d. Kabar burung
Menurut ahli organisasi, John Baird 1977, meskipun kabar burung merupakan bagian dari komunikasi informal dalam setiap
organisasi besar, jenis komunikasi itu jangan digunakan terlalu sering seperti folklore yang sudah biasa kita ketahui. Biasanya
kabar burung tidak terjadi pada iklim yang stabil. Perubahan dan ketidakjelasan mendorong timbulnya kabar burung. Bagaimanapun
juga tidaklah mengherankan apabila jenis komunikasi ini menghasilkan ketepatan informasi yang tinggi.
31
e. Kepadatan informasi
Sekarang ini, dengan kecanggihan teknologi, kepadatan informasi merupakan salah satu masalah kita yang terbesar.
Informasi dikembangkan dengan kecepatan tinggi sehingga sulit untuk diikuti semuanya dan dianggap relevan untuk satu jenis
pekerjaan tertentu. Dengan kadar yang berbeda-beda setiap orang harus mampu menyeleksi informasi tertentu dan menganggap
informasi lain tidak penting. Kepadatan informasi tampaknya sudah menjalar di semua organisasi. Dan sudah barang tentu, inilah
penyebab mengapa begitu banyak organisasi yang mengunakan komputer untuk mengatasinya. Dengan menaruh apa saja ke dalam
komputer memang relati mudah dan efisien untuk mengatasi kecepatan informasi. Tetapi cara itu tidak merupakan jawaban
untuk semuanya. Beberapa kerja manusia masih diperlukan untuk
31
Harsono Suwadi, Peranan Pers dalam Politik di Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993,h. 38
mengerjakan informasi-sekurang-kurangnya biasanya demikian. Dan dalam kondisi informasi yang terlalu padat, maka kesalahan
sudah biasa terjadi, hanya karena seseorang tidak bisa menyediakan waktu yang dibutuhkan untuk segalanya. Semakin kita sibuk,
semakin banyak kesalahan yang kita buat. Di samping itu masih banyak lagi penundaan antara pengiriman pesan dengan
pelaksanaan tindakan yang diperlukan, dan penundaan itu merupakan hal yang tidak efisien dan menelan biaya bagi
organisasi.
32
9. Komunikasi Politik
Bertolak dari konsp komunikasi dan konsep politik yang telah diuraikan pada bagian awal, maka upaya untuk mendekati pengertian apa
yang dimaksud komunikasi politik. Menurut Richard Fagen komunikasi politik adalah suatu aktivitas
komunikasi yang membawa konsekuensi-konsekuensi politik baik yang aktual maupun yang potensial di dalam suatu sistem politik yang ada.
33
Fugen mengatakan bahwa konsekuensi politik merupakan syarat komunikasi itu dapat dikatakan sebagai komunikasi politik.
34
Sedangkan Arangruen menyebutkan bahwa komunikasi politik tidak lain adalah suatu penyampaian pesan-pesan politik terutama pesan-pesan
32
Harsono Suwadi, Peranan Pers dalam Politik di Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993, h. 42
33
Harsono Suwadi, Peranan Pers dalam Politik di Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993, h. 44
34
Michael Rush Philip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, terj. Jakarta: Rajawali Press, 2003, h. 254
yang dilambangkan dengan menggunakan bahasa dalam arti yang luas dari suatu sumber kepada sejumlah sasaran dengan tujuan yang pasti.
35
Pendapat Arangruen mengenai pesan-pesan politik yang disampaikan dalam komunikasi adalah pesan-pesan politik yang berbentuk lambang
atau simbol, seperti lagu, bendera, perilaku. Arangruen juga menambahkan komunikasi akan memiliki arti politik bila pesan yang disampaikan
memiliki makna politik seperti negara, kekuasaan, jabatan politik. Menurut A. Muis, komunikasi politik adalah:
Segala macam komunikasi yang digunakan oleh lembaga kekuasaan, lembaga legislatif, lembaga hukum, lembaga politik, lembaga
masyarakat, lembaga ekonomi, atau kelompok pelaku ekonomi besar pressure group dan lembaga komunikasi massa untuk mengontrol,
menguasai, atau mengatur masyarakat dan negara. Dalam pengertian lain, komunikasi politik kurang lebih sama implikasinya dengan
artikulasi politik sebab ada pengertian tindakan atau cara melakukan politik secara bersama-sama.
36
Dan Nimmo menjelaskan bahwa komunikasi politik adalah
kegiatan komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan frekuensi-frekuensinya aktual maupun potensial yang mengatur
perbuatan manusia di dalam kondisi-kondisi konflik.
37
Terkait bahasa, Burke memandang setiap kata selalu bersifat emosional dan tidak pernah netral. Maksudnya, setiap sikap, putusan, dan
perasaan kita selalu terdapat dalam bahasa yang kita gunakan. Untuk memahami ini, kita perlu menilik konsep Burke tentang rasa bersalah
35
Harsono Suwadi, Peranan Pers dalam Politik di Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993, h. 43
36
A. Muis, Titian Jalan Demokrasi: Peranan Kebebasan Pers untuk Budaya Komunikasi Politik,
Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2000, h. xiv
37
Nimmo, Komunikasi Politik, h. 8
guilt, yaitu perasaan dan tekanan yang terdapat pada diri seseorang akibat penggunaan simbol, misalnya kegelisahan, benci diri sendiri self-
hatred , dan kebencian.
Menurut Burke, guilt diakibatkan oleh tiga hal, yaitu 1 negatif, rasa bersalah dalam hal ini dipandang sebagai akibat dari mengikuti peraturan
yang bertentangan dengan aturan lain; 2 prinsip perfeksi, dalam hal ini rasa bersalah dihasilkan dari ketidaksesuaian antara yang ideal dengan
kenyataan; dan 3 prinsip hierarkis, dalam hal ini rasa bersalah merupakan hasil dari persaingan dan perbedaan yang pada akhirnya membentuk
sebuah hirarki. Seluruh tindakan dan komunikasi, menurut Burke, didasari oleh guilt, yaitu untuk mengusir rasa bersalah..
38
Lebih jauh, dalam menjelaskan komunikasi, Burke menggunakan beberapa istilah yang bersinonim, yaitu konsubstansialitas consubstantiality,
identifikasi identification,
persuasi persuasion,
komunikasi communication, dan retorika rethoric. Konsubstansialitas menyatakan
makna substansi yang dibagi bersama antarindividu dalam masyarakat, sedangkan identifikasi, lawan dari pembedaan division, menyatakan
peningkatan pemahaman yang bermaksud persuasi dan atau komunikasi yang efektif.
Burke selanjutnya membedakan tiga macam identifikasi, yaitu 1 identifikasi material, merupakan hasil dari abstraksi yang meliputi,
misalnya, benda, kebutuhan, dan kepemilikan yang terwujud dalam hal,
38
Littlejohn, Stephen W,. 2002. Theories of Human Communication edisi ketujuh. Belmont: Thomson Learning, terj. Jakarta: Rajawali Press, 2004, h. 254
seperti memiliki mobil yang sama; 2 identifikasi idealistik, merupakan hasil dari abstraksi yang meliputi, misalnya, nilai, sikap, perasaan, dan ide
yang terwujud dalam hal, seperti menjadi anggota organisasi yang sama; dan 3 identifikasi formal, merupakan hasil dari abstraksi yang berasal
dari pemaknaan peristiwa yang menempatkan kelompok-kelompok tertentu dalam pihak tertentu. Lebih singkat, menurut Burke komunikasi
lebih sukses jika identifikasi lebih besar dari divisi. Komunikasi yang sukses dapat dilakukan dengan strategi, dalam hal ini berarti retorika, yang
memiliki jumlah hampir tak terbatas.
39
10. Konvergensi Simbolik
Dalam Teori Konvergensi Simbolik Ernest G. Bormann menyatakan bahwa teori konvergensi simbolik adalah teori umum
general theory yang mengupas tentang fenomena pertukaran pesan yang memunculkan kesadaran kelompok yang beimplikasi pada hadirnya
makna, motif dan perasaan bersama Hirokawa dan Poole, 1986; 219.
Penjelasan Ernest G. Bormann di atas tampaknya masih agak sukar dicerna, tapi maksudnya sederhana saja yakni teori ini berusaha
menerangkan bagaimana orang-orang secara kolektif membangun kesadaran simbolik bersama melalui suatu proses pertukaran pesan.
Kesadaran simbolik yang terbangun dalam proses tersebut kemudian menyediakan semacam makna, emosi, dan motif untuk bertindak bagi
orang-orang atau kumpulan orang yang terlibat didalamnya. Sekumpulan individu ini dapat berasal dari kelompok orang yang telah saling
39
Littlejohn, Stephen W,. 2002. Theories of Human Communication edisi ketujuh. Belmont: Thomson Learning, terj. Jakarta: Rajawali Press, 2004, h. 144-162