Perbedaan Dimensi Lidah Dengan Relasi Rahang Dalam Arah Anteroposterior Ditinjau Dari Radiografi Sefalometri Lateral

(1)

PERBEDAAN DIMENSI LIDAH DENGAN RELASI

RAHANG DALAM ARAH ANTEROPOSTERIOR

DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI

LATERAL

T E S I S

OLEH

HILDA FITRIA LUBIS

Nim : 067028001

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN


(2)

PERBEDAAN DIMENSI LIDAH DENGAN RELASI

RAHANG DALAM ARAH ANTEROPOSTERIOR

DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI

LATERAL

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Spesialis Ortodonti (Sp Ort) dalam Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia

pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

OLEH

HILDA FITRIA LUBIS

067028001

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN


(3)

PERSETUJUAN TESIS

Judul Tesis : PERBEDAAN DIMENSI LIDAH DENGAN

RELASI RAHANG DALAM ARAH ANTEROPOSTERIOR DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI LATERAL

Nama Mahasiswa : HILDA FITRIA LUBIS

Nomor Induk Mahasiswa : 067028001

Program Spesialis : PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama Pembimbing anggota

F. Susanto. A, drg., Sp.Ort(K),FICD Nuraiza Meutia, dr..,M Biomed Ketua Program PPDGS-1 Ortodonti

Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort(K) NIP : 19481230 197802 2002


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 19 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Penguji I : F. Susanto A,drg., Sp.Ort(K).,FICD Penguji II : Nuraiza Meutia,dr.,M.Biomed Penguji III : Erna Sulistyawati,drg.,Sp.Ort Penguji IV : Muslim Yusuf,drg.,Sp.Ort


(5)

PERNYATAAN

PERBEDAAN DIMENSI LIDAH DENGAN RELASI RAHANG

DALAM ARAH ANTEROPOSTERIOR DITINJAU DARI

RADIOGRAFI SEFALOMETRI LATERAL

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat

karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,

kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam

daftar pustaka.

Medan, 17 September 2009


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis di Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Ortodonti di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Ismet Danial Nasution,drg., Sp.Pros(K).,PhD. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort(K) selaku Kepala Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. F.Susanto. A , drg ., Sp.Ort(K),FICD, selaku dosen pembimbing dan sekaligus tim penguji yang telah menyediakan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Nuraiza Meutia,dr.,M.Biomed selaku dosen pembimbing anggota yang telah mencurahkan fikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.


(7)

5. Muslim yusuf , drg., Sp.Ort dan Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort selaku penguji yang turut menyempurnakan tesis ini.

6. Nurhayati Harahap,drg., Sp.Ort(K), Amalia Oeripto,drg.,MS.,Sp.Ort (K) yang telah memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan tesis ini.

7. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, atas bimbingannya dalam analisa statistik hasil penelitian.

8. Orang tuaku : Azwan Hakmi Lubis,dr., M.Kes.,Sp.A dan Asliany

Siregar,drg serta adik-adikku : Hilfan Ade Putra Lubis,dr, Hilma Putri Lubis,dr, Hilmi Rizky Lubis atas dukungan dan kasih sayangnya.

9. Teman-teman terbaik yang telah memberikan support, Kak Romy, Kak

Lusi, kak Ami.

10. Kakak dan abang senior, adik-adik yunior yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhirnya terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mohon maaf apabila ada kesalahan selama melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini.

Medan, September 2009 Penulis

(Hilda Fitria Lubis) NIM: 067028001


(8)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum lidah dianggap sebagai faktor penting dalam perkembangan rahang dan lengkung gigi, karena lidah adalah organ lunak yang terdiri dari massa otot, didalam perkembangannya mengakibatkan perubahan pada mandibula. Brash (1978) berpendapat mengenai pengaruh lidah terhadap rahang adalah lidah secara tidak langsung menimbulkan pengaruh pada bentuk dan ukuran mandibula serta palatum yang sedang tumbuh kembang tetapi pernyataan ini berbeda dengan pendapat Cryer (1978) bahwa bentuk dan posisi lidah dipengaruhi oleh rahang.1-5.

Antara orang yang bernapas melalui hidung atau mulut akan berbeda posisi, bentuk dan ukuran lidah. Posisi lidah pada orang yang bernapas melalui hidung menurut Dewey (1985) adalah lidah akan menempati semua rongga mulut. Sewaktu individu berhenti berbicara atau menelan, tindakan penelanan ini membuat palatum lunak dan lidah saling berkontak kemudian terbentuk vacum space di antara palatum

dan lidah. Pendapat lain oleh Henry (1985) tentang posisi lidah secara rinci yaitu ujung lidah terletak pada insisal insisivus mandibula, kemudian lidah menekan singulum insisivus maksila dan dorsum lidah melengkung mengenai palatum lunak dan ditengahnya terbentuk vacum space serta bibir dalam keadaan tertutup.

Sementara posisi lidah pada orang yang bernapas melalui mulut, otot ekspresi wajah dan mastikasi secara fungsional berubah dan aktivitas lidah menjadi minimum, karena lidah tidak memenuhi rongga mulut dan berkontak pada palatum lunak melainkan lidah terdorong ke depan.5-8


(9)

Moyers dan Van Linden (1974) menyatakan bahwa adanya gangguan pada hidung dan faring menimbulkan gangguan pada posisi dan dimensi lidah. Kondisi yang paling sering adalah alergi dan perkembangan jaringan limfoid epifaringeal yang berlebihan, menyebabkan lidah akan bergerak ke depan untuk mempertahankan jalur pernapasan. Jika jalur hidung tersumbat, menyebabkan pernapasan berpindah melalui mulut yang mengakibatkan mandibula dan lidah akan terdorong ke bawah serta ke depan,cit Graber.2,11-17

Maloklusi adalah kelainan pada gigi dan rahang yang salah satu etiologinya dapat disebabkan oleh lidah dalam hal ini posisi, ukuran dan bentuk. Maloklusi Klas I adalah hubungan maksila dan mandibula normal dimana posisi ujung lidah di insisal insisivus mandibula dan dorsum lidah melengkung serta terbentuk vacum

space antara palatum lunak, ukuran dan bentuk lidah normal. Maloklusi Klas II

adalah mandibula lebih ke posterior daripada maksila atau sebaliknya, posisi ujung lidah di insisal insisivus maksila, dimana ukuran dan bentuk lidah panjang dan tinggi. Maloklusi Klas III adalah mandibula lebih ke anterior daripada maksila, posisi ujung lidah di singulum insisivus mandibula, dimana bentuk dan ukuran lidah pendek dan rendah .. Berbeda dengan maloklusi Klas I,II,III, pada kasus gigitan terbuka (open

bite), lidah yang besar sehingga lidah berada di antara lengkung atas dan bawah dapat

menghalangi perkembangan struktur-struktur dentoalveolar dalam arah vertikal.2,4. Beberapa pendapat mengenai adanya hubungan dimensi lidah dengan relasi rahang seperti pendapat Guay (2003) dalam penelitiannya menggunakan sefalometri lateral diperoleh hasil dimensi lidah pada relasi rahang Klas I lebih besar daripada


(10)

laki-laki.14 Dimensi lidah laki-laki lebih besar daripada perempuan seperti yang dikatakan Oliver (1986) dalam penelitiannya menggunakan sefalometri.5 Tamari (1986) mendukung pernyataan Oliver yaitu dimensi lidah laki-laki lebih besar daripada perempuan adalah 25.3 mm dan 22.6 mm.5 Pendapat ini bertentangan dengan Eifert (1960) menyatakan bahwa dimensi lidah perempuan lebih besar dibanding laki-laki.6-10 . Cohen dan Vig (1976) mendukung pernyataan Eifert dengan memperoleh hasil penelitian yaitu dimensi lidah perempuan 0.83 mm dan laki-laki 0.79 mm.11-12.

Penelitian terdahulu memperoleh hasil adanya perbedaan dimensi lidah dengan relasi rahang pada ras kaukasoid dan adanya perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tersebut pada ras mongoloid apakah ada persamaan atau perbedaan hasil yang diperoleh dari penelitian terdahulu.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan dimensi lidah dengan relasi rahang dalam arah anteroposterior ditinjau dari radiografi sefalometri lateral ?

1.3. Hipotesis

- Ada perbedaan dimensi lidah dengan relasi rahang dalam arah anteroposterior ditinjau dari radiografi sefalometri lateral.

- Ada perbedaan dimensi lidah dengan relasi rahang dalam arah anteroposterior antara perempuan maupun laki-laki.


(11)

1.4.Tujuan Penelitian

• Untuk mengetahui perbedaan dimensi lidah dengan relasi rahang dalam arah anteroposterior ditinjau dari radiografi sefalometri lateral.

• Untuk mengetahui perbedaan dimensi lidah dengan relasi rahang dalam arah anteroposterior antara perempuan dan laki-laki.

1.5. Manfaat Penelitian

• Menambah pengetahuan dalam menegakkan diagnosa ortodonti secara

radiografi sefalometri lateral berdasarkan posisi lidah. Posisi lidah diketahui maka dimensi lidah dapat di ukur

• Dari penelitian ini dapat diketahui dimensi lidah pada relasi rahang Klas I, Klas II,Klas III

• Mengetahui dimensi lidah pada laki-laki dan perempuan.


(12)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Lidah

Lidah terdiri dari otot-otot skeletal yang permukaannya penuh dengan papil

dan saraf pengecapan.3,8 Dorsum pada lidah dibagi dua bagian:3,8. − Oral ( 2/3 anterior lidah) berada di mulut

− Faring (1/3 posterior lidah) berada dibelakang dekat orofaring

Lidah memiliki bagian – bagian seperti : apex, lamina, dorsum, pangkal, korpus. Rata-rata panjang lidah dari orofaring ke ujung lidah sekitar 10 cm.5 Inervasi lidah terdiri dari inervasi sensoris ke mukosa dasar lidah berasal dari cabang saraf III, saraf glossopharyngeal (saraf cranial IX). Otot – otot skeletal lidah disuplai saraf

hipoglosal (saraf kranial XII).8

Ukuran dan bentuk lidah sangat bervariasi. Ukuran lidah dapat normal, panjang dan pendek sedangkan bentuk lidah normal, tinggi dan rendah.2

2.2. Fisiologi Lidah

Pada dasarnya, terdapat dua pola penelanan : visceral(infantil), somatik (Gambar 1). Penelanan visceral (infantil) adalah penelanan yang terdapat pada bayi yaitu lidah menjulur ke depan melalui bibir sewaktu mengisap puting susu dengan mengatupkan bibir. Penelanan infantil ditandai oleh penelanan dengan rahang (linggir alveolar) membuka, dan mandibula distabilkan oleh otot wajah dan lidah.


(13)

Dengan semakin berkembangnya bayi, pola penelanannya mengalami perubahan progresif. Pertama, anatomi faring berubah menjadi semakin panjang sehingga epiglotis tidak dapat lagi berada di belakang palatum lunak saat penelanan. Kedua, konsistensi makanan berubah dari cair menjadi semi-padat dan padat dan terakhir sewaktu gigi mulai erupsi. Akibat perubahan tersebut, lidah tidak lagi ke depan diantara gigi saat menelan, melainkan terletak di papila insisivum. Posisi mandibula tidak lagi distabilkan oleh lidah dan otot pipi melainkan dengan otot rahang sehingga menghasilkan oklusi. 2-4

Penelanan somatik terbentuk sekitar usia 18 bulan. Pergerakan ujung lidah ke arah kranial merupakan ciri khas penelanan somatik dan tidak menyebabkan penekanan pada gigi, melainkan pada papila insisivum.2

Tipe penelanan infantil atau visceral dapat bertahan hingga tidak lebih dari usia 4 tahun. Bila penelanan tetap dilakukan diatas usia 4 tahun akan dianggap sebagai disfungsi atau abnormal dan berhubungan dengan maloklusi.2,3

Beberapa faktor dapat menyebabkan persistensi pola penelanan infantil tersebut. Secara terpisah maupun dalam kombinasi, persistensi ini dapat disebabkan oleh mengisap jari, bernafas melalui mulut, pemberian makanan melalui botol (bottle

feeding) atau retardasi perkembangan sistem saraf pusat. 2,3


(14)

Gambar . 1. Variasi pola penelanan: A. Penelanan infantil atau visceral, B.Persistensi penelanan infantil atau visceral, C.Penelanan somatik.2

2.2.1. Fungsi Lidah.2-11

Lidah berfungsi untuk mengunyah, menelan makanan, perasa serta membantu timbulnya suara ketika berbicara. Selain itu lidah juga berperan didalam menuntun perkembangan rahang dan lengkung gigi. Posisi dan fungsi lidah yang abnormal dapat menjadi faktor primer karena persistensi pola penelanan visceral( infantil) atau kebiasaan abnormal lainnya, tetapi selain itu juga dapat menjadi faktor sekunder atau adaptif dari pola morfologi (neuromuskular).


(15)

2.2.2. Posisi Lidah.2-11

Beberapa peneliti berpendapat bahwa posisi lidah lebih penting daripada fungsi lidah (Mason dan Proffit). Posisi lidah bisa normal, ke depan dan ke belakang. Pemeriksaan posisi lidah dapat dilakukan secara klinis dan sefalometri sewaktu mandibula dalam keadaan istirahat. Pemeriksaan pada lidah diantaranya: pangkal, dorsum dan ujung yang memberikan hasil berkaitan dengan abnormalitas tertentu :

- Posisi lidah normal tetapi karena otot lidah lemah dibanding dengan kekuatan otot buksinator mengakibatkan berkurangnya perkembangan gigi geligi dalam arah transversal menimbulkan maloklusi Klas I.

- Posisi lidah ke depan dan bawah, pangkallidahdatar dan sedikit berkontak dengan palatum lunak,dijumpai pada kasus bernafas melalui mulut.

- Posisi lidah ke belakang dan dorsum lidah tinggi, dijumpai pada maloklusi Klas II divisi 1 dengan deep overbite.

- Posisi lidah ke depan dan rendah dijumpai pada maloklusi Klas III.

2.3. Relasi Rahang Dalam Arah Anteroposterior Secara Sefalometri Lateral Rahang adalah bagian dari struktur kepala dan berhubungan terhadap struktur-struktur lain terdapat di kepala. Hubungan antara maksila dan mandibula terhadap gigi-gigi dalam arah anteroposterior disebut relasi rahang. Klasifikasi relasi rahang dalam arah anteroposterior dikelompokkan menjadi tiga yaitu Klas I, Klas II Klas III: 18. 1. Relasi rahang Klas I ditandai hubungan mandibula dan maksila yang normal, nilai


(16)

normal, sehingga inklinasi insisivus atas dan bawah menghasilkan overjet normal.

2. Relasi rahang Klas II ditandai dengan mandibula terletak lebih ke belakang daripada maksila atau sebaliknya, nilai lebih dari 4 derajat. Pada keadaan ini inklinasi insisivus atas lebih ke labial dan insisivus bawah lebih ke lingual.

3. Relasi rahang Klas III ditandai dengan mandibula lebih ke depan daripada maksila nilai kurang dari 1 derajat. Pada keadaan ini inklinasi insisivus atas lebih ke palatal dan insisivus bawah lebih ke labial.

2.4. Radiografi Sefalometri Lateral

Radiografi sefalometri lateral terbagi atas dua bagian yaitu :6,8.

A. Radiografi sefalometri anteroposterior untuk menganalisis kelainan skeletal

dalam arah lateral

B. Radiografi sefalometri lateral untuk menganalisis kelainan skeletal dalam arah

Anteroposterior. Radiografi sefalometri lateral dapat digunakan untuk melihat lidah dengan menggunakan barium. Pemberian barium pada ujung sampai punggung lidah untuk memberikan gambaran radiopak pada jaringan lunak lidah sehingga dimensi lidah dapat diukur. Sewaktu proses penyinaran, pasien diminta untuk memposisikan lidah dalam keadaan istirahat dengan maksud agar tidak terjadi kesalahan pada pengukuran nantinya.6


(17)

2.5. Hubungan Lidah Dengan Pola Pertumbuhan dan Relasi Rahang

Dimensi lidah memiliki potensi dalam menentukan faktor etiologi dari maloklusi. Kelainan posisi, fungsi dan dimensi lidah pada dentoalveolar selain bergantung pada rahang juga pada pola pertumbuhan. Pada pola pertumbuhan horizontal, posisi lidah yang ke depan sehingga menekan permukaan bagian lingual insisivus atas dan bawah menimbulkan spacing di segmen anterior yang lambat laun

dapat mengakibatkan terjadinya protrusi bimaksiler (Gambar 2).2

Gambar 2. Pola pertumbuhan horizontal dengan posisi lidah ke depan yang abnormal menyebabkan protrusi bimaksiler . 2

Pada pertumbuhan vertikal, penempatan lidah ke depan secara abnormal, sehingga ujung lidah terletak di antara lengkung gigi yang mengakibatkan gigi insisivus atas tiping ke labial dan insisivus bawah tiping ke lingual di akibatkan oleh kebiasaan mengisap bibir bawah (Gambar 3). 2


(18)

Gambar 3. Pola pertumbuhan vertikal dengan posisi lidah ke depan yang abnormal menimbulkan insisivus atas ke labial dan insisivus bawah ke lingual.2

Alhaija (2005) dalam penelitannya memperoleh hasil perbedaan yang signifikan dimensi lidah antara Klas I, Klas II dan Klas III, sementara pada relasi rahang Klas I dan Klas II tidak ada perbedaan yang signifikan. 18 Moss (1978) menyatakan bahwa lidah berkaitan dengan maloklusi dan bicara serta dijumpai adanya perbedaan signifikan pada dimensi lidah antara laki-laki dan perempuan.1,5.

Pae dan kawan-kawan (1996) melaporkan bahwa pasien yang bernapas

melalui mulut memiliki dimensi lidah yang lebih besar. Hofstein (1996) menyatakan perempuan yang bernapas melalui mulut dengan relasi rahang Klas II mempunyai dimensi lidah lebih besar daripada perempuan yang bernapas melalui hidung dengan relasi rahang Klas I. Hal ini berbeda dengan penelitian dari Lowe dan kawan-kawan (1996) menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan yang bernapas melalui mulut dengan relasi rahang Klas I memiliki dimensi lidah yang lebih besar daripada yang bernapas melalui hidung.10


(19)

2.6. Kerangka Teori

Lidah

- Posisi

- Dimensi : -Panjang lidah -Tinggi lidah

Jenis kelamin

Relasi rahang

dalam arah anteroposterior


(20)

2.7. Kerangka Konsep

P

Dimensi lidah

- Panjang lidah - Tinggi lidah

-Usia : 17-25 tahun

-Jenis kelamin: - Perempuan - Laki-laki

Perbedaan dimensi lidah dengan relasi rahang dalam arah anteroposterior ditinjau dari radiografi sefalometri lateral

- Relasi rahang Klas I (ANB 1-4)

- Relasi rahang Klas II ( ANB > 4)

- Relasi rahang Klas III (ANB < 1)


(21)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Observasional dengan pengumpulan data secara crosssectional

3.2. Tempat dan Waktu

Tempat : 1. Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Kedokteran Gigi Universitas Sumatra Utara

2. Klinik laboratorium PRAMITA Waktu : Bulan Maret 2009 ---- Agustus 2009

3.3. Populasi,Sampel penelitian dan Besar Sampel

3.3.1. Populasi

Pasien usia 17-25 tahun yang belum di rawat dengan alat ortodonti dan berobat ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut pendidikan Kedokteran Gigi USU 3.3.2. Besar Sampel

n = 2h2 (Zg + Z )2 ( 1- 2)2

n = 2x (2.55)2 (1.96 + 0.845)2 (3.2)2


(22)

Keterangan: n = besar sampel

h= nilai varian populasi = 2.55 (hasil penelitian Allhaija 2005)

Zg =nilai distribusi normal baku dengan tingkat kepercayaan 95% = 1.96 Z = nilai distribusi normal baku pada kekuatan uji 80% = 0.845

1- 2 =selisih mean yang diteliti dengan mean populasi =3.2 (menurut peneliti)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Persiapan pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan pasien yang datang ke Klinik Spesialis Ortodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Kedokteran Gigi USU sesuai dengan kriteria inklusi, kemudian sampel yang sesuai kriteria dilakukan pengambilan foto sefalometri lateral di klinik laboratorium Pramita dengan menggunakan alat dan teknik yang sama.

3.4.1.Kriteria sampel terdiri dari kriteria inklusi: • Pasien berumur 17-25 tahun.

• Pasien dengan diagnosa Klas I ( ANB 1-4), Klas II ( ANB > 4) Klas III (ANB <1)

• Tidak ada sejarah perawatan ortodonti • Pasien bernapas melalui hidung

• Pasien dengan kesehatan umum yang baik • Pola pertumbuhan normal atau vertikal


(23)

3.4.2. Kriteria Eksklusi terdiri dari:

• Pasien yang memiliki penyakit sistemik yang kronis • Subyek menolak ikut berpartisipasi

3.5. Bahan dan Alat

3.5.1. Bahan

- Sefalogram 8 x 10 inchi

- Kertas acetat tracing (tebal 0.003 inchi, 8 x10 inchi) merek Ortho Organizer - Box tracing

- Barium 3.5.2. Alat

- Pensil 4 H,rautan, penghapus merek Faber Castel - Cephalometric protractor merek Ortho Organizer


(24)

Gambar 4. Bahan dan alat penelitian.

3.6. Cara Kerja 4,6,8,18.

3.6.1 Teknik radiografi sefalometri lateral

Posisi pasien berada dalam sefalostat di sesuaikan pada kedua telingga, kedua ujung sefalostat ditempatkan pada masing-masing liang telinga, biasanya posisi pasien berdiri. Posisi pasien terhadap bidang midsagital tegak lurus dengan sinar X. Bidang film sejajar dengan pasien dan sumber sinar X. Jarak antara sumber sinar X ke bidang midsagital 5 kaki dan jarak bidang midsagital kepala pasien ke film adalah 15 cm. Pada ujung sampai punggung lidah dioleskan barium dan pasien diminta memposisikan lidah dalam keadaan istirahat sewaktu dilakukan penyinaran.


(25)

3.6.2.Teknik penjiplakan dan identifikasi landmark

Pertama film sefalogram diletakkan di atas tracing box dengan wajah pasien

menghadap kekanan selanjutnya keempat sudut dilekatkan dengan plester ke tracing

box. Dengan menggunakan pensil dibuat tiga buah tanda tambah (+) diatas film

sefalogram, dua buah di dalam kranium dan satu buah didaerah servikal vertebrate. Di tulis nama pasien, umur dalam tahun dan bulan, tanggal film sefalogram dibuat. Penggunaan pinsil dengan tekanan yang halus tidak terputus-putus dan hindari penghapusan yang berlebihan.Mengidentifikasikan titik yang akan digunakan sebagai landmark di sefalogram diantaranya:

N : Nasion, pertemuan antara tulang nasal dan frontal pada garis tengah S : Sella , bagian tengah bayangan sella tursika

A: Subspinalis, titik paling posterior dari kecekungan pada permukaan anterior premaksila dibawah spina nasalis anterior

B : Supramental, titik paling posterior dari kecekungan pada permukaan anterior mandibula, di atas pogonion

Go : Gonion,titik yang terletak diantara titik paling inferior dan posterior dari sudut mandibula

Gn : Gnasion, titik paling inferior pada tulang dagu, bidang bagi sudut dibuat oleh tangent vertikal dan horizontal ke dagu bertemu dengan garis luar mandibula

TT : Tongue tip, titik di ujung lidah pada insisal insisivus bawah


(26)

Setelah menentukan titik, dilakukan penarikan garis sella-nasion- subspinalis yaitu garis yang menghubungkan pusat sella tursika dengan nasion ke subspinalis (SNA), garis sella-nasion ke supramental (SNB), hitung selisih sudut SNA dan SNB (ANB) yang menentukan relasi rahang Klas I, II, III. Kemudian garis sella dengan gnasion ditarik dan menghitung sudutnya untuk melihat pola pertumbuhan normal atau vertikal. Untuk mengukur Panjang lidah ditarik garis dari titik ujung lidah (TT) dengan epiglottis (Eb) dan mengukur tinggi lidah ditarik garis tegak lurus dari pertengahan garis ujung lidah (TT) dengan epiglottis (Eb) ke dorsum lidah. Pengukuran ulang dilakukan seminggu kemudian dengan operator yang berbeda,untuk melihat hasilnya sama atau tidak (Gambar 5).


(27)

Gambar 5. Titik dan garis refrensi pengukuran dimensi lidah.18

3.7. Identifikasi Variabel Penelitian

3.7.1.Variabel bebas Dimensi lidah : - Panjang Lidah - Tinggi lidah


(28)

3.7.2. Variabel tergantung

Relasi rahang dalam arah anteroposterior

3.7.3 Variabel Terkendali

Umur 17-25 tahun

Jenis kelamin laki-laki dan perempuan Tidak ada sejarah perawatan ortodonti

Posisi lidah dalam keadaan istirahat sewaktu di roentgen foto

3.7.4.Variabel Tidak Terkendali

Diet dan ras

Variabel tergantung

Relasi rahang dalam arah anteroposterior Variabel bebas

Dimensi lidah : - Panjang lidah - Tinggi lidah

3.8 Definisi operasional

3.8.1 Dimensi lidah:

Variabel terkendali

- Umur 17-25 tahun

- Jenis kelamin laki-laki dan perempuan

- Tidak ada sejarah perawatan Ortodonti

- Posisi lidah dalam keadaan istirahat sewaktu di roentgen foto

Variabel tidak terkendali

-Diet -Ras


(29)

3.8. Defenisi Operasional

3.8.1 a. Panjang lidah (TGL) adalah jarak yang di ukur dari epiglotis (Eb) ke ujung lidah (TT) dengan menggunakan jangka geser merek Prohex Germany.

3.8.1.b.Tinggi lidah (TGH) adalah jarak yang di ukur dari garis tegak lurus dari pertengahan garis epiglotis (Eb) dengan ujung lidah (TT) ke dorsum lidah dengan menggunakan jangka geser merek Prohex Germany.

3.8.2 Relasi rahang dalam arah anteroposterior: hubungan basal maksila dan mandibula dalam arah anteroposterior diukur menggunakan busur merek Ortho Organizer.

3.9 Metode Analisis Data.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji ANOVA dan komperasi ganda untuk melihat perbedaan dimensi lidah dengan relasi rahang dan uji t berpasangan pada tingkat kemaknaan 0.05 untuk menguji signifikan antara laki- laki dan perempuan.


(30)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Dan Analisis Data

Pada penelitian ini sampel penelitian berjumlah 30 orang yang terdiri dari 15 perempuan dan 15 laki-laki. Penelitian ini dibagi atas 3 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 10 orang. Untuk melihat perbedaan dimensi lidah diantara 3 kelompok digunakan uji ANOVA dan komparasi ganda. Sementara untuk melihat perbedaan perempuan dan laki-laki digunakan uji t berpasangan..

TABEL 4.1. Rata-rata panjang lidah pada tiga kelompok menggunakan uji ANOVA

Panjang lidah (mm) N X ± SD p

Klas I Klas II Klas III

10 10 10

84.81± 5.72 85.66 ± 7.91 

 

76.67 ± 9.76

0.032*

Keterangan : * signifikan (p<0.05)

Hasil uji ANOVA menunjukan ada rata-rata yang bebeda (p<0.05) yang artinya ada perbedaan rata-rata panjang lidah.Untuk melihat rata-rata panjang lidah mana saja yang berbeda dilakukan dengan uji komperasi ganda, rata-rata yang berbeda tersebut adalah rata-rata panjang lidah Klas I (p<0.05) dengan rata-rata panjang lidah Klas III (p<0.05) rata panjang lidah Klas II (p<0.05) dengan rata-rata panjang lidah Klas III (p<0.05).Sedangkan rata-rata-rata-rata panjang lidah Klas I (p>0.05) dengan rata-rata panjang Klas II (p>0.05) tidak berbeda.


(31)

Tabel 4. 2. Rata-rata tinggi lidah pada tiga kelompok menggunakan uji ANOVA

Tinggi lidah (mm) N X ± SD p Klas I

Klas II Klas III

10 10 10

37.09 ± 5.79 36.21 ± 3.03 40.35 ± 5.42

0.158

Hasil uji ANOVA menunjukan tidak ada rata-rata yang bebeda (p>0.05) yang artinya rata-rata tinggi lidah adalah tidak berbeda dan tidak dilakukan dengan uji komperasi ganda karena rata-rata tinggi lidah Klas I (p>0.05) dengan rata-rata tinggi lidah Klas II ( p>0.05) rata-rata tinggi lidah Klas III ( p >0.05) tidak berbeda

Tabel 4.3. Rata-rata panjang lidah perempuan dan laki-laki pada kelompok Klas I menggunakan uji t berpasangan

Panjang lidah (mm) N X ± SD p Perempuan

Laki-laki

5 5

81.61 ± 5.46

88.18 ± 4.10 0 .064

Hasi uji t berpasangan diperoleh hasil rata-rata panjang lidah dengan p>0.05 yang artinya pada kelompok Klas I rata-rata panjang lidah perempuan dan rata-rata panjang lidah laki-laki tidak berbeda.


(32)

Tabel 4.4. Rata-rata tinggi lidah perempuan dan laki-laki pada kelompok Klas I menggunakan uji t berpasangan

Tinggi lidah (mm) N X ± SD p

Perempuan Laki-laki

5 5

35.59 ± 6.93

38.58± 4.67 0.446

Hasi uji t berpasangan diperoleh hasil rata-rata tinggi lidah dengan p>0.05 yang artinya pada kelompok Klas I rata-rata tinggi lidah perempuan dan rata-rata tinggi lidah laki-laki tidak berbeda.

Tabel. 4.5. Rata-rata panjang lidah perempuan dan laki-laki pada kelompok Klas II menggunakan uji t berpasangan

Panjang lidah (mm) N X ± SD P

Perempuan Laki-laki

5 5

81.98 ± 8.74 89.33 ± 5.52

0.151

Hasi uji t berpasangan diperoleh hasil rata-rata panjang lidah dengan p>0.05 yang artinya pada kelompok Klas II rata-rata panjang lidah perempuan dan rata-rata panjang lidah laki-laki tidak berbeda.


(33)

Tabel 4.6. Rata-rata tinggi lidah perempuan dan laki-laki pada kelompok Klas II menggunakan uji t berpasangan

Tinggi lidah (mm) N X ± SD P

Perempuan Laki-laki

5 5

37.65 ± 3.61

34.77 ± 1. 58 0.142

Hasi uji t berpasangan diperoleh hasil rata-rata tinggi lidah dengan p>0.05 yang artinya pada kelompok Klas II rata-rata tinggi lidah perempuan dan rata-rata tinggi lidah laki-laki tidak berbeda.

Tabel. 4.7. Rata-rata panjang lidah perempuan dan laki-laki pada kelompok Klas III menggunakan uji t berpasangan

Panjang lidah (mm) N X ± SD P

Perempuan 5 70.71 ± 9.33

Laki-laki 5 82.63 ± 6.19

0.045*

Keterangan: * signifikan (p<0.05)

Hasi uji t berpasangan diperoleh hasil rata-rata panjang lidah dengan p<0.05 yang artinya pada kelompok Klas III rata-rata panjang lidah perempuan dan rata-rata panjang lidah laki-laki berbeda.


(34)

Tabel. 4.8. Rata-rata tinggi lidah perempuan dan laki-laki pada kelompok Klas III menggunakan uji t berpasangan

Tinggi lidah (mm) N X ± SD P

Perempuan Laki-laki

5 5

39.59 ± 6.44 41.11 ± 4.82

0.648

Hasi uji t berpasangan diperoleh hasil rata-rata tinggi lidah dengan p>0.05 yang artinya pada kelompok Klas III rata-rata tinggi lidah perempuan dan rata-rata tinggi lidah laki-laki tidak berbeda.


(35)

BAB 5 PEMBAHASAN

Lidah memiliki peranan penting untuk terjadi maloklusi, terutama posisi dan dimensi lidah. Masing-masing maloklusi memiliki perbedaan posisi dan dimensi lidah. Pada penelitian yang dilakukan ini terdapat perbedaan dimensi lidah pada relasi rahang Klas I, relasi rahang Klas II dan relasi rahang Klas III.

Dimensi lidah antara Relasi rahang klas I dengan relasi rahang Klas II diperoleh hasilnya yaitu panjang lidah pada relasi rahang Klas I dan Klas II tidak berbeda,sedangkan tinggi lidah pada relasi rahang Klas I dengan relasi rahang Klas II tidak berbeda. Panjang lidah tidak berbeda disebabkan oleh posisi lidah pada relasi rahang Klas I dan Klas II hampir sama. Tinggi lidah tidak berbeda disebabkan sampel penelitian tidak dalam masa tumbuh kembang dan sampel bernapas melaui hidung.Pernyataan tersebut didukung oleh Peat (1968) yaitu faktor usia harus dipertimbangkan dalam penelitian mengenai posisi lidah karena anak-anak memiliki dorsum yang lebih tinggi daripada orang dewasa.19

Hasil penelitian antara dimensi lidah pada relasi rahang Klas I dengan Klas II didukung oleh Alhaija (2005) dalam penelitannya memperoleh hasil yaitu pada relasi rahang Klas I dan Klas II tidak ada perbedaan yang signifikan.18 Peneliti lain yang mendukung hasil penelitian diatas adalah Nadu (2005) memperoleh hasil bahwa panjang lidah dan tinggi lidah pada maloklusi Klas I, maloklusi Klas II tidak berbeda.20


(36)

Dimensi lidah antara relasi rahang Klas I dengan Klas III diperoleh hasil yaitu panjang lidah pada relasi rahang Klas III lebih pendek daripada Klas I, disebabkan posisi dan bentuk lidah yang rendah dan datar. Tinggi lidah pada relasi rahang Klas I dengan Klas III tidak berbeda dikarenakan sampel penelitian tidak dalam masa tumbuh kembang dan sampel bernapas melaui hidung.Pernyataan tersebut didukung oleh Peat (1968) yaitu faktor usia harus dipertimbangkan dalam penelitian mengenai posisi lidah karena anak-anak memiliki dorsum yang lebih tinggi daripada orang dewasa.19

Hasil penelitian antara dimensi lidah pada relasi rahang Klas I dengan Klas III didukung oleh Guay (2003) dalam penelitiannya menggunakan sefalometri lateral mengenai hubungan dimensi lidah dengan rahang diperoleh hasil dimensi lidah pada relasi rahang Klas I lebih besar daripada Klas III.14 Alhaija ( 2005) yaitu panjang lidah antara relasi rahang Klas I dengan Klas III berbeda.18 Peneliti lain yang mendukung hasil penelitian diatas adalah Nadu (2005) memperoleh hasil bahwa panjang lidah pada maloklusi Klas III lebih pendek dibandingkan Klas I dan tinggi lidah pada maloklusi Klas I dengan Klas III tidak berbeda.20 Genisor (1970) bahwa pada maloklusi Klas III lidah terletak rendah dan posisi ke depan yang mengakibatkan mandibula bergerak maju dan mendorong perkembangan maloklusi Klas III.21

Dimensi lidah antara relasi rahang Klas II dengan Klas III diperoleh hasil yaitu panjang lidah pada relasi rahang Klas III lebih pendek daripada Klas II, disebabkan posisi dan bentuk lidah yang rendah dan datar. Tinggi lidah pada relasi rahang Klas II


(37)

dengan Klas III tidak berbeda dikarenakan sampel penelitian tidak dalam masa tumbuh kembang dan sampel bernapas melalui hidung.Pernyataan tersebut didukung oleh Peat (1968) yaitu faktor usia harus dipertimbangkan dalam penelitian mengenai posisi lidah karena anak-anak memiliki dorsum yang lebih tinggi daripada orang dewasa.19

Hasil penelitian antara dimensi lidah pada relasi rahang Klas II dengan Klas III didukung oleh Alhaija ( 2005) yaitu panjang lidah antara relasi rahang Klas II dengan Klas III berbeda.18 Peneliti lain yang mendukung hasil penelitian diatas adalah Nadu (2005) memperoleh hasil bahwa panjang lidah pada maloklusi Klas III lebih pendek dibandingkan Klas II dan tinggi lidah pada maloklusi Klas II dengan Klas III tidak berbeda.20 Rakosi (1993) mengukur posisi lidah dengan menggunakan radiografi sefalometri lateral dibantu dengan template diperoleh hasilnya panjang lidah lebih

pendek dan rendah pada maloklusi Klas III tetapi tinggi lidah relatif tinggi pada maloklusi Klas II dibanding Klas III.8 Genisor (1970) bahwa pada maloklusi Klas III lidah terletak rendah dan posisi ke depan yang mengakibatkan mandibula bergerak maju dan mendorong perkembangan maloklusi Klas III.21

Panjang dan tinggi lidah pada perempuan dan laki-laki yang relasi rahang Klas I tidak berbeda. Hasil penelitian diatas didukung oleh penelitian Alhaija (2005) yaitu tidak ada perbedaan panjang dan tinggi lidah pada perempuan dan laki-laki.18 Guay (2003) menyatakan tidak ada perbedaan panjang dan tinggi lidah antara perempuan dan laki-laki.


(38)

tidak ada perbedaan panjang dan tinggi lidah pada perempuan dan laki-laki.18 Guay (2003) menyatakan tidak ada perbedaan panjang dan tinggi lidah antara perempuan dan laki-laki.

Panjang lidah pada perempuan dan laki-laki yang relasi rahang Klas III berbeda.14 Hasil penelitian diatas didukung oleh Tamari (1991) rata-rata volume lidah dengan ukuran mandibula secara signifikan lebih besar pada laki-laki daripada perempuan.7 Tinggi lidah pada perempuan dan laki-laki yang relasi rahang Klas III tidak berbeda seperti yang diteliti oleh Alhaija (2005) yaitu tidak ada perbedaan panjang dan tinggi lidah pada perempuan dan laki-laki.18 Guay (2003) menyatakan tidak ada perbedaan panjang dan tinggi lidah antara perempuan dan laki-laki.14

Selain itu penelitian lain juga mengukur posisi lidah, pada tiap maloklusi dengan menggunakan sefalometri lateral seperti yang dilakukan Graber (1985) dalam penelitian pada maloklusi Klas II divisi 1 posisi lidah yang lebih rendah dan kekuatan otot buksinator besar yang mengakibatkan penyempitan lengkung maksila berbentuk V sedangkan pada maloklusi Klas II divisi 2 lidah cenderung memperdalam kurva Spee dan menganggu erupsi gigi posterior dengan menempati ruang interoklusal. Sementara maloklusi Klas III lidah terletak lebih rendah didasar mulut dan lengkung maksila biasanya sempit dan overbite kecil atau tidak ada. 2

Hanson dan Cohen (1973) menemukan bahwa posisi lidah terletak paling tinggi pada maloklusi Klas II, menengah pada maloklusi Klas I dan paling rendah pada maloklusi Klas III.22

Wildman (1961) mengukur posisi lidah dengan menggunakan dataran palatal sebagai dataran penuntun untuk posisi vertikal dan posisi horizontal lidah sebagai


(39)

garis yang ditarik dari puncak insisivus bawah sejajar dengan dataran palatal. Melibatkan 2 variabel: 23

a. Titik tertinggi lidah terhadap dataran palatal

b. Rasio dari proyeksi titik tertinggi lidah ke tepi insisivus bawah dan panjang kavitas oral pada garis panduan insisal.

Selain dengan radiografi sefalometri lateral pemeriksaan lidah dapat menggunakan CT Scan dan MRI seperti yang dilakukan peneliti di bawah ini:

Robert Lander(1991) memperkirakan volume lidah dengan MRI. Mereka mengukur lidah, orofaring dan rongga mulut. Mereka berpendapat bahwa volume lidah dengan MRI cukup akurat dengan tingkat tertentu, namun penentuan batas inferior dan lateral lidah terkadang sulit dilakukan dan hal ini mengakibatkan sejumlah kesalahan dalam memperkirakan volume lidah.24

Lowe dan Pae (1986) melakukan rekonstruksi CT Scan mengenai dimensi lidah dan saluran pernafasan pada 25 orang dewasa dengan obstructive sleep apnea

(OSA). Penelitian ini menunjukkan bahwa volume lidah lebih besar daripada volume saluran pernafasan pada subjek dengan OSA. 25

Roehm (1982) menggunakan CT scan untuk memeriksa hubungan 3 dimensi lidah terhadap ruang sekelilingnya. Mengamati bahwa pada kasus gigitan terbuka (open bite), volume lidah secara proporsional lebih besar dari normal, mencegah lidah

menekan saluran pernafasan, maka mandibula akan membuka serta lidah bergerak ke depan, yang menciptakan gigitan terbuka (open bite) .26


(40)

Ada beberapa pendapat mengenai posisi dan ukuran lidah diantaranya :

Balters (1985) berpendapat mengenai posisi lidah pada masing-masing maloklusi diantaranya maloklusi Klas I disebabkan kekuatan mekanisme otot buksinator lebih besar dibanding lidah tetapi posisi lidah normal, maloklusi Klas II akibat dari posisi lidah ke belakang yang menghambat fungsi pernafasan, sehingga menyebabkan pernafasan melalui mulut sementara maloklusi Klas III disebabkan oleh posisi lidah yang lebih ke depan.2

Hovell (1968) mengemukakan bahwa ukuran, bentuk dan posisi lidah merupakan faktor utama dalam pembentukan lengkung gigi. 27

Harvold (1968) dalam penelitiannya membuktikan bahwa lidah yang besar berhubungan dengan lengkung gigi yang lebar atau gigitan terbuka(open bite)

Sebaliknya lidah yang kecil berhubungan dengan lengkung yang sempit. Selain itu Harvold juga meneliti pada hewan diperoleh hasil bahwa lidah yang turun ke bawah akan menurunkan mandibula dan lidah akan bergerak ke depan. 27


(41)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dimensi lidah pada relasi rahang Klas I, Klas II dan Klas III berbeda disebabkan karena posisi lidah pada masing-masing relasi rahang berbeda. Adapun dimensi lidah yang berbeda adalah :

1. Panjang lidah antara relasi rahang Klas I dengan relasi rahang Klas III dan panjang lidah pada relasi Klas II dengan relasi rahang Klas III berbeda sedangakan panjang lidah pada relasi rahang Klas I dengan relasi rahang Klas II tidak berbeda.

2. Tinggi lidah pada relasi rahang Klas I, relasi rahang Klas II,dan relasi rahang Klas III tidak berbeda.

3. Perbedaan panjang lidah antara perempuan dan laki-laki hanya pada Klas III.

4. Rata-rata panjang lidah perempuan Klas I : 81.61 mm ± 5.46,rata-rata tinggi lidah : 35.59 mm ± 6.93.

5. Rata-rata panjang lidah perempuan Klas II : 81.98 mm ± 8.74, rata-rata tinggi lidah : 37.65 mm ± 3.61.

6. Rata panjang lidah perempuan Klas III : 70.71 mm ± 9.33 rata-rata tinggi lidah : 39.59 mm ± 6.44.

7. Rata-rata panjang lidah laki-laki Klas I : 88.18 mm ± 4.10,rata-rata tinggi lidah : 38.58 mm ± 4.67.


(42)

9. Rata-rata panjang lidah laki-laki Klas III : 82.63 mm ± 6.19, rata-rata tinggi lidah : 41.11 mm ± 4.82.

6.2 Saran

Memerlukan penelitian lebih lanjut mengenai kekuatan otot lidah yang dapat menimbulkan kelainan rahang dan anomali pada gigi.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

1. Christiansen R , Evans C. Resting Tongue Pressures.Angle Orthod.1978 : 49(2) : 92-97.

2. Graber T, Rakosi T,Petrovic A.G. Dentofacial orthopedics with functional appliances. Mosby company,1985 : 130-137.

3. Miles T,Nauntofte B,Svensson P. Clinical oral physiology.Quintessence publishing,2004 : 250-251.

4. Chang HP. Assessment of anteroposterior jaw relationship. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 1987; 92:117–122.

5. Oliver R.G. Evans S.P. Tongue Size,Oral Cavity Size and Speech. Angle Orthod.1986 : 234-243.

6. Eifert D.F., A roentgenographic cephalometric study of the tongue. Am. J. Orthod, 1960; 46: 226

7 Engelke WGH, Mendoza M,Rapetto G. Preminilary radiographic of tongue

repositioning manoeuvre. European journal of orthodontics 2008:618-623.

8 Tamari K,Murakami T, Takahama Y. The dimensions of the tongue in relation to its motility. Am J Dentofac Orthop,1991 :140-146.

9 Rakosi T. Orthodntic Diagnosis. Thieme, 1993,145-154.

10 Foster T.D.Alih bahasa Yuwono L. Buku ajar ortodonsi. Penerbit buku


(44)

11 Lowe A.A, Takashi Ono, Ferguson K.A. Cephalometric comparisons of craniofacial and upper airway structure by skeletal subtype and gender in patients with obstructive sleep apnea. Am.J.Orthop, 1996 : 653-664.

12 Bhalajhi SI. Orthodontic the art and science. Arya(Medi) publishing

house,1998:108-110.

13 Takahashi S, Ono T, Ishiwata Y, Kuroda T. Effect of changes in the breathing mode and body position of tongue pressure with respiratory-related oscillations. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 1999; 115:239–246.

13 . Bishara SE .Text book of orthodontic.W.B Saunders Company, 2001: 19-21. 14. Yamaoka M, Furusawa K,Uematsu T. Relationship of the hyoid bone and

posterior of the tongue in prognatism and micrognatia. Journal of Oral Rehabilitation, 2003:1-7.

15. Lida S, Harada T,Okamoto M, Inada Y. Soft palate during sucking behavior. Dysphagia,2003 : 96-100.

16. Kucukkeles N, Ceyanoglu C. Change in lip, cheek and tongue pressures after rapid maxilarry expansion using a diagraphm pressure transducer.Angle Orthodontic 2003: 662-668

17. Palmer JB,Hieimae KM.Eating and breathing: interactions between respiration and feeding on solid food. Dysphagia,2003 : 169-178.

18. Allhaija E.S, Al Khateb S.N. Uvulo-glosso dimensions in different anteroposterior skeletal patterns. Angle Orthodontist,vol 75,No 6,2005: 1012-1018.


(45)

19. Peat J.H. A cephalometric study of tongue position. Am. J. Orthod, 1968; 339-351

20. Nadu T. Assessment and comparison of tongue posture and sagittal pharyngeal airway dimension in Class I, II, and III malocclusion - a cephalometric

study.Dental college & hospital,Chennai,2005 :1-31.

21.

Genisor M.A. The tongue and Cl.III. Am. J. Orthod, 1970; 57: 256- 263.

22.Hanson.M.L. dkk. Effects of form and function on swallowing and the

developing dentition. Am. J. Orthod, 1973; 64: 63-81.

23. A.J.Wildman .Analysis of Tongue, soft palate and pharyngeal wall movement . Am. J. Orthod, 1961; 47:6; 439-460.

24. Robert Lander and Zane.Estimation of tongue volume from magnetic resonance imaging.. Angle Orthod, 1991; 61: No.3: 175- 183.

25. Lowe dkk.3-D CT Construction of tongue and airway. Am. J. Orthod, 1986; 90: 364-74. J. Orthod, 1968; 54: 833-897.

26.

Roehm.E.G. Computed Tomographic measurement of tongue volume relative to it's surrounding space". Am. J. Orthod, 1982; 172.

27. Harvold .E.P.The role of function in the etilolgy and treatment of malocclusion. Am. J. Orthod, 1968; 54: 833-897.


(46)

Alur penelitian

Sampel : 30 orang Usia : 17-25 tahun Jenis kelamin: Perempuan, laki-laki

Panjang Lidah (TGL)

Lidah

Tinggi Lidah (TGH) Sefalogram

lateral

Relasi rahang Klas I

Relasi rahang Klas II

Relasi rahang Klas III


(47)

JADWAL PENELITIAN

Waktu Pelaksanaan Maret - Agustus 2009

No Kegiatan

3 4 5 6 7 8

1 Penelusuran kepustakaan Xx xx xx xx Xx

2 Pembuatan proposal

xx xx xx

3 Seminar proposal xxxx

4 Pengambilan data di lapangan

xx xxx xx

5 Penulisan laporan tesis xx xx Xx

6 Seminar hasil xx

7 Perbaikan dan penyerahan laporan


(48)

Oneway

Descriptives

Panjang lidah

10 84.8980 5.72224 1.80953 80.8046 88.9914 77.87 94.17 10 85.6610 7.90794 2.50071 80.0040 91.3180 73.99 96.10 10 76.6740 9.76387 3.08761 69.6893 83.6587 58.22 88.51 30 82.4110 8.73385 1.59458 79.1497 85.6723 58.22 96.10 KELAS I

KELAS II KELAS III Total

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

Panjang lidah

1.840 2 27 .178

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

ANOVA

Panjang lidah

496.608 2 248.304 3.908 .032

1715.515 27 63.538

2212.124 29

Between Groups Within Groups Total

Sum of


(49)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Panjang lidah LSD

-.7630 3.56476 .832 -8.0773 6.5513

8.2240* 3.56476 .029 .9097 15.5383

.7630 3.56476 .832 -6.5513 8.0773

8.9870* 3.56476 .018 1.6727 16.3013

-8.2240* 3.56476 .029 -15.5383 -.9097

-8.9870* 3.56476 .018 -16.3013 -1.6727

(J) Kelas KELAS II KELAS III KELAS I KELAS III KELAS I KELAS II (I) Kelas KELAS I KELAS II KELAS III Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

The mean difference is significant at the .05 level. *.

Means Plots

Kelas KELAS III KELAS II KELAS I Me a n o f Pa n ja n g l id a h 88 86 84 82 80 78 76


(50)

Oneway

Descriptives

Tinggi lidah

10 37.0910 5.79344 1.83205 32.9466 41.2354 27.89 46.14 10 36.2130 3.03827 .96078 34.0396 38.3864 32.06 42.73 10 40.3530 5.42623 1.71592 36.4713 44.2347 29.14 47.93 30 37.8857 5.06959 .92558 35.9927 39.7787 27.89 47.93 KELAS I

KELAS II KELAS III Total

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

Tinggi lidah

1.453 2 27 .252

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

ANOVA

Tinggi lidah

95.170 2 47.585 1.976 .158

650.151 27 24.080

745.322 29

Between Groups Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Tinggi lidah LSD

.8780 2.19452 .692 -3.6248 5.3808

-3.2620 2.19452 .149 -7.7648 1.2408

-.8780 2.19452 .692 -5.3808 3.6248

-4.1400 2.19452 .070 -8.6428 .3628

3.2620 2.19452 .149 -1.2408 7.7648

4.1400 2.19452 .070 -.3628 8.6428

(J) Kelas KELAS II KELAS III KELAS I KELAS III KELAS I KELAS II (I) Kelas KELAS I KELAS II KELAS III Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval


(51)

Means Plots

Kelas KELAS III KELAS II KELAS I Me a n o f T in g g i lid a h 41 40 39 38 37 36 35

T-Test (Kelas I)

Group Statistics

5 81.6140 5.46474 2.44390

5 88.1820 4.10477 1.83571

5 35.5940 6.93189 3.10004

5 38.5880 4.67604 2.09119

Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Panjang lidah Tinggi lidah

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Independent Samples Test

.404 .543 -2.149 8 .064 -6.5680 3.05655 -13.61641 .48041

-2.149 7.424 .067 -6.5680 3.05655 -13.71279 .57679

.851 .383 -.801 8 .446 -2.9940 3.73942 -11.61713 5.62913

-.801 7.016 .450 -2.9940 3.73942 -11.83228 5.84428

Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Panjang lidah Tinggi lidah F Sig.

Levene's Test for Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

95% Confidence Interval of the

Difference t-test for Equality of Means


(52)

T-Test (Kelas II)

Group Statistics

5 81.9880 8.74299 3.90998

5 89.3340 5.52610 2.47135

5 37.6520 3.61622 1.61722

5 34.7740 1.58620 .70937

Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Panjang lidah Tinggi lidah

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Independent Samples Test

.307 .595 -1.588 8 .151 -7.3460 4.62553 -18.01249 3.32049

-1.588 6.756 .158 -7.3460 4.62553 -18.36419 3.67219

3.269 .108 1.630 8 .142 2.8780 1.76596 -1.19431 6.95031

1.630 5.484 .159 2.8780 1.76596 -1.54359 7.29959 Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Panjang lidah Tinggi lidah F Sig. Levene's Test for Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference t-test for Equality of Means

T-Test (Kelas III)

Group Statistics

5 70.7120 9.33980 4.17689 5 82.6360 6.19712 2.77144 5 39.5920 6.44704 2.88321 5 41.1140 4.82045 2.15577 Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Panjang lidah Tinggi lidah

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean


(1)

Waktu Pelaksanaan Maret - Agustus

2009

No Kegiatan

3 4

5 6 7 8

1

Penelusuran

kepustakaan Xx xx

xx xx Xx

2 Pembuatan

proposal

xx

xx

xx

3

Seminar

proposal

xxxx

4

Pengambilan data di

lapangan

xx

xxx

xx

5

Penulisan laporan tesis

xx xx

Xx

6

Seminar hasil

xx

7

Perbaikan dan penyerahan

laporan


(2)

Oneway

Descriptives

Panjang lidah

10 84.8980 5.72224 1.80953 80.8046 88.9914 77.87 94.17 10 85.6610 7.90794 2.50071 80.0040 91.3180 73.99 96.10 10 76.6740 9.76387 3.08761 69.6893 83.6587 58.22 88.51 30 82.4110 8.73385 1.59458 79.1497 85.6723 58.22 96.10 KELAS I

KELAS II KELAS III Total

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

Panjang lidah

1.840 2 27 .178 Levene

Statistic df1 df2 Sig.

ANOVA

Panjang lidah

496.608 2 248.304 3.908 .032

1715.515 27 63.538 2212.124 29

Between Groups Within Groups Total

Sum of


(3)

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Panjang lidah LSD

-.7630 3.56476 .832 -8.0773 6.5513 8.2240* 3.56476 .029 .9097 15.5383 .7630 3.56476 .832 -6.5513 8.0773 8.9870* 3.56476 .018 1.6727 16.3013 -8.2240* 3.56476 .029 -15.5383 -.9097 -8.9870* 3.56476 .018 -16.3013 -1.6727 (J) Kelas

KELAS II KELAS III KELAS I KELAS III KELAS I KELAS II (I) Kelas

KELAS I KELAS II KELAS III

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

The mean difference is significant at the .05 level. *.

Means Plots

Kelas

KELAS III KELAS II

KELAS I

Me

a

n

o

f

Pa

n

ja

n

g

l

id

a

h

88

86

84

82

80

78


(4)

Oneway

Descriptives

Tinggi lidah

10 37.0910 5.79344 1.83205 32.9466 41.2354 27.89 46.14

10 36.2130 3.03827 .96078 34.0396 38.3864 32.06 42.73

10 40.3530 5.42623 1.71592 36.4713 44.2347 29.14 47.93

30 37.8857 5.06959 .92558 35.9927 39.7787 27.89 47.93

KELAS I KELAS II KELAS III Total

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

Tinggi lidah

1.453 2 27 .252

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

ANOVA

Tinggi lidah

95.170 2 47.585 1.976 .158

650.151 27 24.080 745.322 29

Between Groups Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Tinggi lidah LSD

.8780 2.19452 .692 -3.6248 5.3808 -3.2620 2.19452 .149 -7.7648 1.2408 -.8780 2.19452 .692 -5.3808 3.6248 -4.1400 2.19452 .070 -8.6428 .3628 3.2620 2.19452 .149 -1.2408 7.7648 4.1400 2.19452 .070 -.3628 8.6428 (J) Kelas

KELAS II KELAS III KELAS I KELAS III KELAS I KELAS II (I) Kelas

KELAS I KELAS II KELAS III

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval


(5)

Means Plots

Kelas

KELAS III KELAS II

KELAS I

Me

a

n

o

f

T

in

g

g

i

lid

a

h

41

40

39

38

37

36

35

T-Test (Kelas I)

Group Statistics

5 81.6140 5.46474 2.44390 5 88.1820 4.10477 1.83571 5 35.5940 6.93189 3.10004 5 38.5880 4.67604 2.09119 Jenis kelamin

Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Panjang lidah

Tinggi lidah

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Independent Samples Test

.404 .543 -2.149 8 .064 -6.5680 3.05655 -13.61641 .48041

-2.149 7.424 .067 -6.5680 3.05655 -13.71279 .57679

.851 .383 -.801 8 .446 -2.9940 3.73942 -11.61713 5.62913

-.801 7.016 .450 -2.9940 3.73942 -11.83228 5.84428 Equal variances

assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Panjang lidah

Tinggi lidah

F Sig.

Levene's Test for Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference t-test for Equality of Means


(6)

T-Test (Kelas II)

Group Statistics

5 81.9880 8.74299 3.90998 5 89.3340 5.52610 2.47135 5 37.6520 3.61622 1.61722 5 34.7740 1.58620 .70937 Jenis kelamin

Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Panjang lidah

Tinggi lidah

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Independent Samples Test

.307 .595 -1.588 8 .151 -7.3460 4.62553 -18.01249 3.32049 -1.588 6.756 .158 -7.3460 4.62553 -18.36419 3.67219

3.269 .108 1.630 8 .142 2.8780 1.76596 -1.19431 6.95031

1.630 5.484 .159 2.8780 1.76596 -1.54359 7.29959 Equal variances

assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Panjang lidah

Tinggi lidah

F Sig.

Levene's Test for Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference t-test for Equality of Means

T-Test (Kelas III)

Group Statistics

5 70.7120 9.33980 4.17689

5 82.6360 6.19712 2.77144

5 39.5920 6.44704 2.88321

5 41.1140 4.82045 2.15577

Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Panjang lidah

Tinggi lidah

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean


Dokumen yang terkait

Perbedaan Lebar Saluran Udara Pharynx Atas Dan Bawah Pada Maloklusi Klas I Dan Klas II Dengan Pola Pertumbuhan Normal Dan Vertikal Ditinjau Dari Radiografi Sefalometri Lateral

0 33 62

Perubahan Jaringan Lunak Bibir Atas Setelah Retraksi Gigi Anterior Maksila Ditinjau Dari Radiografi Sefalometri Lateral

2 69 38

Perbedaan Ukuran Kamar Pulpa Molar Satu Rahang Bawah pada Pasien Diabetes Melitus dan Non-Diabetes Melitus Ditinjau dari Radiografi Periapikal

0 43 70

PERBEDAAN PERTUMBUHAN RAHANG ATAS KE ARAH LATERAL ANTARA ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN USIA 6-7 TAHUN

0 2 56

Hubungan Asimetri Lengkung Gigi Transversal Dengan Asimetri Skeletal Pada Crossbite Posterior Unilateral: Ditinjau DarI Radiografi Anteroposterior

0 0 17

Hubungan Asimetri Lengkung Gigi Transversal Dengan Asimetri Skeletal Pada Crossbite Posterior Unilateral: Ditinjau DarI Radiografi Anteroposterior

0 0 2

Hubungan Asimetri Lengkung Gigi Transversal Dengan Asimetri Skeletal Pada Crossbite Posterior Unilateral: Ditinjau DarI Radiografi Anteroposterior

0 0 6

Hubungan Asimetri Lengkung Gigi Transversal Dengan Asimetri Skeletal Pada Crossbite Posterior Unilateral: Ditinjau DarI Radiografi Anteroposterior

0 5 25

Hubungan Asimetri Lengkung Gigi Transversal Dengan Asimetri Skeletal Pada Crossbite Posterior Unilateral: Ditinjau DarI Radiografi Anteroposterior

0 0 5

Hubungan Asimetri Lengkung Gigi Transversal Dengan Asimetri Skeletal Pada Crossbite Posterior Unilateral: Ditinjau DarI Radiografi Anteroposterior

0 0 5