tahap yang sama, ini juga memungkinkan bahwa terdapat hubungan antara kemampuan berfikir kreatif dengan sikap terhadap sains meskipun belum ada penelitian yang menghubungkan keduanya.


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat kuantitatif karena pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang muncul. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian pra-eksperimen(Pre-Experiment). Menurut Sugiono (2012 : 109) metode penelitian ini belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel terikat (dependen). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan, karena dalam melihat penggunaan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) terhadap sikap terhadap sains, kemampuan berfikir kreatif dan prestasi belajar terdapat juga pengaruh dari faktor-faktor luar lainnya.

B. Desain Penelitian

Ketercapaian prestasi belajar siswa dapat diukur dengan membandingkan hasil nilai tes kelompok eksperimen sebelum diberi perlakuan (pre-test) dan setelah diberi perlakuan (post-test). Adapun desain penelitian yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah one group pretest-posttest design. Pola one group pretest-posttest design ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.1 Desain Penelitian one group pretest-posttest Pretest Treatment Postest

O1 X O2

Sugiono (2013 : 111) Keterangan :


(44)

X = Perlakuan (treatment), yaitu penerapan pendekatanSains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML)

O2 = diukur dengan post test setelah diberi treatment Pengaruh treatment adalah O2 – O1

Sedangkan untuk mengukur sikap terhadap sains dan kemampuan berfikir kreatif siswa, data diambil hanya setelah siswa diberi perlakuan. Hal ini dikarenakan peneliti hanya ingin melihat sikap terhadap sains dan kemampuan berfikir kreatif siswa setelah diberikan perlakuan serta data yang dikorelasikan antara prestasi belajar, sikap terhadap sains dan kemampuan berfikir kreatif adalah data setelah diberika perlakuan.

C. Subjek Penelitian

Pada penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah salah satu kelas VIII di SMP Negeri di kota Bandung. Berdasarkan Hasil seleksi ujian masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kota Bandung tahun 2012, sekolah tersebut berada pada cluster pertama di kota Bandung. Selain itu, sekolah ini dijadikan penelitian karena lokasi sekolah yang berada di jalur yang selalu dilalui baik oleh kendaraan darat dan udara sehingga dipandang cocok dengan materi yang akan diberikan, yaitu mengenai kebisingan.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan lingkungan (STML) adalah suatu pola ajar sains dan teknologi dalam konteks pengalaman manusia. Dalam penelitian ini, pembelajaran dimulai dengan mengajak siswa melihat secara langsung kondisi lingkungan sekitar. Kondisi lingkungan tersebut kemudian akan dikaitkan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh


(45)

siswa sehingga masalah akan muncul sendiri dari siswa. Kemudian siswa melakukan eksperimen untuk membangun konsep, peran guru hanya sebagai fasilitator. Setelah itu, siswa menyelesaikan masalah dan menganalisis masalah atau isu yang telah dikemukakan di awal pembelajaran berdasarkan konsep yang telah dipahami sebelumnya.Dan pada akhirnya guru meluruskan konsep yang sebelumnya telah dipahami oleh siswa supaya tidak terjadi kesalahan konsep. Dalam penelitian ini keterlaksanaan pendekatan STML diukur menggunakan lembar observasi. 2. Sikap merupakan kondisi mental dan neural yang diperoleh dari

pengalaman serta memberikan respon yang konsisten terhadap objek sosial. Sikap dapat didefinisikan sebagai kecenderungan siswa untuk suka atau tidak suka terhadap komponen-komponen belajar sepeti guru, materi, tugas dan lain sebagainya. Sikap terdiri dari dua kategori, yaitu “sikap terhadap sains”dan “sikap sains”. Sikap terhadap sains lebih menekankan kepada “minat terhadap sains”, “sikap terhadap ilmuwan”, atau “sikap terhadap pertanggungjawaban sosial dalam sains”, sedangkan sikap sains lebih menekankan kepada “open-minded”, “kejujuran”, atau “tidak mudah percaya”. Dalam penelitian ini ketercapaian domain sikap diukur dengan menggunakan angket yang diadopsi langsung dari buku The Iowa Assessment Handbookyang ditulis oleh Enger dan Yager (1998).

3. Kemampuan berfikir kreatif adalah sesuatu yang digunakan agar siswa dapat dengan mudah merubah cara berfikirnya untuk memecahkan masalah yang akan terjadi kedepannya. Aspek-aspek kemampuan berfikir kreatif ini terdiri dari fluency, flexibility, originality dan elaborasi. Fluency adalah kesigapan, kelancaran, kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan secara cepat. Flexibility, yaitu kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam cara dalam mengatasi masalah, kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang


(46)

berbeda-beda, serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Originality, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau asli.Elaborasi, adalah kemampuan untuk melakukan hal yang detail. Untuk melihat gagasan atau detail yang nampak pada objek (respon) disamping gagasan pokok yang muncul, kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. Dalam penelitian ini untuk mengukur kemampuan berfikir kreatif siswa, menggunakan tes tertulis yang diadopsi dari Wallach dan Kogan Test (1965).

4. Prestasi belajar terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Prestasi merupakan suatu hasil yang dicapai dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan baik secara individu maupun kelompok sedangkan belajar merupakan suatu proses usaha seseorang untuk memperoleh perubahan perilaku yang diakibatkan dari pengalaman. Jadi prestasi belajar merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu menjadi lebih baik sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Dalam penelitian ini prestasi belajar yang diukur adalah prestasi belajar kognitif. Belajar kognitif yaitu suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi dalam kepala kita, bila kita melihat dan memahami peristiwa-peristiwa disekitar kita, dan dengan insait, belajar menyelami pengertian. Prestasi belajar kognitif ini akan diukur dengan menggunakan tes tertulis yang berbentuk pilihan berganda.

E. Instrumen Penelitian

Untuk mengukur ketercapaiandari tujuan penelitian ini, maka diperlukan suatu alat evaluasi atau sering disebut dengan instrumen penelitian. Menurut Arikunto (2010) terdapat dua jenis teknik evaluasi yaitu teknik nontes dan teknik tes. Tes merupakan suatu alat pengumpul informasi yang lebih resmi dibandingkat alat evaluasi lainnya, karena tes penuh dengan batasan-batasan (Arikunto, 2010 :


(47)

33). Dalam penelitian ini, teknik tes digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa. Sedangkan teknik non tes digunakan untuk mengukur sikap siswa terhadap sains. Berikut penjelasan mengenai instrumen penelitian yang digunakan :

1. Prestasi belajar

Instrumen tes digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa. Instrumen tes ini terdiri dari 22 soal berbentuk pilihan ganda. Adapun instrumen tes ini dilakukan dua kali, yaitu sebelum dilakukan treatment (pre-test) dan setelah dilakukan treatmen (post-test). Hal ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah dilakukan treatment.

Untuk mengetahui kelayakkan instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa ini maka dilakukan pengujian instrumen sebagai berikut :

a) Validitas Butir Soal

Instrumen yang layak digunkan adalah instrumen yang valid. Lebih lanjut Sugiono (2013 : 173) mengatakan valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Nilai validitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien produk momen. Validitas soal dapat dihitung dengan menggunakan perumusan :

  

 

2 2

2

 

2

Y Y N X X N Y X XY N rxy        

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang dikorelasikan.


(48)

Y = skor total tiap butir soal. N = jumlah siswa.

Berikut merupakan tabel interpretasi koefisien korelasi produk momen untuk melihat validitas butir soal yang diujikan.

Tabel 3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi Produk Moment

Nilai r Interpretasi

0,81 – 1,00 Sangattinggi

0,61 – 0,80 Tinggi

0,41 – 0,60 Cukup

0,21 – 0,40 Rendah

0,00 – 0,20 SangatRendah

Arikunto (2010:75)

Berdasarkan pengolahan data hasil ujicoba, maka validitas untuk setiap butir soal instrumen yang digunakan, disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 3.3 Hasil Ujicoba Validitas Butir Soal Instrumen Prestasi Belajar Kriteria Validitas Jumlah Nomor Butir Soal

Tidak valid 1 9

Sangat rendah 4 1, 4, 6, 7

Rendah 9 2, 3, 10, 12, 13, 14, 16, 18, 20

Cukup 5 5, 11, 17, 19, 22


(49)

b) Reliabilitas

Reliabilitas ini berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat mmpunyai tingkat kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Jadi, reliabilitas ini berhubungan dengan konsistensi dkor yang diperoleh oleh seseorang ketika diujikan ulang dengan tes yang sama dan kondisi yang berbeda.Nilai reliabilitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien reliabilitas. Teknik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes adalah dengan menggunakan metoda belah dua (split half). Reliabilitas tes dapat dihitung dengan menggunakan perumusan :

r11 =

) 1 ( 2 2 1 2 1 2 1 2 1 r r  Keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen r

2 1 2

1 = korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Berikut diberikan tabel interpretasi nilai reliabilitas yang selanjutnya digunakan untuk melihat reliabilitas soal yang diujikan.

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Reliabilitas KoefisienKorelasi KriteriaReliabilitas

0,81 < r ≤ 1,00 Sangattinggi 0,61 < r ≤ 0,80 Tinggi 0,41 < r ≤ 0,60 Cukup 0,21 < r ≤ 0,40 Rendah


(50)

0,00 < r ≤ 0,20 SangatRendah

Arikunto (2010) Dari pengolahan data hasil ujicoba instrumen mengenai reliabilitas soal didapatkan rhitung = 0,67. Jika dibandingkan dengan data interpretasi nilai relibilitas maka kriteria reliabilitas untuk soal prestasi belajar termasuk kedalam kriteria tinggi.

c) Tingkat Kesukaran Soal

Dalam bukunya Arikunto (2010) arikunto menjelaskan bahwa soal yang baik merupakan soal yang tidak terlalu mudah dan tidak pula terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya, sedangkan soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauan. Untuk menghitung tingkat kesukaran tiap butir soal digunakan perumusan:

Keterangan:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar, dan Jx = jumlah seluruh siswa peserta tes.

x

J B


(51)

Berikut merupakan tabel interpretasi tingkat kesukaran butir soal yang selanjutnya digunakan untuk melihat tingkat kesukaran butir soal yang diujikan.

Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal P-P Klasifikasi

0,00 – 0,29 0,30 – 0, 69 0,70 – 1,00

Soal sukar Soal sedang Soal mudah

Arikunto (2010:210)

Berdasarkan pengolahan data hasil ujicoba instrumen untuk tingkat kesukaran butir soal disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 3.6 Hasil Ujicoba Tingkat Kesukaran Butir Soal Instrumen Prestasi Belajar Klasifikasi tingkat

kesukaran butir soal Jumlah Nomor butir soal Mudah 14 1, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 12, 13,

15, 17, 19, 22

Sedang 7 2, 8, 11, 14, 16, 20, 21

Sukar 1 18

d) Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan anatara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Arikunto, 2010 : 211). Untuk mengukur daya pembeda soal maka digunakan persamaan berikut :


(52)

Keterangan :

D = Daya pembeda soal

JA = Banyaknya peserta kelompok atas JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar BB = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab salah PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab salah

Berikut merupakan tabel klasifikasi daya pembeda butir soal yang selanjutnya digunakan untuk melihat daya pembeda butir soal yang diujikan.

Tabel 3.7 Klasifikasi Daya Pembeda Butir Soal Daya Pembeda Klasifikasi

< 0,00 Buruk

0,00 – 0,19 Jelek

0,20 – 0,39 Cukup

0,40 – 0,69 Baik

0,70 – 1,00 Baik Sekali

Berdasarkan pengolahan data hasil ujicoba instrumen untuk tingkat kesukaran butir soal disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 3.8 Hasil Ujicoba Tingkat Kesukaran Butir Soal Instrumen Prestasi Belajar Klasifikasi Daya

Pembeda Jumlah Nomor Butir Soal


(53)

Jelek 8 1, 4, 6, 7, 12, 13, 18, 19

Cukup 5 3, 10, 16, 20, 22

Baik 7 2, 5, 8, 11, 14, 15, 17

Baik Sekali 1 21

Adapun rekapitulasi analisis data hasil uji coba instrument prestasi belajar yang telah dilaksanakan terlampir dalam lampiran A. 4. f. Berdasarkan pengolahan dan analisis data hasil ujicoba instrument yang terdiri dari validitas butir soal, reliabilitas, tingkat kesukaran butir soal serta daya pembeda, maka instrument tes untuk prestasi belajar yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 20 soal dari 22 soal yang diujikan. Berikut kriteria 20 soal yang diujikan diantaranya :

a. Berdasarkan tingkat kesukaran, terdapat 13 soal memiliki klasifikasi tingkat kesukaran mudah, 6 soal memiliki klasifikasi sedang serta 1 soal memiliki tingkat kesukaran yang sukar.

b. Berdasarkan ranah afektifnya, soal yang digunakan terdiri dari 18 soal dalam ranah memahami (C2), 2 soal dalam ranah menerapkan (C3). 2.Kemampuan Berfikir Kreatif

Instrumen tes yang digunakan selanjutnya adalah untuk mengukur kemampuan berfikir kreatif siswa. Dalam penelitian ini, instrumen tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan berfikir kreatif siswa diambil dari pengembangan Walace dan Kogan tes (1965).

Dalam penilaian Walace dan Kogan (1965) siswa diminta menyebutkan item yang banyak serta item tersebut memiliki komponen tertentu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada penilaian kemampuan berfikir kreatif Walace dan Kogan ini diberikan secara individual serta tidak ada batasan waktu yang dikenakan (Gay Lemons 2011 : 746). Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan yang dikemukakan dalam situs resmi Indiana Universityyang mengatakan bahwa


(1)

6. Terdapat korelasi positif (searah) dengan kategori rendah dan signifikan (berarti) antara sikap terhadap sains dengan kemampuan berfikir kreatif siswa. Adapun kontribusi yang didapatkan sebesar 13,76%.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang ingin dikemukakan, diantaranya :

1. Dalam mengukur prestasi belajar siswa, sebaiknya pemberian jumlah soal untuk setiap aspek koginitif lebih seimbang agar hasil peningkatan untuk setiap aspek kognitif dapat terukur lebih baik lagi.

2. Dalam mengukur sikap terhadap sains siswa sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu yang lama agar dapat terlihat lagi korelasi antara sikap terhadap sains dengan prestasi belajar siswa.

3. Dalam mengukur sikap terhadap sains dan kemampuan berfikir kreatif siswa sebaiknya dilakukan dua kali, yaitu pada saat sebelum diberikan perlakuan (pre-test) dan setelah diberikan perlakuan (post-test). Hal ini dilakukanagar sikap terhadap sains dan kemampuan berfikir kreatif siswa yang akan diukur sebagai akibat dari pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan yang diterapkan.

4. Perlu diadakan kajian lebih mendalam mengenai instrumen kemampuan berfikir kreatif yang digunakan agar dapat terukur lebih baik lagi.


(2)

Daftar Pustaka

Ali, Muhammad Shabbir. (2013). “Attitude Towards Science and Its Relationship

With Students’ Achivement In Science”. Interdisciplinary Journal Of

Contemporary Research In Business. 4, (10), 707-718.

Anwar et al. (2012). “Relationship of Creative Thinking with The Academic Achivement of Secondary School Students”. International Interdisciplinary Jornal of Education. 1, (3), 44-47.

Apriana, Evi. (2002). Penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dengan Metode Bermain Peran Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep, Sikap dan Keterampilan Siswa SMUMenerapkan Konsep Pelestasrian Sumber Daya Alam Hayati. Tesis pada pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta Arikunto, Suharsimi. (2010). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi

Aksara

Azwar, Saifuddin. (1995). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Brookfield. (1987). Developing Critical Thinkers. San Fransisco : Jossey Bass Publiser.

Dahar, R. W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Danim, S. (2002). Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung : Pustaka Setia.

Del Rosario, Bernadete I. (2009). “Science, Technology, Society and Environment (STSE) Approach in EnvironmentalScience for Nonscience Students in Local Culture”. Liceo Journal of Higher Education Research.6, (1),


(3)

269-Depdiknas,(2003).Kurikulum2004:standarkompetensi,matapelajaranFisika, Sekolahmenengahatasdanmadrasahaliyah,Jakarta: Depsiknas. Depdiknas.(2006).

MataPelajaranFisikaUntukSekolahMenengahPertama(SMP)/MadrasahTs anawiyah(MTs).Jakarta:Depdiknas.

Djamarah, Syaiful Bahri. (1994). Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya : Usaha Nasional.

Enger, S. K. &Yager, R.E. (1998).The Iowa Assessment Handbook, The Iowa ScienceEducation Center at University of Iowa.

Hake, R. R. (1998). “Interactive-Engagement vs Traditional Methods A Six-Thousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics

Course”Am. J. Phys. 66, 64-74.

Hakim, Nurlaeli. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Haryanto. (2010). Pengertian Minat Belajar. [Online]. Tersedia: http://belajarpsikologi.com/pengertian-minat/. [23 Desember]

Hermawan. (2006). Minat Siswa SMP Kartika Siliwangi Terhadap Kegiatan Rekreasi Didalam dan Diluar Lingkungan Sekolah. Skripsi Sarjana pada FPOK UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Hasan, M. Iqbal. (2001). Pokok-pokokMateriStatistik 2

(StatistikInferensif).Jakarta :BumiAksara.

Hidayat, Alif Lukman. (2012). Penerapan Model Problem Based Learning Pada Pembelajaran OtikUntuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif dan


(4)

Prestasi Belajar Siswa SMP. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Islamiyah, Mufarohatul. (2008). Penerapan Pendekatan Salingtemas (Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat) Melalui TPS (Think-Pair-Share) Untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas X-3 SMA Negeri 1 Pacitan Lamongan. Skripsi Sarjana pada Universitas Negeri Malang : tidak diterbitkan.

Lemons, Gay. (2011). “Diverse Perspective Of Creativity Testing : Controversial

Issues When Used For Inclusion Into Gifted Programs”. Journal for the

Educaution of the Gifted. 34, (5), 742-772.

Mulyana, T. (2005). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif Matematik Siswa SMA Jurusan IPA Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif-Dedeuktif. Tesis pada Pascasarjana UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Mulyani, Dwi Retno. (2008). Pengaruh Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) Dalam Pembelajaran Fisika Terhadap Prestasi dan Minat Belajar Siswa. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan. Munaf, S. (2001). Individual Textbook Evaluasi Pendidikan Fisika. Bandung :

Jica.

Nasr, Ahmad R. (2011). “Attitude Towards Biology and Its Effects on Student’s

Achivement”. International Journal of Biology. 3, (4), 100-104.

Nurkencana.(2005). EvaluasiHasilBelajarMengajar.Surabaya: Usaha Nasional. Olatoye et al. (2010). “Relationship Between Creativity and Academic

Achivement of Business Administration Students in South Western


(5)

Multi-Pangabean, L. P. (1996). Penelitian Pendidikan. Bandung : IKIP Bandung. Pangabean, L.P. (1996). Individual Textbook Statistika Dasar. Bandung : Jica. Poedjiadi, Anna. (2010). Sains Teknologi Masyarakat. Bandung : PT Remaja

Rosadakarya.

Purwadi, Sarosa. (1990). Pengaruh Pemahaman Materi-Materi Pelajaran IPA di SPG Terhadap Pembentukkan Pengetahuan dan Sikap Siswa Terhadap Lingkungan Hidup. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Rudi, Fedelis. (2012). Warga Negara yang Bertanggungjawab. [Online]. Tersedia:

http://fedelisrudi.blogspot.com/search?=warga+negara+yang+bertanggung jawab. [26 Juni]

Saefullah, Asep. (2012).

HubunganAntaraSikapKemandirianBelajardanPrestasiBelajarSiswaKelas X padaPembelajaranFisikaBerbasisPortofolio.SkripsiSarjanapada FPMIPA UPI Bandung :tidakditerbitkan.

Slameto.(2003). BelajardanFaktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: RinekaCipta.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung : Tarsito.

Sugiyono. (2013). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Sumirah. (2012). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Open-Ended Untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa SMA. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan. Sutrio, Hadi. (2010). Kamu Bisa Jadi Ilmuwan. Jakarta : Nobel Edumedia.


(6)

Widodo, A. (2006). “Profil Pertanyaan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran

Sains : The Feature Of Teachers’ and Students’ Question In Science Lessons”.4, (2), 139-148.

Yager. (1991). The Constructivist Learning Model : Towards Real Reform in Science Education. North Washington Boulevard Arlington : National Science Teachers Association.

Yager, R. dan Akcay, H. (2010). “The Impact of a Science/Technology/Society

Teaching Approach on Student Learning in Five Domains”. Journal

Science Education Technology. 19, 602-611.

Zen, M. T. (1982). Sains Teknologi dan Hari depan Manusia. Jakarta : PT Gramedia.


Dokumen yang terkait

Pengaruh pendekatan sains lingkungan teknilogi masyarakat (salingtemas) terhadap hasill belajar fisika siswa

1 3 199

Peningkatan Berfikir Kreatif Siswa Melalui Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) Pada Konsep Perubahan Lingkungan Dan Daur Ulang Limbah

0 2 11

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI DAN MASYARAKAT Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Melalui Pendekatan Sains Teknologi Dan Masyarakat (PTK Pembelajaran Matematika di Kelas VII A SMP Negeri

0 1 15

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF SISWA DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF SISWA DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) T

0 1 16

PENERAPAN PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT DALAM PEMBELAJARAN IPA TENTANG SUMBER DAYA ALAM UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA.

0 0 29

KORELASI ANTARA PRESTASI BELAJAR, KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF, DAN PENGETAHUAN TENTANG NATURE OF SCIENCE SISWA SMP DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN.

0 1 52

KORELASI DIANTARA PENGETAHUAN TENTANG NATURE OF SCIENCE, SIKAP TENTANG SAINS, DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT LINGKUNGAN.

0 0 51

Penerapan Model Pembelajaran Reasoning and Problem Solving dengan Pendekatan Sains, lingkungan, Teknologi dan Masyarakat (Salingtemas) untuk meningkatkan Kreativitas Siswa dalam pembelajaran IPA Fisika di SMP.

0 0 1

PENERAPAN PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA.

0 1 5

PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS VIII

0 0 6