Keefektifan Proses Menyusui TINJAUAN PUSTAKA

sinus laktiferus yang berada di bawah areola akan tertekan oleh gusi, lidah, serta langit-langit sehingga air susu dapat diperas secara sempurna ke dalam mulut bayi Maryunani, 2009. c Refleks Menelan Swallowing reflex Pada saat menelan, bagian belakang lidah akan terangkat dan menekan bagian posterior dinding faring. Laring kemudian bergerak ke atas dan ke depan untuk menutup trakea dan mendorong ASI masuk ke dalam kerongkongan, sehingga memulai refleks menelan pada bayi. Setelah itu, laring akan kembali ke posisi sebelumnya. Volume ASI yang cukup dibutuhkan untuk memicu refleks menelan. Refleks menelan dapat diamati selama beberapa hari pertama setelah bayi lahir. Menelan dapat diamati dari gerakan rahang bayi yang berirama dan gerakan otot-otot tenggorokan Riordan, 2005.

4. Keefektifan Proses Menyusui

4.1 Defenisi Proses menyusui bukan hanya perilaku tunggal bayi menghisap payudara ibu, tetapi merupakan serangkaian perilaku yang bisa digambarkan, dikaji, dan diukur Riordan, 2005. Menurut Association of Women Health, Obstentric and Neonatal Nurses 2000, proses menyusui merupakan proses dimana bayi menerima ASI. Greenwood 2002 menyatakan bahwa proses menyusui dikatakan efektif apabila selama proses baik bayi maupun ibu merasakan kepuasan dan bebas dari rasa sakit. Keefektifan proses menyusui oleh Mulder 2006, didefinisikan sebagai proses interaktif antara ibu dan bayi yang berakibat secara langsung pada transfer Universitas Sumatera Utara ASI dari payudara ibu kepada bayi, dalam perilaku yang menggambarkan terpenuhinya kebutuhan ibu dan bayi. 4.2 Indikator Keefektifan Proses Menyusui Seiring dengan perkembangan promosi pemberian ASI, banyak peneliti yang meneliti hal-hal yang dibutuhkan untuk mengkaji kualitas proses menyusui dan menggambarkan indikator yang berhubungan dengan keefektifan maupun ketidakefektifan proses menyusui. Hal ini bermanfaat bagi pengkajian proses menyusui, pengkajian pengetahuan dan keterampilan ibu dalam menyusui, memprediksi kesulitan-kesulitan pada proses menyusui, juga menyediakan tindak lanjut perawatan bagi pasangan ibu dan bayi yang membutuhkan bantuan Mulder, 2006. 4.2.1 Infant Breastfeeding Assesment Tool IBFAT Pada hasil penelitian Mattews 1988, tentang Infant Breastfeeding Assesment Tool IBFAT dikemukakan bahwa terdapat empat indikator yang digunakan dalam pengkajian proses menyusui. Keempat indikator tersebut meliputi kesiapan bayi untuk menyusu, refleks rooting, lamanya waktu yang dibutuhkan bayi untuk mulai menyusu dan pola hisapan bayi pada payudara. Pada masing-masing indikator diberikan nilai dari 0 – 3. Total nilai keseluruhan berkisar 0 – 12. Proses menyusui dikatakan efektif apabila penilaian mencapai angka 9 – 12. Pencapaian penilaian tersebut digambarkan dari kesiapan bayi untuk menyusu dengan tanpa paksaan atau rangsangan untuk memulai proses menyusu, refleks rooting bayi yang efektif, waktu yang singkat untuk langsung dapat menyusu, dan pola hisapan yang baik dan teratur Lawrance, 2011. Universitas Sumatera Utara 4.2.2 Mother-Baby Assesment Tool MBA Menurut Mulford 1992, keefektifan proses menyusui dinilai dari tiap tahapan proses menyusui, baik dari ibu maupun bayi. Dalam sistem penilaian Mother-Baby Assesment Tool MBA, tahapan menyusui terbagi atas tahapan isyarat kesediaaan menyusui, posisi ibu dan bayi, perlekatan bayi pada payudara, transfer ASI dan tahap mengakhiri proses menyusui. Proses menyusui dikatakan efektif apabila dalam tahapan isyarat kesediaan menyusui, ibu dapat melihat dan mendengar isyarat bayi. Ibu dapat memeluk bayi, berbicara pada bayi dan memberi rangsangan pada bayi ketika bayi masih mengantuk. Isyarat kesediaan bayi untuk menyusu dapat dilihat dari kesiagaan bayi, refleks rooting, refleks suckling,dan isyarat bayi melalui suara juga tangisan Riordan, 2006. Pada posisi, ibu akan menggendong bayi pada posisi tubuh yang baik dengan kepala ,bahu dan bagian belakang tubuh bayi ditopang. Pada perlekatan, bayi akan melekat pada payudara, dengan mulut terbuka lebar dan areola berada di dalam mulut bayi. Transfer ASI dapat diobservasi dari refleks menelan bayi yang dapat didengar dan pada tahap mengakhiri proses menyusu, bayi akan melepas sendiri payudara sebagai tanda terpenuhinya kebutuhan bayi akan ASI Cadwell, 2006 : Lawrance, 2011. 4.2.3 LACTH Assesment Tool Menurut Jensen dkk 1994, terdapat lima indikator dalam mengevaluasi keefektifan proses menyusui. Indikator - indikator tersebut terangkum dalam alat Universitas Sumatera Utara pengkajian LACTH yang meliputi perlekatan bayi pada payudara Lacth, terdengarnya suara menelan pada saat transfer ASI Audible Swallowing, jenis puting susu ibu Type of Nipple, keadaan puting selama proses menyusui berlangsung Comfort Nipple, dan kemampuan ibu memegang bayi saat proses menyusui Hold. Proses menyusui dikatakan efektif apabila pada perlekatan, lidah bayi berada di bawah payudara, hisapan bayi teratur, dan bibir bagian bawah terputar keluar. Keadaan puting selama proses menyusui dinilai dari puting tetap lunak, tanpa memar dan lecet. Kemampuan ibu dalam memegang bayi terlihat dari ada atau tidaknya bantuan yang diberikan dalam upaya mempertahankan posisi bayi selama proses menyusui Lawrance, 2011. 4.2.4 Attributes of Effective Breastfeeding Seiring dengan perkembangan penelitian tentang pengkajian proses menyusui, Mulder 2006 dalam penelitiannya mencoba menganalisis konsep keefektifan proses menyusui yang telah ada. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa dari konsep – konsep yang telah ada terdapat empat indikator yang paling sering muncul dalam menggambarkan keefektifan proses menyusui. Keefektifan proses menyusui oleh Mulder 2006, didefinisikan sebagai proses interaktif antara ibu dan bayi yang berakibat secara langsung pada transfer ASI dari payudara ibu kepada bayi, dalam perilaku yang menggambarkan terpenuhinya kebutuhan ibu dan bayi. Menurutnya terdapat empat indikator dalam proses menyusui yang efektif. Keempat indikator tersebut meliputi : Universitas Sumatera Utara a. Posisi Tubuh Body Position Posisi tubuh antara ibu dan bayi sangat mempengaruhi keberhasilan proses menyusui. Posisi yang tidak benar dapat mengakibatkan ketidaknyamanan pada ibu maupun bayi. Posisi tubuh ibu saat menyusui antara lain posisi berbaring miring dan posisi duduk. Posisi berbaring miring biasanya dilakukan pada ibu menyusui yang melahirkan melalui operasi sesar. Posisi ini amat baik untuk pemberian ASI pertama kali atau bila ibu merasa lelah atau nyeri. Pada posisi duduk, ibu dapat memilih posisi tangan seperti memegang bola, posisi tangan transisi, dan posisi crisscross hold. Pada posisi tubuh yang benar, ibu akan terlihat nyaman dan tidak tegang, sedangkan ketidaknyamanan posisi ibu dapat terlihat dari bahu ibu yang tegang dan badan ibu cenderung condong ke arah bayi Sulistyawati, 2009. Saat menyusui, bayi harus disanggah sehingga kepala lurus menghadap payudara dengan hidung menghadap ke puting dan badan bayi menempel pada perut ibu. Kepala dan badan bayi berada pada satu garis lurus. Sanggahan bukan hanya pada bahu dan leher, tetapi seluruh bagian punggung bayi. Badan bayi akkan cenderung condong ke arah ibu. IDAI, 2008. Menurut WHO dan UNICEF 2003 dalam penilaian proses menyusui terkait posisi tubuh dengan Observasi BREAST, posisi tubuh yang benar bercirikan ibu terlihat santai dan nyaman, badan bayi menempel pada perut ibu, kepala lurus menghadap payudara dengan hidung menghadap ke puting,kepala dan badan bayi berada pada satu garis lurus,badan bayi condong ke arah ibu dan punggung bayi disanggah dengan baik. Sedangkan posisi tubuh yang tidak benar Universitas Sumatera Utara bercirikan badan bayi menjauhi badan ibu, leher bayi terputar dan cenderung ke depan,badan bayi tidak menghadap ke badan ibu, dan hanya bagian kepala dan leher saja yang ditopang. b. Perlekatan yang tepat Latch Perlekatan merupakan ciri yang paling sering dihubungkan dengan keefektifan proses menyusui. Perlekatan menggambarkan posisi mulut, lidah dan bibir bayi pada puting, areola dan payudara ibu. Posisi tubuh yang benar akan menghasilkan perlekatan yang maksimal. Perlekatan yang maksimal dapat memfasilitasi refleks bayi saat proses menyusui. Perlekatan yang kurang maksimal akan mengurangi keefektifan hisapan bayi pada payudara. Agar bayi dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus mengambil cukup banyak payudara ke dalam mulutnya, bukan hanya menghisap puting, agar lidah bayi dapat memeras sinus laktiferus yang berada tepat dibawah areola Mulder, 2006. Dagu bayi merupakan bagian pertama yang melekat pada payudara titik pertemuan. Untuk mendapatkan perlekatan yang maksimal, setelah berada pada posisi tubuh yang benar, sentuh bibir bayi dengan puting. Ketika mulut bayi terbuka lebar secepatnya dekatkan bayi ke payudara dengan cara menekan punggung dan bahu bayi. Sasarannya adalah memposisikan bibir bawah paling sedikit 1,5 cm dari pangkal puting susu. Bayi harus mengulum sebagian besar areola di dalam mulutnya. Hal ini akan memungkinkan bayi menarik sebagian dari jaringan payudara masuk ke dalam mulutnya dengan lidah dan rahang bawah. Bila diposisikan dengan benar, jaringan puting susu, payudara dan sinus laktiferus Universitas Sumatera Utara akan berada dalam rongga mulut bayi,sehingga lidah dan langit-langit dapat memeras ASI secara sempurna. Puting susu akan masuk sejauh langit-langit lunak bayi dan bersentuhan dengan langit-langit tersebut. Sentuhan ini akan merangsang refleks menghisap pada bayi. IDAI, 2008 ; Sulistyawati, 2009. Dalam penilaian proses menyusui terkait perlekatan dengan Observasi BREAST, menurut WHO dan UNICEF 2003 ada beberapa tanda yang mencirikan perlekatan yang baik, yaitu : bayi tidak hanya mengisap puting tetapi payudara, mulut bayi terbuka lebar, dagu menempel pada payudara, bibir bagian bawah terputar keluar, lidah berlekuk disekitar payudara, lebih banyak areola bagian atas yang terlihat dibanding bagian bawah, dan ibu tidak merasa nyeri saat bayi menyusu. Sedangkan pada perlekatan yang tidak baik terlihat mulut bayi tidak terbuka lebar, bibir mencucu, lebih banyak areola bagian bawah yang terlihat dan terasa sakit pada puting saat proses menyusui. c. Hisapan yang efektif Effective Sucking Hisapan yang efektif merupakan prasyarat proses menyusui yang efektif. Perlekatan yang tepat dapat memicu hisapan yang baik. Pada posisi perlekatan yang tepat, rahang bawah bayi akan menutup pada jaringan payudara, penghisapan akan terjadi, dan puting susu akan ditangkap dengan baik dalam rongga mulut, sementara lidah memberikan penekanan secara berulang-ulang seperti memeras secara teratur sehingga ASI akan keluar dari duktus laktiferus. Pergerakan cairan selama menyusui terjadi dari daerah bertekanan tinggi di payudara yang diciptakan oleh volume ASI dan refleks pengeluaran ASI ke Universitas Sumatera Utara daerah bertekanan rendah yaitu mulut bayi. Hisapan yang baik adalah hisapan menggunakan lidah dan rahang. Hal ini terlihat dari pipi bayi yang membulat pada saat proses menyusui. Hisapan bayi yang efektif pada payudara berirama dan selaras, hal ini ditandai dengan pola hisapan lambat dan dalam yang diselingi dengan jeda atau istirahat Mulder, 2006 ; IDAI 2008 ; Walker, 2011. d. Transfer ASI Milk transfer Transfer perpindahan ASI terjadi ketika cairan ASI melewati puting masuk ke dalam mulut dan ditelan oleh bayi. Hal ini dipengaruhi oleh refleks pengeluaran letdown reflex dan hormon oksitosin. Transfer ASI dapat dirasakan oleh ibu seperti sensasi kesemutan pada payudara saat ASI keluar melewati puting dan akan ada ASI yang menetes di payudara ibu di bagian yang berlawanan dengan payudara yang digunakan menyusui, sedangkan pada bayi dapat diamati pada saat terlihat dan terdengar bunyi menelan Cadwell, 2006 : Walker, 2011. 4.3 Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Keefektifan Proses Menyusui Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan proses menyusui terdiri dari: 4.3.1 Usia gestasi Usia gestasi dan berat lahir mempengaruhi intake ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur umur kehamilan kurang dari 34 minggu sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi dapat disebabkan oleh berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ Aritonang, 2007. Universitas Sumatera Utara 4.3.2 Anatomi payudara ibu Anatomi payudara ibu juga sangat mempengaruhi produksi ASI dan proses menyusui. Bila jumlah lobus dalam buah dada berkurang, maka sel-sel yang berfungsi memproduksi ASI akan berkurang. Hal ini mengakibatkan produksi ASI yang kurang dari kebutuhan Maryunani, 2009. 4.3.3 Pemberian susu formula Pemberian susu formula secara bergantian dengan menyusu pada ibu dapat mengakibatkan bayi bingung puting nipple confusion. Hal ini terjadi karena mekanisme menyusu yang berbeda antara keduanya. Menyusu pada puting ibu memerlukan usaha yang lebih daripada minum pada botol, yaitu bayi harus mempergunakan otot pipi, gusi, langit-langit dan lidahnya. Sementara itu, menyusu dengan botol membuat bayi pasif menerima susu karena dot sudah mempunyai lubang diujungnya, sehingga bayi dapat menelan susu yg terus mengalir tanpa dihisap Maryunani, 2009. 4.3.4 Faktor psikologis Keadaan psikologis ibu mempengaruhi pengeluaran ASI. Pikiran dan perasaan seorang ibu sangat mempengaruhi refleks let-down atau refleks pengeluaran ASI. Keadaan psikologis ibu yang dapat meningkatkan produksi hormon oksitosin antara ain perasaan dan curahan kasih sayang ibu pada bayinya, mendengar celoteh atau tangisan bayi, memikirkan bayi dan ibu merasa tenang. Sedangkan kondisi ibu dalam keadaan sedih, kesal, kecewa, kurang percaya diri, cemas terhadap bentuk payudara dan tubuh, dan takut ASI tidak mencukupi Universitas Sumatera Utara kebutuhan bayi dan adanya rasa sakit sewaktu menyusui Derek Jones, 2005 : Maryunani, 2009. 4.3.5 Pengetahuan Ibu Pengetahuan akan keterampilan dan teknik menyusui yang benar akan sangat membantu ibu memahami proses menyusui dan pentingnya posisi dan perlekatan yang baik pada payudara terhadap produksi ASI. Pemahaman akan hal ini dapat meminimalkan resiko lecetnyeri puting, abses dan mastitis pada payudara IDAI, 2008. 4.3.6 Dukungan keluarga Kemauan ibu untuk memberikan ASI salah satunya dipengaruhi oleh dukungan keluarga suami. Bentuk dukungan suami ini mencakup sebagai tim penyemangat, membantu mengatasi masalah dalam pemberian ASI, ikut merawat bayi, mendampingi ibu menyusui walau tengah malam, melayani ibu menyusui, dan menyediakan anggaran ekstra Meiliasari, 2002. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN