Pengertian Adat dan Masyarakat Adat

34

BAB II LEMBAGA ADAT ACEH SEBAGAI TEMPAT MENYELESAIKAN

SENGKETA PEMBAGIAN WARISAN

A. Pengertian Adat dan Masyarakat Adat

Adat atau yang sering juga kenal dengan “custom” yang dengan sendirinya juga terkait dengan berbicara tentang wujud gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai, norma-norma, aturan-aturan serta hukum yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem yaitu sistem budaya. Ada dua pendapat mengenai asal kata adat ini, di satu pihak ada yang menyatakan bahwa adat diambil dari bahasa Arab “uruf” yang berarti kebiasaan. Kata ini menurut Zamakhsyari diambil dari akar kata yang sama dengan makruf lawan mungkar, karena itu “uruf” berarti berarti sesuatu yang baik. 51 Apabila ditelaah dari asal katanya “adat” berasal dari dua kata, “a” dan “dato”, “a” berarti tidak dan “dato” berarti sesuatu yang bersifat kebendaan. 52 Sementara adat-istiadat customs merupakan kompleks konsep serta aturan yang mantap dan terintegrasi kuat dalam sistem budaya dari suatu kebudayaan yang menata tindakan manusia dalam kehidupan sosial kebudayaan itu. Adat juga berasal dari bahasa arab sebagaimana dikemukakan oleh Otje Salman Soemadiningrat, adat merupakan perbuatan yang berulang-ulang atau 51 Zamarkhrsyari, Teori-teori Hukum Islam dalam Fiqih dan Ushul Fiqh, Cipta Pustaka Media Perintis, Bandung, 2013, hlm 117. 52 Wikipedia, Hukum Adat, http:id.wikipedia.orgwiki, Diakses, 17 Maret 2013 Pukul 20.30 Wib 34 Universitas Sumatera Utara 35 kebiasaan yang berlaku bagi sebuah masyarakat. 53 Pengertian adat pada lazimnya diartikan dengan kebiasaan, sehingga hukum adat banyak yang mengartikan dengan hukum kebiasaan. Adat menurut Syahrizal merupakan aturan baik berupa perbuatan ataupun ucapan yang lazim diturut dan dilakukan sejak dahulu kala. 54 Dengan kata lain adat merupakan suatu hukum yang tidak tertulis dan merupakan hukum Indonesia asli dalam bentuk laporan perundang-undangan republik Indonesia yang terkandung di dalamnya unsur-unsur keagamaan yang berkembang di dalam masyarakat secara turun-temurun melalui keyakinan yang tertentu. 55 Sementara itu, dalam masyarakat Aceh adat istiadat merupakan seperangkat nilai-nilai dan keyakinan sosial yang tumbuh dan berakar dalam kehidupan masyarakat Aceh. 56 Muhammad Hakim Nyak Pha yang dikutip Mohd Zaim Irsyad, menuliskan bahwa adat istiadat adalah tata kelakuan atau tata tindakan atau tata perbuatan yang selanjutnya merupakan kaedah-kaedah yang bukan saja dikenal, diakui dan dihargai, akan tetapi juga ditaati oleh sebahagian besar warga masyarakat yang bersangkutan. 57 Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan 53 Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptuaisasi Hukum Adat Kontemporer, Alumni, Bandung, hlm 14. 54 Syahrizal, Hukum Adat dan hukum Islam di Indonesia, Nadiya Foundation Nanggroe Aceh, Banda Ace, 2004, hal 63. 55 Ibid., hlm 65 56 Mohd. Zaim Irsyad, Struktur Dan Lembaga Adat Di Aceh, http:misteraim.blogspot. comhtml, Diakses 17 April 2013 57 Ibid. Universitas Sumatera Utara 36 Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. 58 Sumbernya adalah peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Oleh karena peraturan tersebut tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu, dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan. Otje Salman Soemadiningrat mengatakan bahwa : Hukum law adalah sistem pengendalian kehidupan masyarakat yang terdiri atas aturan adat, undang-undang, peraturan-peraturan, dan lain-lain norma tingkahlaku yang dibuat, disahkan dan dilaksanakan oleh orang-orang yang berwenang dalam masyarakat yang bersangkutan. Pengaturan tata tertib masyarakat oleh hukum adat ini mengindikasikan, hukum adat mengandungi sanksi yang dikenakan jika aturan-aturan tersebut dilanggar. 59 Supomo yang dikutip oleh Suroyo Wingjodipuro menjelaskan : Hukum adat sebagai hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan-peraturan legislatif, meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib, tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum. 60 Kemudian Soekanto yang juga dikutip Suroyo Wingjodipuro menjelaskan bahwa Hukum adat sebagai komplek adat-adat yang kebanyakan tidak dikitabkan, 58 Syahrizal, Op.Cit., hlm 63. 59 Otje Salman Soemadiningrat, Op.Cit., hlm 14. 60 Suroyo Wingjodipuro, Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, Alumni Bandung, 1989, hlm. 2. Universitas Sumatera Utara 37 tidak dikodifisir, bersifat paksaan, mempunyai sanksi dan mempunyai akibat hukum. 61 Suryo Wingjodipuro menjelaskan Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu. 62 Menurut Van Vollenhoven yang dikutip Imam Sudiyat Hukum Adat yaitu: “Hukum asli yang tidak tertulis yang memberikan pedoman kepada sebagian besar orang Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, dalam hubungan antara satu dengan yang lainnya baik di desa maupun di kota”. 63 Dengan kata lain hukum adat adalah sistem aturan berlaku dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berasal adat kebiasaan, yang secara turun temurun dihormati daan ditaati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa Indonesia. Dalam hal ini menurut Van Vollenhoven terdapat tujuh tiang utama hukum adat, yaitu : 1 Adanya persekutuan hukum, 2 Hak ulayat, 3 Adanya daerah hukum adat, 4 Perjanjian dalam perbuatan kongkrit, 5 Hukum adat tidak mengenal konstruksi yudiris yang abstrak, 6 Hukum adat menjadikan tangkapan dengan pancaindra sebagai dasar bagi menentukan kategori hukum dan sebagai ukuran untuk membeda-bedakan, dan 7 Sifat Susunan kekeluargaan. 64 61 Ibid. 62 Ibid. hlm. 3. 63 Iman Sudiyat, Asas-asas Hukum Adat, liberty, Yogyakarta, 2000, hlm. 20. 64 Chandra Wesley S., Tiang-tiang Hukum Adat, http:candrawesly.blogspot.com html Diakses, 5 Juni 2013 Universitas Sumatera Utara 38 Jadi hukum adat merupakan aturan yang tidak tertulis yang berpangkal dari dalam kehidupan sehari-hari, yang terus dipertahankan dalam masyarakat serta dapat memberikan sanksi bagi siapa saja anggota masyarakat yang melanggarnya. F.D. Holleman yang dikutip Imam Sudiyat menyimpulkan adanya 4 sifat Hukum Adat Indonesia, yang hendaknya dipandang juga sebagai suatu kesatuan: 1. Sifat Religio-Magis Magisch-Religieus Merupakan pembulatan atau perpaduan kata yang mengandung unsur beberapa sifat atau cara berpikir seperti prelogika, animisme, pantangan, ilmu gaib, dan lain-lainnya. 2. Komunal Commun Merupakan sifat yang mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan diri sendiri. 3. Tunai Contant Biasanya dalam masyarakat Indonesia transaksi itu bersifat contant tunai, yaitu: prestasi dan contra prestasi dilakukan sekaligus bersama-sama pada waktu itu juga. 4. Kongkrit visual Pada umumnya dalam masyarakat Indonesia kalau melakukan mengadakan perbuatan hukum itu selalu konkrit nyata; misalnya dalam perjanjian jual- beli, si pembeli menyerahkan uanguang panjer. 65 Berdasarkan pengertian tersebut hukum Adat adat recht ialah hukum yang mengatur tingkah-laku manusia Indonesia dalam hubungannya satu sama lain yang mengandung unsur magis religius dan berasal dari asli kebudayaan leluhur, baik berupa kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar hidup di masyarakat. Hal ini dianut dan dipertahankan oleh anggota masyarakat. Hukum Adat merupakan 65 Ibid., hlm 21. Universitas Sumatera Utara 39 peraturan yang mengenal sanksi atau pelanggaran serta ditetapkan dalam keputusan- keputusan para penguasa adat mereka yang mempunyai kewibawaan dan berkuasa memberi keputusan dalam masyarakat adat tersebut. Dengan kata lain, hukum adat customary law merupakan bagian dari hukum, ialah hukum tidak tertulis dalam suatu masyarakat yang biasanya bermata pencaharian tertentu di daerah tertentu pula. Hukum adat tersebut terjadi dari adanya suatu keputusan-keputusan orang- orang berkuasa dalam pengadilan. Selanjutnya masyarakat hukum menurut Ter Haar sebagaimana dikutip Hilman Hadikusuma ”Kelompok-kelompok masyarakat yang tetap dan teratur dengan mempunyai kekuasaan sendiri dan kekayaan sendiri, baik yang berwujud maupun tidak berwujud”. 66 Sedangkan masyarakat hukum adat menurut A. Malik Musa adalah : Masyarakat hukum atau persekutuan hukum adalah kesatuan manusia yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu, mempunyai penguasa-penguasa dan mempunyai harta kekayaan sendiri baik yang berwujud dan tidak berwujud, dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tak seorangpun di antara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk membiarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya, dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk selamanya. 67 Soerjono Seokanto juga mengatakan bahwa : Dalam masyarakat Indonesia terdapat persekutuan-persekutuan gamenschappen, ada persekutuan-persekutuan dahulu dimana warganya mempunyai hubungan kekerabatan yang erat dan berdasarkan keturanan satu 66 Hilman Hadikusuma, Hukum Perjanjian Adat. Alumni Bandung, 1999. hlm. 105 67 A. Malik Musa, Perjanjian Gala Dalam Masyarakat Hukum Adat Aceh, Thesis. FH USU, hlm. 24. Universitas Sumatera Utara 40 nenek moyang, ada juga persekutuan-persekutuan yang tidak berdasarkan kekeluargaan, tetapi berdasar daerah atau wilayah yang didiami, persekutuan- persekutuan tersebut baik yang pertama maupun yang kedua atau yang ketiga mempunyai warga yang teratur yang agak tetap, yang mempunyai pemerintah sendiri kepala dan pembantunya, mempunyai harta material dan immaterial sendiri, persekutuan-persekutuan ini adalah dalam suasana rakyat dapat disebut persekutuan hukum. Selanjumya dalam persekutuan tersebut ada keterikatannya dengan tanah desanya yaitu daerahnya, mengikat kelompok-kelompok yang tinggal disitu dan tidak mempunyai hubungan kekeluargaan menjadi suatu persekutuan hukum suatu kesatuan geneologis. 68 Sehubungan dengan pengertian masyarakat hukum adat menurut para sarjana yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat hukum adat adalah sekumpulan manusia yang mendiami dalam suatu wilayahdaerah tertentu yang memiliki kebudayaan sendiri dengan corak ragam tersendiri dan mempunyai harta kekayaan sendiri baik yang material maupun imaterial dan struktur sendiri yang dipimpin oleh seorang penguasa. Menurut dasar susunannya persekutuan-persekutuan di Indonesia dapat dibagi atas dua golongan, yaitu : 1. Yang berdasar pertalian keturunan geneologis. 2. Yang berdasar lingkungan daerah teritorial. ad.1. Yang berdasarkan keturunan geneologis yaitu masyarakat hukum adat yang anggota-anggotanya merasa terikat dalam suatu ketertiban berdasarkan kepercayaan bahwa mereka berasal dari satu keturunan baik 68 Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia, Suatu Pengantar Untuk Mempelajari Hukum Adat, Rajawali Press, Jakarta, 1986, hlm. 67-71. Universitas Sumatera Utara 41 melalui garis keturunan laki-laki maupun garis keturuan ibu moyang tunggal. Masyarakat hukum adat yang bersifat keturunan ini mempunyai tiga macam tipe pertalian, yaitu : a. Menurut garis laki-laki partrilineal, misalnya pada urang-orang Batak, Nias, orang-orang Sumba. b. Menurut garis ibu matrilineal, misalnya pada famili di Minangkabau. c. Menurut garis ibu dan garis bapak parental, misalnya orang-orang Jawa, Sunda, Aceh, Bali, Kalimantan. Untuk menentukan hak dan kewajiban seseorang, maka famili dari pihak bapak adalah sama artinya dengan famill dari pihak ibu. 69 ad.2. Yang berdasar pada lingkungan daerah teritorial, yaitu masyarakat hukum yang didasarkan pada persamaan wilayah tempat tinggal. Faktor utama yang menjadi dasarnya adalah interaksi anggota masyarakat lebih besar terhadap tempat tinggaldaerahnya. Persekutuan yang berdasarkan pada lingkungan daerah dapat dibagi ke dalam tiga jenis antara lain : a. Masyarakat hukum desa b. Masyarakat hukum wilayah c. Masyarakat hukum serikat. 70 Dalam masyarakat hukum adat Aceh, menurut Ter Haar didasarkan pada lingkungan teritorial, wilayah yang besar yaitu yang dikemudikan 69 Supomo, Bab-bab Tentang Hukum Adat, PrdanyaPramitha, Jakarta, 1989, hlm. 48. 70 Ibid Universitas Sumatera Utara 42 oleh ulee balang, keuchik apapun sebutannya maupun dusun-dusunnya yang disebut gampong, meunasah. 71 Apabila diperhatikan pengertian-pengertian yang diberikan oleh para ahli di atas, maka dapat diberikan suatu pemahaman bahwa hukum adat adalah suatu komplek norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh masyarakat, karena mempunyai akibat hukum sanksi. Menurut Bushar Muhammad yang mengatakan bahwa ; Di dalam hukum adat, antara masyarakat hukum sebagai kesatuan hukum dengan tanah yang didudukinya, terdapat hubungan yang erat sekali, yaitu hubungan yang bersumber pada pandangan yang bersifat relegio magis. Hubungan ini menyebabkan masyarakat hukum memperoleh hak untuk menguasai tanah tersebut, memanfaatkan tanah tersebut, memungut hasil dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas tanah tersebul. 72 Dalam masyarakat adat salah satu bentuk hubungan hukum juga selalu berkaitan dengan ketentuan hukum yang diakui dalam masyarakat. Hukum adat merupakan norma lama yang masih terdapat dimana-mana di daerah dan di dalam masyarakat yang merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya. Norma lamahukum adat akan dapat diterima sepanjang ia akan dapat meningkatkan dirinya bagi kehidupan masyarakat. Kondisi ini disebabkan karena masyaraat adat masih memegang nilai tradisional, walaupun telah dipengaruhi nilai-nilai akibat kemajuan 71 A. Malik Musa, Op. Cit, hlm. 24. 72 Bushar Muhammad, Pokok-pokok Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1995, hlm. 103. Universitas Sumatera Utara 43 teknologi dan informasi komunikasi dan kemudahan informasi akan sangat banyak mempengaruhi nilai tradisional. Pelestarian norma lama bangsa adalah mempertahankan nilai-nilai seni budaya, nilai tradisional dengan mengembangkan perwujudan yang bersifat dinamis, luwes dan selektif, serta menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang selalu berubah dan berkembang. Dengan kata lain hukum akan selalu terkait dengan nilai, norma dan keorganisasian tradisional maupun yang modern serta perlindungan yang bersifat penataan keseluruhan.

B. Warisan dan Pembagian Warisan Menurut Hukum Adat