Pemahaman Terhadap Peraturan Perundang- undangan dan Kebijakan Kehutanan

KPH. Sebagian masyarakat yang berada di wilayah KPH, sudah memiliki konlik dengan perusahaan-perusahaan tersebut, misalnya di KPHP Berau Barat, Masyarakat adatlokal dengan PT. Inhutani I. Sedang di KPHP Kapuas Hulu antara masyarakat adat dengan Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit. Para aktor yang terlibat tersebut dapat dikatakan sebagai aktor primerutama. Aktor lain yang terlibat, misal LSM dan dinas-dinas kabupaten dimana KPH berada, merupakan aktor pendukungsekunder. Dari sisi objek konlik, di dua KPH selalu menunjukkan bahwa objek konlik merupakan area yang selama ini menjadi gantungan hidup dari masyarakat adatsetempat dan pada saat yang sama masuk ke dalam areal kerja KPH. Namun pada sebagian desawilayah adat di Kapuas Hulu, menunjukkan area kerja dari KPH belum begitu jelas jika dilihat di lapangan. Meski KPH sudah memiliki peta areal kerja, namun di lapangan masih belum dapat ditunjukkan secara pasti. Data-data yang digunakan sebagai alat klaim biasanya didasarkan pada dua sumber yang berbeda, yaitu data atau bukti yang bersumber dari hukum negara dan data atau bukti yang bersumber dari hukum adat. Di KPHP Kapuas Hulu, bukti-bukti klaim yang diajukan oleh 5 Kampung yang dinilai menunjukkan, bahwa klaim masyarakat adat di 5 kampung menggunakan basis hukum adat sebagai dasar klaim. Di KPHP Berau Barat khususnya masyarakat adat dayak, memiliki klaim atas dasar hukum adat yang mereka miliki. Informasi mengenai klaim dan aktor-aktor yang mengklaim tidak dapat diperoleh di dalam Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang di kedua KPH. Hal ini menyebabkan kemungkinan konlik antara KPH dengan Masyarakat Adatsetempat di kemudian hari jika tidak diakomodir secara tepat.

3.5 Pendekatan KPH Dalam Penyelesaian Konlik

Pada dasarnya pengelola KPH yang dinilai sudah menyadari bahwa ada konlik maupun potensi konlik yang terjadi di areal KPH. Dari proses yang sudah dilakukan sebagai upaya untuk menyelesaikan konlik di areal KPH sudah jauh lebih baik. Pendekatan KPH di dua lokasi penilaian sudah mengedepankan metode dialog. Meski demikian, pendekatan KPH akan lebih baik jika dilengkapi dengan pemahaman terhadap hukumperaturan kehutanan yang saat ini sudah berkembangan cepat, pemahaman terhadap aspek sosial dan budaya masyarakat termasuk sistem penguasaan tanah land tenure berdasarkan hukum adat, dan penguasaan model-model penyelesaian konlik.