Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Sumber daya manusia yang berkualitas akan mampu mengelola sumber daya alam dan memberi layanan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hampir semua bangsa berusaha meningkatkan kualitas pendidikan yang dimilikinya, termasuk Indonesia. Namun pada perkembangannya berbagai indikator menunjukkan bahwa mutu pendidikan masih belum meningkat secara signifikan. Segala macam upaya diterapkan supaya menghasilkan manusia yang berkompetensi dan bisa diandalkan, seperti membuat kurikulum yang berdasarkan tingkat satuan pendidikan, standardisasi pendidikan, dan sebagainya. Salah satu hal menarik untuk dicemati adalah proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar di sekolah seringkali membuat kita kecewa, apalagi bila dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi ajar. Mengapa? Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya. Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakandimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana kepada mereka biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. 2 Belakangan ini dalam dunia pendidikan ada kecenderungan untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alami. Telah terbukti bahwa pembelajaran yang hanya berorientasi target penguasaan materi hanya mampu dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi tidak berhasil untuk membekali anak memecahkan persoalan kehidupan jangka panjang. Padahal belajar menjadi lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajari, bukan hanya “mengetahui”. Siswa perlu mengerti tentang makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Pada hakikatnya anak-anak perlu menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupan nanti. Maka mereka dapat memposisikan diri sendiri yang memerlukan pengetahuan sebagai bekal hidupnya. Sebagaimana tercantum dalam kurikulum matematika sekolah, tujuan pembelajaran matematika yaitu: 1 memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasi konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah; 2 menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3 memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4 mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5 memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah Depdiknas, 2006. 3 Namun, kenyataan di lapangan, masih banyak ditemui siswa yang belum memahami konsep matematika apalagi sampai kepada sikap menghargai terhadap matematika. Banyak siswa yang menganggap matematika sebagai suatu mata pelajaran yang sulit, membosankan, dan menakutkan sehingga banyak siswa yang berusaha menghindari mata pelajaran tersebut. Hal ini jelas sangat berakibat buruk bagi perkembangan pendidikan matematika ke depan. Matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dan tidak disukai siswa sebagaimana diungkapkan oleh Wahyudin 1999 bahwa matematika susah untuk dipelajari dan diajarkan, karena itu siswa kurang menguasai konsep matematika. Oleh karena itu, perubahan proses pembelajaran matematika yang menyenangkan harus menjadi prioritas utama. Demikian pula dalam pembelajaran matematika tidak jarang kita temukan siswa yang kesulitan dalam menerima materi yang diajarkan. Penyebabnya tidaklah sederhana karena pendidikan adalah sebuah sistem yang memiliki komponen-komponen yang saling terkait. Perlu dianalisis secara mendalam dari mulai tujuan, pendidik, peserta didik, metodeteknik, sarana dan prasarana, materi, alat pendidikan, sampai alat evaluasi. Beberapa faktor yang umum antara lain faktor internal yaitu: motivasi, intelegensi, minat dan keadaan psikologis siswa. Sering kita temui siswa yang kurang tertarik mengikuti pelajaran matematika bahkan ada pula siswa yang takut dan benci pada pelajaran matematika. Mungkin hal ini merupakan gejala yang disebabkan oleh materi matematika yang dipelajari dan cara penyajiannya yang kurang sesuai dengan kematangan siswa, sehingga kegiatan belajar-mengajar tidak bermakna dan hasilnya pun kurang memuaskan. 4 Permasalahan lain yang saat ini dihadapi oleh guru mata pelajaran matematika di sekolah adalah penguasaan siswa terhadap beberapa materi pokok bahasan matematika, terutama dalam mengingat konsep dalam waktu yang terbatas yang telah diajarkan. Walaupun pada akhir pemberian materi terkadang telah menunjukkan ketuntasan belajar namun bila ditinjau dari pencapaian tujuan pembelajaran, hal tersebut jauh dari yang sebenarnya diharapkan. Hal ini ditunjukkan dengan siswa hanya sekadar menguasai prosedur penyelesaian atau pemecahan masalah tanpa mengerti secara pasti mengenai hakikat dari penyelesaian atau pemecahan masalah tersebut. Siswa selama ini hanya terjebak pada sebuah label bahwa matematika adalah pemecahan masalah, jadi ketika masalah yang ada sudah terpecahkan berarti penguasaan matematika mereka sudah baik. Berbagai cara telah ditempuh karena memang sudah menjadi cap dari masyarakat khususnya siswa bahwa matematika pelajaran yang sulit, kegiatannya menghitung, berisi rumus-rumus yang harus dihafalkan, statis sehingga tidak menarik untuk ditekuni. Siswa menjadi pasif dan tidak kreatif, belajar apa adanya berdasarkan apa yang diperoleh dari guru. Kondisi tersebut di atas jelas membutuhkan model pembelajaran yang bisa meningkatkan pemahaman dan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika. Dan salah satu model pembelajaran yang diharapkan mampu adalah pembelajaran yang tidak terpusat pada guru tetapi terpusat pada siswa. Dan salah satunya adalah pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi 5 alamiah dari pengetahuan melalui hubungan di dalam dan di luar ruang kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam pembelajaran seumur hidup. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks di mana materi tersebut digunakan, serta hubungan dengan bagaimana seseorang belajar atau cara siswa belajar. Konteks memberikan arti relevansi dan manfaat penuh terhadap belajar Sanjaya, 2005: 109. Blanchard 2001 mengatakan bahwa pembelajaran melalui pendekatan kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja. Pendapat yang senada diungkapkan Suryadi 2008, yang menyatakan bahwa pembelajaran melalui pendekatan kontekstual adalah pelajaran yang dimulai dengan menghadapkan siswa ke dalam suatu permasalahan nyata atau disimulasikan dan menantang, agar siswa dapat termotivasi untuk menyelesaikannya. Permasalahan yang dimunculkan tujuannya adalah untuk memberikan peluang kepada siswa untuk dapat mengaitkan ide matematik dengan dengan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari kemudian dapat menyelesaikanya dengan ide matematika tersebut. Selanjutnya Nurhadi 2003 mengemukakan filosofi pembelajaran kontekstual yang berakar dari paham progressivism John Dewey yang intinya, siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan 6 dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Karena melalui pembelajaran kontekstual materi yang dipelajari merupakan pengembangan dari kemampuan awal siswa dan siswalah sebagai pelaku utama dalam proses pembalajaran. Dengan pembelajaran kontekstual siswa juga akan terlatih menemukan secara mandiri atau dengan bimbingan guru. Sehingga siswa menyadari apa-apa yang dipelajarinya dan pelajaran yang diperoleh akan menjadi lebih bermakna dalam ingatannya, serta akan menumbuhkan motivasi belajarnya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Ruseffendi 1991 yang menyatakan bahwa ”…menemukan sesuatu oleh sendiri dapat meningkatkan motivasi termasuk motivasi intrinsik, melakukan pengkajian lebih lanjut, dapat menumbuhkan sikap positif terhadap matematika”. Selanjutnya, dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Beberapa hal tersebut di atas mendorong penulis untuk melihat apakah pembelajaran matematika kontekstual memberikan kontribusi yang berbeda terhadap pemhaman dan sikap siswa terhadap matematika, khususnya di siswa sekolah dasar.

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDEKATAN OPEN ENDED DALAM PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KRITIS : Eksperimen Kuasi Pada Kelas II Sekolah Dasar Negeri Harapan Jaya VII Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi Propinsi Jawa Barat.

0 1 52

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN TEKNIK PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR : Studi Eksperimen Kuasi di Kelas V Sekolah Dasar Kecamatan Klari Kabupaten Karawang.

0 2 58

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) PADA SISWA SEKOLAH DASAR : Studi Kuasi Eksperimen pada Kelas III Sekolah Dasar di Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun Pe

1 1 68

PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN DIRECT INSTRUCTION TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar di Gugus III Kecamatan Karangsembung Kabupaten Cirebon TahunA

0 0 64

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS KEMAMPUAN OTAK (BRAIN BASED LEARNING) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA : Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Sekolah Dasar di Kota Bandung.

1 2 91

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR : Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat.

0 4 50

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR :Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas V SDN di Kota Bandung.

0 0 46

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN INVESTIGATIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas V SD Negeri di Kota Tasikmalaya.

13 54 50

PEMBELAJARAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Eksperimen pada Siswa Kelas IV di SDN Kota Bandung.

0 0 41

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR

0 0 14