Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90

Menurut A. Mujab Mahali ayat ke 91 diturunkan untuk memberi perintah agar kaum muslimin berbaiat kepada Rasulullah SAW yakni berjanji setia untuk mempertahankan panji-panji Islam dan memeluk Islam dengan penuh konsekuen. 20 Penulis memahami bahwa munâsabah atau korelasi ayat 91 dengan ayat 90 adalah dalam ayat 90 merupakan uraian pokok- pokok isi al-Qur`ân untuk dijadikan petunjuk bagi umat Islam di dunia agar mendapatkan kebahagiaan di akhirat, isi ayat 90 yakni mengenai perintah dan larangan Allah SWT. Sementara dalam ayat 91 melanjutkan sebagaimana di pahami dari konteksnya kandungan ayat ini yaitu mengenai perintah Allah SWT agar manusia melaksanakan apa yang telah diperintahkan-Nya, jauhilah apa yang dilarangNya serta tepatilah perjanjian Allah apabila kamu berjanji. Kesimpulannya yaitu ayat 91 dan ayat 90 sebagai penjelas dari ayat 89. 2 Asbabun Nuzul Sebagaimana penjelasan dari Ahmad Syadah dan Ahmad Rofi’i bahwa “menurut bahasa sabab al-nuzûl berarti turunnya ayat-ayat al-Qur`ân ”. 21 Sementara Rachmat Syafe’i menjelaskan bahwa “asbab an-nuzûl ialah ilmu yang membahas peristiwa-peristiwa yang terjadi, yang ada hubungannya dengan turunnya ayat al- Qur`ân, yang dapat dijadikan kasus dalam penjelasan ayat ”. 22 Jadi asbabun-nuzûl merupakan sebab-sebab turunnya sesuatu yang mana dalam kategori ini diprioritaskan dalam ayat suci al- Qur`ân yang artinya sebab-sebab diturunkannya ayat atau surat dari Allah pada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yang kemudian disampaikan kepada umat Nabi Muhammad SAW untuk 20 A.Mujab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Quran Al-Maidah – Al-Isra, Jilid. 2, Jakarta: Rajawali, 1989, cet. 1, h. 257. 21 Ahmad Syadah dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Quran, Jilid. I, Bandung: CV Pustaka Setia, 1997, cet. I, h. 89. 22 Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka Setia, 2006, cet. 6, h. 26. dijadikan pegangan atau pedoman dalam menempuh suatu kehidupan di dunia. Menurut Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy ayat-ayat al-Qur`ân dibagi menjadi dua yaitu “ayat-ayat yang ada sebab nuzulnya dan ayat-ayat yang tidak ada sebab nuzulnya ”. 23 Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat ayat-ayat al-Qur`ân yang diturunkan tanpa di dahului oleh sebab dan ada ayat yang diturunkan di dahului oleh suatu sebab. Sebagaimana dalam surat an-Nahl ayat 90 yang penulis kaji, di turunkan tanpa di dahului oleh sebab dengan kata lain surat an-Nahl ayat 90 tidak mempunyai asbabun nuzûl. 3 Tafsir Ayat tentang Adil Penulis akan memaparkan tafsir al-Qur`ân tentang adil dalam surat an-Nahl ayat 90 berdasarkan pendapat para mufassir dengan berbagai kitab tafsir. Antara lain sebagai berikut: Secara etimologi atau bahasa, kata ‘adl adalah bentuk masdar dari kata kerja „adala – ya’dilu – adlan – wa ‘udûlan – wa ‘adûlatan. Rangkaian huruf-huruf tersebut mengandung makna yang bertolak belakang, yakni lurus atau sama, dan bengkok atau berbeda. 24 Menurut Quraish Shihab kata لدعلا al- ‘adl terambil dari kata لدع „adala yang terdiri dari huruf-huruf „ain, dâl, dan lâm. Rangkaian huruf ini mengandung dua makna yang bertolak belakang, yakni lurus dan sama serta bengkok dan berbeda. Seorang yang adil adalah yang berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran yang ganda. 23 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al- Qur’an `Ulum al-Qur`an, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009, h.18. 24 Kementrian Agama RI, Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia: Tafsir Al- Qur’an Tematik, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur’an, 2010, cet. 1, h. 2. Persamaan itulah yang menjadikan seseorang yang adil tidak berpihak kepada salah seorang yang berselisih. 25 Sedangkan menurut Syaikh asy-Syanqithi kata al- ‘adl secara bahasa berarti: lurus, jujur dan tidak khianat. Pada dasarnya al- ‘adl adalah berada di tengah-tengah antara dua hal, yakni ifrâ ţ melampaui batas dan tafrîţ kesembronoan. Barang siapa yang mampu menjauhkan diri dari perbuatan ifrâ ţ dan tafrîţ, maka ia telah berbuat adil. 26 Adapun pendapat para mufassir dalam mendefinisikan kata adil dalam surat an-Nahl ayat 90 secara terminologi adalah sebagai berikut: Pertama, menurut Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al- Misbah, menjelaskan bahwa “adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Beliau juga memaknainya dengan memberikan kepada hak-haknya melalui jalan yang terdekat atau menuntut semua hak sekaligus menunaikan semua kewajiban ”. 27 Kedua, menurut Abdul Malik Abdul Karim Amrullah Hamka menjelaskan bahwa “adil yaitu menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan mana yang benar, mengembalikan hak kepada yang punya dan jangan berlaku zalim ”. 28 Ketiga, m enurut Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi menjelaskan “Adil adalah pertengahan dan persamaan yang tidak memiliki kecenderungan, karena ia tidak ada kecuali di antara dua sesuatu yang saling bertentangan”. 29 25 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al- Qur’an, op.cit., h. 698. 26 Syaikh Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwa’ul Bayan, Terj. dari Adhwa` Al Bayan fi Idhah Al Qur`an bi Al Qur`an oleh Bari, dkk, Jilid. III, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007, h. 568. 27 Quraish Shihab, Al-Lubâb: Makna, Tujuan, dan Pelajaran Surah-Surah Al- Qur’an, Tangerang: Lentera Hati, 2012, cet. 1, h. 189. 28 Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar Juz XIII-XIV, Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004, h.283. 29 Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi, Terj. dari Tafsir Sya’rawi oleh Tim Safir al-Azhar, Jilid 7, Medan: Duta Azhar, 2007, cet. 1, h.698. Keempat, menurut Muhammad Nasib ar- Rifa’i berpendapat bahwa adil yaitu sikap tengah-tengah dan seimbang. Sedangkan Sufyan bin Syainah memaknai kata adil sebagai sikap yang sama dalam melakukan amal untuk Allah, baik amal kalbu maupun amal lahiriah ”. 30 Kemudian ada beberapa ahli takwil yang menafsirkan kata adil dengan bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, seperti berikut: Ahmad Mustafa al Maragi menjelaskan bahwa sesungguhnya Allah di dalam kitab-Nya menyuruh Rasulullah untuk berlaku adil. Tidak ada keadilan yang lebih baik dari pada mengakui siapa yang telah melimpahkan nikmat-nikmat-Nya kepada kita, bersyukur kepada-Nya atas segala karunia-Nya, dan memuji-Nya karena Allah berhak atas semua itu. Maka tidak ada alasan bagi kita untuk menyembah patung-patung dan berhala-berhala yang tidak dapat memberikan nikmat juga tidak mendatangkan manfaat. Hanya Allah SWT yang patut kita sembah, maka dari itu kita wajib bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah SWT. 31 Hal senada juga terdapat dalam kitab at-Thobari yang menjelaskan bahwa: Keadilan disini adalah sesungguhnya Allah telah memerintahkan berbuat adil di dalam kitab yang diturunkan-Nya kepada-Mu ini, wahai Muhammad. Di antara keadilan-Nya adalah mengakui siapa yang menganugerahkan nikmat-Nya kepada kita, mensyukuri karunia-Nya, dan melayangkan pujian kepada yang berhak. Jika adil mencakup yang demikian, maka berhala-berhala itu tidak punya peran yang membuatnya patut dipuji. 32 Kemudian Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi menjelaskan bahwa adil dalam masalah akidah dapat dilihat dari keyakinan kaum kafir. Sebagian kaum kafir mengatakan tidak ada Tuhan di alam ini, 30 Muhammad Nasib ar- Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Surat al- Maaidah-an-Nahl, Jilid 2, Terj. Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani, 2001, cet. 1, h. 751. 31 Ahmad Mustafa Al Maragi, op.cit., h. 238. 32 Abu ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. dari Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an oleh Misbah, dkk, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, h. 281. mereka mengingkari keberadaan Allah SWT secara mutlak. Sementara sebagian kaum kafir mengatakan banyak tuhan. Kemudian datang keadilan dalam Islam di mana Tuhan adalah satu dan tidak mempunyai sekutu, tidak menyerupai hal-hal yang baru sebagaimana Allah bersifat adil dalam sifat-sifat-Nya. 33 Selanjutnya sebagian para mufassir menjelaskan perintah adil dalam surat an-Nahl ayat 90 digunakan dalam berbagai aktivitas sebagaimana pendapat Muhammad Ali Ash-Shabuny bahwa: Keadilan yaitu menerapkan keadilan dalam segala aspek kehidupan. Kata adil dalam surat an-Nahl ayat 90 bersifat umum, yang mencakup keadilan dalam bidang hukum, mu’amalah, perkara wajib dan fardhu, keadilan terhadap anak laki-laki dan perempuan, keadilan terhadap teman dan lawan, keadilan terhadap kaum kerabat dan orang lain, keadilan terhadap istri, serta segala sesuatu yang kalimat adil bisa masuk di dalamnya. 34 Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi berpendapat bahwa, adil mencakup seluruh aktivitas kehidupan, dari syahadat hingga ke tingkat menyingkirkan duri dari jalan. Adil dituntut dalam taklif akidah, juga dalam masalah amaliah yang merupakan pekerjaan anggota tubuh. 35 Sebagaimana pendapat Muhammad Ali Ash-Shabuny bahwa: Keadilan yang diperintahkan Allah kepada manusia adalah keadilan yang menyentuh setiap individu, jama’ah dan umat, yang tegak lurus, tidak condong kepada hawa nafsu, tidak dipengaruhi rasa benci atau cinta, tidak berubah-ubah, yang tetap diterapkan walaupun kepada mertua ataupun keturunannya sendiri, kepada orang kaya maupun miskin, kepada orang kuat kuat maupun lemah. 36 Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya Allah sangat menegaskan kepada kita untuk selalu bersikap adil terhadap 33 Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, op.cit., h. 697. 34 Muhammad Ali Ash-Shabuny, Cahaya Al- Qur’an: Tafsir Tematik Surat Huud – Al-Isra’,Terj. dari Qabas min nûri Qur’anil al-Kariim Dirâsatun Tahliiliyatun Mûsa`ah bi Ahdâfi wa Maqâshidi al-Suwarial- Kariimah oleh Munirul Abidin, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001, cet. 1, h.446-447. 35 Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, op.cit., h. 696. 36 Muhammad Ali Ash-Shabuny, op.cit., h. 447. siapapun, dimanapun dan kapan pun. Karena itu patut kita sadari bahwa orang yang tidak berlaku adil sangatlah merugikan orang lain juga diri kita sendiri, maka mulailah berlaku adil terhadap diri kita sendiri kemudian kita mampu membiasakan diri untuk bersikap adil terhadap orang lain. Macam-macam keadilan dalam Islam yang harus diterapkan antara lain yaitu keadilan dalam kepercayaan, keadilan dalam rumah tangga, keadilan dalam perjanjian dan keadilan dalam hukum. Keadilan tidak hanya dilakukan kepada manusia saja, namun keadilan dapat diaplikasikan kepada sang khalik dengan beribadah kepada-Nya berupa shalat, puasa, dan haji. Barang siapa yang beribadah hanya kepada Allah, maka dalam hidupnya ia akan merasa tenang karena ia menyadari bahwa ia selalu diawasi oleh Allah SWT dalam hidupnya. Sebaliknya, orang yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu selain-Nya, baik dalam ucapan, keyakinan maupun perbuatan, maka dengan sendirinya ia akan terbelenggu dengan segala hal yang menyesatkan sehingga ia berada dalam kerugian akibat perbuatannya.

2. Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 8

a. Teks Ayat dan Terjemahnya

                               “ Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan ”.

b. Sejarah Surat Al-Mâ’idah

Surat al- Mâ’idah turun setelah Nabi berhijrah ke Madinah. Namanya yang populer adalah surat al- Mâ’idah yang secara harfiah bermakna hidangan. Ia dinamai demikian karena dalam rangkaian ayat-ayatnya terdapat uraian tentang hidangan yang dimohonkan oleh Nabi Isa as. Agar diturunkan atas permintaan umat beliau ayat 112-115. 37 Surah al-Mâ`idah adalah surah ke-5 dalam al-Qur`ân. Surat ini terdiri dari 120 ayat yang termasuk golongan surat madaniyah. Sekalipun ada ayatnya yang turun di Mekkah namun ayat ini diturunkan sesudah Nabi Muhammad SAW, hijrah ke Madinah, yaitu waktu haji wada. 38 Surat al-Mâ`idah juga dikenal dengan nama Sûrah al- `UqûdAkad-akad perjanjian, karena ayat pertamanya memerintahkan kaum beriman agar memenuhi ketentuan aneka akad perjanjian. Ia juga dinamai Surah al-Akhyâr, yakni orang-orang baik, karena yang memenuhi tuntunannya menyangkut aneka ikatan perjanjian itu pastilah orang baik. 39 Dalam surat al- Mâ’idah ini mengandung berbagai perintah Allah SWT memenuhi janji-janji secara umum, menyebutkan karunia-karuniaNya dengan menghalalkan merekan untuk makan- makanan yang baik dan mengharamkan yang tidak baik.

c. Mufradât

: Saksi-Saksi yang menunaikan kesaksian dengan adil, tidak berat sebelah. : Janganlah sesuatu mendorong kamu. : Permusuhan dan kebencian. 37 M. Quraish Shihab, Al-Qur`ân dan Maknanya, op.cit., h. 10 38 Zaini Dahlan dkk., Al- Qur’an dan Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1991, h. 380 39 Ibid : Yang Mengetahui secara menditail dan tepat. 40

d. Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 8

1 Munâsabah Ayat Sebelum menjelaskan tafsir dari ayat 8 Surat al-Mâ`idah ini, akan dijelaskan terlebih dulu Munâsabah atau hubungan ayat ini dengan ayat-ayat sebelumnya. Pada ayat 8 Surat al-Mâ`idah ini merupakan lanjutan dari ayat-ayat sebelumnya yakni ayat 1 sampai 7 yang menceritakan tentang perintah Allah kepada hamba-Nya untuk memenuhi janji-janji secara umum, menyebutkan karunia-karuniaNya dengan menghalalkan merekan untuk makan-makanan yang baik dan mengharamkan yang tidak baik. Kemudian Allah menjelaskan pada Surat al-Mâ`idah ayat 8 bagaimana seharusnya kita berlaku terhadap orang-orang lain, baik mereka ahli kitab, musuh maupun sahabat dan kerabat. 41 Selanjutnya Munâsabah surat al-Mâ`idah ayat 8 dengan ayat 10, dijelaskan bahwa pada ayat 8 bagaimana seharusnya kita berlaku terhadap orang-orang lain, baik mereka ahli kitab, musuh maupun sahabat dan kerabat. Sedangkan pada Surat al-Mâ`idah ayat 10 menjelaskan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani selalu mengingkari janji. 42 Penulis mengambil kesimpulan bahwa surat al-Mâ`idah ayat 8 menjadi penjelas bagi ayat-ayat sebelumnya. Sedangan ayat sesudahnya memberitakan tentang perbuatan-perbuatan orang kafir yang selalu ingkar janji, ayat 10 surat al-Mâ`idah ayat 8 berbanding terbalik dengan ayat-ayat sebelumnya. 40 Ahmad Mustafa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh Bahrun Abu Bakar, dkk, Jilid. 4, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993, cet. 2, h. 127 41 Hafizh Dasuki, dkk., op.cit., h. 401 42 Ibid, h. 405 2 Asbabun Nuzul Surat Al-Maidah ayat 8, dikatakan bahwa ayat ini diturunkan kepada Rasulullah SAW ketika orang-orang Yahudi hendak membunuh beliau. Riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut adalah: Al Qasim menceritakan kepada kami, ia berkata : Al-Husain menceritakan kepada kami, ia berkata: Hajjaj menceritakan kepadaku dari Ibn Jurajj, dari Abdullah bin Katsir, tentang firmannya 43 :                                “ Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang- orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan ”. Ibnu Jurajj berkata: Abdullah bi Katsir berkata: Rasulullah SAW pergi ke orang-orang Yahudi untuk meminta pertolongan kepada mereka tentang diyat, kemudian mereka hendak membunuhnya. Oleh karena itu, firman-Nya berbunyi:           “dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil ”. 44 Ayat ini sangat menegaskan tentang perintah berlaku adil, bahkan Allah menegaskan bahwa berlaku adil dekat dengan 43 Abu ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. dari Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an oleh Akhmad Affandi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 550 44 Ibid,. ketakwaan. Dalam ayat ini di tekankan bahwa bagaimanapun keadaan dan perasaan kita terhadap orang lain bahkan terhadap musuh, kita harus tetap berlaku adil sesuai dengan hak-hak setiap manusia. Allah Maha Mengetahui segala perbuatan umatnya, maka niatkanlah segalanya karena Allah. 3 Tafsir Ayat tentang Adil Secara umum ayat ini menjelaskan tentang apa yang patut dilakukan manusia dalam bergaul mu’amalat sesama manusia, baik dengan lawan maupun kawan.       “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang- orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah” Dalam kitab al-Maraghi menjelaskan hai orang-orang yang beriman, hendaklah menjadi adat kebiasaanmu untuk menegakkan kebenaran pada dirimu, disertai dengan rasa ikhlas karena Allah. Apabila kamu beramal hendaklah kamu kehendaki itu dalam kebaikan dan kebenaran tanpa menganiaya orang lain. Tegakkanlah kebenaran itu terhadap orang lain dengan cara menyuruh mereka melakukan yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran, dalam rangka mencari ridha Allah. 45 Selaras dengan pendapat al-Maraghi, al-Qurthubi menjelaskan bahwa “makna firman Allah ini adalah Aku telah menyempurnakan nikmat-Ku untuk kalian, sehingga kalian menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran, yakni karena menginginkan pahala dari Allah”. 46 Sedangkan M.Quraish Shihab berpendapat bahwa ayat ini menyerukan: “Hai orang-orang beriman, hendaklah kamu 45 Ahmad Mustafa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh Bahrun Abu Bakar, dkk, Jilid. 4, op.cit., h. 128 46 Al-Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, Terj. dari Al Jami’ li Ahkaam Al-Qur’an oleh Ahmad Khotib, Jakarta: Pustaka Azam, 2008, h.264 menjadi Qawwâmîn, yakni orang-orang yang selalu dan bersungguh-sungguh menjadi pelaksana yang sempurna terhadap tugas-tugas kamu, terhadap wanita, dan lain-lain dengan menegakkan kebenaran demi karena Allah”. 47 Sementara Muhammad Mutawalli Sya’rawi menjelaskan pengertian qawwâmînbanyak berdiri adalah orang-orang yang harus terus menerus menjunjung peritah Allah, selama kamu memiliki kemampuan untuk berbuat maka berbuatlah. 48   “menjadi saksi dengan adil” Menurut Al Maraghi kata Asy-Syahâdah kesaksian maksudnya menyatakan kebenaran kepada hakim atau hakim yang menyatakan kebenaran, supaya diputuskan hukum berdasarkan kebenaran. Berlaku adil tanpa berat sebelah, baik terhadap orang yang disaksikan maupun peristiwa yang disaksikan tidak boleh dilakukan dengan berat sebelah. 49 Kemudian Al- Qurthubi berpendapat “persaksikanlah kebenaran tanpa condong kepada kerabat kalian dan lalim terhadap musuh ”. 50         “dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil” Kemudian kalimat dan janganlah sekali-kali kebenciannmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Al-Qurthubi menjelaskan bahwa kalimat ini bahwa janganlah 47 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al- Qur’an, Vol. 3, Jakarta: Lentera Hati, 2002, h. 49 48 Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi, Terj. dari Tafsir Sya’rawi oleh Tim Safir al-Azhar, Jilid 3, op.cit, h.557-558 49 Ahmad Mustafa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh Bahrun Abu Bakar, dkk, Jilid. 4, op.cit., h. 129 50 Al-Qurthubi, loc.cit,.