Korupsi dalam Islam Korupsi
melindungi jiwa hifz an-nafs, melindungi harta hifz al-mal dan melindungi keturunan hifz an-nasl. Korupsi juga melanggar
perlindungan terhadap akal hifz al- „aql dan penodaan terhadap agama
hifz al-din.
61
Tindak pidana korupsi dalam hukum Islam dimasukkan dalam klasifikasi jarimah. Secara sederhana jarimah merupakan larangan-
larangan syara‟ yang diancam Allah dengan hukuman h}ad atau ta‟zir.
Dalam hal ini, suatu perbuatan dianggap delik jarimah bila memenuhi unsur-unsur umum jarimah, yaitu:
62
a. Unsur formil, yakni adanya undang-undang atau nas. Artinya setiap
perbuatan tidak dianggap melawan hukum dan pelakunya tidak dapat dipidana kecuali adanya nas atau undang-undang yang mengaturnya.
Dalam hukum positif masalah ini dikenal dengan istilah legalitas, yaitu suatu perbuatan tidak dapat dianggap melawan hukum dan pelakunya
tidak dapat dikenai sanksi sebelum adanya peraturan yang mengundangkannya. Dalam syari‟ah Islam hal ini lebih dikenal dengan
istilah ar-rukn asy- syar‟i. kaidah yang mendukung unsur ini adalah
“tidak ada perbuatan yang dianggap melanggar hukum dan tidak ada hukuman yang dijatuhkan kecuali adanya ketentuan nas
”. b.
Unsur materiil yakni sifat melawan hukum. Artinya adanya tingkah laku seseorang yang membentuk jarimah, baik dengan sikap berbuat
maupun sikap tidak berbuat. Unsur ini dalam hukum pidana Islam disebut ar-rukn al-madi.
61
Sumiarti, “Pendidikan Anti…, h. 3
62
Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam di Indonesia, Yogyakarta: Teras, 2009, h. 10-11.
c. Unsur moril yakni pelakunya mukalaf. Artinya pelaku jarimah adalah
orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap jarimah yang dilakukannya.
Dalam syari‟ah Islam, unsur moril disebut dengan ar-rukn al-adabi
Adapun jarimah dalam Islam dilihat dari kadar hukumannya diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
63
a. Jarimah hudud yaitu perbuatan melanggar hukum yang jenis dan
ancaman hukumannya ditentukan oleh nas, yaitu hukuman had hak Allah. Hukuman had yang dimaksud tidak mempunyai batasan
terendah dan tertinggi dan tidak bisa dihapuskan oleh perorangan ataupun masyarakat yang mewakili.
b. Jarimah qisas diyat yakni perbuatan yang diancam dengan hukuman
qisas dan diyat. Hukuman qisas maupun diyat merupakan hukuman
yang telah ditentukan batasnya, tidak ada batasan terendah dan tertinggi, tetapi menjadi hak perorangan korban atau walinya, yang
dengan demikian berbeda dengan hukuman had yang menjadi milik Allah semata.
c. Jarimah ta‟zir yaitu memberi pelajaran, artinya suatu jarimah yang
diancam dengan hukuman ta‟zir yaitu hukuman selain had dan qisas
ta‟zir. Dalam hal ini, pelaksanaan hukuman ta‟zir, baik yang jenis larangannya ditentukan oleh nas atau tidak, baik perbuatan itu
menyangkut hak Allah atau hak perorangan, hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa.
Korupsi dalam hal ini merupakan jarimah yang dikategorisasikan
63
Munajat, Hukum Pidana..., h. 12-14.
sebagai jarimah ta‟zir. Dengan demikian konstruksi hukuman yang
dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana korupsi sepenuhnya diberikan kepada penguasa. Hal ini secara otomatis memberi kuasa kepada pihak
penguasa untuk merumuskan kadar hukuman kepada para pelaku tindak pidana korupsi. Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa korupsi merupakan
kejahatan yang bertentangan dengan tujuan syariah maqasid asy- syari‟ah, yaitu melindungi jiwa hifz al-nafs, melindungi harta hifz al-
mal dan melindungi keturunan hifz al-nasl. Korupsi juga melanggar
perlindungan terhadap akal hifz al- „aql dan penodaan terhadap agama
hifz al-din. Dengan demikian korupsi bisa dikategorikan sebagai kejahatan besar karena mempunyai imbas kepada besar pada kelangsungan
maqasid syari‟ah. Hukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi tentunya juga harus seimbang dengan imbas besar yang ditimbulkannya,
oleh karena itu wacana hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi layak dipertimbangkan dalam prospek usaha pemberantasan korupsi.
Tindak pidana korupsi memiliki dampak yang luar biasa, baik terhadap negara maupun warga negara. Karena dampaknya yang luar biasa
tersebut, dalam pembukaan preambul United Nations Convention Againts Corruption,
yang kemudian diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 disebutkan:
“Concerned about the seriousness of problems and threats posed by corruption to the stability and security of societies, undermining the
institutions and values of democracy, ethical values and justice and
jeopardizing sustainable development and the rule of law”. prihatin atas keseriusan masalah dan ancaman yang ditimbulkan
oleh korupsi terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat, yang melemahkan lembaga-lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai
etika dan keadilan serta mengancam pembangunan berkelanjutan
dan supremasi hukum Menurut Muladi, dampak luas korupsi terhadap Indonesia berupa:
64
a. Merendahkan martabat bangsa di forum internasional.
b. Menurunkan kepercayaan investor, baik domestik maupun asing;
c. Bersifat meluas widespread di segala sektor pemerintahan
eksekutif, legislatif, dan yudikatif, baik di sektor pusat maupun daerah;
d. Bersifat transnasional dan bukan lagi masa per negara;
e. Cenderung merugikan keuangan negara dalam jumlah yang
signifikan; f.
Merusak moral bangsa; g.
Mengkhianati agenda reformasi; h.
Mengganggu stabilitas dan keamanan negara; i.
Mencederai keadilan dan pembangunan yang berkelanjutan; j.
Menodai supremasi hukum; k.
Semakin berbahaya karena bersinergi negatif dengan kejahatan ekonomi lain, seperti pencucian uang;
l. Bersifat terorganisir yang cenderung transnasional;
m. Melanggar HAM.
Senada dengan Muladi, Evi Hartati melihat bahwa korupsi adalah tindakan yang berbahaya. Menurutnya, tindak pidana korupsi memberikan
dampak yang negatif, karena dampak yang ditimbulkan dapat merusak
64
Muladi, “Konsep Total Enforcement dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Kerangka Politik Hukum”, Makalah disampaikan pada forum koordinasi dan konsultasi dalam
rangka intensifikasi pemberantasan tindak pidana korupsi, Jakarta, 8 November 2006, h. 1-3
berbagai bidang kehidupan. Korupsi dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi dan
politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas. Pemberantasan itu lambat laun menjadi budaya. Oleh karena itu, korupsi
merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.
65
Dari beberapa dampak yang ditimbulkan oleh korupsi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan,
baik terhadap negara maupun warga negara. Selama tindak pidana korupsi masih terus ada, terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka
cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur akan sulit tercapai. Hal ini karena sebagian besar keuangan negara yang seharusnya
diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat dan rakyat banyak, ternyata hanya dinikmati oleh segelintir orang dan segelintir golongan.
65
Evi Hartati, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, h. 1
49