Nilai Pendidikan Akhlak Nilai pendidikan akhlak tentang sikap adil dalam perspektif AL-QUR'AN (Kajian Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90 dan Al-Maidah Ayat 8)

dan buruk, terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin ”. 18 Apabila diperhatikan dengan seksama, terlihat bahwa seluruh definisi akhlak yang telah dijelaskan di atas tidaklah bertentangan, melainkan saling melengkapi, yakni suatu sikap yang tertanam kuat dalam jiwa yang terlihat dalam perbuatan lahiriah, sikap tersebut dilakukan tanpa memerlukan pemikiran lagi karena sudah menjadi sebuah kebiasaan. Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Dari kelakuan itu lahirlah perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak bermanfaat. Dari definisi nilai, pendidikan dan akhlak di atas, maka dapat dikatakan bahwa pengertian nilai pendidikan akhlak ialah suatu hal yang menjadi ukuran atas suatu tindakan yang dilakukan oleh pendidik untuk membentuk budi pekerti yang baik pada peserta didik dengan dasar al-Qur`ân dan al-Hadis Rasulullah sehingga terbentuk manusia yang taat kepada Allah SWT.

b. Sumber-Sumber Pendidikan Akhlak

1 Al-Qur`ân Al-Qur`ân adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi umat manusia. Sebagaimana firman Allah SWT surat al-Baqarah ayat 185 di bawah ini: 18 Ibid.             .... “ Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan permulaan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang bathil ”. Al-Qur`ân merupakan sumber utama pendidikan akhlak dalam Islam, sebagaimana pendapat Mohammad Daud Ali yang menjelaskan bahwa: Al-Qur`ân adalah sumber agama juga ajaran Islam yang pertama dan utama menurut keyakinan umat Islam yang diakui kebenarannya oleh penelitian ilmiah, al-Qur`ân adalah kitab suci yang memuat firman-firman wahyu Allah, sama benar dengan yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekkah kemudian di Madinah. Tujuannya untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia ini dan dikebahagiaan di akhirat kelak. 19 Sedangkan Muhammad Alim menjelaskan bahwa kitab Suci al- Qur`ân mempunyai isi kandungan yang terdiri dari tiga kerangka besar, yaitu: pertama, soal akidah. Kedua, soal syariah. Ini terbagi menjadi dua pokok, yaitu ibadah, hubungan manusia dengan Allah dan mu ’âmalah, hubungan manusia dengan sesama manusia. Ketiga, soal akhlak yaitu etika, moralitas, budi pekerti dan segala sesuatu yang termasuk didalamnya. 20 Al-Qur`ân menduduki posisi terdepan dalam pengambilan sumber-sumber pendidikan termasuk pendidikan akhlak. Segala proses dan kegiatan pendidikan akhlak haruslah senantiasa berorientasi kepada prinsip-prinsip dan nilai-nilai al-Qur`ân. 19 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2008, h. 93. 20 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011, cet. 2, h.180. 2 Al-Hadis Sumber pendidikan akhlak setelah al-Qur`ân adalah al-Hadis. Sebagaimana pendapat Mohammad Daud Ali yang mengatakan bahwa “al-Hadis adalah sumber kedua agama juga ajaran Islam. Sunnah Rasul yang kini terdapat dalam al-Hadis merupakan penafsiran serta penjelasan otentik sah, dapat dipercaya sepenuhnya tentang al-Qur`ân ”. 21 Terdapat tiga jenis hadis atau sunnah, yaitu qawl atau perkataan Nabi SAW, Fi’il atau perbuatan Nabi SAW dan Taqrir atau sikap diam Rasulullah sebagai persetujuan dari tindakan orang lain. 22 Tingkah laku Nabi Muhammad SAW merupakan contoh suri tauladan bagi umat manusia. Nabi Muhammad SAW diutus untuk meperbaiki manusia sehingga tercipta ketentraman, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 21 sebagai berikut:                   “ Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah ”. Dari h adiś tersebut di atas dapat dipahami bahwa ajaran Islam serta pendidikan akhlak mulia yang harus diteladani adalah Rasullah SAW agar menjadi manusia yang hidup sesuai dengan tuntutat syariat, yang bertujuan untuk kemaslahatan serta kebahagiaan umat manusia. Rasullah SAW adalah contoh serta teladan bagi umat manusia yang mengajarkan serta menanamkan nilai-nilai akhlak yang sangat mulia kepada umatnya. Mengingat kebenaran al-Qur`ân dan al-Hadis adalah mutlak, maka setiap ajaran yang sesuai dengan al-Qur`ân dan al-Hadis harus 21 Mohammad Daud Ali, op.cit., h. 110. 22 Muhammad Alim, op.cit., h. 188. dilaksanakan dan apabila bertentangan maka harus ditinggalkan. Dengan demikian berpegang teguhlah kepada al-Qur`ân dan al-Hadis agar terhindar dari kesesatan. Sebagaimana firman Allah SWT surat an-Nisâ ayat 59 di bawah ini:                                “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul Nya, dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah al- Qur`ân dan Rasul sunnahnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya ”. Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa al-Qur`ân dan al- Hadis adalah pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan sumber akhlak mahmudah dalam ajaran Islam. Al-Qur`ân dan al-Hadis adalah ajaran yang paling mulia dari segala ajaran manapun hasil renungan dan ciptaan manusia. Sehingga telah menjadi keyakinan akidah Islam bahwa akal dan naluri manusia harus tunduk mengikuti petunjuk dan pengarahan al-Qur`ân dan al-Hadis. Maka dari pedoman itulah diketahui kriteria mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk.

c. Tujuan dan Manfaat Pendidikan Akhlak

1 Tujuan Pendidikan akhlak Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang berproses dan terencana sudah tentu mempunyai tujuan. Tujuan tersebut berfungsi sebagai titik pusat perhatian dalam melaksanakan kegiatan serta sebagai pedoman guna mencegah terjadinya penyimpangan dalam kegiatan. Setiap usaha yang dilakukan secara sadar oleh manusia, pasti tidak terlepas dari tujuan. Demikian halnya dengan tujuan pendidikan akhlak, tidak berbeda dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri. Tujuan tertingginya ialah mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Muhammad „Atiyyah al-Abrâsyî mengatakan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah “untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, berkemauan keras, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan b eradab, ikhlas, jujur dan suci”. 23 Sedangkan yang dikutip oleh Ahmad Daudy dari kitab Risalah fit-Tanbih `Ala Subuli `a- Sa’adah karangan al-Farabi, yaitu : “akhlak bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahakan oleh setiap manusia untuk memperoleh kebahagiaan. Jika seseorang tidak memiliki akhlak yang terpuji, ia dapat memperolehnya dengan adat kebiasaan ”. 24 Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata mengatakan bahwa: Tujuan mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang baik dan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalim termasuk perbuatan buruk. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pendidikan akhlak bertujuan untuk memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk. 25 Dengan demikian, tujuan pendidikan akhlak adalah untuk membuat peserta didik mampu berperilaku dengan baik sesuai dengan ajaran al-Qur`ân dan al-Hadis. Pendidikan akhlak yang 23 Muhammad Aţiyyah al-Abrâsyî, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1970, h. 109. 24 Ahmad Daudy, op.cit., h. 47. 25 Abuddin Nata, op.cit., h. 11-13. sesuai dengan al-Qur`ân dan al-Hadis diharapkan dapat mencapai kebahagiaan dan kedamaian hidup umat manusia di dunia, serta kebahagiaan hidup di akhirat. 2 Manfaat Pendidikan Akhlak Pendidikan akhlak dapat membuka mata hati seseorang untuk mengetahui yang baik dan buruk, memberikan pengertian apa manfaat jika berbuat baik dan apa pula bahayanya jika berbuat kejahatan. Orang yang baik akhlaknya maka hidupnya akan bahagia dan membahagiakan karena hatinya tenang, riang dan senang. Menurut Mustofa orang yang berakhlak karena ketakwaan kepada Tuhan maka dapat menghasilkan kebahagiaan, antara lain: a Mendapat tempat yang baik di dalam masyarakat. b Akan disenangi orang dalam pergaulan. c Akan dapat terpelihara dari hukuman yang sifatnya manusiawi dan sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan. d Orang yang bertakwa dan berakhlak mendapat pertolongan dan kemudahan dalam memperoleh keluhuran, kecukupan, dan sebutan baik. e Jasa manusia yang berakhlak mendapat perlindungan dari segala penderitaan dan kesukaran. 26 Setiap orang dalam hidupnya bercita-cita memperoleh kebahagiaan sebagaimana telah disebutkan di atas. Namun untuk memperoleh kebahagiaan tersebut tidaklah mudah, manusia harus mampu membedakan mana yang baik untuk dikerjakan dan meninggalkan hal-hal yang buruk. Orang yang dapat berpegang pada kebaikan dan meninggalkan keburukan, maka sesungguhnya ia berada dijalan yang lurus dan termasuk orang-orang yang beruntung. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Mustofa dalam bukunya Akhlak Tasawuf menjelaskan bahwa : 26 Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2014, cet. 6, h. 26. Seseorang yang mendapatkan kebahagiaan karena akibat tindakan yang baik dan benar, dan berakhlak baik maka akan memperoleh: a Irsyâd : Artinya dapat membedakan antara amal yang baik dan amal yang buruk. b Taufîq : Perbuatan kita sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW dan dengan akal yang sehat. c Hidâyah : Berarti seseorang akan gemar melakukan yang baik dan terpuji serta menghindari yang buruk dan tercela. 27 Dengan demikian manfaat dari pendidikan akhlak atau mempelajari akhlak yakni untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Untuk mencapai kebahagiaan tersebut manusia harus mampu membedakan perbuatan yang baik dan buruk sesuai dengan tuntunan dari al-Qur`ân dan al-Hadis, dengan demikian manusia akan memperoleh irsyâd, taufîq dan hidâyah.

2. Adil dalam Al-Qur`ân

a. Pengertian Adil

Keadilan berasal dari kata dasar adil yang diserap dari kata berbahasa Arab ‘adl . Secara literal, kata ‘adl adalah bentuk masdar dari kata kerja „adala – ya’dilu – ‘adlan – wa ‘udûlan – wa ‘adûlatan. Rangkaian huruf-huruf tersebut mengandung makna yang bertolak belakang, yakni lurus atau sama, dan bengkok atau berbeda. 28 Dalam Tafsir Al-Misbah kata لدعلا al- ‘adl terambil dari kata لدع „adala yang terdiri dari huruf-huruf „ain, dâl, dan lâm. Rangkaian huruf ini mengandung dua makna yang bertolak belakang, yakni lurus dan sama serta bengkok dan berbeda. 29 27 Ibid., h. 27. 28 Kementrian Agama RI, Tafsir Al- Qur’an Tematik:Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia: Tafsir Al- Qur’an Tematik, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2010, cet. 1, h. 4. 29 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al- Qur’an, Vol. 6, Jakarta: Lentera Hati, 2002, h. 698. Sedangkan dalam buku Terjemahan Tafsir Al-Maragi لْدعْلا “secara bahasa berarti persamaan dalam segala perkara, tidak lebih dan tidak kurang ”. 30 Selanjutnya menurut kamus Besar Bahasa Indonesia kata adil yaitu sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak. 31 Secara etimologis, adil berasal dari kata al- ‘adl berarti tidak berat sebelah, tidak memihak. Secara terminologis, “adil adalah mempersamakan sesuatu dengan yang lain, baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran sehingga sesuatu itu tidak berat sebelah dan tidak berbeda ”. 32 Adil di dalam al-Qur`ân diungkapkan dalam berbagai bentuk diantaranya: al- ‘adl, al-Qisth dan al-Mizan. ‘Adl yang berarti sama, memberi kesan adanya dua pihak atau lebih. Qisth arti asalnya adalah bagian yang wajar dan patut. Mizan berasal dari akar kata wazn yang berarti timbangan. 33 Kata ‘adl yang ada dalam berbagai bentuk dijumpai sebanyak 28 kali. Kata ‘adl dalam bentuk aslinya disebutkan 13 kali yakni pada QS al-Baqarah: 48, 123, dan 282 dua kali, QS an-Nisa: 58, QS al- Maidah: 95 Dua kali dan 106, QS al- An’am: 70, QS an-Nahl: 76 dan 90, QS al-Hujurat: 9 serta QS at-Talaq: 2. 34 Sesuai dengan penjelasan diatas maka penulis dapat memahami bahwa adil ialah menempatkan sesuatu pada tempatnya yakni dilakukan dengan tidak memihak ataupun berat sebelah antara satu dengan yang lainnya. 30 Ahmad Mustafa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh Bahrun Abu Bakar, dkk, Jilid. 14, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1992, cet. 2, h. 233. 31 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi Keempat, op.cit., h. 10. 32 Bachrul Ilmy, Pendidikan Agama Islam untuk SMK Kelas XII, Bandung: Grafindo Media Pratama, 2011, h. 38. 33 M. Quraish Shihab, Wawasan Al- Quran: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, op.cit., h. 111-112. 34 Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur’an, Tafsir Al-Qur’an Tematik, Vol. 9, Jakarta: Kamil Pustaka, 2014, cet. 1, h. 4.

b. Ragam Makna Adil

Kata ‘adl dalam al-Qur`ân memiliki aspek dan objek yang beragam, begitu pula pelakunya. Keragaman tersebut mengakibatkan keragaman makna ‘adl . Menurut M. Quraish Shihab ada empat makna keadilan yang dikemukakan oleh pakar agama, yaitu : “Pertama, ‘adl dalam arti sama. Pengertian ini yang paling banyak terdapat di dalam al-Qur`ân, antara lain pada surat an-Nisa: 3, 58, dan 129, asy-Syura: 15, al-Maidah: 8, an-Nahl: 76, 90; dan al- Hujurat: 9. Kata ‘adl dengan arti sama pada ayat-ayat tersebut yang dimaksud adalah persamaan dalam persoalan hak. ” 35 Dalam al-Qur`ân kata ‘adl dalam arti sama salah satunya terdapat dalam surat an-Nahl ayat 90, sebagai berikut:                   “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran ”. Dalam buku Al-Qur`ân dan Tafsirnya menjelaskan bahwa surat an- Nahl ayat 90 merupakan “ayat yang paling luas dalam penge rtiannya. Ibnu Mas’ud berkata: Dan ayat paling luas lingkupnya dalam al-Qur`ân tentang kebaikan dan kejahatan ialah ayat dalam Surat an-Nahl yang artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan.Riwayat Bukhari dari Ibnu Mas’ud” 36 Sedangkan menurut al-Baidawi sebagaimana di kutip dalam buku Tafsir al-Qur`â n Tematik menjelaskan bahwa : “kata ‘adl berarti sama bermakna berada di pertengahan dan mempersamakan, Sayyid 35 M.Quraish Shihab, Wawasan Al- Quran: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, op.cit., h. 114. 36 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, Jilid V, Jakarta: Lentera Abadi, 2010, h.373. Qutub menyatakan bahwa dasar persamaan itu adalah sifat kemanusiaan yang dimiliki setiap manusia. Ini berimplikasi bahwa manusia mempunyai hak yang sama oleh karena mereka sama-sama manusia ”. 37 Kedua, ‘adl dalam arti seimbang. Pengertian ini dikemukakan di dalam surat al-Maidah: 95, dan al-Infitar: 7. M Quraish Shihab menjelaskan bahwa: Keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok yang di dalamnya terdapat beragam bagian yang menuju satu tujuan tertentu, selama syarat dan kadar tertentu terpenuhi oleh setiap bagian. Keadilan dalam arti ini akan menimbulkan keyakinan bahwa Allah yang Maha bijaksana dan Maha mengetahui menciptakan serta mengelola segala sesuatu dengan ukuran, kadar, dan waktu tertentu guna mencapai tujuan. Keyakinan ini yang pada akhirnya mengantarkan kepada keadilan Ilahi. 38 “Ketiga, ‘adl dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu kepada setiap pemiliknya. Pengertian inilah yang didefinisikan dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Lawannya adalah kezaliman yakni pelanggaran terhadap hak-hak pihak lain ”. 39 Keempat, ‘adl dalam arti yang di nisbatkan kepada Allah ‘adl di sini berarti memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi, dan perolehan rahmat sewaktu terdapat banyak kemungkinan untuk itu. Jadi keadilan Allah pada dasarnya merupakan rahmat dan kebaikan- Nya. Keadilan Allah mengandung konsekuensi bahwa rahmat Allah SWT tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu mau meraihnya. Di dalam pengertian ini harus dipahami kandungan surat al-Imran: 18, yang menunjukan Allah SWT sebagai Qaiman bi-qist Yang menegak keadilan. 40 37 Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur’an, op.cit., h. 5. 38 M.Quraish Shihab, Wawasan Al- Quran: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, op.cit., h. 115. 39 Ibid., h.116. 40 Ibid.

c. Macam-Macam Adil

Selanjutnya macam-macam keadilan atau adil yang dikemukakan oleh Islam antara lain sebagai berikut: 1 Keadilan dalam Kepercayaan “Menurut al-Qur`ân kepercayaan syirik itu suatu kezaliman. Sebagaimana firman Allah SWT Luqman ayat 13:          “Janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar ”. Mengesakan Tuhan adalah suatu keadilan, sebab hanya Dialah yang menjadi sumber hidup dan kehidupan ”. 41 Allah telah memberikan kenikmatan lahir dan batin kepada setiap manusia, maka sudah sepantasnya kita mengesakan Allah SWT dalam ibadah dan itikad. Seperti penjelasan ayat di atas bahwa mempersekutukan Allah SWT merupakan suatu kezaliman atau perbuatan yang tidak adil. 2 Keadilan dalam Rumah Tangga “Dalam rumah tangga keadilan tidak hanya mendasari ketentuan-ketentuan formal yang menyangkut hak dan kewajiban suami istri, tetapi juga keadilan mendasari hubungan kasih sayang dengan istri ”. 42 Keluarga merupakan ikatan antara bapak, ibu dan anak- anaknya yang merupakan sebuah anggota keluarga. Setiap anggota keluarga mempunyai tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan adil. Seperti suami dapat dikatakan adil apabila mampu menunaikan hak istri dan anaknya dengan baik, misalnya dalam memberikan nafkah serta kasih sayang dan perhatian. Sementara seorang istri dikatakan adil apabila ia 41 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, Jilid V, op.cit., h.375. 42 Ibid. mampu melaksanakan kewajibannya dengan baik, misalnya taat kepada suami dan memberikan kasih sayang kepada anaknya. Sedangkan anak yang dianggap adil ialah anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya. 3 Keadilan dalam Perjanjian “Pada persaksian yang banyak terjadi dalam perjanjian- perjanjian, Islam menetapkan pula adanya keadilan. Keadilan dalam persaksian ialah melaksanakannya secara jujur isi kesaksian itu tanpa penyelewengan dan pemalsuan ”. 43 Firman Allah SWT surat an-Nisa ayat 135:                “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu.... ”. Allah memerintahkan manusia berlaku adil, termasuk dalam memberi kesaksian. Seseorang dalam memberikan kesaksian harus mempunyai sifat yang bersih dan jujur sehingga dalam kesaksiaannya tidak terjadi perbuatan zalim serta menjadi saksi karena Allah SWT. Maka seseorang dituntut untuk mampu bersikap adil kepada dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum menjadi saksi yang meringankan atau justru akan memberatkan orang lain. 4 Keadilan dalam Hukum Dalam Islam semua manusia sama di hadapan Tuhan termasuk dalam perlakuan hukum. Melaksanakan keadilan hukum 43 Ibid., h.376.