Kapasitas dan Kewenangan KPH dalam Penanganan Konlik Tenurial Kehutanan

berpotensi konlik. Jika dibaca dengan data lain yang dilansir oleh DKN 2013 RRI, EFI dan RECOFTC 2011 dimana 98 lebih kawasan hutan Indonesia diadministrasi secara penuh oleh Negara, sementara rakyat lokaladat hanya mengelola tidak lebih dari 0,18, maka konlik di kawasan hutan mesti ditempatkan sebagai variabel penting dalam pengelolaan KPH khususnya 6 . Dengan igure konlik semacam itu, adalah penting bagi KPH untuk membekali diri dengan “competency” atau “skill” dalam menghadapi, merespon dan mengelola konlik atau potensi konlik di wilayahnya. Mengapa? Dalam konteks kekinian, keberhasilan KPH menghadapi, merespon dan mengelola konlik atau potensi konlik tenurial di kawasan hutan akan jadi modal penting dalam memberangkatkan KPH dalam 6 Gangga Dahal, dkk, 2011, Forest Tenure in Asia: Status and Trends, makalah yang dipresentasikan dalam Konferensi Internasional tentang tenurial dan tata kelola hutan serta usaha kehutanan di Lombok tanggal 11‐15 Juli 2011. Gambar-3. Posisi Relatif dari Negara-Negara Besar di Asia pada Penguasaan Lahan Sumber: RRI, EFI, RECOFT menjalankan “misinya” mengelola hutan secara eisien dan lestari. Apalagi di dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.42Menhut- II2011 tentang Standar Kompetensi Bidang Teknis Kehutanan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi, khususnya pada Kelompok Kompetensi Jabatan Struktural dan Kepala Resort pada KPHL atau KPHP adalah Kompetensi Pengelolaan Parapihak Komunikasi, Negosiasi, Konsultasi, Fasilitasi, Pengelolaan Konlik Kemenhut, Peraturan Terkait KPH, 2012. Perlu juga mengingat kembali konsepsi dasar regulasi KPH dengan merujuk kepada UU Kehutanan No. 411999 yang menyatakan bahwa KPH sebenarnya tidak hanya terbatas pada KPH Lindung, Produksi dan Konservasi, tetapi juga dapat berbentuk KPHKM Kesatuan Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan, KPH DAS serta KPHA Kesatuan Pengelolaan Hutan Adat. lihat penjelasan pasal 17 ayat 1, UU Kehutanan No.411999. Dengan demikian, cukup banyak ruang dan rentang kebijakan yang memungkinkan Kementerian Kehutanan, termasuk di dalamnya kelembagaan KPH mencari solusi terbaik sesuai dengan karakteristik isik hutan, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk Masyarakat Hukum Adat. Dengan modal Kompetensi Pengelolaan Parapihak tersebut, diharapkan KPH memiliki strategi yang tepat dalam upaya menyelesaikan konlik yang ada di wilayahnya. Sebab, sebagaimana dikemukakan oleh Bokor 2006 bahwa memahami konlik itu penting sebelum kita bisa mengelolanya secara efektif. Understanding conlict is important before you can deal with it efectively. Research tells us that conlict evolves through stages, involves an observable process and has a number of common characteristics. Recognizing and understanding what may be happening is the irst step in resolving the situation efectively. Some conlicts can be avoided entirely, or at least kept from escalating, if you understand what is happening, your style and attitudes about conlict and its causes 7 . 7 Chuck Bokor, “Community Readiness for Economic Development - Resolving Conlict Order”, Factsheet No. 01, Economic Development UnitOMAFRA, 2006