menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat Uno dan Muhammad 2011: 3 bahwa, tujuannya
adalah agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien, yaitu tujuan akhir yang diharapkan dapat dikuasai oleh semua peserta didik.
Pencapaian tujuan pemebelajaran ini, setiap guru dituntut untuk benar-benar memahami strategi pembelajaran yang akan diterapkannya. Sehubungan dengan
hal tersebut, seorang guru perlu memikirkan strategi atau pendekatan yang akan digunakannya. Pemilihan strategi pembelajaran yang tepat, yaitu dengan situasi
dan kondisi yang dihadapi akan berdampak pada tingkat penguasaan atau prestasi belajar peserta didik yang dihadapi.
2.3. Tari Melinting
Novrida dan Nurhayati 2004: 1 mengemukakan bahwa, kesenian merupakan salah satu perwujutan kebudayaan, berbagai corak ragam kesenian di Indonesia
perlu dilestarikan dan disebarluaskan kepada masyarakat sebagai aset daerah warisan leluhur yang dapat diberdayakan. Khususnya di daerah provinsi Lampung
dengan bermacam-macam tari tradisionalnya baik yang bersifat klasik maupun tari rakyat sesuai dengan adat istiadat atau kesukuan daerah setempat salah satu
warisan budaya yang perlu mendapatkan perhatian dan dilestarikan adalah tari Melinting dari daerah Meringgai dan Wana Lampung Timur Provinsi Lampung,
ini sebagai wujud kebijaksanaan pemerintah yang mengacu kepada pembangunan sosial budaya.
Tari Melinting merupakan salah satu tari tradisional Lampung yang dapat dikategorikan tari klasik. Tari ini sudah mengalami perjalanan sejarah yang cukup
lama, sejak masuknya agama islam ke Indonesia. Dalam perkembangan sekarang tari Melinting belum begitu banyak dikenal oleh masyarakat, baik di daerah
Lampung sendiri maupun masyarakat di luar Provinsi Lampung. Dengan pertimbangan inilah, maka dirasa perlu untuk terus menyebar luaskan seni tari
Melinting baik secara tertulis maupun dalam bentuk pelatihan-pelatihan dan dalam bentuk eksibisi lainnya.
2.3.1. Sejarah Tari Melinting
Berdasarkan data yang diperoleh dari S.Ag. Zakaria Pangeran Mergo Agung dan MR. Darman 2012: 5 berpendapat bahwa tari Melinting atau dengan nama
panjangnya tari cetik kipas melinting adalah sebuah tarian tradisional yang berasal dari masyarakat adat Keratuan Melinting- Lampung. Tarian ini merupakan sebuah
kesenian peninggalan dari Sultan Keratuan Melinting pada abad ke-XVI yang diciptakan dan ditarikan langsung oleh Sultan Melinting. Dimana pada waktu itu
Sultan Melinting sedang mengadakan Gawi Adat upacara adat, dengan maksud untuk menghibur dan menjamu tamu yang datang Sultan beranjak memperagakan
tarian dan mengajak tamu yang hadir untuk menari bersama. Sehingga seorang punggawa bernama Talaban menari bersama Sultan yang di ikuti oleh kerabat-
kerabat Keratuan yang lain.
Pada awalnya Tari Melinting ini hanya bisa dipentaskan oleh keluarga Keratuan yang dipentaskan dalam acara-acara adat Keratuan serta dalam penyambutan
tamu-tamu agung Keratuan. Gambaran secara umum tarian ini menggambarkan tentang kehidupan flora dan fauna yang hidup di alam semesta ini, sehingga nama
ragam dan geraknyapun banyak diangkat dari cerita flora dan fauna. Yusuf Igama 2011: 20 mengatakan bahwa “pada tahun 1965 presiden Soekarno
meminta kepada Pemda Lampung Tengah pada waktu itu Bupatinya adalah Bp. Hasan Basri untuk mementaskan tari Melinting pada acara 17 Agustus 1965 di
Istora Senayan Jakarta, pada saat itulah atas saran protocol Istana Kepresidenan untuk menambah keindahan tari maka disepakati terjadinya perubahan pada tari
Cetik Kipas yang berubah nama menjadi tari kreasi Melinting karena pementasan dalam ruangan yang lebar, maka untuk penyesuaian pada waktu itu jumlah penari
12 laki-laki dan 12 wanit a.”
Igama 2011: 21 berpendapat bahwa, adanya perubahan irama tabuhan adanya pergantian dari tabuh recik ke tabuh kedanggung tabuhan yang lainnya tetap arus
dan cetik adanya perubahan gerakan penari keluar menuju pentas begitu pula saat kembali ketempat asalnya, adanya penambahan sedikit formasi, namun gerakan
dasar penari masih memakai gerakan tari cetik kipas, adanya penambahan kostum yaitu penari memakai baju dan penambahan asesoris namun siger, tapis dan
selendang tetap seperti aslinya.