Pemahaman Terhadap Aspek Sosial dan Budaya Masyarakat Setempat Termasuk Sistem Hukum Adat
KPH sudah jauh lebih baik. Pendekatan KPH di dua lokasi penilaian sudah mengedepankan metode dialog. Meski demikian, pendekatan
KPH akan lebih baik jika dilengkapi dengan pemahaman terhadap hukumperaturan kehutanan yang saat ini sudah berkembangan cepat,
pemahaman terhadap aspek sosial dan budaya masyarakat termasuk sistem penguasaan tanah land tenure berdasarkan hukum adat, dan
penguasaan model-model penyelesaian konlik.
Memperkuat Partisipasi Masyarakat dalam Tata Kelola Hutan
Dr. Deni Bram, SH.MH
Epilog
S
alah satu hal yang khas serta dapat ditemui hampir semua lokasi penelitian lapangan adalah berbedanya cara pandang serta tolok
ukur yang digunakan para pihak dalam mengklaim kawasan hutan yang ada. Paling tidak dapat di lihat dari cara pandang yang berbeda dalam
memaknai “kekuasaan” yang dianggap valid dan sahih di antara aktor- aktor di lapangan. Asumsi yang mengatakan selama ini bahwa hanya
negara sebagai institusi yang dianggap memiliki kedudukan paling tinggi dalam struktur kekuasaan justru kadang menjadi sumber masalah dalam
konlik yang terjadi. Pada anggapan pemilik izin mereka menganggap bahwa hal tersebut menjadi dasar satu–satunya untuk tata kuasa dan
tata kelola kehutanan, padahal pada sisi lain terdapat masyarakat lokal yang dalam hal ini sebenarnya juga dilindungi secara konstitusional
keberadaannya berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 PUU-X2012 yang secara jelas menyatakan, bahwa hutan adat tidak lagi
berada dalam posisi yang sama dengan hutan negara.
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut mencerminkan secara nyata bahwa dasar suatu kekuasaan tidak hanya bertumpu pada sebuah
institusi yang bernama negara. Namun secara lebih konkret justru kekuasaan tersebut dalam konteks lapangan menjadi tersebar di berbagai
tempat dan mendapatkan pengakuan masing-masing sesuai dengan karakteristik masyarakatnya. Dalam bahasa lain hal ini dapat dimaknai
bahwa keberadaan izin dalam hukum negara secara formal menjadi terbantahkan saat masyarakat lokal justru menganggap izin tersebut
tidak lebih dari sekedar secarik kertas yang hadir dari sebuah institusi negara dan selama ini cenderung tidak hadir saat terjadi konlik pada
tataran lapangan.