Fungsi Lembaga Adat dalam Penyelesaian Sengketa Warisan

92 yang terjadi di wilayah lainnya. Keunggulan dalam penyelesaian setiap sengketa yang terjadi di desa dengan hasil yang lebih baik tersebut, tentunya dipengaruhi juga oleh faktor panutan atau yang memimpin masyarakat adat itu sendiri. 131

B. Fungsi Lembaga Adat dalam Penyelesaian Sengketa Warisan

Lembaga sebagai suatu sistem norma untuk mencapai tujuan tertentu yang oleh masyarakat tertentu dianggap penting. Sistem norma mencakup gagasan, aturan, tata cara kegiatan, dan ketentuan sanksi punisment system. Sistem norma merupakan merupakan hasil proses berangsur-angsur menjadi suatu sistem yang terorganisasi. Artinya sistem itu telah teruji kredibilitasnya, dipercaya sebagai sarana mencapai tujuan tertentu seperi halnya keberadaan lembaga adat di Aceh. 132 Lembaga Adat di Aceh sebagamana diketahui merupakan lembaga yang memegang peranan penting dalam penyelesaian sengketa dan perselisihan yang terjadi dalam masyarakat. Keberadaan lembaga adat sebagai bentuk peradilan adat merupakan suatu lembaga musyawarah adatadat meusapat yang berfungsi melakukan tugas-tugas dan kewenangan untuk mengadilimenyelesaikan sengketaperkara yang terjadi dalam masyarakat secara damai untuk membangun keseimbangan equalibrium, sehingga masyarakat menjadi rukun, damai, dan sejahtera. 133 131 Wawancara dengan Marzuki Hasyim, Tokoh Masyarakat di Kecamatan Bandaraya Banda Aceh,, Tanggal 9 Mei 2013 132 Boelach Goehang, Meunasah Sebagai Lembaga Hukom Adat di Aceh, http:anisabulah.blogspot.com, Diakses Maret 2013 133 Amrin Ali, Sistem dan Peran Fungsionaris Peradilan Adat Aceh, http:sahabat- amrin.blogspot.comhtml, diakses Maret 2013 Universitas Sumatera Utara 93 Setiap sengketa yang timbul dalam masyarakat dapat mengganggu keseimbangan tatanan masyarakat. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar setiap sengketa dapat diselesaikan agar keseimbangan tatanan masyarakat dapat dipulihkan. Pada dasarnya, keberadaan cara penyelesaian sengketa sama tuanya dengan keberadaan manusia itu sendiri. Dalam setiap masyarakat telah berkembang berbagai tradisi mengenai bagaimana sengketa ditangani. Sengketa dapat diselesaikan melalui berbagai cara, baik melalui forum formal yang disediakan oleh Negara, maupun melalui forum-forum lain yang tidak resmi disediakan oleh negara. 134 Di dalam masyarakat adat Aceh keberadaan lembaga adat yang berfungsi sebagai pelaksana peradilan adat yang dewasa ini didukung oleh sejumlah peraturan perundangundangan. Dengan kata lain, payung hukum pemberdayaan lembaga- lembaga adat dan hukum adat sangat memadai. Di dalam berbagai peraturan perundang-undangan tersebut dinyatakan secara tegas bahwa penguatan hukum adat dan peradilan adat harus dimulai dari gampong dan mukim. Adapun badan-badan resmi yang menyelenggarakan peradilan adat yaitu Lembaga Gampong dan Lembaga Mukim. 135 Dalam praktik penyelenggaraan kehidupan beragama dan lembaga adat yang diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya dalam bermasyarakat. Hal ini diawali dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 134 Eman Suparman, 2004, Pilihan Forum Arbitrase dalam Sengketa Komersial untuk Penegakan Keadilan, Jakarta, Tata Nusa, hal. 18 135 Badruzzaman Ismail, Pedoman Peradilan Adat Di Aceh Untuk Peradilan Adat yang Adil dan Akuntabel, MAA Provinsi Aceh, Banda Aceh, 2008, hlm 7. Universitas Sumatera Utara 94 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, harapan untuk terlaksananya syari’at Islam lebih besar karenamemungkinkan pembentukan Peradilan Syari’at Islam di Aceh. Kemduian sesuai Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 7 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat, maka telah ditetapkan sepuluhlembaga adat yaitu 1 Imum Mukim, 2 Keuchik, 3 Tuha Peuet, 4 Tuha Lapan, 5 Imum Meunasah, 6 Keujruen Blang, 7 Panglima Laot, 8 Peutua Seneubok, 9 Haria Peukan dan 10 Syahbanda. Sedangkan dalam Pasal 98 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh terdapat satu lembaga adat lagi, yaitu MAAMajelis Adat Aceh. Kesemua lembaga adat dimaksud sampai saat ini merupakan lembaga adat yang diakui oleh masyarakat Aceh. Selanjutnya apabila dilihat dari fungsi lembaga adat dimaksud dapat dijelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Perda Nomor 7 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat menegaskan bahwa ”Lembaga Adat berfungsi sebagai alat kontrol keamanan, ketentraman, kerukunan dan ketertiban masyarakat.” Dalam hal ini tugas lembaga adat adalah Menyelesaikan berbagai masalah sosial kemasyarakatan Pasal 5 dan menjadi Hakim Perdamaian dan diberikan prioritas utama oleh aparat penegak hukum untuk menyelesaikan berbagai kasus Pasal 6 dan 10. 136 136 Ibid., hlm 8. Universitas Sumatera Utara 95 Kemudian Qanun Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim Dalam Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam memberikan wewenang kepada Mukim untuk : a. Memutuskan dan atau menetapkan hukum b. Memelihara dan mengembangkan adat c. Menyelenggarakan perdamaian adat d. Menyelesaikan dan memberikan keputusan-keputusan adat terhadap perselisihanperselisiha dan pelanggaraan adat e. Memberikan kekuatan hukum terhadap sesuatu hal dan pembuktian lainnya menurut adat f. Menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan adat dan adat istiadat Demikian pula hanya dalam Qanun No. 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong Dalam Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, menegaskan bahwa tugas dan kewajiban pemerintahan Gampong adalah: a. Menyelesaikan sengketa adat b. Menjaga dan memelihara kelestarian adat dan adat istiadat c. Memelihara ketentraman dan ketertiban serta mencegah munculnya perbuatan maksiat dalam masyarakat d. Bersama dengan Tuha peuet dan Imeum Meunasah menjadi hakim perdamaian. Mengenai fungsi dari lembaga adat ini dalam kaitannya dengan peradilan adat, MoU antara Gubernur Aceh, Kapolda dan MAA juga ditegaskan, antara lain: 1Mengakui bahwa lembaga Peradilan Adat sebagai lembaga Peradilan Perdamaian; 2Memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada peradilan adat untuk menyelesaikan masalah sosial kemasyarakatan, dan jika gagal baru diajukan ke persidangan Mukim; 3Ada sengketa perkara yang bukan kewenangan GampongMukim dan oleh karena itu harus diselesaikan oleh lembaga peradilan negara; Universitas Sumatera Utara 96 4 Menghendaki adanya tertib administrasi peradilan adat. 137 Berdasarkan uraian tersebut di atas, jelaslah bahwa dalam hal ini penyelesaian sengketa lembaga adat merupakan lembaga yang diakui secara de facto oleh masyarakat dan secara de jure oleh negara sebagai bagian dari lembaga penyelesaian sengketa. Hal ini terlihat dari adanya ketentuan perundang-undangan yang juga memuat adanya lembaga adat dimaksud beserta tugas dan fungsinya dalam masyarakat. Tugas dan fungsi lembaga adat ini juga termasuk dalam menyelesaikan sengketa warisan yang merupakan bagian dari sengketa perdata yang paling sering terjadi dalam masyarakat adat. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa kewenangan lembaga adat di tingkat gampong khususnya perangkat gampong dalam penyelesaian sengketa tanah di tingkat gampong dilakukan melalui lembaga adat, seperti yang diatur dalam Pasal 98 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, bahwa “Penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan secara adat ditempuh melalui lembaga adat. Lembaga adat di gampong ini dapat beranggota Keuchik dan tuha peut gampong.” Pasal 10 Perda No. 7 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat ditentukan bahwa aparat penegak hukum memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada keuchik dan imum mukim untuk meryelesaikan sengketa- sangketaperselisihan di gampongmukim masing-masing. Kemudian di dalam Pasal 137 Ibid., hlm 9. Universitas Sumatera Utara 97 12, juga ditentukan bahwa Keuchik dan Imeum Meunasah adalah pimpinan rapat adat gampong yang merupakan suatu wadah pertemuan yang bertujuan untuk penyelesaian perselisihan dan permasalahan yang terjadi di gampong termasuk dalam hal ini penyelesaian sengketa atau perselisihan dalam pembagian warisan. Hal yang sama juga disebutkan dalam Pasal 12 ayat 1 huruf f Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang Gampong, bahwa salah satu tugas keuchik adalah menjadi hakim perdamaian antar penduduk dalam gampong. Pasal 12 ayat 2 juga ditentukan bahwa Keuchik sebagai hakim perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf f, dibantu oleh Imeum Meunasah dan Tuha Peut Gampong. Jadi dalam hal ini keuchik beserta perangkat gampong juga berfungsi sebagai hakim atau penengah dalam sengketa pembagian harta warisan antara para ahli waris dai dalam masyarakat gampong.

C. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pembagian Warisan Oleh Lembaga Adat Aceh Di Kota Banda Aceh