Tafsir Surat An-Nahl Ayat 90
Menurut A. Mujab Mahali ayat ke 91 diturunkan untuk memberi perintah agar kaum muslimin berbaiat kepada Rasulullah SAW
yakni berjanji setia untuk mempertahankan panji-panji Islam dan memeluk Islam dengan penuh konsekuen.
20
Penulis memahami bahwa munâsabah atau korelasi ayat 91 dengan ayat 90 adalah dalam ayat 90 merupakan uraian pokok-
pokok isi al-Qur`ân untuk dijadikan petunjuk bagi umat Islam di dunia agar mendapatkan kebahagiaan di akhirat, isi ayat 90 yakni
mengenai perintah dan larangan Allah SWT. Sementara dalam ayat 91 melanjutkan sebagaimana di pahami dari konteksnya kandungan
ayat ini yaitu mengenai perintah Allah SWT agar manusia melaksanakan apa yang telah diperintahkan-Nya, jauhilah apa yang
dilarangNya serta tepatilah perjanjian Allah apabila kamu berjanji. Kesimpulannya yaitu ayat 91 dan ayat 90 sebagai penjelas dari ayat
89.
2 Asbabun Nuzul
Sebagaimana penjelasan dari Ahmad Syadah dan Ahmad Rofi’i bahwa “menurut bahasa sabab al-nuzûl berarti turunnya ayat-ayat
al-Qur`ân ”.
21
Sementara Rachmat Syafe’i menjelaskan bahwa “asbab an-nuzûl ialah ilmu yang membahas peristiwa-peristiwa
yang terjadi, yang ada hubungannya dengan turunnya ayat al- Qur`ân, yang dapat dijadikan kasus dalam penjelasan ayat
”.
22
Jadi asbabun-nuzûl merupakan sebab-sebab turunnya sesuatu yang mana dalam kategori ini diprioritaskan dalam ayat suci al-
Qur`ân yang artinya sebab-sebab diturunkannya ayat atau surat dari Allah pada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yang
kemudian disampaikan kepada umat Nabi Muhammad SAW untuk
20
A.Mujab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Quran Al-Maidah – Al-Isra, Jilid.
2, Jakarta: Rajawali, 1989, cet. 1, h. 257.
21
Ahmad Syadah dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Quran, Jilid. I, Bandung: CV Pustaka Setia, 1997, cet. I, h. 89.
22
Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka Setia, 2006, cet. 6, h. 26.
dijadikan pegangan atau pedoman dalam menempuh suatu kehidupan di dunia.
Menurut Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy ayat-ayat al-Qur`ân dibagi menjadi dua yaitu
“ayat-ayat yang ada sebab nuzulnya dan ayat-ayat yang tidak ada sebab nuzulnya
”.
23
Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat ayat-ayat al-Qur`ân yang
diturunkan tanpa di dahului oleh sebab dan ada ayat yang diturunkan di dahului oleh suatu sebab. Sebagaimana dalam surat an-Nahl ayat
90 yang penulis kaji, di turunkan tanpa di dahului oleh sebab dengan kata lain surat an-Nahl ayat 90 tidak mempunyai asbabun nuzûl.
3 Tafsir Ayat tentang Adil
Penulis akan memaparkan tafsir al-Qur`ân tentang adil dalam surat an-Nahl ayat 90 berdasarkan pendapat para mufassir dengan
berbagai kitab tafsir. Antara lain sebagai berikut: Secara etimologi atau bahasa, kata
‘adl adalah bentuk masdar dari kata kerja „adala – ya’dilu – adlan – wa ‘udûlan – wa
‘adûlatan. Rangkaian huruf-huruf tersebut mengandung makna yang
bertolak belakang, yakni lurus atau sama, dan bengkok atau berbeda.
24
Menurut Quraish Shihab kata
لدعلا
al- ‘adl terambil dari kata
لدع
„adala yang terdiri dari huruf-huruf „ain, dâl, dan lâm. Rangkaian huruf ini mengandung dua makna yang bertolak
belakang, yakni lurus dan sama serta bengkok dan berbeda. Seorang yang adil adalah yang berjalan lurus dan sikapnya selalu
menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran yang ganda.
23
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al- Qur’an `Ulum al-Qur`an,
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009, h.18.
24
Kementrian Agama RI, Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia: Tafsir Al- Qur’an Tematik,
Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur’an, 2010, cet. 1, h. 2.
Persamaan itulah yang menjadikan seseorang yang adil tidak berpihak kepada salah seorang yang berselisih.
25
Sedangkan menurut Syaikh asy-Syanqithi kata al- ‘adl secara
bahasa berarti: lurus, jujur dan tidak khianat. Pada dasarnya al- ‘adl
adalah berada di tengah-tengah antara dua hal, yakni ifrâ ţ
melampaui batas dan tafrîţ kesembronoan. Barang siapa yang
mampu menjauhkan diri dari perbuatan ifrâ ţ dan tafrîţ, maka ia telah
berbuat adil.
26
Adapun pendapat para mufassir dalam mendefinisikan kata adil dalam surat an-Nahl ayat 90 secara terminologi adalah sebagai
berikut: Pertama, menurut Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-
Misbah, menjelaskan bahwa “adil adalah menempatkan sesuatu pada
tempatnya. Beliau juga memaknainya dengan memberikan kepada hak-haknya melalui jalan yang terdekat atau menuntut semua hak
sekaligus menunaikan semua kewajiban ”.
27
Kedua, menurut Abdul Malik Abdul Karim Amrullah Hamka menjelaskan bahwa
“adil yaitu menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan mana yang benar,
mengembalikan hak kepada yang punya dan jangan berlaku zalim ”.
28
Ketiga, m enurut Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi
menjelaskan “Adil adalah pertengahan dan persamaan yang tidak memiliki kecenderungan, karena ia tidak ada kecuali di antara dua
sesuatu yang saling bertentangan”.
29
25
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al- Qur’an, op.cit., h.
698.
26
Syaikh Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwa’ul Bayan, Terj. dari Adhwa` Al Bayan fi Idhah Al
Qur`an bi Al Qur`an oleh Bari, dkk, Jilid. III, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007, h. 568.
27
Quraish Shihab, Al-Lubâb: Makna, Tujuan, dan Pelajaran Surah-Surah Al- Qur’an,
Tangerang: Lentera Hati, 2012, cet. 1, h. 189.
28
Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar Juz XIII-XIV, Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004, h.283.
29
Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi, Terj. dari Tafsir Sya’rawi oleh Tim Safir al-Azhar, Jilid 7, Medan: Duta Azhar, 2007, cet. 1, h.698.
Keempat, menurut Muhammad Nasib ar- Rifa’i berpendapat
bahwa adil yaitu sikap tengah-tengah dan seimbang. Sedangkan Sufyan bin Syainah memaknai kata adil sebagai sikap yang sama
dalam melakukan amal untuk Allah, baik amal kalbu maupun amal lahiriah
”.
30
Kemudian ada beberapa ahli takwil yang menafsirkan kata adil dengan bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, seperti berikut:
Ahmad Mustafa al Maragi menjelaskan bahwa sesungguhnya Allah di dalam kitab-Nya menyuruh Rasulullah untuk berlaku adil.
Tidak ada keadilan yang lebih baik dari pada mengakui siapa yang telah melimpahkan nikmat-nikmat-Nya kepada kita, bersyukur
kepada-Nya atas segala karunia-Nya, dan memuji-Nya karena Allah berhak atas semua itu. Maka tidak ada alasan bagi kita untuk
menyembah patung-patung dan berhala-berhala yang tidak dapat memberikan nikmat juga tidak mendatangkan manfaat. Hanya Allah
SWT yang patut kita sembah, maka dari itu kita wajib bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah SWT.
31
Hal senada juga terdapat dalam kitab at-Thobari yang menjelaskan bahwa:
Keadilan disini adalah sesungguhnya Allah telah memerintahkan berbuat adil di dalam kitab yang diturunkan-Nya kepada-Mu ini,
wahai Muhammad. Di antara keadilan-Nya adalah mengakui siapa
yang menganugerahkan
nikmat-Nya kepada
kita, mensyukuri karunia-Nya, dan melayangkan pujian kepada yang
berhak. Jika adil mencakup yang demikian, maka berhala-berhala itu tidak punya peran yang membuatnya patut dipuji.
32
Kemudian Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi menjelaskan
bahwa adil dalam masalah akidah dapat dilihat dari keyakinan kaum kafir. Sebagian kaum kafir mengatakan tidak ada Tuhan di alam ini,
30
Muhammad Nasib ar- Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Surat al-
Maaidah-an-Nahl, Jilid 2, Terj. Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani, 2001, cet. 1, h. 751.
31
Ahmad Mustafa Al Maragi, op.cit., h. 238.
32
Abu ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. dari Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an oleh Misbah, dkk, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, h. 281.
mereka mengingkari keberadaan Allah SWT secara mutlak. Sementara sebagian kaum kafir mengatakan banyak tuhan.
Kemudian datang keadilan dalam Islam di mana Tuhan adalah satu dan tidak mempunyai sekutu, tidak menyerupai hal-hal yang baru
sebagaimana Allah bersifat adil dalam sifat-sifat-Nya.
33
Selanjutnya sebagian para mufassir menjelaskan perintah adil dalam surat an-Nahl ayat 90 digunakan dalam berbagai aktivitas
sebagaimana pendapat Muhammad Ali Ash-Shabuny bahwa: Keadilan yaitu menerapkan keadilan dalam segala aspek
kehidupan. Kata adil dalam surat an-Nahl ayat 90 bersifat umum, yang mencakup keadilan dalam bidang hukum, mu’amalah,
perkara wajib dan fardhu, keadilan terhadap anak laki-laki dan perempuan, keadilan terhadap teman dan lawan, keadilan
terhadap kaum kerabat dan orang lain, keadilan terhadap istri, serta segala sesuatu yang kalimat adil bisa masuk di dalamnya.
34
Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi berpendapat bahwa, adil mencakup seluruh aktivitas kehidupan, dari syahadat hingga ke
tingkat menyingkirkan duri dari jalan. Adil dituntut dalam taklif akidah, juga dalam masalah amaliah yang merupakan pekerjaan
anggota tubuh.
35
Sebagaimana pendapat Muhammad Ali Ash-Shabuny bahwa: Keadilan yang diperintahkan Allah kepada manusia adalah
keadilan yang menyentuh setiap individu, jama’ah dan umat, yang tegak lurus, tidak condong kepada hawa nafsu, tidak dipengaruhi
rasa benci atau cinta, tidak berubah-ubah, yang tetap diterapkan walaupun kepada mertua ataupun keturunannya sendiri, kepada
orang kaya maupun miskin, kepada orang kuat kuat maupun lemah.
36
Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya Allah sangat menegaskan kepada kita untuk selalu bersikap adil terhadap
33
Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, op.cit., h. 697.
34
Muhammad Ali Ash-Shabuny, Cahaya Al- Qur’an: Tafsir Tematik Surat Huud – Al-Isra’,Terj.
dari Qabas min nûri Qur’anil al-Kariim Dirâsatun Tahliiliyatun Mûsa`ah bi Ahdâfi wa
Maqâshidi al-Suwarial- Kariimah oleh Munirul Abidin, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001, cet. 1, h.446-447.
35
Syeikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, op.cit., h. 696.
36
Muhammad Ali Ash-Shabuny, op.cit., h. 447.
siapapun, dimanapun dan kapan pun. Karena itu patut kita sadari bahwa orang yang tidak berlaku adil sangatlah merugikan orang lain
juga diri kita sendiri, maka mulailah berlaku adil terhadap diri kita sendiri kemudian kita mampu membiasakan diri untuk bersikap adil
terhadap orang lain. Macam-macam keadilan dalam Islam yang harus diterapkan
antara lain yaitu keadilan dalam kepercayaan, keadilan dalam rumah tangga, keadilan dalam perjanjian dan keadilan dalam hukum.
Keadilan tidak hanya dilakukan kepada manusia saja, namun keadilan dapat diaplikasikan kepada sang khalik dengan beribadah
kepada-Nya berupa shalat, puasa, dan haji. Barang siapa yang beribadah hanya kepada Allah, maka dalam hidupnya ia akan merasa
tenang karena ia menyadari bahwa ia selalu diawasi oleh Allah SWT dalam hidupnya. Sebaliknya, orang yang mempersekutukan Allah
dengan sesuatu selain-Nya, baik dalam ucapan, keyakinan maupun perbuatan, maka dengan sendirinya ia akan terbelenggu dengan
segala hal yang menyesatkan sehingga ia berada dalam kerugian akibat perbuatannya.