POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK (STUDY DESKRIPTIF KUALITATIF POLA KOMUNIKASI ORANG TUA YANG BERPROFESI SEBAGAI POLITISI DENGAN ANAK USIA REMAJA).

(1)

SKRIPSI

Oleh:

Yenis Sulistiani

0643010345

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA

2010


(2)

(Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Orang Tua

Yang Berprofesi sebagai Polisi dengan Anak Usia Remaja)

Disusun Oleh

YENIS SULISTIANI

NPM.0643010345

Telah di setujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui

Pembimbing Utama

Dra. DIANA AMALIA, M. Si .

NIP/NPT: 196309071991032001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Komunikasi

JUWITO, S.Sos. M.Si .

NIP/NPT: 367049500361


(3)

Disusun Oleh :

YENIS SULISTIANI

0643010345

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan

Nasional “ Veteran” Jawa Timur

Pada Tanggal 2 Desember 2010

PEMBIMBING

UTAMA,

TIM

PENGUJI

:

1.

Ketua

Dra.Diana Amalia,Msi

NIP. 196309071991032001


(4)

YENIS SULISTIANI, POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN

ANAK (STUDY DESKRIPTIF KUALITATIF POLA KOMUNIKASI

ORANG TUA YANG BERPROFESI SEBAGAI POLITISI DENGAN ANAK

USIA REMAJA)

Penelitian ini didasarkan makin meningginya tingkat kenakalan pada

remaja. Suatu keluarga apabila orang tuanya dijadikan panutan maka tingkah laku

anak juga akan dijadikan panutan oleh masyarakat. Hal ini juga berpengaruh

terhadap anak politisi yang tingkah lakunya selalu menjadi sorotan dan panutan,

apabila orang tua sering meninggalkan anaknya untuk berpindah tugas.

Kurangnya komunikasi dan perhatian dari orang tua membuat remaja mencari

hiburan di luar. Orang tua kurang mengontrol kegiatan anak. Akibatnya anak

menjadi tidak terkontrol dan anakpun mudah terpengaruh dari lingkungan

disekitarnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana orang tua

berkomunikasi dengan anak remaja. Sementara hidup mereka berjauhan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

pendekatan kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan dept interview (wawancara mendalam) dan observasi (pengamatan)

pada beberapa keluarga yang meliputi orang tua dengan remaja sebagai kroscek

atas permasalahan. Setelah data diperoleh, peneliti akan mengatur, mengurutkan,

mengelompokkan dan mengkategorikan sesuai pola komunikasi keluarga

hubungan orang tua dengan anak secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola komunikasi keluarga yang

banyak diterapkan orang tua menggunakan pola komunikasi permissive

(cenderung berperilaku bebas). Pada pola komunikasi Permissive ini orang tua

cenderung membiarkan dan membebaskan anak. Sikap yang angkat tangan ini

mungkin pada awalnya menyenangkan bagi remaja, namun akhirnya remaja

merasa orang tua tidak mempedulikan mereka.

Kata kunci dari penelitian ini adalah dalam kehidupan berkeluarga,

terdapat tiga pola komunikasi di dalam hubungan orang tua dengan anak yaitu

Authoritarian (cenderung bersikap bermusuhan), permissive (cenderung

berperilaku bebas), Authoritative (Cenderung terhindar dari kegelisahan dan

kekacauan) (yusuf, 2001:52) .


(5)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul Pola

Komunikasi Orang Tua dengan Anak (Studi Deskriptif Kualitatif Pola

Komunikasi Ornag Tua Yang Berprofesi Sebagai Polisi Dengan Anak Usia

Remaja).

Penulis menyadari bahwa selama penulisan ini tak lepas dari peranan

beberapa pihak yang mendukung, membimbing dan membantu baik secara

langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1.

Dra. Hj. Suparwati, M.Si, dekan FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

2.

Juwito, S.Sos., M.Si. Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi

3.

Dra. Diana Amalia, M.Si, sebagai Dosen Pembimbing Utama yang sabar

menghadapi penulis hingga proposal ini dapat terselesaikan.

4.

Orang tua tercinta, Mama dan Abah yang selalu memberikan doa kepada

penulis. Skripsi ini untuk Mama dan Abah.

5.

Kedua adikku, Abi dan Vicky, terima kasih doanya.

6.

Terakhir, untuk Mas Erik Nuryadin yang menjadi penyemangat selama ini.

7.

Untuk sahabat-sahabatku Ifana Amalia, Rista Vivin Nurrita, Dwi Ayu

Melani, Rully Agustino Aljabar, ayo ndang di garap rek skripsine..

S’MANGAT..


(6)

penulis.

9.

Keluarga besar Winda Rahmawati alias Mbah, terima kasih udah mau

bantuin.

10.

Temanku Marcellino, Rizky Helda, perjuangan masih panjang kawan.

Semoga kalian semua sukses.

11.

Dan semua teman-teman dan saudara yang sudah banyak memberikan

dukungan dan doa, terima kasih banyak.

Penulis menyadari bahwa proposal ini Insya Allah akan berguna bagi

rekan-rekan di Program Studi Ilmu Komunikasi. Penulis berharap kritik dan saran

yang membangun.

Wasalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, 22 November 2010

Penulis


(7)

Halaman

HALAMAN JUDUL...

i

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ...

ii

HALAMAN PENGESAHAN ...

iii

ABSTRAKSI ...

iv

KATA PENGANTAR ...

v

DAFTAR ISI ...

vii

DAFTAR GAMBAR ...

x

BAB I

PENDAHULUAN...

1

1.1.

Latar Belakang Masalah ...

1

1.2.

Perumusan Masalah ...

10

1.3.

Tujuan Penelitian ...

10

1.4.

Kegunaan Penelitian ...

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA ...

12

2.1.

Landasan Teori ...

12

2.1.1.

Pengertian Komunikasi ...

12

2.1.2.

Pengertian Komunikasi Interpersonal ...

13

2.1.3.

Model Komunikasi Interpersonal...

15

2.1.4.

Pengertian Pola Komunikasi ...

19

2.1.5.

Pengertian Keluarga ...

21

2.1.5.1.

Komunikasi Keluarga ...

22


(8)

Keluarga ...

25

2.1.6.1.

Aspek-aspek Kualitas Komunikasi

Interpersonal dalam Keluarga...

28

2.1.7.

Remaja... 31

2.1.8.

Pengertian Orang Tua...

33

2.1.8.1.

Peran Ibu...

34

2.1.8.2.

Peran Bapak ...

35

2.1.8.3.

Peran Anak...

38

2.1.9.

Pengertian POLRI ...

38

2.1.10.

Tugas POLRI...

41

2.1.11.

Wewenang POLRI...

42

2.1.12.

Hak POLRI...

42

2.2.

Kerangka Berpikir ...

43

BAB III

METODE PENELITIAN ...

46

3.1.

Metode Penelitian...

46

3.2.

Subjek dan Informan Penelitian ...

48

3.2.1.

Subjek Penelitian...

48

3.2.2.

Informan Penelitian ...

49

3.3.

Teknik Pengumpulan Data ...

49

3.4.

Teknik Analisis Data...

51


(9)

4.1.1

Gambaran Umum Obyek Penelitian ...

52

4.2

Analisa Data ...

56

4.2.1

Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak ...

56

A.

Komunikasi Authoritarian (Cenderung

bersikap bermusuhan) ...

56

B.

Pola Komunikasi Permissive (Cenderung

berperilaku bebas) ...

60

C.

Pola Komunikasi Authoritative (Cenderung

terhindar dari kegelisahan dan kekacauan) ...

65

BABV

KESIMPULAN DAN SARAN...

71

5.1.

Kesimpulan ...

71

5.2.

Saran ...

72

DAFTAR PUSTAKA


(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1

Model Komunikasi Interpersonal Secara Umum ...

16

Gambar 2.2

Bagan Kerangka Berfikir ...

45


(11)

1

1.1. Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sejak pertama manusia itu dilahirkan manusia sudah melakukan kegiatan komunikasi. Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia itu hidup dengan manusia lainnya yang satu dengan yang lain saling membutuhkan, untuk tetap melangsungkan kehidupannya manusia perlu berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan antar manusia akan tercipta melalui komunikasi, baik itu komunikasi verbal (bahasa) maupun nonverbal (simbol, gambar atau media komunikasi yang lain).

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna mengenai suatu hal (Effendy, 2002:3). Komunikasi mempunyai banyak makna namun dari sekian banyak definisi yang diungkapkan oleh para ahli dapat disimpulkan secara lengkap dengan maknanya yang hakiki yaitu komunikasi adalah proses penyampaian pesan suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media (Effendy, 2002:5).

Judy C.Pearson dan Paul E.Nelson mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup diri sendiri


(12)

yang meliputi : keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri pada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan social dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat (Dedy Mulyana, 2002:45).

Komunikasi dalam keluarga perlu dibangun secara harmonis dalam rangka membangun pendidikan yang baik. Pola komunikasi yang dibangun akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pola pikir anak, serta mempengaruhi kondisi kejiwaan anak, secara langsung dan tidak langsung.

Sebuah keluarga akan berfungsi optimal bila di dalamnya terdapat pola komunikasi yang terbuka, ada sikap saling menerima, mendukung, rasa aman dan nyaman serta memiliki kehidupan spiritual yang terjaga (Kriswanto, 2005:9).

Komunikasi interpersonal dalam keluarga yang terjalin antara orang tua dan anak merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan perkembangan individu. Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan. Demikian juga dalam lingkungan keluarga diharapkan terbina komunikasi yang efektif antara orang tua dengan anaknya, sehingga akan terjadi hubungan yang penuh kasih sayang dan harmonis. Hubungan yang demikian masih sangat diperlukan karena seorang anak masih banyak menghabiskan waktunya dalam lingkungan keluarga.

Terdapat dua faktor yang membentuk kepribadian anak, yaitu faktor internal dan eksternal. Internal berasal dari lingkungan keluarga sendiri, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan luar rumah, yaitu masyarakat.


(13)

Koherensi diantara keduanya tidak dapat dipisahkan secara absolut, karena bersifat alami tidak mungkin seorang anak dapat dipisahkan sama sekali dari lingkungan keluarganya dan terbebas sama sekali dari pengaruh lingkungannya (Hurlock, 1996:22).

Kedua faktor tersebut merupakan tugas orang tua untuk melakukan pembinaan keluarganya dan menyikapi secara hati-hati masukan-masukan dari lingkungan masyarakat agar seorang anak yang masih memerlukan pembinaan dengan baik dari orang tua tersebut dapat secara signifikan bertingkah laku sesuai dengan garis-garis keluarga atau dengan kata lain faktor internal di dalam keluarga harus lebih dominant daripada faktor eksternal yang berasal dari lingkungan masyarakat.

Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, dimana pada masa ini remaja memiliki sifat tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral (Yusuf, 2001:184). Pada masa remaja adalah suatu usia yang serba labil dan untuk kematangan berpikir serta mempertimbangkan sesuatu masih campur aduk antara emosi (perasaan) dan rasio (logika), sifatnya coba-coba atau eksperimen sering muncul dan remaja selalu ingin tahu terhadap hal-hal tanpa melihat apakah itu bersifat negative atau positif.

Perkembangan teknologi dan perubahan lingkungan di Indonesia saat ini sangat cepat, karena maju tidaknya dalam suatu Negara tergantung dari cepatnya masyarakat dalam menerima perubahan. Kecanggihan dari teknologi informasi


(14)

dan komunikasi mampu mengatasi jarak dan waktu, sehingga masyarakat lebih mudah dan bebas dalam mengakses informasi serta memakai fasilitas teknologi dengan mudah. Perkembangan dari teknologi ini sangat cepat hingga masuk dalam setiap lapisan masyarakat termasuk ke dalam remaja. Seiring berjalannya kemajuan di dalam ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi ternyata membawa pengaruh perubahan lingkungan, pola pikir dan tradisi dalam masyarakat.

Polri sebagai abdi Negara harus mementingkan Negara di atas segala-galanya, seorang Polri harus siap jika harus berpindah-pindah tugas sesuai dengan perintah Negara. Kehidupan Polri tidak lepas dari hidup secara berpindah-pindah sesuai dengan keputusan. Jika seorang Suami menjadi Polri maka sebagai seorang Istri, wajib mendampingi kemanapun suami berpindah tugas. Sebagai seorang istri yang bersuamikan sebagai Polisi, istri harus ikut serta dalam keanggotaan (Bhayangkari.com).

Polri merupakan elemen penting bagi Negara. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan dan keamanan Negara Indonesia sangat bergantung dari peran penting Polri. Oleh karena itu Polri adalah tokoh yang di jadikan panutan di dalam masyarakat dan segala tingkah lakunya di amati juga oleh masyarakat. Polri bertugas mengamankan Negara dan memberikan tauladan yang baik terhadap masyarakat. Tingkah laku Polri dalam menegakkan kedisiplinan diikuti oleh masyarakat, oleh karena itu tidak hanya Polri saja yang menjadi sorotan tetapi keluarga juga di jadikan panutan dalam masyarakat. Semakin tinggi seorang Polri menerima jabatan, maka semakin berat tugas yang di emban dan otomatis semakin di sorot juga kehidupannya (Citra Polisi).


(15)

Saat ini perilaku remaja banyak mengalami perubahan, faktor yang menyebabkan anak menjadi terjerumus dalam pergaulan serta lingkungan yang salah, seperti faktor ketidakharmonisan hubungan dengan orang tua. Karena kurangnya komunikasi dalam keluarga mengakibatkan remaja mencari kesenangan di luar rumah. Permasalahan kepribadian anak akhir-akhir ini dikarenakan situasi lingkungan masyarakat yang berubah lebih cepat di era globalisasi. Wujud dalam perilaku anak-anak remaja merupakan suatu bentuk pembinaan dari kepribadian keluarga, kepribadian keluarga akan terbentuk dari tingkah laku anak. Apabila komunikasi dalam keluarga kurang baik maka anak akan lebih banyak terkena pengaruh negatifnya daripada positifnya.

Perkembangan kenakalan remaja saat ini sangat meningkat tajam. Kenakalan remaja yang terjadi adalah dampak dari perkembangan kecanggihan teknologi, misalnya perkembangan peredaran video porno didalam handphone dan banyaknya remaja yang mengakses situs porno melalui internet. Terbukti pada berita di detiksurabaya.com, pihak kepolisian melakukan razia di SMPN 1 Wonosari, terdapat 13 siswa yang terbukti menyimpan video mesum di handphone nya. Hal ini berdampak buruk pada perkembangan diri remaja karena akan mengakibatkan perilaku buruk seperti gaya berpacaran dan gaya berpakaian yang tidak sesuai dengan lingkungan mengakibatkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma agama.

Suatu keluarga apabila orang tuanya dijadikan panutan maka tingkah laku anak juga akan dijadikan panutan oleh masyarakat. Hal ini juga berpengaruh terhadap anak Polri yang tingkah lakunya selalu menjadi sorotan dan panutan


(16)

remaja masyarakat sekitar, apalagi orang tua selalu meninggalkan anaknya untuk berpindah tugas dinas. Orang tua dalam hal ini harus memberikan nasehat-nasehat kepada anaknya yang menginjak usia remaja, agar anak tidak terjerumus terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari dampak pergaulan remaja. Kepribadian dan perilaku anak harus sesuai dengan ajaran agama yang dianut oleh orang tuanya, karena agama merupakan dasar moral dalam diri individu. Karena itu, Sebagai orang tua bisa menanamkan kepribadian dan norma-norma Islam didalam pribadi anak, dibutuhkan suatu komunikasi antara orang tua dengan anak. Komunikasi antara orang tua dengan anak sangat penting dalam menghadapi perkembangan remaja, yang tujuannya agar anak tidak salah paham menghadapi perkembangan remaja, yang tujuannya agar anak tidak salah dalam pergaulan. Oleh karena itu orang tua harus membekali bimbingan dan pendidikan anak, agar tidak terjerumus hal negatif (Problema kenakalan remaja).

Sebagai remaja yang mempunyai orang tua yang bekerja sebagai polisi, hendaknya harus menjaga nama baik orang tua. Tetapi tidak semua anak polisi mempunyai perilaku baik, seperti yang dituturkan oleh guru BK (Bimbingan

Konseling) salah satu sekolah swasta di Surabaya mengatakan sebenarnya mereka

(anak polisi) itu penurut, hanya saja mereka terlalu dikekang oleh orang tua mereka, contohnya saja salah satu murid kami yang kebetulan orang tuanya polisi ketahuan merokok di kamar mandi sekolah, belum lagi siswa/siswi yang membolos.

Pernyataan lain datang dari Guru BK (Bimbingan Konseling) di salah satu sekolah swasta di Surabaya, Beliau mengatakan bahwa kurangnya komunikasi


(17)

dan waktu yang diberikan oleh Orang tua membuat anak mencari pelarian di luar, belum lagi ekonomi orang tua yang serba berkecukupan dan materi yang diberikan untuk anak berlebihan, membuat anak menjadi manja, bersikap seenaknya sendiri dan cenderung sombong. Banyak anak-anak memakai jabatan orang tua bukan untuk hal yang positif, melainkan untuk hal-hal yang negatif. Contohnya saja, pada kejadian yang menimpa salah satu siswa kami yang ketahuan memakai narkoba, siswa tersebut dengan santainya mengatakan akan menyerahkan semuanya kepada ayahnya yang polisi, dan yakin tidak akan masuk penjara karena ayahnya seorang polisi.

Komunikasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menanamkan nilai-nilai. Komunikasi didalam keluarga antara orang tua dengan anak sangat penting didalam membentuk kepribadian anak, apabila terjadi komunikasi yang baik maka anak akan memiliki sikap kemandirian . Kemandirian adalah sifat dimana tidak bergantung pada orang lain, anak akan berusaha menggunakan segenap kemampuan inisiatif, daya kreasi, kecerdasannya dengan baik. Dengan kemampuan ini justru merupakan tantangan untuk membuktikan kreatifitasnya. Dengan demikian akan mendorong diri dapat mengaktualisasikan dirinya dengan sebaik-baiknya (Dariyo, 2002:82). Apabila dalam diri remaja memiliki sifat kemandirian remaja akan dapat membentengi diri dari pengaruh-pengaruh negatif, karena anak dapat membedakan mana yang tidak sesuai atau tidak sesuai dengan kepribadiannya.

Tugas orang tua adalah melakukan pembinaan kepada anak-anaknya dan menyikapi secara hati-hati masukan-masukan yang diterima dari lingkungan


(18)

budaya dari luar juga dari teknologi dan lingkungan yang buruk dari luar yang membawa pengaruh negative karena seorang remaja yang masih sangat memerlukan pembinaan dengan baik dari kedua orang tuanya tersebut dapat bertingkah laku sesuai dengan garis-garis keluarga dan sesuai dengan faktor internal didalam keluarga haruslah lebih dominan.

Orang tua mempunyai peran besar bagi perkembangan dan pembentukan moral sang anak. Komunikasi sangat penting bagi manusia, dimana manusia tidak bias hidup tanpa komunikasi. Hal ini juga berlaku bagi orang tua dengan anak, orang tua harus sering melakukan komunikasi dengan anak agar dapat mengenal satu sama lain. Dengan seringnya melakukan komunikasi dengan anak, orang tua dapat memahami kemauan anak yang beranjak dewasa, sehingga orang tua dapat memahami apa yang diinginkan anak. Akan tetapi banyak orang tua yang tidak memahami kemauan anak karena kurangnya komunikasi, sehingga mengakibatkan orang tua tidak dapat memantau perilaku anak yang mengakibatkan anak menjadi salah dalam pergaulannya.

Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan dengan cara yang tepat, sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004:1)

Dari pengertian di atas maka suatu pola komunikasi adalah bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan yang mengaitkan dua komponen, yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktifitas, dengan komponen-komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan komunikasi antar


(19)

manusia atau kelompok dan organisasi. Terdapat 3 pola komunikasi hubungan orang tua dan anak, yaitu (Yusuf, 2001:51) : Authoritarian (Cenderung bersikap bermusuhan), Permissive (Cenderung berperilaku bebas), Authoritative (Cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan).

Konsep keluarga pada hakekatnya adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Untuk menciptakan keluarga yang sejahtera tidak mudah. Kaya atau miskin bukan suatu jaminan untuk menilai kualitas suatu keluarga karena banyak aspek lain yang ikut menentukan, yaitu aspek pendidikan, kesehatan, budaya, kemandirian keluarga, dan mental spiritual serta nilai-nilai agama Yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera (Djamarah, 2004:18)

Melalui komunikasi yang efektif baik secara verbal maupun nonverbal, orang tua harus memberikan pendidikan berupa pengarahan dan bimbingan serta pengarahan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, norma, agama dan tata karma yang dapat menentukan perkembangan anak (Gunarsa, 2002:207). Suasana harmonis dalam keluarga bias tercapai apabila setiap anggota menyadari dan menjalankan tugas dan kewajiban masing-masing sambil menikmati hak nya sebagai anggota keluarga (Gunarsa, 2002:207).

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas salah satu penyimpangan perilaku remaja adalah buruknya komunikasi remaja dengan orang tua. Banyaknya kenakalan remaja salah satunya karena perkembangan teknologi dan lingkungan yang berubah yang mengakibatkan pengaruh buruk terhadap perilaku


(20)

anak. Polri adalah figur yang dijadikan panutan, oleh karena itu orang tua sebagai Polri yang dijadikan panutan tidak boleh mendapat citra yang buruk karena perilaku anak, Polri haruslah mendidik dan membimbing anak dengan baik (Citra Polisi). Hal ini tentu tidak mudah karena pengaruh lingkungan luar dan dampak negatif dari teknologi, apalagi orang tua tidak bisa setiap saat mendampingi anak karena urusan pekerjaan.

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui masalah dalam keluarga khususnya pola komunikasi orang tua dengan anak dalam keluarga Polri. Bagaimana cara orang tua berkomunikasi dan mengontrol pergaulan anak, sedangkan hidup mereka sering berjauhan dengan anak. Penelitian ini diharapkan menemukan solusi untuk memperpendek jarak diantara keduanya, merupakan alas an peneliti mengkaji secara ilmiah.

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan bagaimanakah pola komunikasi orang tua yang berprofesi sebagai Polri yang sering berpindah-pindah untuk dinas dengan anak yang beranjak remaja.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola komunikasi orang tua dengan anak yang sering di tinggal dinas oleh orang tua.


(21)

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Praktis

Hasil penelitian ini dapat memberi masukan pada orang tua tentang cara berkomunikasi terhadap anak melalui cara pendekatan pola-pola komunikasi orang tua dengan anak.

1.4.2. Teoritis

Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi berkaitan dengan pola komunikasi interpersonal dalam sebuah keluarga.


(22)

12

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat secara timbal balik sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami oleh kedua belah pihak (Djamarah, 2004:2)

Komunikasi adalah peristiwa sosial yaitu peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Ilmu komunikasi apabila dipublikasikan secara benar akan mampu mencegah dengan menghilangnya konflik antar pribadi, antar kelompok, antar suku, antar bangsa dan antar ras

membina kesatuan dan persatuan umat manusia penghuni bumi (Effendy, 2002:27)

Komunikasi terjadi antar satu orang dengan lainnya, mempunyai tujuan untuk mengubah atau membentuk prilaku orang menjadi sasaran komunikasi. Disamping itu komunikasi merupakan proses yang penyampiannya menggunakan simbol-simbol dalam kata-kata, gambar-gambar dan angka-angka.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa komunikasi memiliki pengertian yang luas dan beragam walaupun secara singkat komunikasi merupakan suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi dalam diri seseorang atau diantara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu. Dengan demikian dapat diketahui bahwa komunikasilah yang


(23)

berhubungan dengan manusia itu, dimana tidak mungkin manusia bisa hidup tanpa berkomunikasi

2.1.2. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2004:73).

Komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antar dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Komunikasi Interpersonal merupakan komunikasi di dalam diri sendiri, di dalam diri manusia terdapat komponen-komponen komunikasi seperti sumber, pesan, saluran penerima dan balikan. Dalam komunikasi interpersonal hanya seorang yang terlibat. Pesan mulai dan berakhir dalam diri individu masing-masing. Komunikasi interpersonal mempengaruhi komunikasi dan hubungan dengan orang lain. Suatu pesan yang dikomunikasikan, bermula dari diri seseorang (Muhammad, 1995:158).

Setelah melalui proses interpersonal tersebut, maka pesan-pesan disampaikan kepada orang lain. Komunikasi interpersonal merupakan proses pertukaran informasi antara seseorang dengan seseorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui balikkannya. Dengan bertambahnya orang-orang yang terlibat dalam komunikasi menjadi bertambah komplekslah komunikasi tersebut (Muhammad, 1995:159).


(24)

Komunikasi antar pribadi juga didefinisikan sebagai komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang mempunyai hubungan yang terlihat jelas diantara mereka, misalnya percakapan seseorang ayah dengan anak, sepasang suami-istri, guru dengan murid dan lain sebagainya. Dalam definisi ini setiap komunikasi baru dipandang dan dijelaskan sebagai bahan-bahan yang terintegrasi dalam tindakan komunikasi antar pribadi (Devito, 1997:231).

Pentingnya suatu komunikasi interpersonal ialah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Dialog adalah bentuk komunikasi antar pribadi yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari pelaku komunikasi untuk terjadinya pergantian bersama (mutual

understanding) dan empati. Dari proses ini terjadi rasa saling menghormati bukan

disebabkan status sosial melainkan didasarkan pada anggapan bahwa masing-masing adalah manusia yang berhak dan wajib, pantas dan wajar dihargai dan di hormati sebagai manusia.

Komunikasi interpersonal dibandingkan dengan komunikasi lainnya dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Alasannya karena komunikasi ini berlangsung tatap muka, oleh karena dengan komunikasi itu terjadilah kontak pribadi (personal contact) yaitu pribadi anda menyentuh pribadi komunikan. Ketika menyampaikan pesan, umpan balik berlangsung seketika (immediate feedback) mengetahui pada saat itu tanggapan komunikan terhadap pesan yang dilontarkan pada ekspresi wajah dan


(25)

gaya bicara. Apabila umpan balik positif, artinya tanggapan itu menyenangkan, kita akan mempertahankan gaya komunikasi sebaliknya jika tanggapan komunikan negatif, maka harus mengubah gaya komunikasi sampai komunikasi berhasil.

Oleh karena keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan itulah maka bentuk komunikasi interpersonal acapkali dipergunakan untuk melontarkan komunikasi persuasif (persuasive

communication) yakni suatu teknik komunikasi secara psikologis manusiawi yang

sifatnya halus, luwes berupa ajakan, bujukan atau rayuan. Dengan demikian maka setiap pelaku komunikasi akan melakukan tempat tindakan yaitu membentuk, menyampaikan, menerima dan mengolah pesan dan keempat tindakan tersebut lazimnya berlangsung secara beruntun, dimana membentuk pesan diartikan sebagai menciptakan ide atau gagasan dengan tujuan tertentu.

2.1.3. Model Komunikasi Interpersonal

Dalam komunikasi antar pribadi atau komunikasi interpersonal atau komunikasi yang terjadi adalah sirkuler atau berputar, artinya setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi komunikator dan komunikan dalam proses komunikasi. Karena dalam komunikasi antar pribadi efek atau umpan balik dapat terjadi seketika. Untuk dapat mengetahui komponen-komponen yang terlibat dalam komunikasi antar pribadi dapat di jelaskan melalui gambar berikut :


(26)

Gambar 2.1. Model komunikasi interpersonal secara umum

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa komponen-komponen komunikasi antar pribadi adalah sebagai berikut : (Devito, 2007 : 10)

1. Pengirim-Penerima

Komunikasi antar pribadi paling tidak melibatkan dua orang, setiap orang terlibat dalam komunikasi antar pribadi memfokuskan dan mengirimkan dan pesan dan juga sekaligus menerima dan memahami pesan. Istilah pengirim penerima ini digunakan untuk menekankan bahwa, fungsi pengirim dan penerima ini lakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam komunikasi antar pribadi, contoh komunikasi antara orang tua dan anak.

2. Encoding-Decoding

Encoding adalah tindakan yang menghasilkan pesan artinya

pesan-pesan yang akan disampaikan di kode atau diformulasikan terlebih dahulu dengan menggunakan kata-kata simbol dan sebagainya. Sebaliknya tindakan untuk menginterpretasikan dan memahami pesan-pesan yang diterima, disebut

EFEK Pengirim – Penerima

Encoding - Deconding Pesan-pesan

Pengirim – Penerima

Encoding - Deconding EFEK

Gangguan

Umpan balik Bidang Pengalaman

Bidang Pengalaman


(27)

sebagai decoding. Dalam komunikasi antar pribadi, karena pengirim, juga bertindak sekaligus sebagai penerima, maka fungsi encoding-decoding dilakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam komunikasi antar pribadi. 3. Pesan-pesan

Dalam komunikasi antar pribadi, pesan-pesan ini bisa berbentuk verbal (seperti kata-kata) atau nonverbal (gerak tubuh, simbol) atau gabungan antara bentuk verbal dan nonverbal.

4. Saluran

Saluran ini berfungsi sebagai media dimana dapat menghubungkan antara pengirim dan penerima pesan atau informasi. Saluran komunikasi personal baik yang bersifat langsung perorangan maupun kelompok lebih persuasif dibandingkan dengan saluran media massa.

Hal ini disebabkan pertama, penyampaian pesan melalui saluran komunikasi personal dapat dilakukan secara langsung kepada khalayak. Contoh dalam komunikasi antar pribadi kita berbicara dan mendengarkan (saluran indera pendengar dengan suara). Isyarat visual atau sesuatu yang tampak ( seperti gerak tubuh, ekspresi wajah dan lain sebagainya)

5. Gangguan atau Noise

Seringkali pesan-pesan yang dikirim berbeda dengan pesan yang diterima. Hal ini dapat terjadi karena gangguan saat berlangsung komunikasi, yang terdiri dari:


(28)

a. Gangguan Fisik

Gangguan ini biasanya berasal dari luar dan mengganggu transmisi fisik pesan, seperti kegaduhan, interupsi, jarak dan sebagainya.

b. Gangguan Psikologis

Gangguan ini timbul karena adanya perbedaan gagasan dalam penilaian subyektif diantara orang yang terlibat dalam komunikasi seperti emosi, perbedaan nilai-nilai, sikap dan sebagainya.

c. Gangguan Simantik

Gangguan ini terjadi karena kata-kata atau simbol yang digunakan dalam komunikasi, sering kali memiliki arti ganda, sehingga menyebabkan penerima gagal dalam menangkap dari maksud-maksud pesan yang disampaikan, contoh perbedaan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi.

6. Umpan Balik

Umpan balik memainkan peranan yang sangat penting dalam proses komunikasi antar pribadi, karena pengirim dan penerima secara terus menerus dan bergantian memberikan umpan balik dalam berbagai cara, baik secara verbal maupun nonverbal. Umpan balik ini bersifat positif apabila dirasa saling menguntungkan. Bersifat positif apabila tidak menimbulkan efek dan bersifat negatif apabila merugikan.

7. Bidang Pengalaman

Bidang pengalaman merupakan faktor yang paling penting dalam komunikasi antar pribadi. Komunikasi akan terjadi apabila para pelaku yang terlibat dalam komunikasi mempunyai bidang pengalaman yang sama.


(29)

8. Efek

Dibanding dengan bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antar pribadi dinilai paling ampuh untuk mengubah sikap, perilaku kepercayaan dan opini komunikan. Hal ini disebabkan komunikasi dilakukan dengan tatap muka (Devito, 2007:10).

2.1.4. Pengertian Pola Komunikasi

Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman, dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004:1).

Dari pengertian di atas maka suatu pola komunikasi adalah bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses mengaitkan dua komponen yaitu gambaran atau rencana yang menjadi langkah-langkah pada suatu aktifitas dengan komponen-komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan antar organisasi ataupun juga manusia.

Terdapat tiga pola komunikasi didalam hubungan orang tua dengan anak yaitu (Yusuf, 2001:52).

a. Authotarian (Cenderung bersikap bermusuhan)

Dalam pola hubungan ini sikap acceptance orang tua rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando (mengharuskan / memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi), bersikap kaku (keras), cenderung emosional dan bersikap menolak.


(30)

Sedang di pihak anak mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh, stres, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas tidak bersahabat.

b. Permissive (Cenderung berperilaku bebas)

Dalam hal ini sikap acceptance orang tua tinggi, namun kontrolnya rendah, memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan atau keinginannya. Sedang anak bersikap impulsif serta agresif, kurang memiliki rasa percaya diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya dan prestasinya rendah.

c. Authoritative (Cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan)

Dalam hal ini sikap acceptance orang tua dan kontrolnya tinggi, bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, memberi penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk. Sedang anak bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu mengendalikan diri (self control) bersikap sopan, mau bekerja sama, memiliki rasa ingin tahunya yang tinggi, mempunyai tujuan/arah hidup yang jelas dan berorientasi pada prestasi.

Suatu proses komunikasi dapat berjalan dengan baik jika antara komunikator dan komunikan ada rasa percaya, terbuka dan sportif untuk saling menerima satu sama lain (Rakhmat, 2002:129). Adapun sikap yang dapat mendukung kelancaran komunikasi dengan anak-anak adalah :

a. Mau mendengarkan sehingga anak-anak lebih berani membagi perasaan sering mungkin sampai pada perasaan dan permasalahan yang mendalam dan mendasar.


(31)

b. Menggunakan empati untuk pandangan-pandangan yang berbeda dengan menunjukkan perhatian melalui isyarat-isyarat verbal dan non verbal saat komunikasi berlangsung.

c. Memberikan kebebasan dan dorongan sepenuhnya pada anak untuk mengutarakan pikiran atau perasaannya dan kebebasan untuk menunjukkan reaksi atau tingkah laku tertentu sehingga anak dapat menanggapi dengan positif tanpa adanya unsur keterpaksaan.

2.1.5. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan dan saling menyerahkan diri yang dijalin oleh kasih sayang (Djamarah, 2004:16).

Keluarga merupakan suatu unit terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat pada setiap masyarakat di dunia atau suatu sistem sosial yang terbentuk dalam sistem sosial yang lebih besar. Ada dua macam keluarga, yaitu keluarga inti

(nuclear family) dan keluarga besar (extended family). Keluarga ini adalah suatu

keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum dewasa atau belum kawin, sedangkan keluarga besar adalah suatu satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan lingkungan kaum keluarga yang lebih luas daripada ayah, ibu dan anak-anak (Yusuf, 2007:36).


(32)

2.1.5.1. Komunikasi Keluarga

Komunikasi keluarga adalah suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran akan hilang. Akibatnya kerawanan hubungan antar anggota keluarga sukar dihindari, oleh karena itu komunikasi antar suami dan istri, komunikasi antara orang tua dan anak perlu dibangun secara harmonis dalam rangka membangun hubungan yang baik dalam keluarga (Djamarah, 2004:38).

Komunikasi keluarga adalah pembentukan pola kehidupan keluarga dimana didalamnya terdapat unsur pendidikan, pembentukan sikap dan perilaku anak yang berpengaruh terhadap perkembangan anak (Hurlock, 1997:198).

Dalam dunia modern ini menyebabkan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan keluarga, akibatnya pola keluarga telah berubah secara radikal (drastis). Dari sekian banyak perubahan yang terjadi pada keluarga tersebut dampaknya dapat terjadi pada seluruh komponen keluarga yang ada yaitu di pihak ayah, ibu, anak maupun keluarga yang ikut didalamnya seperti nenek atau anggota lainnya. Dilihat pada uraian di atas, maka anakpun memikul dampak dari perubahan yang terjadi pada keluarga.

Ikatan dengan keluarga yang renggang dan kontak keluarga yang berkurang, berkurangnya pekerjaan yang dilakukan di rumah, anak lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah dari pada didalam rumah, perceraian atau pernikahan kedua atau ketiga semakin meningkat, para ayah memegang peran lebih besar dalam pengasuhan anak, orang tua mempunyai ambisi lebih besar bagi


(33)

anak dan bersedia mengorbankan kepentingan pribadi mereka demi pendidikan anak dalam mempersiapkan mereka dimasa depan dan adakalanya lebih banyak interaksi dengan orang luar daripada anggota keluarga (Hurlock, 1997:200).

Selanjutnya Hurlock (1997:200) menyatakan bahwa hubungan dengan anggota keluarga, menjadi landasan sikap terhadap orang dan kehidupan secara umum. Dengan demikian maka seseorang akan belajar menyesuaikan diri pada kehidupan atas dasar pada peraturan didalam keluarga.

Peranan keadaan keluarga sangat penting terhadap perkembangan sosial anak tidak hanya terbatas pada situasi sosial ekonominya atau keutuhan struktur dan interaksinya saja. Hal ini mudah diterima apabila kelompok sosial dengan tujuan-tujuan, norma-norma, dinamika kelompok termasuk kepemimpinannya yang sangat mempengaruhi kehidupan individu yang menjadi kelompok tersebut diantara anak.

Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat (Yusuf, 2001:37).

Komunikasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menanamkan nilai-nilai. Bila hubungan yang dikembangkan oleh orangtua tidak harmonis misalnya ketidaktepatan orang tua dalam memilih pola asuhan, pola komunikasi yang tidak dialogis dan adanya permusuhan serta pertentangan dalam keluarga maka akan hubungan yang tegang. Komunikasi dalam keluarga terbentuk


(34)

bila hubungan timbal balik selalu terjalin antara ayah, ibu dan anak (Gunarsa, 2002:205).

Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang efektif, karena komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan. Demikian juga dapat lingkungan keluarga diharapkan terbina komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja, sehingga akan terjadi hubungan yang penuh kasih sayang dan dengan adanya hubungan harmonis antara orang tua dan remaja, diharapkan adanya keterbukaan antara orang tua dan remaja dalam membicarakan masalah dan kesulitan yang dialami oleh remaja (Mulandar, 2003:23). Disinilah diperlukan komunikasi dalam keluarga yang sering disebut komunikasi keluarga.

Dengan adanya kesamaan pandangan akan timbul pemahaman antar orang tua dan remaja, sehingga antar orang tua dan remaja akan saling terbuka dan berterus terang dalam membicarakan masalah yang sedang dihadapi oleh remaja. Keterbukaan komunikasi antar orang tua dan remaja sangat diperlukan dalam proses sosialisasi dan bermanfaat dalam menghindarkan konflik yang terjadi pada remaja maupun pada hubungan orang tua dan remaja. Sehingga dengan adanya komunikasi antar orang tua dan remaja dapat membantu memecahkan masalah remaja (Gunarsa, 2002:206).

Kegiatan komunikasi dalam keluarga biasanya berlangsung secara tatap muka dan memungkinkan adanya dialog antar anggota-anggota dalam keluarga pada umumnya bersikap akrab dan terbuka. Namun untuk mengadakan komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak usia remaja tidak mudah


(35)

karena ada faktor-faktor yang menjadi penghambat, yaitu :

1. Orang tua biasanya merasa kedudukannya lebih tinggi daripada kedudukan anaknya yang menginjak usia remaja.

2. Orang tua dan remaja tidak mempergunakan bahasa yang sama sehingga meninggalkan salah tafsir atau salah paham.

3. Orang tua hanya memberikan informasi, akan tetapi tidak ikut serta memecahkan masalah yang dihadapi remaja.

4. Hubungan antara orang tua dan remaja hanya terjadi secara singkat dan formal, karena selalu sibuknya orang tua.

5. Remaja tidak diberi kesempatan mengembangkan kreativitasnya serta memberikan pandangan-pandangannya secara bebas (Soekanto, 2003: 5).

2.1.6. Kualitas Komunikasi Interpersonal Dalam Keluarga

Komunikasi interpersonal dalam keluarga harus berlangsung secara timbal balik dan silih berganti, bisa dari orang tua ke anak atau dari anak ke orang tua. Awal terjadinya komunikasi karena adanya sesuatu pesan yang ingin disampaikan,

sehingga kedua belah pihak tercipta komunikasi yang efektif (Djamarah, 2004:1).

Komunikasi interpersonal adalah suatu pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang dengan beberapa umpan balik seketika. Komunikasi ini dianggap efektif dalam hal upaya untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang karena sifatnya dialogis, berlangsung secara tatap muka (face to face) dan menunjukkan suatu interaksi sehingga terjadi


(36)

kontak pribadi atau personal contact (Effendy, 2002 : 8). Dengan demikian mereka yang terlibat dalam komunikasi ini masing-masing menjadi pembicara dan pendengar. Nampaknya adanya upaya untuk terjadinya pengertian bersama dan empati. Disini terjadi rasa saling menghormati berdasarkan anggapan bahwa masing-masing adalah manusia utuh yang wajib, berhak dan pantas untuk dihargai dan dihormati sebagai manusia.

Dalam proses komunikasi ini, ketika pesan disampaikan umpan baliknya terjadi saat itu juga (immediate feedback) sehingga komunikator tahu bagaimana reaksi komunikan terhadap pesan yang disampaikannya (Effendy, 2003:15).

Umpan balik itu sendiri memainkan peran dalam proses komunikasi, sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan oleh komunikator, selain itu umpan balik dapat memberikan komunikator bahan informasi bahwa sumbangan-sumbangan pesan mereka yang disampaikan menarik atau tidak bagi komunikan (effendi, 2003:14). Umpan balik dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Umpan balik dikatakan bersifat positif ketika respon dari komunikan menyenangkan komunikator, sehingga komunikasi berjalan dengan lancar, sedangkan sebaliknya umpan balik dikatakan negatif ketika respon komunikan tidak menyenangkan komunikator sehingga komunikator enggan untuk melanjutkan komunikasi tersebut.

Keluarga yang sehat dapat dibentuk melalui komunikasi. Melalui komunikasi orang tua memberikan dan mengajarkan tentang nilai, norma, pengetahuan, sikap dan harapan terhadap anak-anak. Dengan komunikasi yang efektif, maka beberapa hal tersebut dapat diterima dan dipahami oleh remaja.


(37)

Komunikasi yang efektif akan menimbulkan hubungan dan pengertian yang makin baik antara kedua belah pihak (Irwanto,2001:79)

Komunikasi yang baik didalam keluarga bersifat dialog dan bukan monolog. Komunikasi yang monolog tidak menimbulkan tantangan dalam diri anak untuk mengembangkan pikiran, kemampuan bertanggung jawab dan anak untuk mengembangkan pikiran. Kemampuan bertanggung jawab dan anak tidak dimintai pendapat atas usul bila ada masalah dalam keluarga. Jika komunikasi bersifat dialog, orang tua mendapat kesempatan mengenal anaknya atau dapat berkomunikasi secara langsung sehingga dapat memberikan pengaruh langsung pada anak. Orang tua dapat belajar dari anaknya waktu mendengarkan dan berkomunikasi dengan anak-anaknya (Kartono, 1994:153)

Komunikasi yang efektif juga dibutuhkan untuk membentuk keluarga yang harmonis, selain faktor keterbukaan, otoritas, kemampuan bernegosiasi, menghargai kebebasan dan rahasia antara anggota keluarga. Dengan adanya komunikasi yang efektif diharapkan dapat mengarahkan remaja untuk mampu mengambil keputusan, mendukung perkembangan otonomi dan kemandirian dan lain-lain.

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa komunikasi merupakan faktor yang penting bagi perkembangan diri remaja, karena ketiadaan komunikasi dalam suatu Keluarga akan berakibat fatal seperti timbulnya perilaku menyimpang pada remaja. Namun menurut Rahmat (2002:129) tidak benar anggapan orang bahwa semakin sering seseorang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain. Maka makin baik hubungan mereka. Personalnya adalah bukan beberapa kali


(38)

komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Hal ini berarti penting bahwa dalam komunikasi yang diutamakan adalah bukan kuantitas dari komunikasinya, akan tetapi seberapa besar kualitas komunikasi tersebut.

2.1.6.1. Aspek-Aspek Kualitas Komunikasi Interpersonal Dalam Keluarga

Komunikasi yang efektif perlu dibangun dan dikembangkan dalam keluarga. Beberapa faktor penting untuk menentukan jelas tidaknya informasi yang dikomunikasikan didalam keluarga dapat mengarahkan pada komunikasi yang efektif, yaitu (Irwanto, 2001:85).

1. Konsistensi

Informasi yang disampaikan secara konsisten akan dapat dipercaya dan relatif lebih jelas dibandingkan dengan informasi yang selalu berubah. Ketidak konsistensian yang membuat remaja bingung dalam menafsirkan informasi tersebut.

2. Ketegasan (Assertiveness)

Ketegasan tidak berarti otoriter membantu meyakinkan remaja atau anggota keluarga yang lain bahwa komunikator benar-benar meyakini nilai atau sikapnya. Bila perilaku orang tua ingin ditiru oleh anak, maka ketegasan akan memberi jaminan bahwa mengharapkan anak-anak sesuai yang diharapkan.

3. Percaya (Thrust)

Faktor percaya (thrust) adalah yang paling penting karena percaya menentukan efektifitas komunikasi, meningkatkan komunikasi interpersonal


(39)

karena membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksudnya, hingga kepercayaan pada orang lain akan menghambat perkembangan hubungan interpersonal yang akrab.

Ada tiga yang berhubungan dengan sikap percaya yaitu : (Rahkmat, 2002:131)

a. Menerima

Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan, sikap yang melihat orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai, tetapi tidak berarti menyetujui semua perilaku orang lain atau rela menanggung akibat-akibat perilakunya (Rakhmat, 2002:132):

b. Empati

Empati dianggap sebagai memahami orang lain dan mengembangkan diri pada kejadian yang menimpa orang lain. Melihat

seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang rasakan (Rahkmat, 2002:132).

c. Kejujuran

Manusia tidak menaruh kepercayaan pada orang lain yang tidak jujur atau sering menyembunyikan pikiran dan pendapatnya. Kejujuran dapat mengakibatkan perilaku seseorang diduga. Ini mendorong untuk percaya antara satu dengan yang lain (Rahkmat, 2002:133).


(40)

4. Sikap Sporif

Sikap sporif sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Sikap defensif akan menyebabkan komunikasi interpersonal akan gagal, karena lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam suatu situasi komunikasi daripada pesan yang didapat dari orang lain (Rahkmat, 2002:133).

5. Sikap Terbuka

Sikap terbuka mendorong terbukanya saling pengertian, saling menghargai, saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal (Rahkmat, 2002:16). 6. Bersikap Positif

Bersikap secara positif mencakup adanya perhatian atas pandangan positif terhadap diri orang, perasaan positif untuk berkomunikasi dan “Menyerang” seseorang yang diajak berinteraksi. Perilaku “Menyerang” dapat dilakukan secara verbal seperti katakan “kamu nakal”. Sedangkan perilaku “menyerang” yang bersifat nonverbal berupa senyuman, pelukan bahkan pukulan. Perilaku “menyerang” dapat bersifat positif yang merupakan bentuk penghormatan atau pujian dan mengandung perilaku yang diharapkan dan dihargai. “Menyerang” negatif bersifat menentang atau menghukum hati seseorang secara fisik maupun psikologis (Devito, 1997:59). Pentingnya “menyerang” positif perlu diberikan kepada anak jika memang pantas menerimanya. “Menyerang” secara negatif itu diperlukan asal dalam batas yang wajar seperti menegur atau memarahi anak bila memang perlu dan orang

tua tetap memberikan penjelasan alasan bersikap demikian (Kartono, 1994:153)


(41)

2.1.7. Remaja

Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi. Selain itu remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral (Yusuf, 2001:184).

Menurut Hurlock, menyatakan bahwa usia yang dapat dikatakan sebagai remaja yaitu diantara usia 11 tahun sampai usia 21 tahun. Periode remaja ini dipandang sebagai masa “storm and stress”, frustasi dan penderitaan, konflik dan penyesuaian, mimpi dan melamun cinta dan perasaan teralinealisasi (tersisihkan) dari kehidupan sosial budaya orang dewasa (Yusuf, 2001:184).

Beberapa tokoh psikologi remaja memberikan beberapa definisi tentang remaja antara lain : (Yusuf, 2007:185-186).

1. Hal menyatakan remaja sebagai masa yang berada dalam dua situasi, antara kegoncangan, penderitaan, asmara dan pemberontakan dengan otoritas orang dewasa. Selain itu pengalaman sosial selama remaja dapat mengarahkannya untuk menginternalisasi sifat-sifat yang diwariskan oleh generasi sebelumnya. 2. Barker memberikan penekanan orientasi remaja pada masalah sosiopsikologis. Hal ini dikarenakan bahwa remaja merupakan periode pertumbuhan fisik yang sangat cepat dan peningkatan dalam koordinasi maka remaja merupakan masa transisi antara masa anak dan masa dewasa. Oleh karena pertumbuhan fisik berkaitan dengan sifat-sifat yang diterima anak, maka pertumbuhan fisik seseorang menentukan pengalaman sosialnya.


(42)

Walaupun demikian, sebagai pedoman umum kita dapat menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : (Sarwono, 2004:14).

1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria fisik).

2. Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memberlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial).

3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda yang penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (edo identity, menurut Erik Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (menurut freud), dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (paiget) maupun moral, (Kohlberg) (kriteria psikologik).

4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat atau tradisi), belum bisa memberikan pendapat sendiri dan sebagainya. Dengan perkataan lain, orang-orang yang sampai batas usia 24 tahun belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologik, masih dapat digolongkan remaja. Golongan ini cukup banyak terdapat di Indonesia, terutama dari kalangan masyarakat kelas menengah ke atas yang mempersyaratkan berbagai hal (terutama pendidikan setinggi-tingginya) untuk mencapai kedewasaan. Tetapi pada kenyataannya cukup banyak pula orang yang mencapai kedewasaannya sebelum usia tersebut.


(43)

5. Dalam definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan, karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara menyeluruh. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat dan keluarga. Karena itu definisi remaja dibagi di sini dibatasi khusus untuk yang belum menikah.

2.1.8. Pengertian Orang Tua

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia orang tua ayah dan ibu kandung. Sedangkan menurut Wright (1991:12), orang tua dibagi menjadi tiga macam yaitu:

a) Orang Tua Kandung

Orang tua kandung adalah ayah dan ibu yang mempunyai hubungan darah secara biologis (yang melahirkan).

b) Orang Tua Angkat

Pria dan wanita yang bukan kandung tapi dianggap sebagai orang tua sendiri berdasarkan ketentuan hukum atau adat yang berlaku.

c) Orang Tua Asuh

Orang yang membiayai hidup seseorang yang bukan anak kandungnya atas dasar kemanusiaan.

Dasar pengertian di atas maka orang tua adalah pria dan wanita yang mempunyai hubungan ikatan baik itu secara biologis maupun sosial dan mampu mendidik, merawat, membiayai serta membimbing hidup orang lain yang dianggap anak secara berkesinambungan.


(44)

2.1.8.1. Peran Ibu

Menjadi Ibu Rumah Tangga atau Ibu untuk anak-anak nya sering dianggap profesi yang remeh oleh kebanyakan orang, anggapan ibu rumah tangga yang hanya bergelut dengan “dapur” dan “kasur” kadang membuat sebagian Ibu rumah tangga ini seringkali berasal minder jika ditanya mengenai pekerjaan dengan mengatakan “akh saya cuma Ibu rumah tangga”.

Apalagi jika latar Ibu Rumah tangga tersebut seorang yang berpendidikan tinggi, dan dianggap punya potensi untuk berkarir sehingga kemudian banyak komentar kepada wanita yang memilih mengabdikan hidupnya untuk keluarga ini dengan komentar yang menyayangkan misalnya “Sayang ya sudah sekolah tinggi-tinggi cuma jadi Ibu rumah tangga”

Tentu ungkapan di atas bukan berarti menafikan atau merendahkan wanita yang berkarir yang sekaligus sebagai Ibu Rumah tangga, kedua pilihan itu tak salah karena yang terpenting dalam berkarir atau berumahtangga intinya adalah bagaimana kemudian berperan menjadi seorang istri dan Ibu yang baik bagi anak-anak.

Bukankah ada ungkapan bahwa dibalik kesuksesan seorang laki-laki adalah tergantung siapa wanita dibelakangnya, ya wanita itu, bisa jadi Ibu bagi seorang anak atau istri bagi seorang suami.

Yang dititikberatkan dalam pembicaraan ini adalah bagaimana pentingnya peran seorang Ibu dalam keluarga. tak diragukan bahwa peran ibu dalam keluarga adalah sangat penting. Bahkan, dapat dikatakan bahwa kesuksesan dan kebahagiaan keluarga sangat ditentukan oleh peran seorang ibu. Jika ibu adalah seorang wanita yang baik, akan baiklah kondisi keluarga. Sebaliknya, apabila ibu adalah wanita yang bersikap buruk, hancurlah keluarga (Prof. Sa’ad Karim, 2006).


(45)

Ibu adalah madrasah pertama untuk anak-anak nya, tempat dimana anak mendapat asuhan dan diberi pendidikan pertama bahkan mungkin sejak dalam kandungan. Seorang Ibu secara sadar atau tak sadar telah memberi pendidikan kepada sang janin, karena menurut penelitian bahwa bayi dalam kandungan sudah bisa mendengar bahkan ikut merasakan suasana hati sang Ibunda, maka tak heran jika ikatan emosional seorang Ibu dan anak tampak lebih dibanding dengan seorang ayah.

Jika seorang Ibu dapat memahami dan mau melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya dalam mendidik dan mengarahkan anak dengan baik, dengan segala tuntunan dan teladan pada anak. Insya Allah akan terlahirlah generasi yang salih, unggul dan mumpuni, mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan kehidupannya kelak (Prof. Sa’ad Karim, 2006).

2.1.8.2. Peran Bapak

Suatu gerakan baru, yang menguat pada abad 21 ini adalah makin terlibatnya ayah dalam pengasuhan anak. Gerakan ini tampak mrupakan gerakan yang positif. Anak mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk menjalin hubungan dengan ayahnya dan selanjutnya mengalami proses yang kaya dalam perkembangannya karena stimulasi ayah dan ibu yang berbeda. Meski demikian, pengambilan peran ayah dalam proses pengasuhan ini lebih bersifat individual, berbeda dengan ibu yang dikatakan mempunyai “naluri” untuk berperan sebagai ibu sehingga bahkan perempuan yang belum menikah dan belum punya anak pun mampu melakukan peran pengasuhan.


(46)

Ayah, sebagai makhluk berjenis kelamin laki-laki, mempunyai kepribadian yang secara umum dapat dikatakan berbeda dari perempuan. Proses sosialisasi masa kecil akan berperan sangat besar dalam hal ini. Oleh karena itu, muncul apa yang disebut dengan “peran seksual” yang membedakan peran laki-laki dan perempuan. Jika kemudian laki-laki berperan dalam pengasuhan, memang ada determinan yang mendasarinya.

Apapun determinan yang mendasari peran ayah hal yang menarik untuk ditekankan adalah efek positif dari keterlibatan dan sensivitas ayah. Ayah yang terlibat dan sensitive dalam pengasuhan anak akan memberikan efek positif paling tidak dalam dua hal. Efek pertama adalah perkembangan anak.

Baumrind (Miller dkk, 1993) menyatakan bahwa orang tua yang otoriatif adalah orang tua yang merawat dan responsive terhadap anak dan pada saat yang sama tetap menjaga disiplin yang konsisten dan tuntutan perkembangan yang tinggi. Oleh karena itu ketika ayah terlibat dalam menerapkan disiplin yang cukup tinggi akan mengurangi kecenderungan anak untuk berperilaku eksternalisasi (marah, bandel, berperilaku menyimpang) terutama pada masa sekolahnya (Miller dkk, 1993). Keterlibatan ayah juga akan mengembangkan kemampuan anak untuk berempati, bersikap penuh perhatian dan kasih saying, serta hubungan social yang lebih baik (Gottman & DeClaire, 1997). Penelitian juga menunjukkan bahwa keterlibatan ayah akan memberikan manfaat yang positif bagi bagi anak laki-laki dalam mengembangkan kendali diri dan kemampuan menunda pemuasan keinginan (Gottman & DeClaire, 1997).


(47)

Gottman & DeClaire (1997) menggarisbawahi bahwa meski peran ayah pada prestasi akademik dan karir perempuan belum didukung oleh hasil penelitian yang kuat, anak-anak perempuan yang didampingi oleh ayahnya akan cenderung tidak menjadi sexual promiscuous secara dini dan mampu mengembangkan hubungan yang sehat dengan laki-laki di masa dewasanya. Anak-anak perempuan yang mendapatkan perhatian yang positif dari ayahnya akan mendapatkan pemenuhan kebutuhan afektif dan pada saat yang sama ia akan belajar bagaimana berhubungan dengan lawan jenis secara sehat.

Efek yang kedua adalah melalui dukungan pada ibu dalam mengasuh anak, atau efek yang tidak langsung. Efek dari keterlibatan pada pengasuhan anak akan mengurangi tekanan pada ibu. Ketika ibu dipandang sebagai pengasuh utama dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab penuh atas segala tugas kerumahtanggaan, maka beban ibu akan bertambah, apalagi disaat stressor eksternal seperti masalah ekonomi mempengaruhi kondisi keluarga.

Menurut kerangka berpikir Model Proses maupun Model Sosialisasi cirri personal seorang ayah akan berpengaruh terhadap cara pengasuhannya. Seorang ayah akan menjadi sangat terlibat atau tidak terlibat dalam pengasuhan ini. Meski demikian, menurut Model Proses cirri personal seorang ayah tersebut juga akan berpengaruh pada pasangannya. Kualitas pernikahan dan tingkat distress istri adalah dua hal yang sangat dipengaruhi oleh sikap dan sifat suami (Miller dkk, 1993). Sementara itu, berbagai penelitian (missal, Miller dkk, 1993 ; Greenberger & Goldberg, 1999) menemukan bahwa kualitas dan kepuasan pernikahan dan kondisi personal ibu akan berpengaruh terhadap cara pengasuhan ibu. Dengan demikian dari model-model ini dapat disimpulkan bahwa cara pengasuhan ayah


(48)

dan ibu akan dipengaruhi oleh cirri personal ayah, dan dalam konteks cara pengasuhan ibu, kepuasan pernikahan dan tingkat distress ibu akan menjadi mediatornya. Dari gambaran ini pula dapat diketahui peran langsung ayah pada perkembangan anak (melalui keterlibatan dalam pengasuhan) dan peran tidak langsung ayah (melalui cara pengasuhan ibu yang diantara oleh kepuasan pernikahan dan tingkat distress ibu).

2.1.8.3. Peran Anak

Bagi Orang tua, anak merupakan buah hati dan harapan di masa depan. Anak merupakan penghibur orang tua dalam suka maupun duka.

Seorang anak yang pandai menyesuaikan diri dengan alam lingkungannya, berarti anak tersebut pandai menempatkan diri secara serasi, selaras dan seimbang sesuai dengan daya dukung dan lingkungan yang berubah-ubah secara dinamis. (Djamarah, 2004:21)

2.1.9. Pengertian POLRI

Kata polisi itu berasal dari kata Yunani Politea. Kata ini pada mulanya dipergunakan untuk menyebut orang yang menjadi warga negara dari kota Athene, kemudian pengertian itu berkembang menjadi kota dan dipakai untuk menyebut semua usaha kota. Oleh karena pada zaman itu kota-kota merupakan negara-negara yang berdiri sendiri, yang disebut juga Polis, maka politea atau polis, diartikan sebagai :semua usaha dan kegiatan negara, juga termasuk kegiatan keagamaan.( www.informatika.polri.go.id/informatika )


(49)

Berdasarkan pengertian yang bersifat falsafati maka obyek ilmu kepolisian menurut pembahasan para ahli adalah kontrol yang berarti pengawasan dan pengendalian dan hal ini merupakan ihwal yang universal dan juga merupakan sesuatu yang kodrati.

Apabila kita melihat dalam diri kita sendiri sebagai manusia, maka nampaklah dalam batin kita ada sesuatu fungsi rohaniah yang dalam hidup kita sehari-hari bertugas mengawasi dan mengendalikan pribadi kita untuk hidup pada jalan yang lurus mencapai ketertiban dan ketenangan batin demi hidup sejahtera dan bahagia di dunia ini. Fungsi rohaniah tersebut kita kenal sebagai hati nurani.

Hati nurani inilah dalam manusia, dan kontrol atau kendali dalam masyarakat, yang merupakan sesuatu yang mutlak untuk mencapai keadaan yang tertib, aman, sejahtera dan bahagia dalam penghidupan. "Kontrol" inilah "Polisi".

Mudah kiranya dimengerti, bahwa agar supaya orang dapat hidup bersama-sama dalam suasana yang tertib dan aman, perlu diadakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh semua orang, dan dibutuhkan pula adanya suatu kelompok dari orang-orang itu yang diwajibkan memelihara peraturan-peraturan itu, menjaga agar supaya peraturan-peraturan benar-benar dipatuhi. Sebagai contoh dapat diketengahkan suatu rumah tangga yang besar, dimana harus ada seorang, biasanya Bapak atau Ibu, yang memimpin dan mengasuh anak-anaknya, mengatur dan membina kelakuan dan kesopanannya.

Apabila ada seorang anak yang membandel melanggar tata tertib rumah atau tidak patuh pada perintah orang tua, tentulah anak itu ditegur dan dinasehati, dan apabila nasehat ini tidak pula diturut, maka anak itu akan dihukum.


(50)

Apabila di antara anak-anak itu timbul perselisihan dan perkelahian, dimana anak yang lemah dipukul atau direbut barangnya oleh yang kuat, maka orang tua wajib mendamaikan dan melindungi anak yang lemah serta memberi peringatan jangan sampai hal itu diulangi. Orang tua wajib pula menjaga keselamatan anak-anaknya terhadap gangguan-gangguan dari luar, baik dari binatang, orang atau bahaya-bahaya lain.

Beberapa rumah tangga berkumpul menjadi kelompok kehidupan bersama yang lebih besar dan merupakan masyarakat desa atau kota. Disinipun keadaannya sama saja, yaitu harus ada peraturan-peraturan bersama yang harus ditaati dan harus ada segolongan mereka yang berkewajiban menjaga agar peraturan-peraturan itu benar-benar dipatuhi.

Dalam suatu masyarakat yang lebih besar lagi seperti suatu negara, harus pula ada suatu penguasa yang disebut pemerintah dari negara itu yang mengatur dan menjaga agar supaya semua warga negaranya dapat hidup bersama dengan aman dan sentosa serta dapat menjalankan pekerjaannya masing-masing untuk kelanjutan hidupnya sehari-hari.

Untuk menegakkan peraturan-peraturan negara, menjaga keamanan dan ketertiban serta melindungi jiwa dan harta benda penduduk, maka pemerintah membentuk suatu badan beserta pegawai-pegawainya yang khusus dibebani dengan pekerjaan itu. Badan inilah yang disebut "POLISI"

Sehubungan dengan itu maka di tiap-tiap negara dapat dipastikan memiliki Polisi-nya masing-masing. Memang Polisi itu sudah ada sejak dahulu kala, yaitu semenjak zaman orang mulai hidup bernegara.( www.informatika.polri.go.id )


(51)

2.1.10.Tugas POLRI

Lahir, tumbuh dan berkembangnya Polri tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia sejak Proklamasi. Kemerdekaan Indonesia, Polri telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain menata keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, Polri juga terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai operasi militer bersama-sama satuan angkatan bersenjata yang lain. Kondisi seperti ini dilakukan oleh Polri karena Polri lahir sebagai satu-satunya satuan bersenjata yang relatif lebih lengkap.

Menurut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Negara, tugas POLRI adalah :

1. Selaku alat negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan tertib hukum;

2. Melaksanakan tugas kepolisian selaku pengayom dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat bagi tegaknya ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. Bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina ketentraman masyarakat dalam wilayah negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat;

4. Membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjang terselenggaranya usaha dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c;


(52)

2.1.11.Wewenang POLRI

Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas dan wewenangnya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan sesuai dengan peraturan-peraturan perundang-undangan (pasal 17 UU KNRI No.2 tahun 2002)

2.1.12.Hak POLRI

Pada UU KNRI Pasal 26 No.2 tahun 2002 disebutka dengan jelas hak-hak POLRI :

1. Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia memperoleh gaji dan hak-hak lainnya yang adil dan layak.

2. Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberi pangkat yang mencerminkan peran, fungsi dan kemampuan, serta sebagai keabsahan wewenang dan tanggung jawab dalam penugasannya.

Lafal sumpah atau janji sebagaimana di atur dalam pasal 22 adalah sebagai berikut “bahwa saya, akan menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku

dan melaksanakan kedinasan di Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dipercayakan kepada saya dengan penuh tanggung jawab. Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah dan martabat anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan”


(53)

2.2. Kerangka Berpikir

Fungsi utama keluarga yaitu sosialisasi menempatkan keluarga sebagai banteng utama penjaga kepribadian anak. Keluarga menjadi simbol utama untuk mengajarkan nilai dan norma pada anak. Dalam hal ini peran orang tua sebagai pihak utama dalam keluarga sangat penting untuk melindungi anak dari perilaku atau lingkungan yang negatif.

Remaja adalah individu yang berada dalam proses berkembang atau menjadi becoming, yaitu berkembang kea rah kematangan atau kemandirian, remaja sering menghadapi tekanan seperti frustasi dan penderitaan, konflik dan kritik penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta dan perasaan teralineasi (tersisihkan) dari kehidupan social budaya. Oleh karena itu, remaja memerlukan bimbingan dari orang tuanya untuk memberikan pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya.

Saat ini maraknya kenakalan remaja akibat dari pengaruh perubahan globalisasi seperti teknologi juga pengaruh dari lingkungan dengan teman sebayanya yang salah. Anak-anak Polisi yang menginjak usia remaja perlu suatu komunikasi yang efektif dari orang tuanya, mengingat orang tua yang merupakan Polisi yang dijadikan figur panutan dalam masyarakat.

Hilangnya keteladanan dari orang tua yang dirasakan anak memberikan peluang bagi anak-anak untuk mencari figur yang lain sebagai tumpuan harapan untuk berbagai perasaan dalam suka dan duka. Di luar rumah, anak mencari teman yang dianggapnya dapat menemani dirinya, perasaannya dan keinginannya. Kegoncangan jiwa anak ini tidak jarang dimanfaatkan oleh anak-anak nakal untuk


(54)

menyeretnya ke dunia kemaksiatan, seperti obat-obatan terlarang dan pergi ke tempat-tempat hiburan malam (Djamarah, 2004:30). Selain itu adanya perubahan yang di sebabkan semakin canggihnya teknologi telah mengakibatkan perubahan pada nilai-nilai social dan budaya.

Komunikasi dalam keluarga sangat penting, karena dalam hal ini adalah sebagai tempat untuk memberikan pengajaran tentang nilai dan norma pada anak. Dalam hal ini orang tua yang merupakan Polisi kurang perhatian dalam perilaku anaknya, lemahnya komunikasi interpersonal dalam keluarga tidak hanya disebabkan oleh sikap orang tua terhadap anak selain faktor dari orang tua, remaja juga mempengaruhi hubungan komunikasi antara orang tua dengan anak. Hal ini disebabkan remaja merupakan masa “Stom and Drag’’ yaitu periode yang ditandai dengan rasa pemberontakan terhadap otoritas orang tua . Pada fase pertumbuhan remaja sering mengalami frustasi dan penderitaan konflik dan perasaan yang tersisihkan dari kehidupan social orang dewasa.

Kurangnya keharmonisan dalam keluarga menyebabkan munculnya ketegangan antara anak dan orang tua akan menyebabkan terciptanya jarak emosional antara anak dan orang tua. Dalam kondisi demikian, anak akan mencari kepuasan di luar rumah, misalnya dengan mempertinggi keterlibatan remaja tersebut dengan kelompok teman sebaya. Perhatian orang tua terhadap remaja sangat diperlukan. Perhatian orang tua terhadap remaja sangat diperlukan. Perhatian orang tua yang penuh kasih saying dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun social budaya yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan komunikasi keluarga antara orang tua dengan anak.


(55)

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha melihat bagaimana pola komunikasi yang dilakukan oleh orang tua sebagai Polisi dengan anak kandung yang menginjak remaja agar tidak terkena pengaruh negatif dari faktor lingkungan yang berubah dan pengaruh teknologi. Mengingat orang tua adalah sebagai panutan maka tingkah laku anak harus sesuai dengan kepribadian orang tua, tujuannya dari penelitian ini agar dapat menjadi pembelajaran bagi orang tua. Terdapat tiga pola komunikasi dalam lingkungan keluarga antara orang tua dengan anak (Yusuf, 2001 : 51) yaitu : Authotarian (cenderung bersikap bermusuhan), Permissif (cenderung berperilaku bebas) dan Authorative (cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut ini :

Gambar 2.2. Bagan Kerangka Pemikiran Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak

(Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Antara Orang Tua Yang Berprofesi Sebagai Polisi Dengan Anak Usia Remaja) Orang Tua

POLRI

Pola Komunikasi

Anak (Remaja)


(56)

46

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif, penelitian ini mencoba menjabarkan tentang pola komunikasi yang dilakukan orang tua dengan anak dalam keluarga Polisi. Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dan menggunakan analisis kualitatif. Dalam pelaksanaan penelitian ini terjadi secara alamiah, apa adanya, dalam situasi normal dan tidak di manipulasi baik kondisi maupun keadaan obyek yang sedang diteliti dan juga bisa dikatakan menekankan pada keadaan secara alami.

Peneliti kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-sedalam-dalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling bahkan populasi atau samplingnya sangat terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Disini yang ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data. (Krisyantono, 2006:58).

Dalam penelitian ini kedudukan peneliti sebagai instrumen penelitian dan sebagai instrument harus mencakup segi responsif, dapat menyesuaikan diri, menekankan kebutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses data secepatnya dan memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasi dan mengikhlaskan serta memanfaatkan kesempatan mencari respon yang tidak lazim (Moleong, 2002:121).


(57)

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan pengamatan berperan serta yang didefinisikan mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara cermat dan mendalam dengan wawancara secara mendalam (Moleong, 2002:117).

Pengertian pola komunikasi dalam penelitian ini adalah bantu hubungan dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan antara orang tua dengan anak dalam keluarga Polisi. Pola komunikasi yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Authotarian (cenderung versikap bermusuhan), Permissive (cenderung berperilaku bebas) dan Authorative (cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan) (Yusuf, 2001:51). Penjelasan dari ketiga pola tersebut adalah :

a. Authotarian (Cenderung bersikap bermusuhan)

Dalam pola hubungan ini sikap acceptance orang tua rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando (mengharuskan/memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi), bersikap kaku (keras), cenderung emosional dan bersikap menolak.

Sedang di pihak anak mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh, stres, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas tidak bersahabat.

b. Permissive (Cenderung berperilaku bebas)

Dalam hal ini sikap acceptance orang tua tinggi, namun kontrolnya rendah, memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan atau keinginannya. Sedang anak bersikap impulsif serta agresif, kurang memiliki rasa percaya diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya dan prestasinya rendah.


(58)

c. Authoritative (Cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan)

Dalam hal ini sikap acceptance orang tua dan kontrolnya tinggi, bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, memberi penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk. Sedang anak bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu mengendalikan diri (self control) bersikap sopan, mau bekerja sama, memiliki rasa ingin tahunya yang tinggi, mempunyai tujuan / arah hidup yang jelas dan berorientasi pada prestasi.

Pola komunikasi orang tua dengan anak dalam keluarga Polisi merupakan proses hubungan antara orang tua dengan anak dalam satu keluarga yang dalam pola komunikasinya memiliki dampak pada perubahan perilaku anak. Bentuk-bentuk pola komunikasi antara orang tua dengan anak memberikan pengaruh terhadap nilai agama, norma, kesusilaan dan kesopanan terhadap remaja dalam keluarga Polisi.

3.2. Subjek dan Informan Penelitian

3.2.1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah informan yang merupakan orang tua yang berprofesi sebagai Polisi dan remaja usia 11-24 tahun. Baik ayah maupun ibu yang masing-masing sibuk di luar rumah.


(59)

3.2.2. Informan Penelitian

Informan penelitian ini tidak di tentukan berapa jumlahnya, tetapi dipih beberapa informan yang di anggap mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai dengan penelitian ini. Hal ini disebabkan karena dalam penelitian kualitatif tidak mempersoalkan berapa besar jumlah informan, melainkan yang terpenting adalah seberapa jauh penjelasan informan yang diperoleh dalam menjawab permasalahan (Sumady Suryabrata, 1998:89).

Berikut ini merupakan syarat untuk menjadi seorang informan dalam penelitian ini antara lain, orang tua Polisi dan memiliki anak usia remaja dengan berbagai macam latar belakang.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini adalah menggunakan wawancara mendalam

(Depth Interview). Wawancara mendalam adalah suatu cara untuk mengumpulkan

data atau informansi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini di lakukan dengan frekuensi tinggi berulang0elang secara intensif. Selanjutnya dibedakan antara responden (orang yang akan di wawancara) dengan informan (orang yang ingin periset ketahui). Karena itu di sebut wawancara intensif (Krisyanto, 2006:98).

Dengan teknik ini di harapkan informan dapat lebih terbuka dan berani dalam memberikan jawaban dan respon terhadap pertanyaan yang di ajukan peneliti. Kelebihan lain adalah, peneliti secara personal dapat bertanya secara langsung dan mengamati respon terutama non verbal mereka dengan lebih detail.


(60)

Namun di sadari, metode wawancara juga mempunyai beberapa kekurangan yaitu (Krisyantono, 2006:101)Informan atau responden yang di wawancarai tidak selalu menyampaikan fakta yang sesungguhnya. Bisa jadi ia sengaja tidak menyampaikan sebuah fakta karena malu, khawatir atau menganggap bahwa fakta itu tidak penting.

1. Informan bisa jadi tidak selalu ingat akan peristiwa atau perbuatan yang pernah terjadi. Ini berkaitan dengan daya ingat yang terbatas.

2. Sering terjadi perbedaan penggunaan bahasa atau symbol komunikasi lainnya antara peneliti dan informan. Kalau tidak hati-hati menyebabkan salah persepsi.

Dari segi kelebihan, metode ini mampu menghasilkan respon yang lebih akurat dalam penelitian yang membahas topik-topik secara mendalam. Hal ini karena peneliti dan informan dapat menggali topik-topik secara tatap muka.

Metode observasi partisipan, memungkinkan peneliti mengamati individu dalam situasi tertentu. Metode ini memungkinkan peneliti terjun langsung atau peneliti memahami apa yang terjadi. Peneliti dituntut untuk tidak terpengaruh oleh orang lain. Jika tidak maka data yang diperoleh bisa tidak valid atau kehilangan obyektifitasnya (Krisyantono, 2006:109).

Observasi partisipan, yaitu pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Peneliti ikut terlibat dengan cara mencatat perilaku subyek (orang), obyek (benda), atau kejadian yang sistematik tanpa adanya komunikasi atau pertanyaan dengan individu yang diteliti (Krisyantono, 2006:109).


(1)

anak bisa teraktualisasi secara optimal.

Ada beberapa cara yang bisa di lakukan orang tua untuk memberikan dorongan (Kompas, 2007:10) :

1. Memperlihatkan kepercayaan. Orang tua yang bijak selalu memberikan kepercayaan kepada penilaian anak remaja mereka, percaya pada kemampuan mereka menjalankan tanggung jawab, dan mendorong mereka untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan.

2. Membangun respek diri. Orang tua bijak tidak akan membandingkan remaja mereka dengan saudara maupun teman sebaya. Membanding-bandingkan mengurangi respek diri dengan memandang rendah usia remaja. Orang tua yang bijak menerima perbedaan individual, tetapi sekaligus memperlihatkan antusiasme terhadap minat anak remajanya.

3. Menghargai usaha dan perbaikan. Orang tua bijak akan secara sistematis mendorong usaha remajanya dan bukan hanya keberhasilan, orang tua yang bijak membantu remaja menemukan makna dari kerja dan perbaikan, juga keberhasilan. Memberi dorongan disini berarti membimbing remaja untuk mengembangkan sasaran yang realistis sesuai kemampuan dan menekankan proses, bukan hanya hasil.

4. Fokus pada kekuatan atau kelebihan dan aset remaja. Orang tua bijak tidak akan menggugat dan mencari kesalahan anak remajanya, tetapi memberi komentar yang menyejukkan tentang aset yang mereka miliki.

5. Selalu punya rasa humor. Tidak mudah menjadi orang tua yang bijak yang selalu mendorong anaknya ke arah pengembangan kepribadian yang sehat.


(2)

Ketika kesabaran menurun, ketika kelelahan menyerang, humor sangat membantu dalam menjaga komunikasi tetap menyenangkan dan efektif.

Kunci menjadi orang tua yang bijak ada pada menjaga hubungan yang harmonis, terbuka, saling respek, dan berdasarkan kasih sayang. Ini berarti mampu mengembangkan cara berkomunikasi yang efektif dengan anak remajanya. Caranya dengan banyak memberikan empati, berusaha untuk mengerti dunia dari sudut pandang khas remaja, memperbanyak mendengar dan menghindari berbagai hambatan komunikasi seperti menuntut, mengancam, marah-marah, cerewet, merendahkan dan menghina.


(3)

71

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisa data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat di kemukakan bahwa, dua keluarga memakai pola komunikasi permissive, satu keluarga lain memakai pola komunikasi authoritarian dan satu keluarga lagi memakai pola komunikasi authoritative, maka dapat di ambil kesimpulan :

1. Pola komunikasi orang tua dengan anak berdasarkan hasil penelitian dari informasi yang di teliti adalah bersikap permissive (Cenderung bersifat bebas), orang tua cenderung tidak mau tahu dengan kegiatan anak dan orang tua beranggapan dengan memenuhi segala keinginan anak sudah lebih dari cukup. Sebagai remaja yang hidupnya serba berkecukupan, membuat remaja bersikap seenaknya sendiri dan berpendapat dirinya selalu benar.

2. Pada pola komunikasi authoritative, remaja mempunyai kecenderungan terpengaruh hal yang negatif dari teman-temannya karena kurangnya komunikasi dari orang tua dan sikap orang tua yang terlalu mengekang kehidupan anak membuat remaja tidak nyaman berada di rumah bersama orang tua.

3. Pada pola komunikasi authoritarian, pola ini yang seharusnya di terapkan dalam kehidupan berkeluarga. Dimana komunikasi yang terjalin antara orang tua dengan anak berjalan dengan baik walaupun orang tua dengan anak tinggal berjauhan.


(4)

4. Disini peran Ayah lebih dominan, Ibu hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh suami.

5.2. Saran

Dengan kesibukan orang tua yang padat, seharusnya orang tua memakai komunikasi Authoritative (cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan). Komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja akan mengakibatkan hubungan yang penuh kasih sayang dan harmonis.

Sebagai orang tua hendaknya memberikan pemahaman kepada anak ketika melakukan sesuatu agar anak dapat memahami dan mengerti apa yang dilakukan. Orang tua juga dapat belajar dari anaknya waktu mendengarkan dan berkomunikasi dengan anak.

Maka dengan pola komunikasi yang baik, dimana adanya komunikasi yang terjalin secara terbuka dan penuh kasih sayang, jujur, dan saling pengertian, maka semua anggota keluarga mempunyai rasa saling memiliki dan menyayangi serta membuat remaja tidak terjebak dalam pergaulan yang salah.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, Budi dan Koentjoro. Peran Ayah Menuju Coparenting. Surabaya : Citra Media.

Devito, J.A. (1997). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta : Professional Books Effendi, Onong Uchjana. (2003). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi.

Bandung. Penerbit : PT. Citra Adithya Bakti.

Himpunan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jakarta : Divisi Pembinaan

Hukum POLRI 2008.

Hurlock, E.B. (1997) Psikologi Perkembangna : Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentan Kehidupan.Jakarta. Penerbit : Erlangga.

Khalfan, Muhamed. (2006). Pendidikan dan Psikologi Anak. Jakarta. Penerbit : Cahaya.

Kartono, K. (1994). Peranan Keluarga Memandu Anak. Jakarta Utara. Penerbit : CV. Rajawali.

Kompas. (2007). Membangun Komunikasi Bijak Orang Tua Dengan Anak. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara

Lubis, Mochtar. Citra Polisi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Moleong, J.L. (2002). Metode Pendidikan Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta : PT. LKIS Pelangi Aksara Yogyakarta.

Sitompul. (2004). Beberapa Tugas dan Wewenang POLRI. Jakarta : Divisi Pembinaan Hukum POLRI.

Djamarah, Syaiful Bahri. (2004). Pola Komunikasi Orang Tua & Anak Dalam

Keluarga. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002. Babinkum POLRI.


(6)

Walgito, Bimo. Kenakalan Anak. Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogya.

Wright, H.N. (1991). Menjadi Orang Tua yang Bijaksana. Penerjemah : Christine Sujana. Yogyakarta. Penerbit : Yayasan Adi.

Yusuf, Syamsu L.N. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung. Penerbit : Remaja Rosdakarya

Non Buku :

http://www.bhayangkari.com http://www.detiksurabaya.com


Dokumen yang terkait

Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Skinhead (studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Orang TUa Dengan Anak Sebagai Komunitas Skinhead Dalam Berinteraksi Di Kota Bandung)

0 33 98

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak yang Pengemis).

0 1 99

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak yang Pengemis).

0 2 95

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK AUTIS KOTA SURABAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Antara Orang Tua dengan Anak Autis di Surabaya ).

0 1 76

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA KANDUNG TERHADAP ANAK REMAJA YANG MENGALAMI DEPRESI ( Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Orang Tua Terhadap Anak Remaja Yang Mengalami Depresi ).

0 0 14

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK PEROKOK AKTIF DI SURABAYA (Studi Deskriptif Kualitatif pada Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Perokok Aktif di Surabaya).

13 35 84

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK INDIGO (Studi Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Ibu dengan Anak Indigo ).

16 62 99

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK PEROKOK AKTIF DI SURABAYA (Studi Deskriptif Kualitatif pada Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Perokok Aktif di Surabaya)

0 0 21

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK (STUDY DESKRIPTIF KUALITATIF POLA KOMUNIKASI ORANG TUA YANG BERPROFESI SEBAGAI POLITISI DENGAN ANAK USIA REMAJA)

0 0 21

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK AUTIS KOTA SURABAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Antara Orang Tua dengan Anak Autis di Surabaya )

0 0 15