dan buruk, terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin
”.
18
Apabila diperhatikan dengan seksama, terlihat bahwa seluruh
definisi akhlak yang telah dijelaskan di atas tidaklah bertentangan, melainkan saling melengkapi, yakni suatu sikap yang tertanam kuat
dalam jiwa yang terlihat dalam perbuatan lahiriah, sikap tersebut dilakukan tanpa memerlukan pemikiran lagi karena sudah menjadi
sebuah kebiasaan. Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan
antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam
kenyataan hidup keseharian. Dari kelakuan itu lahirlah perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang
bermanfaat dan mana yang tidak bermanfaat. Dari definisi nilai, pendidikan dan akhlak di atas, maka dapat
dikatakan bahwa pengertian nilai pendidikan akhlak ialah suatu hal yang menjadi ukuran atas suatu tindakan yang dilakukan oleh
pendidik untuk membentuk budi pekerti yang baik pada peserta didik dengan dasar al-Qur`ân dan al-Hadis Rasulullah sehingga terbentuk
manusia yang taat kepada Allah SWT.
b. Sumber-Sumber Pendidikan Akhlak
1 Al-Qur`ân
Al-Qur`ân adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi umat manusia.
Sebagaimana firman Allah SWT surat al-Baqarah ayat 185 di bawah ini:
18
Ibid.
....
“
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan permulaan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang bathil
”. Al-Qur`ân merupakan sumber utama pendidikan akhlak dalam
Islam, sebagaimana pendapat Mohammad Daud Ali yang menjelaskan bahwa:
Al-Qur`ân adalah sumber agama juga ajaran Islam yang pertama dan utama menurut keyakinan umat Islam yang diakui
kebenarannya oleh penelitian ilmiah, al-Qur`ân adalah kitab suci yang memuat firman-firman wahyu Allah, sama benar dengan
yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan
22 hari, mula-mula di Mekkah kemudian di Madinah. Tujuannya untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam
hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia ini dan dikebahagiaan di akhirat kelak.
19
Sedangkan Muhammad Alim menjelaskan bahwa kitab Suci al- Qur`ân mempunyai isi kandungan yang terdiri dari tiga kerangka
besar, yaitu: pertama, soal akidah. Kedua, soal syariah. Ini terbagi menjadi dua pokok, yaitu ibadah, hubungan manusia dengan Allah
dan mu ’âmalah, hubungan manusia dengan sesama manusia. Ketiga,
soal akhlak yaitu etika, moralitas, budi pekerti dan segala sesuatu yang termasuk didalamnya.
20
Al-Qur`ân menduduki posisi terdepan dalam pengambilan sumber-sumber pendidikan termasuk pendidikan akhlak. Segala
proses dan kegiatan pendidikan akhlak haruslah senantiasa berorientasi kepada prinsip-prinsip dan nilai-nilai al-Qur`ân.
19
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2008, h. 93.
20
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011, cet. 2, h.180.
2 Al-Hadis
Sumber pendidikan akhlak setelah al-Qur`ân adalah al-Hadis. Sebagaimana pendapat Mohammad Daud Ali yang mengatakan
bahwa “al-Hadis adalah sumber kedua agama juga ajaran Islam. Sunnah Rasul yang kini terdapat dalam al-Hadis merupakan
penafsiran serta penjelasan otentik sah, dapat dipercaya sepenuhnya tentang al-Qur`ân
”.
21
Terdapat tiga jenis hadis atau sunnah, yaitu qawl atau perkataan
Nabi SAW, Fi’il atau perbuatan Nabi SAW dan Taqrir atau sikap
diam Rasulullah sebagai persetujuan dari tindakan orang lain.
22
Tingkah laku Nabi Muhammad SAW merupakan contoh suri tauladan bagi umat manusia. Nabi Muhammad SAW diutus untuk
meperbaiki manusia sehingga tercipta ketentraman, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 21 sebagai berikut:
“
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat
Allah dan kedatangan hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah
”. Dari h
adiś tersebut di atas dapat dipahami bahwa ajaran Islam serta pendidikan akhlak mulia yang harus diteladani adalah Rasullah
SAW agar menjadi manusia yang hidup sesuai dengan tuntutat syariat, yang bertujuan untuk kemaslahatan serta kebahagiaan umat
manusia. Rasullah SAW adalah contoh serta teladan bagi umat manusia yang mengajarkan serta menanamkan nilai-nilai akhlak
yang sangat mulia kepada umatnya. Mengingat kebenaran al-Qur`ân dan al-Hadis adalah mutlak,
maka setiap ajaran yang sesuai dengan al-Qur`ân dan al-Hadis harus
21
Mohammad Daud Ali, op.cit., h. 110.
22
Muhammad Alim, op.cit., h. 188.
dilaksanakan dan apabila bertentangan maka harus ditinggalkan. Dengan demikian berpegang teguhlah kepada al-Qur`ân dan al-Hadis
agar terhindar dari kesesatan. Sebagaimana firman Allah SWT surat an-Nisâ ayat 59 di bawah ini:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul Nya, dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah al- Qur`ân dan Rasul sunnahnya, jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya
”. Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa al-Qur`ân dan al-
Hadis adalah pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan sumber akhlak mahmudah
dalam ajaran Islam. Al-Qur`ân dan al-Hadis adalah ajaran yang paling mulia dari segala ajaran manapun hasil renungan dan ciptaan
manusia. Sehingga telah menjadi keyakinan akidah Islam bahwa akal dan naluri manusia harus tunduk mengikuti petunjuk dan
pengarahan al-Qur`ân dan al-Hadis. Maka dari pedoman itulah diketahui kriteria mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk.
c. Tujuan dan Manfaat Pendidikan Akhlak
1 Tujuan Pendidikan akhlak
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang berproses dan
terencana sudah tentu mempunyai tujuan. Tujuan tersebut berfungsi sebagai titik pusat perhatian dalam melaksanakan kegiatan serta
sebagai pedoman guna mencegah terjadinya penyimpangan dalam kegiatan.
Setiap usaha yang dilakukan secara sadar oleh manusia, pasti tidak terlepas dari tujuan. Demikian halnya dengan tujuan
pendidikan akhlak, tidak berbeda dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri. Tujuan tertingginya ialah mencapai kebahagiaan dunia
dan akhirat. Muhammad „Atiyyah al-Abrâsyî mengatakan bahwa tujuan
pendidikan akhlak adalah “untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, berkemauan keras, sopan dalam berbicara dan
perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan b
eradab, ikhlas, jujur dan suci”.
23
Sedangkan yang dikutip oleh Ahmad Daudy dari kitab Risalah fit-Tanbih `Ala Subuli `a-
Sa’adah karangan al-Farabi, yaitu : “akhlak bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan yang
merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahakan oleh setiap manusia untuk memperoleh kebahagiaan. Jika seseorang
tidak memiliki akhlak yang terpuji, ia dapat memperolehnya dengan adat kebiasaan
”.
24
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata mengatakan bahwa:
Tujuan mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan lainnya
sebagai yang baik dan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalim
termasuk perbuatan buruk. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pendidikan akhlak bertujuan untuk memberikan pedoman
atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk.
25
Dengan demikian, tujuan pendidikan akhlak adalah untuk membuat peserta didik mampu berperilaku dengan baik sesuai
dengan ajaran al-Qur`ân dan al-Hadis. Pendidikan akhlak yang
23
Muhammad Aţiyyah al-Abrâsyî, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1970, h. 109.
24
Ahmad Daudy, op.cit., h. 47.
25
Abuddin Nata, op.cit., h. 11-13.
sesuai dengan al-Qur`ân dan al-Hadis diharapkan dapat mencapai kebahagiaan dan kedamaian hidup umat manusia di dunia, serta
kebahagiaan hidup di akhirat. 2
Manfaat Pendidikan Akhlak Pendidikan akhlak dapat membuka mata hati seseorang untuk
mengetahui yang baik dan buruk, memberikan pengertian apa manfaat jika berbuat baik dan apa pula bahayanya jika berbuat
kejahatan. Orang yang baik akhlaknya maka hidupnya akan bahagia dan membahagiakan karena hatinya tenang, riang dan
senang. Menurut Mustofa orang yang berakhlak karena ketakwaan
kepada Tuhan maka dapat menghasilkan kebahagiaan, antara lain: a
Mendapat tempat yang baik di dalam masyarakat. b
Akan disenangi orang dalam pergaulan. c
Akan dapat terpelihara dari hukuman yang sifatnya manusiawi dan sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan.
d Orang yang bertakwa dan berakhlak mendapat pertolongan dan
kemudahan dalam memperoleh keluhuran, kecukupan, dan sebutan baik.
e Jasa manusia yang berakhlak mendapat perlindungan dari
segala penderitaan dan kesukaran.
26
Setiap orang dalam hidupnya bercita-cita memperoleh kebahagiaan sebagaimana telah disebutkan di atas. Namun untuk
memperoleh kebahagiaan tersebut tidaklah mudah, manusia harus mampu membedakan mana yang baik untuk dikerjakan dan
meninggalkan hal-hal yang buruk. Orang yang dapat berpegang pada kebaikan dan meninggalkan keburukan, maka sesungguhnya
ia berada dijalan yang lurus dan termasuk orang-orang yang beruntung.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Mustofa dalam bukunya Akhlak Tasawuf menjelaskan bahwa :
26
Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2014, cet. 6, h. 26.
Seseorang yang mendapatkan kebahagiaan karena akibat tindakan yang baik dan benar, dan berakhlak baik maka akan
memperoleh: a
Irsyâd : Artinya dapat membedakan antara amal yang baik dan amal yang buruk.
b Taufîq : Perbuatan kita sesuai dengan tuntunan Rasulullah
SAW dan dengan akal yang sehat. c
Hidâyah : Berarti seseorang akan gemar melakukan yang baik dan terpuji serta menghindari yang buruk dan tercela.
27
Dengan demikian manfaat dari pendidikan akhlak atau mempelajari akhlak yakni untuk memperoleh kebahagiaan di dunia
dan di akhirat kelak. Untuk mencapai kebahagiaan tersebut manusia harus mampu membedakan perbuatan yang baik dan
buruk sesuai dengan tuntunan dari al-Qur`ân dan al-Hadis, dengan demikian manusia akan memperoleh irsyâd, taufîq dan hidâyah.
2. Adil dalam Al-Qur`ân
a. Pengertian Adil
Keadilan berasal dari kata dasar adil yang diserap dari kata berbahasa Arab
‘adl . Secara literal, kata ‘adl adalah bentuk masdar dari kata kerja „adala – ya’dilu – ‘adlan – wa ‘udûlan – wa ‘adûlatan.
Rangkaian huruf-huruf tersebut mengandung makna yang bertolak belakang, yakni lurus atau sama, dan bengkok atau berbeda.
28
Dalam Tafsir Al-Misbah kata
لدعلا
al- ‘adl terambil dari kata
لدع
„adala yang terdiri dari huruf-huruf „ain, dâl, dan lâm. Rangkaian huruf ini mengandung dua makna yang bertolak belakang,
yakni lurus dan sama serta bengkok dan berbeda.
29
27
Ibid., h. 27.
28
Kementrian Agama RI, Tafsir Al- Qur’an Tematik:Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia:
Tafsir Al- Qur’an Tematik, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2010, cet. 1, h. 4.
29
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al- Qur’an, Vol. 6,
Jakarta: Lentera Hati, 2002, h. 698.
Sedangkan dalam buku Terjemahan Tafsir Al-Maragi
لْدعْلا
“secara bahasa berarti persamaan dalam segala perkara, tidak lebih dan tidak kurang
”.
30
Selanjutnya menurut kamus Besar Bahasa Indonesia kata adil yaitu sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak.
31
Secara etimologis, adil berasal dari kata al-
‘adl berarti tidak berat sebelah, tidak memihak. Secara terminologis,
“adil adalah mempersamakan sesuatu dengan yang lain, baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran
sehingga sesuatu itu tidak berat sebelah dan tidak berbeda ”.
32
Adil di dalam al-Qur`ân diungkapkan dalam berbagai bentuk diantaranya: al-
‘adl, al-Qisth dan al-Mizan. ‘Adl yang berarti sama,
memberi kesan adanya dua pihak atau lebih. Qisth arti asalnya adalah bagian yang wajar dan patut. Mizan berasal dari akar kata wazn yang
berarti timbangan.
33
Kata ‘adl yang ada dalam berbagai bentuk dijumpai sebanyak 28
kali. Kata ‘adl dalam bentuk aslinya disebutkan 13 kali yakni pada
QS al-Baqarah: 48, 123, dan 282 dua kali, QS an-Nisa: 58, QS al- Maidah: 95 Dua kali dan 106, QS al-
An’am: 70, QS an-Nahl: 76 dan 90, QS al-Hujurat: 9 serta QS at-Talaq: 2.
34
Sesuai dengan penjelasan diatas maka penulis dapat memahami bahwa adil ialah menempatkan sesuatu pada tempatnya yakni
dilakukan dengan tidak memihak ataupun berat sebelah antara satu dengan yang lainnya.
30
Ahmad Mustafa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh Bahrun Abu Bakar, dkk, Jilid. 14, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1992, cet. 2, h. 233.
31
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi Keempat, op.cit., h. 10.
32
Bachrul Ilmy, Pendidikan Agama Islam untuk SMK Kelas XII, Bandung: Grafindo Media Pratama, 2011, h. 38.
33
M. Quraish Shihab, Wawasan Al- Quran: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,
op.cit., h. 111-112.
34
Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur’an, Tafsir Al-Qur’an Tematik, Vol. 9, Jakarta: Kamil
Pustaka, 2014, cet. 1, h. 4.
b. Ragam Makna Adil
Kata ‘adl dalam al-Qur`ân memiliki aspek dan objek yang
beragam, begitu pula pelakunya. Keragaman tersebut mengakibatkan keragaman makna
‘adl . Menurut M. Quraish Shihab ada empat makna keadilan yang dikemukakan oleh pakar agama, yaitu :
“Pertama, ‘adl dalam arti sama. Pengertian ini yang paling banyak terdapat di dalam al-Qur`ân, antara lain pada surat an-Nisa: 3,
58, dan 129, asy-Syura: 15, al-Maidah: 8, an-Nahl: 76, 90; dan al- Hujurat: 9. Kata
‘adl dengan arti sama pada ayat-ayat tersebut yang dimaksud adalah persamaan dalam persoalan hak.
”
35
Dalam al-Qur`ân kata ‘adl dalam arti sama salah satunya terdapat
dalam surat an-Nahl ayat 90, sebagai berikut:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran
”. Dalam buku Al-Qur`ân dan Tafsirnya menjelaskan bahwa surat
an- Nahl ayat 90 merupakan “ayat yang paling luas dalam
penge rtiannya. Ibnu Mas’ud berkata: Dan ayat paling luas lingkupnya
dalam al-Qur`ân tentang kebaikan dan kejahatan ialah ayat dalam Surat an-Nahl yang artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
berlaku adil dan berbuat kebajikan.Riwayat Bukhari dari Ibnu Mas’ud”
36
Sedangkan menurut al-Baidawi sebagaimana di kutip dalam buku Tafsir al-Qur`â
n Tematik menjelaskan bahwa : “kata ‘adl berarti sama bermakna berada di pertengahan dan mempersamakan, Sayyid
35
M.Quraish Shihab, Wawasan Al- Quran: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,
op.cit., h. 114.
36
Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, Jilid V, Jakarta: Lentera Abadi, 2010,
h.373.
Qutub menyatakan bahwa dasar persamaan itu adalah sifat kemanusiaan yang dimiliki setiap manusia. Ini berimplikasi bahwa
manusia mempunyai hak yang sama oleh karena mereka sama-sama manusia
”.
37
Kedua, ‘adl dalam arti seimbang. Pengertian ini dikemukakan di
dalam surat al-Maidah: 95, dan al-Infitar: 7. M Quraish Shihab menjelaskan bahwa:
Keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok yang di dalamnya terdapat beragam bagian yang menuju satu tujuan tertentu, selama
syarat dan kadar tertentu terpenuhi oleh setiap bagian. Keadilan dalam arti ini akan menimbulkan keyakinan bahwa Allah yang
Maha bijaksana dan Maha mengetahui menciptakan serta mengelola segala sesuatu dengan ukuran, kadar, dan waktu tertentu
guna mencapai tujuan. Keyakinan ini yang pada akhirnya mengantarkan kepada keadilan Ilahi.
38
“Ketiga, ‘adl dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu kepada setiap pemiliknya. Pengertian inilah
yang didefinisikan dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Lawannya adalah kezaliman yakni pelanggaran terhadap hak-hak
pihak lain ”.
39
Keempat, ‘adl dalam arti yang di nisbatkan kepada Allah ‘adl di
sini berarti memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi, dan perolehan rahmat sewaktu terdapat banyak kemungkinan untuk itu.
Jadi keadilan Allah pada dasarnya merupakan rahmat dan kebaikan- Nya. Keadilan Allah mengandung konsekuensi bahwa rahmat Allah
SWT tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu mau meraihnya. Di dalam pengertian ini harus dipahami kandungan surat
al-Imran: 18, yang menunjukan Allah SWT sebagai Qaiman bi-qist Yang menegak keadilan.
40
37
Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur’an, op.cit., h. 5.
38
M.Quraish Shihab, Wawasan Al- Quran: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,
op.cit., h. 115.
39
Ibid., h.116.
40
Ibid.
c. Macam-Macam Adil
Selanjutnya macam-macam keadilan atau adil yang dikemukakan oleh Islam antara lain sebagai berikut:
1 Keadilan dalam Kepercayaan
“Menurut al-Qur`ân kepercayaan syirik itu suatu kezaliman. Sebagaimana firman Allah SWT Luqman ayat 13:
“Janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang
besar ”.
Mengesakan Tuhan adalah suatu keadilan, sebab hanya Dialah yang menjadi sumber hidup dan kehidupan
”.
41
Allah telah memberikan kenikmatan lahir dan batin kepada setiap manusia, maka sudah sepantasnya kita mengesakan Allah
SWT dalam ibadah dan itikad. Seperti penjelasan ayat di atas bahwa mempersekutukan Allah SWT merupakan suatu kezaliman
atau perbuatan yang tidak adil. 2
Keadilan dalam Rumah Tangga “Dalam rumah tangga keadilan tidak hanya mendasari
ketentuan-ketentuan formal yang menyangkut hak dan kewajiban suami istri, tetapi juga keadilan mendasari hubungan kasih sayang
dengan istri ”.
42
Keluarga merupakan ikatan antara bapak, ibu dan anak- anaknya yang merupakan sebuah anggota keluarga. Setiap
anggota keluarga mempunyai tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan adil. Seperti suami dapat dikatakan adil
apabila mampu menunaikan hak istri dan anaknya dengan baik, misalnya dalam memberikan nafkah serta kasih sayang dan
perhatian. Sementara seorang istri dikatakan adil apabila ia
41
Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Tafsirnya, Jilid V, op.cit., h.375.
42
Ibid.
mampu melaksanakan kewajibannya dengan baik, misalnya taat kepada suami dan memberikan kasih sayang kepada anaknya.
Sedangkan anak yang dianggap adil ialah anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya.
3 Keadilan dalam Perjanjian
“Pada persaksian yang banyak terjadi dalam perjanjian- perjanjian, Islam menetapkan pula adanya keadilan. Keadilan
dalam persaksian ialah melaksanakannya secara jujur isi kesaksian itu tanpa penyelewengan dan pemalsuan
”.
43
Firman Allah SWT surat an-Nisa ayat 135:
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah
biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu....
”. Allah memerintahkan manusia berlaku adil, termasuk dalam
memberi kesaksian. Seseorang dalam memberikan kesaksian harus mempunyai sifat yang bersih dan jujur sehingga dalam
kesaksiaannya tidak terjadi perbuatan zalim serta menjadi saksi karena Allah SWT. Maka seseorang dituntut untuk mampu
bersikap adil kepada dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum menjadi saksi yang meringankan atau justru akan memberatkan
orang lain. 4
Keadilan dalam Hukum Dalam Islam semua manusia sama di hadapan Tuhan
termasuk dalam perlakuan hukum. Melaksanakan keadilan hukum
43
Ibid., h.376.