Analisa Komponen Kimia Minyak Atsiri Dan Uji Pestisida Nabati Hasil Isolasi Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L) Pada Larva Lalat Buah (Bactrocela carambolae) Jambu Biji

(1)

ANALISA KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAN UJI

PESTISIDA NABATI HASIL ISOLASI DAUN SIRIH

HUTAN (Piper aduncum L) PADA LARVA LALAT

BUAH ( Bactrocera carambolae) JAMBU BIJI

SKRIPSI

ELPRIDA NABABAN

130822018

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

ANALISA KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAN UJI

PESTISIDA NABATI HASIL ISOLASI DAUN SIRIH

HUTAN (Piper aduncum L) PADA LARVA LALAT

BUAH ( Bactrocera carambolae) JAMBU BIJI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ELPRIDA NABABAN

130822018

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Analisa Komponen Kimia Minyak Atsiri Dan Uji Pestisida Nabati Hasil Isolasi Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L) Pada Larva Lalat Buah

(Bactrocela carambolae) Jambu Biji

Kategori : Skripsi

Nama Mahasiswa : Elprida Nababan Nomor Induk Mahasiswa : 130822018

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, November 2015 Komisi Pembimbing

Pembimbing II Pembimbing I

Dr. Mimpin Ginting, MS Drs. Darwis Surbakti, MS NIP. 1955 1013 1986 011001 NIP. 1953 0707 1983 031001

Diketahui/ Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS NIP. 1954 0830 1985 032001


(4)

PERNYATAAN

ANALISA KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAN UJI PESTISIDA NABATI HASIL ISOLASI DAUN SIRIH HUTAN (Piper aduncum L)

PADA LARVA LALAT BUAH ( Bactrocera carambolae) JAMBU BIJI

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, November 2015

ELPRIDA NABABAN 130822018


(5)

PENGHARGAAN

Segala Puji dan ucapan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karuniaNya yang selalu melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Sains di Fakultas MIPA USU. Adapun judul skripsi adalah “Analisa Komponen Kimia

Minyak Atsiri Dan Uji Pestisida Nabati Hasil Isolasi Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L) Pada Larva Lalat Buah (Bactrocera carambolae) Jambu Biji”.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, masukan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr.Rumondang Bulan, MS dan Bapak Dr. Albert Pasaribu, MSc selaku ketua dan sekretaris Departemen Kimia, Serta seluruh staff pengajar Departemen Kimia FMIPA USU yang telah membimbing penulis selama perkuliahan.

2. Bapak Drs. Darwis Surbakti, MS selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS selaku dosen pembimbing II yang telah banyak

meluangkan waktu selama penulis melakukan penelitian dan Penyusunan skripsi hingga selesai.

3. Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS selaku Kepala Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU.

4. Bapak Ir. Sabirin selaku Koordinator Laboratorium Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), Bapak Fery Siagian, SP selaku ahli POPT, dan Kaka Karti Natra Purba, A.Md selaku pelaksana lanjutan Pengawas Mutu Hasil Pertanian di Laboratorium Badan Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Departemen Pertanian Medan.

5. Kedua orang tua penulis, Bapak L. Nababan dan Ibu St.M. Sihombing, serta saudara-saudari penulis (Edward, Elpan, Erik, Edar, Erdina dan Erma) yang telah banyak mendukung baik dalam doa dan juga dukungan semangat kepada penulis. 6. Teman-teman satu stambuk Mahasiswa Kimia Ekstensi 2013 yang tulus

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa dengan segala kebaikan dan kemurahanNya memberkati Bapak/Ibu serta saudara/saudari sekalian yang telah meluangkan waktu dan pemikiran serta memberikan motivasi kepada penulis. Penulis juga menyadari bahwa didalam penulisan skripsi masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak memilki kekurangan.

Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.


(6)

ANALISA KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAN UJI PESTISIDA NABATI HASIL ISOLASI DAUN SIRIH HUTAN (Piper aduncum L)

PADA LARVA LALAT BUAH ( Bactrocera carambolae) JAMBU BIJI

ABSTRAK

Minyak atsiri daun Sirih Hutan (Piper aduncum L) diisolasi dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Stahl. Daun Sirih Hutan didestilasi selama ± 4-5 jam menghasilkan minyak atsiri sebanyak 0,52% (b/b) dan 7,61% (b/b) ekstrak etanol dengan alat Sokhlet. Komponen kimia minyak atsiri daun Sirih Hutan yang dianalisa menggunakan GC-MS menunjukkan ada 11 senyawa yang terindentifikasi dengan kandungan mayor senyawa 1,3,7-Octatrien (2,98%), β-Caryophylene (4,33%), Germacrene (6,17%), Apiole (8,54%), Dillapiole (71,79%). Uji pestisida nabati ekstrak etanol menunjukakan mortalitas larva Bactrocela carambolae tertinggi sebesar 35% pada konsentrasi 5% (v/v) dan pada minyak atsiri sebesar 30% pada konsentrasi 5% (v/v).


(7)

ANALYSIS CHEMICAL COMPONENTS OF ESSENTIAL OILS AND PESTICIDE FROM ISOLAT Piper aduncum L LEAVES TO

CONTROL LARVA Bactrocela carambolae in Guava

ABSTRACT

Essential oil of hutan betel (Piper aduncum L) leaves have been isolated with hydrodestillation method use Stahl apparatus. Hutan betel leaves have hydrodestillation for ± 4-5 hours resulting essential oil amount 0,52% (w/w) and 7,61% (w/w) ethanol extract use Sokhlet. Chemical components in essential oil of hutan betel leaves have been analyzed use GC-MS shown 11 compounds and major compound are 1,3,7-Octatrien (2,98%), β-Caryophylene (4,33%), Germacrene (6,17%), Apiole (8,54%), Dillapiole (71,79%). Organic Pesticide activity ethanol extract was able to kill the larva 35% in concentrations 5% (v/v), dan from essential oil 30% in concentration 5% (v/v). Keywords: Hutan betel leaves, Extrack, Essential oil, Pesticide


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 4

1.3. Pembatasan Masalah 4

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Lokasi Penelitian 5

1.7. Metodologi Penelitian 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pestisida 6

2.1.1 Klasifikasi Pestisida 6

2.1.2 Jenis-jenis Pestisida 7

2.2. Tanaman Sirih Hutan (Piper aduncum L) 9

2.3. Minyak Atsiri 10

2.3.1 Komponen Kimia Minyak Atsiri 11

2.3.2 Biosintesa pembentukan Minyak atsiri 12

2.3.3 Sumber Minyak Atsiri 15

2.4. Isolasi Minyak Atsiri Dengan Destilasi 16

2.5. Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri dengan GC-MS 17

2.5.1 Analisis Kromatografi Gas 17

2.5.1.1 Gas Pembawa 18

2.5.1.2 Sistem Injeksi 18

2.5.1.3 Kolom 19

2.5.1.4 Fase Diam 19

2.5.1.5 Suhu 19

2.5.1.6 Detektor 19

2.5.2 Analisis Spektroskopi Massa 20

2.6. Ekstraksi 21

2.7. Lalat Buah (Bactrocela carambolae) 23

2.7.1 Morfologi Lalat Buah 24


(9)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat 25

3.2. Bahan-bahan 26

3.3. Prosedur Penelitian 26

3.3.1 Penyediaan Sampel 26

3.3.2 Isolasi Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan Dengan Alat Stahl 26

3.3.3 Ekstrak Etanol Daun Sirih Hutan Dengan Alat Stahl 27

3.3.4 Analisis Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan Dengan GC-MS 27

3.3.5 Pengujian Pestisida Nabati Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan 28

3.3.6 Pengujian Pestisida Nabati Ekstrak Etanol Daun Sirih Hutan 29

3.4. Bagan Penelitian 3.4.1 Isolasi Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan Dengan Alat Sthal 30

3.4.2 Ekstrak Etanol Daun Sirih Hutan Dengan Alat Sokhlet 31

3.4.3 Analisis Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan Dengan GC-MS 31

3.4.4 Uji Pestisida Nabati Piper aduncum L 32

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 33

4.1.1 Penentuan Kadar Minyak Atsiri 33

4.1.2 Penentuan Kadar Ekstrak Etanol 33

4.1.3 Hasil Analisis dengan GC-MS 34

4.1.4 Mortalitas Harian Larva Bactrocela carambolae 37

4.1.5 Mortalitas Total Larva Bactrocela carambolae 38

4.2 Pembahasan 4.2.1 Minyak Atsiri dari Hasil Destilasi dengan Alat Stahl 39

4.2.2 Ekstrak Etanol Dari Ampas Isolasi Daun Sirih Hutan 39

4.2.3 Analisis Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan 40

4.2.4 Uji Pestisida Nabati Dari Isolasi Minyak Atsiri Dan 49

Ekstrak Etanol Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L) BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 50

5.2 Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 51


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel Judul Halaman 2.1 Berdasarkan Golongan Hama Sasaran Yang Dibunuh 6 2.2 Berdasarkan Efek Pestisda Terhadap Hama 7 4.1 Hasil Hidrodestilasi Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan 33 4.2 Senyawa Hasil Analisa GC-MS Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan 35 4.3 Hasil Analisa GC-MS Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan Yang 36


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 Foto Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L) 10

2. 2 Biosintesa Terpenoid 13

2. 3 Perubahan Senyawa Monoterpen 14

2. 4 Reaksi Biogenetik Beberapa Seskuiterpena 15

2. 5 Skema alat Kromatografi Gas 18

2. 6 Skema Alat Spektroskopi Massa 20

2. 7 Foto Bactrocela carambolae 24

2. 7 Foto Daur Hidup Bactrocela carambolae 24

4. 1 Kromatogram Hasil Analisis GC Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan 34

4. 2 Fluktuasi Mortalitas Harian Larva Bactrocela carambolae 37

4. 3 Foto Wadah Pengujian 38

4. 4 Foto Larva yang sudah mati 38

4. 5 Mortalitas Total Larva Bactrocela carambolae 38

4. 6 Spektrum Massa Senyawa β- Ocimene 40

4. 7 Pola Fragmentasi Dari Senyawa β- Ocimene 40

4. 8 Spektrum Massa Senyawa Pipertone 41

4. 9 Pola Fragmentasi Senyawa Pipertone 41

4. 10 Spektrum Massa Senyawa Diisopropenyl 42

4. 11 Pola Fragmentasi Dari Senyawa Diisopropenyl 42

4. 12 Spektrum Masssa Senyawa Caryophyllene 43

4. 13 Pola Fragmentasi Dari Senyawa Caryophyllene 43

4. 14 Spektrum Massa Senyawa Bicylogermacrene 44

4. 15 Pola Fragmentasi Dari Senyawa Bicylogermacrene 44

4. 16 Spektrum Massa Senyawa α-Humulene 45

4. 17 Pola Fragmentasi Dari Senyawa α-Humulene 45

4. 18 Spektrum Massa Senyawa Germacrene 46

4. 19 Pola Fragmentasi Dari Senyawa Germacrene 46

4. 20 Spektrum Massa Senyawa Apiole 47

4. 21 Pola Fragmentasi Dari Senyawa Apiole 47

4. 22 Spektrum Massa Senyawa Dillapiole (1,2- Methylenedioxy) 48


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

1. Hasil Indentifikasi Tumbuhan 56

2. Gambar Alat Dan Bahan 57

3. Tabel Mortalitas Larva Lalat Buah 58

4. Spektrum Senyawa Kimia Daun Sirih Hutan 60


(13)

ANALISA KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAN UJI PESTISIDA NABATI HASIL ISOLASI DAUN SIRIH HUTAN (Piper aduncum L)

PADA LARVA LALAT BUAH ( Bactrocera carambolae) JAMBU BIJI

ABSTRAK

Minyak atsiri daun Sirih Hutan (Piper aduncum L) diisolasi dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Stahl. Daun Sirih Hutan didestilasi selama ± 4-5 jam menghasilkan minyak atsiri sebanyak 0,52% (b/b) dan 7,61% (b/b) ekstrak etanol dengan alat Sokhlet. Komponen kimia minyak atsiri daun Sirih Hutan yang dianalisa menggunakan GC-MS menunjukkan ada 11 senyawa yang terindentifikasi dengan kandungan mayor senyawa 1,3,7-Octatrien (2,98%), β-Caryophylene (4,33%), Germacrene (6,17%), Apiole (8,54%), Dillapiole (71,79%). Uji pestisida nabati ekstrak etanol menunjukakan mortalitas larva Bactrocela carambolae tertinggi sebesar 35% pada konsentrasi 5% (v/v) dan pada minyak atsiri sebesar 30% pada konsentrasi 5% (v/v).


(14)

ANALYSIS CHEMICAL COMPONENTS OF ESSENTIAL OILS AND PESTICIDE FROM ISOLAT Piper aduncum L LEAVES TO

CONTROL LARVA Bactrocela carambolae in Guava

ABSTRACT

Essential oil of hutan betel (Piper aduncum L) leaves have been isolated with hydrodestillation method use Stahl apparatus. Hutan betel leaves have hydrodestillation for ± 4-5 hours resulting essential oil amount 0,52% (w/w) and 7,61% (w/w) ethanol extract use Sokhlet. Chemical components in essential oil of hutan betel leaves have been analyzed use GC-MS shown 11 compounds and major compound are 1,3,7-Octatrien (2,98%), β-Caryophylene (4,33%), Germacrene (6,17%), Apiole (8,54%), Dillapiole (71,79%). Organic Pesticide activity ethanol extract was able to kill the larva 35% in concentrations 5% (v/v), dan from essential oil 30% in concentration 5% (v/v). Keywords: Hutan betel leaves, Extrack, Essential oil, Pesticide


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki penduduk yang sebagian besar hidup dari pertanian. Kerugian yang umumnya terjadi dalam pertanian di berbagai Negara termasuk Indonesia dapat disebabkan karena adanya hama serangga, penyakit tanaman, tingginya persaingan dengan gulma di sekitarnya (Boadu et al, 2011). Keberadaan serangga pada suatu tanaman berkaitan dengan kebutuhan serangga untuk tempat berlindung, tempat reproduksi, dan memperoleh makanan. Banyak tanaman budidaya menjadi habitat bagi berbagai jenis serangga, baik secara permanen, ataupun sementara (Nurhadi, 2012). Berkaitan dengan hubungan serangga khususnya terhadap tumbuhan budidaya, serangga dikelompokkan sebagai serangga menguntungkan dan merugikan atau hama (Kartasapoetra, 1993).

Berbagai cara telah dilakukan dalam pengendalian hama serangga baik secara fisika, kimia, biologi maupun sstem pengendalian hama terpaduyang mengkombinasikan berbagai cara pengendalian hama. Salah satu cara yang digunakan dalam pengendalian hama serangga adalah dengan insektisida. Insektisida adalah salah satu bahan yang banyak digunakan secara luas untuk mengendalikan hama serangga dalam pertanian (Nurhayati, 2001). Saat ini, insektisida yang banyak digunakan adalah Insektisida sintetis. Insektisida sintetis dirasakan efektif karena penggunaanya yang mudah serta daya basmi yang luas (Kartasapoetra, 1993).

Ketergantungan petani pada pestisda sintetis menimbulkan masalah baru, karena penggunaan pestisida sintetis secara berkelanjutandapat memiliki efeksamping yang berbahaya. Penggunaan dosis subletal dapat merangsang terjadinya adaptasi diri serangga terhadap pestisida. Sifat tersebut akan diturunkan ke generasi berikutnya sehingga akan timbul populasi baru yang lebih resisten terhadap suatu pestisida (Baskoro et al. 2005). Selain itu, bahan-bahan dalam pestisida sntetis merupakan


(16)

senyawa yang memiliki toksisitas tinggi dan tidak mudah untuk didegradasi secara alami sehingga dapat menghasilkan residu (Koul et al. 2008). Residu yang dihasilkan dapat masuk dalam sistem perairan dan tanah serta tertinggal pada hasil pertanian sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti nyeri pada bagian perut, gangguan pada jantung, ginjal, hati, mata, sistem pencernaan, dan bahkan dapat menyebabkan kematian (Mourdou dan Balckwell, 1993 ; Hasanah et al. 2012).

Penggunaan pestisida alami merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi efek samping yang ditimbulkan oleh pestisida sintetis. Pestisida alami realtif tidak meracuni manusia, hewan bukan sasaran dan tanaman lainnya karena sifatnya yang mudah terurai sehingga tidak menimbulkan residu (Setiawan, 2010). Selain itu, dengan pemakaian pestisida alami dapat mengurangi resiko sifat resisten yang dapat timbul dari hama serangga terhadap insektisida (Li et

al. 2010). Minyak atsiri merupakan salah satu senyawa volatil yang dapat diperoleh

dari berbagai tanaman dan telah diakui sebagai sumber bahan alam yang penting dalam pembuatan pestisida alami (Gbolade et al. 2000).

Penelitian yang telah dilakukan di berbagai negara, menunjukkan bahwa minyak atsiri dari berbagai tanaman bersifat tidak hanya dapat mengusir hama serangga, namun juga menunjukkan penghambatan konsumsi oleh serangga tersebut (Isman. 2000).

Penelitian tentang famili tumbuhan yang potensial sebagai insektisida botani dari penjuru dunia telah banyak dilaporkan. Grainge dan Achmed 1998 melaporkan bahwa terdapat lebih dari 1000 spesies tumbuhan yang bersifat insektisida, lebih dari 380 spesies bersifat penghambat makan, lebih dari 270 spesies bersifat penolak, dan lebih dari 30 spesies bersifat menghambat pertumbuhan. Diantara famili tumbuhan yang potensial sebagai pestisida nabati yaitu Meliaceae, Annonaceae, Verbenaceae,

Rutaceae, dan Piperaceae (Arnason et al. 1993).

Piperaceae mempunyai lebih kurang 1000 jenis tumbuhan yang terdiri dari

herba, semak, dan pohon. Tumbuhan ini telah digunakan sebagai obat tradisional, anti serangga, anti nematode dan anti patogen (Scott et al. 2008). Selain aktivitasnya sebagai insektisida tumbuhan Piper aduncum juga banyak terdapat di sekitar lahan petani dan tumbuhan secara liar serta belum dimanfaatkan sehingga berpotensi dikembangkan sebagai insektisida nabati.


(17)

Menurut Aminah (1995) daun sirih hutan mengandung senyawa-senyawa seperti heksana, sianida, saponin, tanin, flavonoid, dan steroid, alkanoid, dan minyak atsiri yang dapat berfungsi sebagai insektisida. Dilapiole yang di isolasi dari daun sirih hutan juga dilaporkan mempunyai aktivitas insektisida terhadap kumbang Ceretoma

tingomarianus. Minyak atsiri buah sirih hutan yang dianalisa melalui analisa GC-MS

komponen senyawa kimia utama diantaranya yaitu γ-tripena, tetradekana, isokariofilen, α-kariofilen, naftalena, miristin, dan apioel (Yuliasri et al. 2003).

Hasil penelitian Arneti (2012), menunjukkan bahwa konsentrasi 0,5% ekstrak metanol daun sirih hutan dapat menyebabkan kematian larva Crocidolomia pavonana sebesar 17,7%. Sedangkan hasil penelitian oleh Bernard et al (1995), perlakuan dengan ekstrak etanol daun sirih hutan (Piper aduncum L) pada konsentrasi 0,4% (w/w) dalam pakan buatan dapat mematikan larva pengerak batang jagung Ostriniia nubialis sebesar 98%.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukan diatas, maka peneliti tertarik untuk mengidentifikasi komponen kimia minyak atsiri serta melakukan uji pestisida nabati dari hasil isolasi dan ekstrak etanol dari ampas sisa isolasi daun sirih hutan (Piper

aduncum L) terhadap larva lalat buah Bactrocela carambolae pada jambu biji.

1.2. Permasalahan

1. Komponen senyawa kimia utama apakah yang terkandung dalam minyak atsiri daun Sirih hutan hasil hidrodestilasi menggunakan alat Sthal dan dianalisa dengan metode analisa GC-MS?

2. Bagaimanakah bioaktivitas minyak atsiri dan ekstrak etanol daun sirih hutan sebagai pestisida nabati terhadap larva lalat buah (Bactrocera carambolae) pada jambu biji ?

1.3. Pembatasan Masalah

1. Daun Sirih hutan diperoleh dari Pancur Batu, Deliserdang.

2. Daun Sirih hutan diperoleh dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Sthal dan hasil ekstraksi menggunakan alat Soklet.


(18)

1.4. Tujuan Penelitian

2. Untuk mengetahui komponen senyawa kimia utama yang terkandung dalam minyak atsiri daun Sirih hutan yang berasal dari daerah Pancur Batu, Deliserdang melalui analisa GC-MS.

3. Untuk mengetahui potensi minyak atsiri dan hasil ekstrak etanol daun Sirih hutan (Piper aduncum L) sebagai pestisida nabati terhadap larva Bactrocela

carambolae pada jambu biji.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi di bidang kimia organik mengenai komponen senyawa kimia yang terdapat dalam minyak atsiri dan potensi minyak atsiri dan hasil ekstrak etanol daun sirih hutan sebagai pestisida nabati.

1.6. Lokasi Penelitian

Uji penyulingan minyak atsiri dan ekstrak etanol daun Sirih hutan dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU Medan, untuk uji analisa spektroskopi GC-MS dilakukan di Laboratorium FMIPA-UGM, dan untuk uji pestisida nabati dilakukan di Laboratorium Badan Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Departemen Pertanian Medan.

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara eksperimen laboratorium dan sebagai objek penelitian adalah daun Sirih hutan yang diperoleh dari Pancur Batu. Daun Sirih hutan diiris kecil – kecil lalu dikeringkan pada suhu kamar, kemudian dimasukkan kedalam labu Stahl. Minyak atsiri yang diperoleh dipisahkan dari lapisan airnya kemudian ditambahkan

Na2S04 anhidrous untuk menghilangkan kandungan airnya, kemudian didekantasi.

Minyak atsiri yang diperoleh dianalisa dengan metode GC-MS untuk mengetahui komponen kimianya. Sedangkan ekstrak etanol dengan menggunakan alat Sokhlet berasal dari hasil sisa isolasi daun sirih hutan, dan uji potensi minyak atsiri sebagai pestisida nabati dengan metode perbandingan konsentrasi.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pestisida

Pestisida adalah substansi (zat kimia) yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Berdasarkan asal katanya pestisida berasal dari bahasa Inggris yaitu pest berarti hama dan cida berarti pembunuh (Djojosumarto, 2008). Asosiasi Kimia Nasional Amerika Serikat menyatakan, bahwa yang juga termasuk pengertian pestisida ialah agensia yang dipergunakan untuk keperluan-keperluan khusus seperti zat pengatur tumbuh, zat penggugur daun, zat pengering (desiccant) dan zat-zat lainnya yang sejenis seperti feromon, zat kimia pemandul, zat anti feedant,

atraktan, repelen, sinergis (Oka dan Ida Nyoman, 1993).

2.1.1 Klasifikasi Pestisida

Klasifikasi pestisida dapat dibagi dua yaitu berdasarkan golongan hama yang dibunuh dan berdasarkan efek yang ditimbulkannya pada hama sasaran sebagai berikut,

Tabel 2.1 Berdasarkan golongan hama sasaran yang dibunuh

Pestisida Golongan hama sasaran Akarisida/Mitisida Tungau, caplak dan laba-laba AlgesidaAlgae

Arborisida Pohon, semak, belukar Avisida Burung

Bakterisida Bakteri Fungisida Jamur Herbisida Gulma Insektisdia Serangga


(20)

Tabel 2.2 Berdasarkan efek pestisida terhadap hama

Pestisida Pengaruhnya

Anti-makan (anti-feedant) Menghalangi makan, hama tetap tinggal pada tanaman, hama klaparan dan

akhirnya mati mengurangi transpirasi. Anti-transpiran Mengurangi transpirasi.

Atrakta Menarik hama kepada lokasi yang memperoleh perlakuan (atraktan seks). Zat kimia pemandul Merusak reproduksi hama.

Penggugur daun (defoliant) Menghilangkan pertumbuhan bagian

tanaman yang tidak dikehendaki, tanpa membunuh tanaman seketika.

Zat pengering (desiccant) Mengeringkan daun, batang dan serangga Feromon Melepaskan atau menghalangi perilaku tertentu dari serangga

Zat pengatur tumbuh Menghentikan, mempercepat atau merubah proses pertumbuhan tanaman Repelen Mengusir hama dari objek sasaran Sinergis Meningkatkan efektifitas dari agensia yang aktif

Sumber: Oka dan Ida Nyoman, 1993.

2.1.2 Jenis-jenis Pestisida

Insektisida dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar yaitu (1) berdasarkan susunan kimia, dan (2) berdasarkan cara kerjanya.

1. Kelompok yang berdasarkan susunan kimia dibagi lagi menjadi kelompok inorganik dan kelompok organik. Kelompok organik ini dibagi lagi ke dalam kelompok organik sintetik dan kelompok organik alamiah.

Kelompok inorganik berasal dari unsur-unsur alamiah dan tidak mengandung karbon. Misalnya arsenikum, merkurium, dan talium, boron, tembaga, sulfur, semuanya persisten yang daya racunnya bersifat akumulatif.


(21)

Kelompok organik sintetik terdiri atas unsur karbon, hidrogen, dan satu atau beberapa unsur seperti klorin, oksigen, belerang, fosfor, dan nitrogen.Kelompok ini merupakan hasil sintesa manusia. Kelompok organik sintetik ini dapat diklasifikasikan lagi berdasarkan unsur utama yang dikandungnya yaitu senyawa-senyawa sebagai berikut :

a. Organofosfor (malation, monokrotofos, parathion, fosfamidon, bromofos, diazinon, dimetoat, diklorofos, fenitrotion, fention, dan lain-lain.) Bekerja sebagai insektisida kontal atau sistemik. Kebanyakan diantaranya memiliki aktivitas residu dalam waktu pendek, karena itu perlu diaplikasikan berulang-ulang

b. Metal karbamat yang mengandung fenol seperti BPMC, karbaril, MIPC, metiokarb, propoksur. Metil karbamat yang mengandung senyawa-senyawa hidrosiklik seperti karbofuran, dimetilon.

c. Organoklorin seperti DDT, aldrin, dieldrin, heptaklor, toksafin, pentaklorofenol. Senyawa ini adalah sintetik kebanyakan sebagai racun kontak dan racun perut. Kebanyakan memiliki aktifitas residu yang panjang. Ada kecenderungan menumpuk di dalam rantai makanan yang menimbulkan kematian pada ikan dan kehidupan lainnya. Oleh karena itu penggunaannya sangat dibatasi.

d. Piretroid sintetik yaitu senyawa-senyawa yang struktur kimianya seperti piretrin yang berasal dari tumbuhan. Piretroid ini menunjukkan efikasi yang lebih tinggi terhadap serangga dan pada umumnya toksisitasnya terhadap mamalia lebih rendah dibandingkan dengan insektisida lainnya. Namun kebanyakan diantaranya sangat toksik tehadap ikan, tawon madu dan serangga berguna lainnya. Bekerjanya terutama secara kontak dan tidak sistematik.

e. Fumigan diantaranya metal bromide, etilen bromide, karbon disulfide, fosfin, dan naftalin dipergunakan untuk mengendalikan serangga hama gudang, hama rumah dan tikus.Daya racunnya berbeda-beda satu sama lain, tetapi semuanya sangat mudah diabsorpsi oleh paru-paru.

2. Kelompok insektisida berdasarkan cara kerjanya ialah bagaimana efeknya dan bagaimana cara masuknya ke dalam tubuh hama. Setelah insektisida masuk kedalam tubuh serangga, maka akan mempengaruhi proses hidup hama tersebut.


(22)

Efek-efek yang terlihat adalah mati, sakit, perubahan perilaku, pertumbuhan, metabolisme, atau kapasitas reproduksinya. Misalnya :

a. Racun-racun perut masuk kedalam perut serangga hama melalui mulut, diabsorpsi ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan

b. Racun kontak pada umumnya masuk kedalam tubuh hama melalui kontak tubuh serangga dengan permukaan daun yang mengandung racun tersebut. Racun-racun ini merusak sistem saraf dan pernapasan hama.

c. Fumigan, mudah sekali menguap dan masuk kedalam tubuh serangga hama dalam bentuk gas melalui sistem pernapasan.

d. Racun sistemik diaplikasikan pada daun, batang, buah-buahan atau akar diabsorpsi oleh tanaman. Didalam tubuh tanaman racun tersebut bergerak melalui sitem vascular menuju bagian-bagian yang tidak terkena perlakuan racun itu. Selama hama memakan racun itu juga akan ikut termakan. Racun sistemik itu juga dipergunakan untuk mengendalikan hama-hama ternak.

e. Racun penyebab mati lemas (suffocation) adalah racun yang menyumbat saluran pernapasan, biasanya senyawa yang mengandung minyak. Karena tidak dapat bernafas maka hama tersebut mati (Oka dan Ida Nyoman, 1993).

2.2. Tanaman Sirih Hutan (Piper aduncum L)

Berdasarkan taksonomi tanaman, Klasifikasi daun sesirihanhasil identifikasi tumbuhan dilaboratorium Herbarium Medanense (MEDA) Universitas Sumatera Utara adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Piperales Familia : Piperaceae Genus : Piper


(23)

Gambar 2.1 Foto Tanaman sirih hutan (Piper aduncum L)

Nama daerah : Below-below (Karo), Sirih Hutan, Sesirihan, Kiseriuheun (Sunda). Habitat tanaman ini di areal perkebunan, hutan alami, berkayu, ujung runcing, pangkal membulat, tepi rata pada setiap buku, tangkai berbulu halus, silindris 5-10 mm, panjang daun 10-14 cm, lebar 5-6 cm, pertulangan menjari, hijau muda. Bunga majemuk, bentuk buli, berkelamin satu atau dua, daun pelindung bertangkai 0,5-1,25 mm, melengkung, tangkai benang sari pendek, kepala sari kecil, bakal buah duduk, kepala putik dua sampai tiga, pendek, putih, putih kekuningan. Buah buni, bertangkai pendek, panjang bulir 12-14 cm, masih muda kuning kehijauan, setelah tua hijau. Biji kecil dan berwarna coklat. Akar tunggang, putih kecoklatan.

2.3. Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah salah satu kandungan tanaman yang sering disebut minyak terbang, dinamakan demikian karena minyak tersebut mudah menguap. Selain itu, minyak atsiri juga disebut essential oil (dari kata essence) karena minyak tersebut memberikan bau pada tanaman (Koensoemardiyah, 2010). Minyak atsiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi tersusun dari berbagai komponen kimia, seperti senyawa – senyawa monoterpen (Gunawan, 1991).

Minyak atsiri dibagi 2 kelompok, yaitu:

1. Minyak atsiri yang dengan mudah dapat dipisahkan menjadi komponen-komponen atau penyusun murninya, komponen-komponen ini dapat menjadi bahan dasar untuk diproses menjadi produk - produk lain. Contohnya: minyak sereh, minyak terpentin.

2. Minyak atsiri yang sukar dipisahkan menjadi komponen murni. Contohnya minyak nilam, minyak kenanga.


(24)

Minyak atsiri dari tanaman menghasilkan aroma yang berbeda, bahkan 1 jenis tumbuhaan yang sama bila ditanam ditempat yang berlainan mampu menghasilkan aroma yang berbeda, iklim, keberadaan tanah, dan sinar matahari. Cara pengolahan tidak hanya mempengharui rendeman minyak atsiri tetapi berpengaruh pula pada aromanya (Harris, 1987).

2.3.1. Komponen Kimia Minyak Atsiri

Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panenan, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak.

Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

1. Golongan hidrokarbon yang terdiri dari persenyawaan Terpen

Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), dan Hidrogen (H). Jenis Hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), dan politerpen.

2. Golongan hidrokarbon teroksigenasi

Komponen kimia dari golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dari golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, ester, fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal, dan ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua. Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi, sukar larut dalam alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan terbentuk resin. Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena umumnya aroma yang lebih wangi. Fraksi terpen perlu dipisahkan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum, sehingga didapatkan minyak atsiri yang bebas terpen (Ketaren, 1985).Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu terdapat pada fraksi minyak atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi, harum atau bau yang khas pada banyak tumbuhan (Harborne, 1987).


(25)

2.3.2. Biosintesa pembentukan Minyak Atsiri

Berdasarkan proses biosintesisnya atau pembentukan komponen minyak atsiri di dalam tumbuhan, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah turunan terpen yang terbentuk dari asam asetat melalui jalur biosintesis asam mevalonat. Golongan kedua adalah senyawa aromatik yang terbentuk dari biosintesis asam sikimat melalui jalur fenil propanoid (Agusta, 2000).

Mekanisme dari tahap tahap reaksi biosintesis terpenoid yaitu asam asetat yang telah diaktifkan oleh koenzim A melalui kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan koenzim a melakukan kondensasi sejenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya ialah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan IPP (Isopentenil Pirofosfat) oleh enzim isomerase, IPP sebagi unit isopren aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerasi isopren untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion Pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yakni senyawa antara bagi semua senyawa monoterpen. Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP, dengan mekanisme yang sama seperti anatara IPP dan DMAPP menghasilkan Farnesil Pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpen.

Senyawa-senyawa diterpen diturunkan dari geranil-geranil pirofosfat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu unit IPP dan FPP dengan mekanisme yang sama. Sintesa terpenoid sangat sederhana sifatnya. Ditinjau dari segi teori reaksi organik sintesa ini hanya menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP, GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu persatu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder. Reaksi-reaksi sekunder ini lazimnya adalah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi, dan reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada suhu kamar, seperti isomerasi, dehidrasi, dekarboksilasi, dan sebagainya. Berikut ini adalah gambar biosintesa terpenoid sapat dilihat pada gambar dibawah ini


(26)

Gambar 2.2 Biosintesa Terpenoid (Achmad, 1985).

Untuk menjelaskan dapat diambil beberapa contoh monoterpen. Dari segi biogenetik, perubahan geraniol, nerol dan linalool dari yang satu menjadi yang lain berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga alkohol ini, yang berasal dari hidrolisa geranil pirofosfat (GPP) dapat menjalani reaksi-reaksi sekunder berikut, misalnya dehidrasi menghasilkan mirsena, oksidasi menjadi sitral dan oksidasi reduksi

ATP -ADP


(27)

menghasilkan sitronelal. Berikut ini adalah contoh perubahan senyawa monoterpen, dapat dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Perubahan Senyawa Monoterpen (Achmad, 1985)

Senyawa- senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis-farnesil pirofosfat dan trans- farnesil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya. Kedua isomer farnesil pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme yang sama seperti isomerisasi antara geraniol dan nerol. Perubahan farnesil pirofosfat menjadi seskuiterpen terlihat pada gambar 2.4


(28)

Gambar 2.4. Reaksi Biogenetik Beberapa Seskuiterpena (Achmad, 1985)

2.3.3. Sumber Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan salah satu akhir proses metabolisme sekunder dalam tanaman tumbuhan. Tumbuhan penghasil minyak atsiri antara lain termasuk family Pinaceae,

Labiatae, Compositae, Lauraceae, Myrtaceae, Rutaceae, Piperaceae, Zingiberaceae, Umbelliferae, dan Gramineae. Minyak atsiri terdapat pada setiap bagian tumbuhan


(29)

2.4. Isolasi Minyak Atsiri Dengan Destilasi

Dalam tanaman minyak atsiri, biasanya proses difusi berlangsung sangat lambat, maka untuk mempercepat proses difusi sebelum melakukan penyulingan terlebih dahulu bahan tanaman harus diperkecil dengan cara dipotong - potong atau digerus. Peristiwa terpenting yang terjadi dalam proses penyulingan dengan metode hidrodestilasi ini adalah terjadinya difusi minyak atsiri dan air panas melalui membran bahan yang disuling, terjadinya hidrolisa terhadap beberapa komponen minyak atsiri dan terjadinya dekomposisi yang disebabkan oleh panas (Guenther, 1987). Penyulingan suatu campuran yang berwujud cairan yang tidak saling bercampur, hingga membentuk dua fase atau dua lapisan. Keadaan ini terjadi pada pemisahaan minyak atsiri dengan uap air. Penyulingan dengan uap air sering disebut steam destilasi. Pengertian umum ini memberikan gambaran bahwa penyulingan dapat dilakukan dengan cara mendidihkan bahan tanaman atau minyak atsiri dengan air (Sastrohamidjojo, 2004).

Beberapa jenis tanaman sumber minyak atsiri perlu dirajang terlebih dahulu sebelum disuling. Hal ini untuk memudahkan proses penguapan minyak yang terdapat didalamnya karena perajangan ini menyebabkan kelenjar minyak dapat selebar mungkin (Lutony, 1994).

Dalam industri minyak atsiri dikenal 3 macam metode penyulingan, yaitu: 1. Penyulingan air (Hidrodestilasi)

Pada metode ini bahan yang akan disuling berhubungan langsung dengan air mendidih. Bahan yang akan disuling kemungkinan mengapung diatas air atau terendam seluruhnya (Sastrohamidjojo, 2004).

2. Penyulingan uap (Steam destilasi)

Penyulingan uap disebut juga penyulingan tak langsung. Didalam proses penyulingan dengan uap ini, uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar yang berpori dan berada dibawah bahan tanaman yang akan disuling. Kemudian uap akan bergerak menuju ke bagian atas melalui bahan yang disimpan di atas saringan (Lutony, 1994).

3. Penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam distillation)

Bahan tanaman yang akan diproses secara penyulingan uap dan air ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlobang-lobang yang ditopang diatas dasar alat penyulingan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu


(30)

dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony, 1994).

2.5. Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri dengan GC-MS

Minyak atsiri yang memiliki komponen tunggal dengan porsi yang sangat besar, kebanyakan mengandung campuran senyawa dengan berbagai tipe. Karena itu analisis dan karakterisasi komponen minyak atsiri merupakan masalah yang cukup rumit, ditambah dengan sifatnya yang mudah menguap pada suhu kamar. Jadi, untuk menganalisa minyak atsiri perlu diseleksi metode yang akan diterapkan. Sejak ditemukan kromatografi gas (GC), kendala dalam analisis komponen minyak atsiri ini mulai dapat diatasi. Pada penggunaan GC efek penguapan dapat dihindari bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan teknologi instrumentasi yang sangat pesat akhirnya dapat menghasilkan suatu alat yang merupakan gabungan dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain tetapi dapat saling menguntungkan atau saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spektrometri massa (GC-MS). Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel, sedangkan spektrometrimassa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas (Agusta, 2000).

2.5.1. Analisis Kromatograf Gas

Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran kimia dalam suatu bahan berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak akan membawa campuran sampel menuju kolom. Campuran dalam fase gerak akan berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda dimana interaksi komponen dengan fase diam dengan waktu yang paling akhir (Eaton, 1989). Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya (Khopkar, 2003).


(31)

Gambar 2.5. Skema alat Kromatografi Gas

2.5.1.1. Gas Pembawa

Pemilihan gas pembawa sampai taraf tertentu bergantung pada detektor yang dipakai: hantar hambang, ionisasi nyala, tangkap elektron, atau khas terhadap unsur. Nitrogen, Helium, Argon, Hidrogen, dan Karbon dioksida adalah gas yang paling sering dipakai sebagai gas pembawa karena mereka tidak reaktif serta dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering dalam kemasan tangki bervolume besar dan bertekanan tinggi. Hal yang menentukan ialah bahwa kita harus memakai gas paling murni (Gritter, 1991).

2.5.1.2. Sistem Injeksi

Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efesien. Pada dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas, yaitu :

1. Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan akan diuapkan dalam injektor yang panas dan 100% masuk menuju kolom.

2. Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan dalam injektor yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan.

3. Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir semua sampel diuapkan dalam injektor yang panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup pemecah ditutup.

4. Injeksi langsung ke kolom (on coloum injection), yang mana ujung semprit dimasukkan langsung ke dalam kolom. Teknik injeksi langsung ke dalam kolom


(32)

digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap, karena kalau penyuntikkannya melalui lubang suntik, dikwatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi (Rohman, 2009).

2.5.1.3. Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahaan karena didalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada kromatografi gas (Rohman, 2009).

2.5.1.4. Fase Diam

Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar, semi polar dan polar. Berdasarkan minyak atsiri yang nonpolar sampai sedikit polar, maka untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom fase diam yang bersifat nonpolar (Agusta, 2000).

2.5.1.5. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor utama yang menentukan hasil analisis Kromatografi Gas dan Spektrometri Massa. Umumnya yang sangat menentukan adalah pengaturan suhu injektor dan kolom (Agusta, 2000).

2.5.1.6. Detektor

Detektor pada kromatografi gas adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak (Rohman, 2009).

2.5.2. Analisis Spektroskopi Massa

Spektrometer massa adalah suatu alat berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas yang terdiri dari sistem analisis dan sistem ionisasi dan sistem molekul. Prinsip spektrometri massa (MS) ialah senyawa organik (sampel) ditembak dengan berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai energi yang tinggi karena


(33)

lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion positif yang lebih kecil (ion fragmen). Spektrum massa merupakan grafik antara limpahan relatif lawan perbandingan massa/muatan (m/z). Terpisah fragmen ion positif didasarkan pada massanya. Kejadian tersederhana adalah tercampaknya satu elektron dari molekul dalam fasa gas oleh sebuah elektron dalam berkas elektron dan membentuk suatu kation radikal (M•+ )

M • + e → M•+ + 2e

Satu proses yang disebabkan oleh tabrakan elektron pada kamar pengion spektrometer massa adalah ionisasi dari molekul yang berupa uap dengan kehilangan satu elektron dan terbentuk ion molekul bermuatan positif, karena molekul senyawa organik mempunyai elektron berjumlah genap maka proses pelepasan satu elektron menghasilkan ion radikal yang mengandung satu elektron tidak berpasangan.

M M•+

Proses lain molekul yang berupa uap tersebut menangkap sebuah elektron membentuk ion radikal bermuatan negatif dengan kemudian terjadi jauh lebih kecil (10-2) dari pada ion radikal bermuatan positif (Sudjadi, 1983)

Gambar 2.6 Skema alat Spektroskopi Massa

Pada sistem GC-MS ini, yang berfungsi sebagai detektor adalah spektrometer massa itu sendiri yang terdiri dari sistem analisis dan sistem ionisasi, dimana Electron Impact

ionization (EI) adalah metode ionisasi yang umum digunakan (Agusta, 2000).

Spektrometer massa pada umumnya digunakan untuk : 1. Menentukan massa suatu molekul

2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan spektrum massa beresolusi tinggi

(High Resolution Mass Spectra)


(34)

2.6. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan yang paling banyak digunakan untuk menarik atau memisahkan komponen bioaktif dari suatu bahan baku. Ekstraksi dapat diartikan sebagai suatu proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan dengan menggunakan pelarut yang dipilih sehingga komponen yang diinginkan dapat larut (Ansel, 1989). Menurut Winarno et al 1973, ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran dari beberapa zat menjadi komponen-komponen yang terpisah. Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagia-bagian tertentu dari suatu bahan yang mengandung bahan aktif.

Selama proses ekstraksi terdapat gaya yang bekerja akibat adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan cairan ekstraksi di luar sel. Bahan pelarut yang mengalir ke dalam ruang sel akan menyebabkan protoplasma membengkak dan bahan yang terkandung di dalam sel akan terlarut sesuai dengan kelarutannya (Voight, 1994).

Menurut Ansel (1989) dan Winarno et al (1973), ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

1. Aqueus phase yaitu dilakukan dengan menggunakan air

2. Organic phase dilakukan dengan menggunakan pelarut organik

Berdasarkan prinsipnya, proses ekstraksi dapat berlangsung bila terdapat kesamaan dalam sifa kepolaran antara senyawa yang diekstraksi dengan senyawa pelarut. Suatu zat memiliki kemampuan terlarut yang berbeda dalam pelarut yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara zat terlarut dengan pelarut. Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar, begitu juga sebaliknya. Sifat penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah kepolaran senyawa yang dilihat dari gugus polarnya (seperti gugus OH, COOH dan sebagainya). Hal ini yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga ( Harbone, 1987).

Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :


(35)

A. Cara Dingin

1. Maserasi

Maserasi berasal dari kata “macerace” yang artinya melunakkan. Maserat adalah hasil penarikan simplisia dengan cara meserasi, sedangkan maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature kamar, sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penbambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes, 2000). Keuntungan dari metode maserasi adalah prosedur dan peralatannya sederhana, sedangkan kerugiannya adalah pelarut yang digunakan lebih banyak (Agoes, 2007).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaman bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Harbone, 1987).

B. Cara Panas

1. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstrak continue menggunakan alat soklet, dimana pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendinginan, kemudian jatuh membasahi dan merendam sampel yang mengisi bagian tengah alat soklet, setelah pelarut mencapai tinggi tertentu maka akan turun ke labu destilasi, demikian berulang-ulang (Depkes, 2000).

2. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan pelarut akan terdestilasi menuju pendingin dan akan kembali kelabu (Depkes, 2000).

3. Infudasi

Infudasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperature terukur 96-980C) selama waktu tertentu 15-20 menit (Depkes, 2000).


(36)

4. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes , 2000).

2.7. Lalat Buah (Bactrocela Carambolae)

Bactrocera carambolae merupakan spesies lalat buah yang paling melimpah. Lalat

buah ini selalu ada dan melimpah karena keberadaan tanaman inangnya. Selain menyerang jambu biji, lalat buah ini menyerang berbagai macam buah-buahan antara lain belimbing, kluwih, cabai, nangka, jambu bol, tomat, mangga, papaya (Siwi et al. 2006). Klasifikasi dari lalat buah (Bactrocela carambolae)

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Diptera Famili : Tephritidae Genus : Batrocera

Spesies : Batrocera carambolae

Gambar 2.6 Foto lalat buah Gambar 2.7 Foto Daur Hidup Lalat Buah

2.7.1. Morfologi Lalat Buah

Lalat buah yang dewasa ukurannya sedang, warnanya kuning, sayapnya datar. Pada tepi ujung sayap ada bercak-bercak cokelat kekuningan. Pada abdomennya ada pita-pita hitam. Dengan ovipositorinya, lalat ini menusuk kulit buah (Pracaya, 1991).

2.7.2. Daur Hidup Lalat Buah

Dengan ovipositorinya, lalat ini menusuk kulit buah. Telurnya diletakkan di bawah kulit buah. Jumlah telurnya kurang lebih 100-120 butir. Pada temperatur 25-350C dalam waktu lebih kurang 2-3 hari telur menetas, belatungnya makan selama lebih kurang satu minggu kemudian keluar dari buah. Belatung yang telah dewasa


(37)

mempunyai kebiasaan melenting dan bias melompat sampai jarak ± 30 cm. Belatung masuk kedalam tanah sedalam ± 1-5 cm lalu membuat puparium. Setelah menjadi pupa ± 10 hari menjadi lalat. Setelah berumur ± 5-7 hari lalat betina mulai bertelur. Daur hidup dari telur sampai dewasa 23 sampai 34 hari, tergantung pada keadaan udara. Satu tahun kira-kira ada 8 sampai 10 generasi (Pracaya, 1991).


(38)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat

- Alat Stahl - Alumunium foil

- Beaker Glass 100 ml Pyrex - Botol vial

- GC-MS Shimadzu

- Gelas Erlenmeyer 250 ml Pyrex - Gelas Ukur 100 ml Pyrex - Gunting

- Hotplate cimarec2 - Kompor

- Labu destilasi 1000 ml Pyrex - Lemari pendingin Toshiba

- Neraca analitis Mettler AE 2000 - Panci

- Pinset

- Pipetvolume Pyrex - Pipet mikro Eppendrof - Spatula

- Soklet Pyrex

- Selang

- Stoples plastik


(39)

3.2. Bahan-bahan

- Aluminium foil - Aquadest

- Daun sirih hutan(Piper aduncum L)

- Etanol p.a Merck

- Jambu biji - Kapas - Kain kasa - Kertaslabel

- Na2SO4 anhidrous p.a Merck

- Tanah humus

- Twinn 80 p.a Merck - Tisu

3.3.Prosedur Penelitian 3.3.1. Penyediaan Sampel

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun sirih hutan yang telah dikeringkan pada suhu kamar dan diperoleh dari Pancur Batu, Sumatera Utara. Daun sirih hutan dikeringkan pada suhu kamar, lalu diiris kecil-kecil.

3.3.2. Isolasi Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan dengan Alat Stahl

Sebanyak 150 gram daun sirih hutan yang telah dikeringkan pada suhu kamar dipotong kecil-kecil dan dimasukkan kedalam labu alas bulat 1000 mL ditambahkan aquadest sebanyak 500 mL, dihubungkan dengan alat penyuling Stahl, dan dididihkan selama ± 4-5 jam hingga menghasilkan minyak atsiri yang mana destilat yang dihasilkan bening. Kemudian dipisahkan dengan corong pisah. Destilat yang diperoleh merupakan campuran minyak dengan air. Kemudian lapisan minyak ditambahkan Na2SO4

anhidrous untuk mengikat air yang mungkin masih tercampur dengan minyak atsiri, lapisan minyak didekantasi dan dimasukkan kedalam botol vial, disimpan dilemari pendingin dalam botol dan ditutup rapat. Minyak yang diperoleh dianalisis kandungan kimianya menggunakan alat GC-MS, dan dilakukan pengujian pestisida nabati terhadap larva lalat buah Bactrocela carambolae pada jambu biji.


(40)

3.3.3. Ekstrak Etanol Daun Sirih Hutan dengan Alat Soklet

Sampel yang ingin di ekstrak berasal dari hasil ampas isolasi minyak atsiri yang telah dikeringkan untuk menghilangkan kadar air selama 1-2 hari pada suhu kamar. Kemudian di ekstrak dengan pelarut etanol dengan alat Sokhlet. Perbandingan sampel dengan pelarut etanol adalah 1:10. Kemudian dipekatkan dengan alat Rotary

evaporator, hasil ekstrak diuapkan dengan alat water bath kemudian dilakukan

pengujian terhadap larva lalat buah Bactrocela carambolae pada jambu biji.

3.3.4. Analisis Minyak Atsiri Daun sirih Merah dengan GC-MS

Cuplikan dimasukkan kedalam gerbang suntik pada sebuah alat GC-MS. Selanjutnya kondisi disesuaikan dengan kondisi masing-masing bagian peralatan seperti dibawah ini kemudian diamati kromatogram yang dihasilkan oleh recorder dan mass recorder serta mass spektra masing-masing senyawa.

Kondisi GC-MS yang di gunakan analisa komponen kimia minyak atsiri daun sirih hutan yang telah dkeringkan pada suhu kamar adalah sebagai berikut :

Kolom : Agilent HP 5MS

Panjang : 30 meter

Gas Pembawa : Helium

Pengion : EI

GC-2010

Column Oven Temperatur : 50.oC Injection Temperature : 300oC Injection Mode : Split Flow Control Mode : Pressure

Pressure : 13.0 kPa

Total Flow : 83.9 mL/min

Column Flow : 0.55 mL/min Linear Velocity : 26.8 cm/sec

Purge Flow : 3.0 mL/min

Split Ratio : 147.4


(41)

GCMS-QP2010

Ion Source Temperature : 250.oC Interface Temperature : 300oC Solvent Cut Time :1.60min Detector Gain Mode : Relative Detector Gain : +0,00kV MS

Start Time : 1.80min

End time : 80min

ACQ Mode : Scan

Event Time : 0.50sec

Scan Speed : 1250

Start m/z : 28

End m/z : 600

3.3.5. Pengujian Pestisida Nabati dari Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan

Pengujjian pestisida nabati minyak atsiri daun sirih hutan di uji berdasarkan perbandingan konsentrasi, yaitu 1% (v/v), 3% (v/v) dan 5% (v/v), dilarutakan dalam labu 50 ml dengan aquadest sebagai pelarut dan twin 80 sebagai pengemulsi dengan perhitungan pengenceran.

3.3.6. Pengujian Pestisida Nabati dari Ekstrak Etanol Daun Sirih Hutan

Pengujian pestisida nabati ekstrak etanol daun sirih hutan di uji berdasarkan perbandingan konsentrasi, yaitu 1% (4,9 ml), 3% (14,9 ml), 5% (24,8 ml), dilarutakan dalam labu 50 ml dengan aquadest dalam 10% (100.000 ppm). Dengan perhitungan yaitu,

100.000 ppm = ������ 100.000 ppm ��� = ��

50 ��x

mg = 100.000 ��� x 50 ml = 100.000��� x 0,05 l


(42)

= 5 gram

Setelah dilakukan penimbangan didalam labu yaitu 5,0290 gram, maka perhitungan perbandingan konsentrasi ekstrak etanol daun sirih hutan yaitu,

= 5,0290 gram

50 ml

= 10,058 %

V1x C1 = V2 x C2

V1x 10, 05 = 50 ml x 1%


(43)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1 Isolasi Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan Dengan Stahl

Dimasukkan kedalam labu Stahl 1 liter Ditambahkan air suling 500 ml

Dirangkai alat Stahl

Didihkan selama ±4-5 jam pada suhu hingga menghasilkan minyak atsiri

Dimasukkan kedalam botol vial Ditambahkan Na2SO4 Anhidrous

Didekantasi Minyak Atsiri

Diukur volumenya

150 g Daun Sirih hutan yang telah dikeringkan pada suhu

Lapisan Minyak Lapisan Air


(44)

3.4. 2. Ekstrak Etanol Daun Sirih Hutan Dengan Sokhlet

Sampel ditimbang setiap 20 gr Dibungkus dengan kertas saring

Dimasukkan ke dalam timbal Sebanyak 200 ml pelarut etanol kedalam labu alas bulat 500 ml

Dimasukkan batu didih kedalam labu alas Dirangkai alat Sokhlet

Dididihkan pada suhu ± 78oC selama ± 5-6 jam (hingga 9-10 siklus)

Dipekatkan dengan alat Rotary evaporator Diuapkan kembali dengan alat water bath

Ditimbang beratnya

3.4.3. Analisis Minyak Atsiri Daun Sirih Merah dengan GC-MS

Cuplikan

Diinjeksikan kedalam GC-MS

Diamati Kromatogram yang dihasilkan

Hasil

140 gr ampas daun sirih hutan yang telah dikeringkan

Hasil ekstrak yang masih bercampur dengan pelarut

Hasil Ekstrak


(45)

3.4.4. Uji Pestisida Nabati Daun Piper aduncum L

Pengumpulan larva Bactrocela carambolae

Toples plastik dilubangi, dan ditempelkan

kain kasa

tanah berhumusdimasukkan kedalam toples

dimasukkan pakan larva jambu biji kedalam toples

Didiamkan dalam ruangan 1-3 hari sebelum penyemprotan pestisida (T= 270C)

Diamati selama ± 7 hari Uji Pestisida Nabati Daun Piper aduncum L

Penyemprotan Pestisida nabati

Hasil Pengamatan


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Penentuan Kadar Minyak Atsiri

Minyak atsiri daun sirih hutan diperoleh dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Stahl. Proses isolasi sebanyak 10 kali penyulingan. Dari hasil destilasi daun sirih hutan yang telah dikeringkan pada suhu kamar sebanyak 1500 gram diperoleh rata-rata 0,52 (b/b) gram dalam setiap 150 gram daun sirih hutan.

Tabel 4.1 Hasil Hidrodestilasi Minyak Atsiri daun Sirih Hutan

No. Sampel (gram) Minyak Atsiri (gram) Persentase % 1 150 0,38 0,25 2 150 0,58 0,39 3 150 0,51 0,25 4 150 0,67 0,46 5 150 0,98 0,15 6 150 0,96 0,24 7 150 0,70 0,33 8 150 0,66 0,44 9 150 0,82 0,27 rata-rata (g) 150 0,52 0,30

4.1.2. Penentuan Kadar Ekstrak Etanol Daun Sirih Hutan Dengan Alat Sokhlet

Ekstrak etanol dari hasil ampas atau sisa isolasi daun sirih hutan yang telah dikeringkan terlebih dahulu diperoleh dengan metode ekstraksi menggunakan alat Sokhlet. Proses Sokletasi ini dilakukan sebanyak 7 kali. Hasil ekstraksi daun sebanyak 140 gram diperoleh ekstrak setelah diuapkan sebanyak 10,6 gr (b/b).


(47)

4.1.3. Hasil Analisa GC-MS

Minyak atsiri yang dihasilkan secara hidrodestilasi dianalisis dengan Gas

Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS).Kromatogram hasil analisis GC

menunjukkan terdapatnya 11 puncak senyawa (Gambar 4.1) yang menunjukkan adanya 11 senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri tersebut (Tabel 4.2) dan senyawa dari hasil interpretasi yang dapat diindentifikasi sebanyak 9 buah senyawa berdasarkan standart library Willey dan NIST (>1%) seperti pada tabel 4.3.

Gambar 4.1. Kromatogram Hasil Analisa GC Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan Tabel 4.2. Senyawa Hasil Analisis GC-MS Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan


(48)

No RT Massa Relatif Rumus Nama Senyawa % Area (menit) Senyawa Molekul

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 15,031 15,426 21,651 26,409 27,247 27,507 28,123 28,807 29,070 31,536 31,841 136 136 152 204 204 204 204 204 192 222 222

C10H16

C10H16

C10H16O

C15H24

C15H24

C15H24

C15H24

C15H24

C11H12O3

C12H14O4

C12H14O4

1,3,6-Oktatriene β-ocimene Piperitone Diisopropenyl Caryophyelen Bicylogermacrene α-Humulen Germacrene Myristcin Apiole Dilapiole 1,07 2,98 1,12 1,0 4,33 0,71 1,24 6,17 1,04 8,54 71,79


(49)

Tabel 4.3. Hasil Analisa GC-MS Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan yang dapat Diinterpretasi sebanyak 9 buah senyawaberdasarkan standart library Willey danNIST (>1%).

No RT Massa Relatif Rumus Nama Senyawa % Area (Menit) Senyawa Molekul

1 2 3 4 5 6 7 8 9 31,841 31,536 28,807 27,247 15,426 28,123 21,651 15,031 29,070

C12H14O4

C12H14O4

C15H24

C15H24

C10H16

C15H24

C10H16O

C10H16

C11H12O3

Dilapiole Apiole Germacrene Caryophyelene β-ocimene α-Humulen Piperitone 1,3,6-Oktatriene Myristcin 222 222 204 204 136 204 152 136 192 71,79 8,54 6,17 4,33 2,98 1,24 1,12 1,07 1,04


(50)

4.1.4. Mortalitas Harian Larva Bactrocela carambolae

Hasil pengamatan terhadap mortalitas (jumlah kematian) harian larva lalat buah dengan perlakuan konsentrasi ekstrak etanol dan isolasi minyak atsiri daun sirih hutan (Piper

aduncum L) yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ekstrak daun

sirih hutan bersifat toksik terhadap larva lalat buah. Gambar fluktuatif mortalitas harian imago larva lalat buah pada jambu biji, dapat dilihat pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Fluktuasi Mortalitas Harian Larva Bactocela carambolae

Gambar 4.2 memperlihatkan bahwa penggunaan ekstrak etanol dan minyak atsiri daun sirih hutan memberikan fluktuasi yang berbeda dari setiap perlakuan. Hari pertama semua perlakuan telah mampu mematikan larva lalat buah kisaran 5-17,5 % kecuali pada perlakuan kontrol. Mortalitas harian pada hari pertama setelah aplikasi terlihat bahwa pada perlakuan konsentrasi ekstrak etanol 1% telah mencapai puncak dengan persentase 17,5%.

Pada hari kedua pengamatan menunjukkan persentase mortalitas larva perlakuan pada konsentrasi 5% ekstrak etanol mencapai puncak tertinggi dengan persentase 15% hal ini diduga bahwa bahan aktif yang terdapat didalam ekstrak daun sirih hutan baru bekerja pada hari kedua setelah aplikasi. Sedangkan minyak atsiri pada konsentrasi 5% juga mengalami penurunan mortalitas larva.

Selanjutnya, pengamatan pada hari ke 3 setelah aplikasi pada perlakuan minyak atsiri dan ekstrak etanol dengan masing-masing konsentrasi 1%, 3% dan 5% memperlihatkan bahwa semua perlakuan masih mampu membunuh larva lala buah


(51)

dengan persentase mortalitas 2,5%, 7,5% dan 10% hal ini terjadi karena semakin sedikitnya senyawa yang melekat pada buah jambu yang telah diaplikasikan, sehingga senyawa yang terakumulasi membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mematikan larva uji.

4.1.5 Mortalitas Total Larva Bactrocela carambolae

Hasil pengamatan persentase mortalitas total larva lalat buah setelah dianalisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ekstrak etanol 5% daun sirih hutan hanya dapat membunuh larva sebesar 35%, dan minyak atsiri dengan konsentrasi 5% dapat membunuh larva sebesar 30%.

Gambar 4.3 Foto wadah pengujian Gambar 4.4 Foto larva yang sudah mati

Gambar 4.5 Mortalitas Total Larva Bactrocela carambolae

Perlakuan ekstrak etanol dan minyak atsiri kurang efektif, karena hanya mengakibatkan kematian larva sebesar 35%. Sedikitnya persentase mortalitas larva lalat buah disebabkan ekstrak etanol dan minyak atsiri daun sirih hutan yang sifatnya


(52)

mudah terurai atau terdegradasi sehingga tidak banyak berpengaruh pada larva uji dengan penambahan konsentrasi. Disamping itu tubuh larva uji masih dapat mentolerir bahan aktif yang terdapat pada ekstrak dan minyak atsiri daun sirih hutan dan memberikan respon yang sama. Hal ini sesuai pendapat Cabizzal et al (2004) menyatakan bahwa senyawa kimia yang terdapat dalam bahan nabati cepat terurai dan residunya mudah hilang karena mengalami degradasi oleh suhu ruangan, sehingga tidak perisisten terhadap larva lalat buah.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Minyak Atsiri dari Hasil Destilasi dengan Alat Stahl

Dari sebanyak 1500 gram daun sirih hutan diperoleh minyak atsiri daun sebanyak 7,8 gram (b/b) dengan persentase sebesar 0,52% yang diperoleh dari perhitungan berikut: % kadar minyak atsiri = ����� ������ ������

����� ���� ���� ℎℎ����

= 7,8 gram

1500 gramx 100 %

= 0,52%

4.2.2. Ekstrak Etanol Dari Ampas Isolasi Daun Sirih Hutan dengan Alat Sokhlet

Dari sebanyak 140 gram ampas atau sisi isolasi daun sirih hutan diperoleh hasil ekstrak sebanyak 10,66 gram (b/b) dengan persentase yang diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :

% kadar ekstrak etanol = berat ekstrak etanol berat daun sirih hutan

= 10,66 gram

140 gram x 100%

= 7,61%

4.2.3. Analisis Minyak Atsiri Daun Sirih Hutan

Hasil analisis GC-Ms terhadap minyak atsiri daun sirih merah menunjukkan bahwa didalam minyak atsiri tersebut terdapat 9 senyawa yang dapat diinterprestasi yaitu 1. Puncak dengan RT 15,425 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul


(53)

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 121, 105, 93,79, 67, 53, 41. Dengan membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum library wiley, yang lebih mendekati adalah senyawa golongan monoterpen yaitu β-Ocimene sebanyak 2,98 % dengan spektrum seperti gambar 4.6

a) Spektrum massa hasil analisis GC-MS

b) Spektrum standard library Wiley

Gambar 4.6. Spektrum Massa β-Ocimene

Pola fragmentasi β-Ocimene tersebut secara hipotesis seperti gambar 4.7

H2C

CH3 CH3 CH3

+e - 2e

H2C

CH3 CH3 CH4

m/e = 136 (C10H16)

- CH3 (15)

H2C

CH3 CH3

CH3 CH3

m/e =121 (C9H13)

- C2H4 (28)

CH3

m/e = 93 (C7H11) - C2H2 (26)

m/e = 67 (C5H9) - C2H2 (26)

H3C CH3

m/e = 41

(C3H7)

Gambar 4.7. Pola fragmentasi senyawa β-Ocimene

2. Puncak dengan RT 21,650 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16O. Data spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 152 diikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 137, 124, 110, 95, 82, 67, 54, dan 39. Dengan membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum library wiley, yang lebih mendekati adalah senyawa golongan monoterpenoid yaitu Piperitone sebanyak 1,12 % dengan spektrum seperti gambar 4.8


(54)

b. Spektrum Standart Library Wiley

Gambar 4.8 Spektrum massa Piperitone

Pola fragmentasi dari Piperitone secara hipotesis seperti gambar 4.9

+e -2e

m/e = 152

(C10H16O)

- CH3 (15)

-C2H3(27)

m/e = 137

(C9H13O)

- CO (28)

m/e = 82

(C6H10) - C2H4 (28)

m/e = 54

(C4H6)

CH CH3 CH3 O CH CH3 CH3 O H C CH3 O

H3C H3C H3C

m/e = 110

O H3C

(C7H10O)

m/e = 54

(C3H3)

- CH3(15)

Gambar 4.9 Pola Fragmentasi Senyawa Pipertone

3. Puncak dengan RT 26,408 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C15H24. Data spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 204 diikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 189, 161, 147, 133, 121, 107, 93, 81, 68, 53, 41. Dengan membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum

library wiley, yang lebih mendekati adalah senyawa golongan sesquiterpen yaitu

Diisopropenyl sebanyak 1,0% dengan spektrum seperti gambar 4.10 a) Spektrum massa hasil analisis GC-MS


(55)

b). Spektrum standar library Wiley

Gambar 4.10 Pola Fragmentasi dari senyawa Diisopropenyl Pola fragmentasi dari senyawa Diisopropenyl hipotesis seperti pada gambar 4.11

CH3 H2C=CH-CH3

CH=CH2

CH2-CH=CH2

CH3 H2C=CH-CH3

CH=CH2

CH2-CH=CH2 m/e = 204 (C15H24) +e

-2e - CH3

(15) H2C=CH-CH3

CH=CH2

CH2-CH=CH2

H2C=CH-CH3 CH2-CH=CH2

m/e = 189 (C14H21)

- C2H4 (28)

m/e = 161 (C12H17)

- C2H4 (28)

CH3 H2C=CH-CH3

m/e = 133 (C10H13) - C2H2

(26) m/e = 107

(C8H11) H2C=CH-CH3

-C2H2 (26)

H3C

m/e = 81 (C6H9) -C2H4

(28) m/e = 53

(C4H5)

Gambar 4.11 Pola fragmentasi senyawa Diisopropenyl

4. Puncak dengan RT 27,50 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C15H24.

Data spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 204 diikuti puncak-puncak fragmentasi pada m/e 189, 175, 161, 147, 133, 120, 105, 93, 79, 69, 55, 41. Dengan membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum

library, yang lebih mendekati adalah golongan sesquiterpenyaitu senyawa

Caryophyllene sebanyak 4,33 % dengan spektrum seperti gambar 4.12 a. Spektrum massa hasil analisis GC-MS


(56)

b) Spektrum standard library Wiley

Gambar 4.12 Spektrum massa Caryophyllene

Pola fragmentasi dari senyawa Caryophyllene hipotesis seperti pada gambar 4.13

CH3 H3C

H3C

CH2

+e - 2e

CH3 H3C

H3C

CH2

m/e = 204 (C15H24)

H3C H3C

CH2

m/e = 189 (C14H21) -CH3 (15)

- C2H4 (28)

CH2

m/e = 161 (C12H17)

-C2H4 (28)

CH2

m/e = 133 (C10H13) m/e = 93

(C7H9)

CH2

- C3H4 (40) - 2C (24)

m/e = 69 (C5H9) - C2H4 (28)

H3C CH2

m/e = 41 (C3H5)

Gambar 4.13 Pola Fragmentasi yang mungkin dari senyawa Caryophyllene

5. Puncak dengan RT 27,508 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C15H24 Data spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 204 diikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 189, 161, 147, 133, 121, 105, 93, 81, 67, 55, 41. Dengan membandingkan spektrum yang diperoleh dengan data spektrum library wiley, yang lebih mendekati adalah golongan sesquiterpen yaitu Bicylogermacrene sebanyak 0,71% dengan spektrum gambar 4.14

a. Spektrum massa hasil analisis GC-MS


(57)

Gambar 4.14. Spektrum massa Bicylogermacrene

Pola fragmentasi dari senyawa Bicylogermacrene hipotesis seperti pada gambar 4.15

C=CH-CH3 CH3 CH3 C=CH-CH3 CH3 CH3 +e -2e

m/e = 204

(C15H24)

- CH3(15)

C=CH

CH3 CH3

m/e =189

(C14H21) - C2H4 (28)

CH3 CH3

m/e =161 (C12H17)

CH3 CH3

m/e =133 (C10H13)

- C2H4 (28)

H2C -C2H4 (28) CH3

CH3

m/e =105 (C8H9) -2C (24)

H3C

m/e =81 (C6H9) H3C

m/e =55 (C4H7)

-C2H2 (26)

Gambar 4.15 Pola Fragmentasi dari senyawa Bicylogermacrene

6. Puncak dengan RT 28,123 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C15H24. Data spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 204 diikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 189, 161, 147, 136, 121, 107, 93, 80, 67, 55, 41. Dengan membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum

library Wiley adalah senyawa sesquiterpenoid yaitu α-Humulene sebanyak 1,24%

dengan spektrum seperti Gambar 4.16 a.Spektrum massa hasil analisis GC-MS


(58)

Gambar 4.16 Spektrum Massa α-Humulene Pola fragmentasi dari senyawa α-Humulene hipotesis seperti pada gamba

CH3

+e -2e

m/e= 204 (C15H24)

-CH3 (15)

m/e = 189 (C14H21)

- C2H4 (28)

m/e = 161 (C12H17)

-C3H4 (40)

CH3

CH3 m/e = 121 (C9H13)

m/e = 93 (C7H9)

m/e=C2H4 (28)

CH3

C2H2 (26)

m/e= 67 (C5H7)

-C2H2(26)

H3C CH2

m/e= 41 (C3H5)

CH3

CH3

CH3

CH3 CH3

CH3

CH3

CH3 CH3

CH3

CH3

CH3

Gambar 4.17 Pola Fragmentasi dari senyawaα-Humulene

7. Puncak dengan RT 28,808 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C15H24. Data spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 204 diikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 189, 161, 147, 133, 117, 105, 91, 79, 67, 55, 41, yaitu senyawa Germacrene sebanyak 6,17 % dengan spektrum seperti gambar 4.18

a. Spektrum massa hasil analisis GC-MS

b.Spektrum Standart Library Wiley

Gambar 4.18 Spektrum massa senyawa Germacrene


(59)

CH3

CH3

CH3

CH3 CH3

CH3

CH3

CH3

+e - 2e

m/e = 204 (C15H24)

-CH3 (15)

CH3

CH3

CH3

m/e = 189 (C14H21)

- C2H4 (28)

CH3

CH3

m/e = 161 (C12H17)

-C2H4 (28)

H2C CH3

CH3

m/e = 133 (C10H13)

H2C CH3

m/e = 105 (C8H9)

- C2H4 (28)

- C2H2 (26)

m/e = 79 (C6H7)

- 2C (24)

H3C

CH2

m/e = 55 (C4H7)

- C (12)

H3C CH2

m/e = 41 (C3H7)

Gambar 4.19 Pola Fragmentasi senyawa Germacrene

8. Puncak dengan RT 31,536 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C12H14O4.. Data spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 222 diikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 207, 191, 177, 161, 149, 133, 121, 106, 91, 77, 65, 51, 39. Dengan membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum library, yang lebih mendekati adalah senyawa golongan yaitu Apiole sebanyak 8,54% dengan spektrum seperti Gambar 4.20

a.Spektrum massa hasil analisis GC-MS

b.Spektrum Standart Library Wiley

Gambar 4.20 Spektrum massa senyawa Apiole


(60)

O O O O C H2 CH3

H3C

H C H2C

+e -2e O O O O C H2 CH3

H3C

H C H2C

m/e = 222 (C12H14O4)

- CH3 (13)

O O O

C H2

H3C

H C H2C

m/e = 191 (C11H11O4)

O O O

C H2

H3C

H C H2C

- O(16)

O+

-CH2 (30)

O O C H2 H C H2C

m/e = 161 (C10H9O2) m/e = 191 (C11H11O3)

- C2H4 (28)

O O H3C

m/e = 133 (C8H5O2) - C2H2O (42)

m/e = 106 (C6H3O)

O

-CHO (29)

m/e = 77 (C5H2)

m/e = 65 (C4H2) - C(12)

Gambar 4.21 Pola Fragmentasi senyawa Apiole

9. Puncak dengan RT 31,842menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C12H14O4. Data spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 222 diikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 207, 191, 177, 161, 149, 133, 121, 106, 91, 77, 65, 51, 39. Dengan membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum library, yang lebih mendekati adalah senyawa golongan yaitu Dillapiole (1,2-Methylenedioxy) sebanyak 71,79% dengan spektrum seperti Gambar 4.22 dan pola fragmentasi Dillapiole (1,2-Methylenedioxy) secara hipotesis ditunjukkan pada Gambar 4.23.

a. Spektrum massa hasil analisis GC-MS

b.Spektrum Standart Library Wiley


(61)

Pola fragmentasi dari senyawa Dillapiole (1,2-Methylenedioxy) pada gambar 4.23

H2

C

O H3C

HC H2C

O O O CH3 H2 C O H3C

HC H2C

O O O CH3 +e - 2e

m/e = 222 (C12H14O4)

- CH3O (31)

H2

C

O H3C

HC H2C

O

O

-m/e = 191 (C11H11O3)

- CH2O (30) H2

C HC H2C

O

O

m/e = 161 (C10H9O2) - C2H3 (27)

H3C O

O

m/e =134 (C8H6O2) - CO (28)

H3C OH

m/e =106 (C7H6O) - CHO (29)

m/e =77 (C6H5)

Gambar 4.23 Pola Fragmentasi senyawa Dillapiole (1,2-Methylenedioxy)

4.2.4. Uji Pestisida Nabati Dari Isolasi Minyak Atsiri Dan Ekstrak Etanol Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L)

Dari gambar 4.5 diketahui bahwa daun sirih hutan dapat membunuh larva lalat buah

Bactrocela carambolae. Hal ini disebabkan senyawa aktif pada daun sirih hutan

mengandung gugus metoksi dan eter yang bersifat sebagai pestisida nabati yaitu Dillapiole (1,2-Methylenedioxy) dan Apiole (isodilapiole).

Senyawa aktif yang terdapat pada tumbuhan piperaceae merupakan golongan piperamida. Senyawa tersebut bersifat sebagai anti racun saraf dengan menggangu impuls saraf pada akson saraf seperti cara kerja insektisida piretroid (Muliya, 2010).

Bernard et al (1995) melaporkan bahwa dilapiol merupakan senyawa aktif utama yang bersifat insektisida dari ektrak etanol daun sirih hutan. Selain bersifat insektisida, dilapiole juga bersifat sinergis dengan cara kerja menghambat enzim polisubrat monooksigenase (PSMO) yang berfungsi sebagai daya racun senyawa asing yang masuk ke dalam tubuh serangga melalui oksidasi.

Uji pestisida nabati minyak atsiri dan ektrak etanol daun sirih hutan menunjukkan bahwa adanya pengaruh mortalitas (kematian) larva bactrocela

carambolae dengan konsentrasi masing-masing 5%. Pestisida nabati ekstrak etanol


(62)

pestisida minyak atsiri yaitu 30% (v/v). Hal ini karena ekstrak daun sirih hutan mengandung senyawa metabolit sekunder yang tergolong senyawa non polar seperti alkaloid, falvonoid, fenolik, terpenoid, steroid, saponin dan kumarin (Arneti, 2009). Disamping itu, minyak atsiri dengan sifat aslinya yang mudah menguap dan terdegradasi oleh lingkungan, mengakibatkan kurang bertahan lama saat aplikasi. Menurut pendapat Priono (2007) bahwa insektisida nabati dengan pelarut air efektif jika hasilnya mencapai 95% mematikan hama.


(63)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Komponen senyawa kimia mayor daun sirih hutan (Piper aduncum L) yang terkandung didalamnya adalah Dillapiole (71,79%), Apiolle (8,54%), Germacrene (6,17%), Caryophyllene (4,33%), β-Ocimene (2,98%), kadar minyak atsiri daun sirih hutan yang diperoleh dengan metode hidrodestilasi adalah 0,52% (b/b) dalam setiap 150 gram dan kadar ekstrak etanol ampas atau sisa hasil isolasi dengan alat Sokhlet 7,61% (b/b) dalam 140 gram daun sirih hutan.

2. Minyak atsiri dan ekstrak etanol daun sirih hutan konsentrasi 5% (v/v) memiliki kematian terkoreksi tertinggi yaitu 30% dan 35%, sehingga minyak atsiri dan ekstrak etanol Piper aduncum L, memiliki aktifitas insektisida namun kurang efektif jika dibandingkan dengan insektisida sintetis.

5.2. Saran

1. Perlu adanya uji pestisida minyak atsiri dan ekstrak etanol Piper aduncum L pada spesies hama serangga yang lain

2. Perlu adanya optimasi terhadap konsentrasi yang digunakan untuk uji aktivitas pestisida.

3. Perlu adanya validasi metode yang paling tepat untuk digunakan dalam uji pestisida dari minyak atsiri dan ekstrak etanol.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S. 1985. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta. Universitas Terbuka. Agoes, G. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung : ITB Press

Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Jakarta: Penerbit ITB. Aminah, S. N. 1995. Evaluasi Tiga Jenis Tumbuhan Sebagai Insektisida dan Repelen

Terhadap Nyamuk di Laboratorium. Tesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Ansel, 1989. Pengatur Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press

Arnason J.T, Mackinnon S, Durst A, Philogene BJR, Hasbun C, Sanchez P, PovedaL, San Roman L, Isman MB, Satasook C. 1993. Insecticides in tropical plantswith non-neurotoxic modes of action.New York.

Arneti, Santoni A, Lina E.C. 2009. Produksi Insektisida Botani Ramah Lingkungan Berbahan Baku Tumbuhan Lokal Untuk Pengendalian Hama Pada Pertanian Organik di Sumatera Barat. Laporan Penelitian Hibah Strategis Nasional. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang

Baskoro, A. D. Sudjari, Rahajoe, Poeranto, S., Sardjono, T. W. Fitri, L.E dan Wadayat, M. 2005. Parasitologi Arthropoda. Laboratorium ParasitologiFakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang.

Bernard C. B, Krishnamurty HG, Chaurent D, Durst T, Philogene BJR. 1995. Insecticidal Defenses of Piperaceae From The Neotropic. J of Cem Ecol

Boadu, K.O. Tulashe, S.K. Anang, M.A. and Kpan, J.D. 2011. Production of Natural Insecticide From Neem Leaves (Azadirachta indica). Asian J. Plant Sct. Cabizzal, M. Angioni, A. Melis. Cabras, M. Tuberosa, CV. Cabraw. 2004. Rotenone

And Rotenoids In Cube, resins, Formulations, And Residues On Olives. Journal Agric Food Chem, Volume 52 : 288-293

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta. : Direktoral Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Djojosumarto, P. 2008. Pestisida Dan Aplikasinya. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta Eaton, D. C .1989. Laboratory Investigations In Organic Chemistry. USA: Mc

Graw-Hill

Estrela J. L .V, Fazolin M, Catani V, Alecio MR, Lima MS. 2006. Toxicity of Essential oils Of Piper Aduncum and Piper Hispidinervum Against Sitophilus Zeamais. Pesq Agropec brac 41 (2) :217-222.

Fazolin M, et al. 2005. Toxicity Of Piper aduncum Oil to adult Of Ceratoma Tingomarianus Bechyane (Coleoptera : Chrysomelidae). Neotrop Entomol 34(3) : 485-489


(65)

Globade, A. A, Dyedele, A. D., Sosan, M. B. 2000. Mosquito Repellent Activity of Essential Oils From Two Nigerian Ocimum Spesies, J. Trop Med Plants

Gunawan. 1991. Daya Antibakteri Minyak Atsiri Daun Lantana camara (hasil isolasi daun basah dan kering). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada (Skripsi).

Gritter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Terjemahan oleh S. Ketaren.Jakarta : UI Press.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan.Terbitan Kedua. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung : ITB Press.

Harris, R. 1987. Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.

Kartasapoetra, A.G. 1993. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bumi Aksara. Jakarta

Ketaren, S. 1985. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Khopkar, S. M.2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press

Khopar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI- Press. Jakarta

Koensoemardiyah. 2010. MinyakAtsiri untuk Industri Makanan, Kosmetik, dan AromaterapiYogyakarta : Penerbit Andi

Koul, O. Walia S, and Dhaliwal, G. S. 2008. Essential oilas Green Pesticide : Potential and Constrains. Biopestic.

Li W. Q, Jiang, C. H, Chu S. S and Liu, Z. L. 2010. Chemical Composition and Toxicity Against Sitophilus Zeamais and tribolium castaneum of the Essential Oil of Muraya exotica Areial Parts Molecules.

Lutony, T. L, 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Bandung: PT. Penebit Swadaya.

Muliya E. 2010. Selektivitas Ekstrak Piper retrofractum dan Tephrosia vogelli Terhadap Nilaparvata dan Cyrtorhinus lividipenennis. Skripsi Departement Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Natawigena H, 1993. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Triganda Karya. Bandung Nurhayati, N. D. 2011. Pengujian Efikasi Insektisida Sistemik Perfekthon 400EC

Terhadap Hama Boktor (Xystrocera festiva PASCOE) Pada Tegakan Sengon

(Paraserianthes falcataria L). Skripsi. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Bogor. Bogor

Novizan. 2004. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. Agromedia Pustaka. Tanggerang.


(66)

Nurhadi, 2012. Komposisi Serangga Hama Tanaman Padi Di Desa Karang Agung dan Pagar Gunung Kecamatan Rambang Lubal Kabupaten Muara Enim. Jurnal Ilmiah Ekotrans.

Oka dan Ida Nyoman, 1993. Pengendalian Hama Terpadu, Yogyakarta: UGM Press. Pracaya, 2008. Pengendalian Hama Dan Penyakit Tanaman Organik. Yogyakarta:

Kanisius.

Priono. 1999. Prospek dan Strategi Pemanfaatan Insektisida Alami dalam PHT. Pusat Kaian PHT, Bogor. Rafael MS, Rojas H, Roper JJ, Nunomura SM, Tadei WP. 2008. Potential Control of Aedes Aegypti (Diptera : Culicidae) With Piper Aduncum L (Piperaceae) Extracts Demonstrant by Chromosomal Biomarkers and Toxic Effects on Interphase Nuclei.

Rohman, A. 2009. Kimia Farmasi Analis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rukmana, R dan Oesman, Y. Y. 2002. Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami. Kanisius.Yogyakarta. Halaman 9-15.

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Jakarta : Gadjah Mada University Scott,I. M, Jensen H, Philogene B. J. R, Arnason J.T. 2008. A Review of pipereceae

Insecticidal Activity and Mode of Action. Phytochem Rev 7: 65-75

Setyowati D. 2004. Pengaruh Macam Pestisida Organik dan Interval Penyemprotan Terhadap Populasi Hama Thrips, Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Cabai

(Capsicum annum L).

Setiawan, D. 2010. Kajian Daya Insektisida Ekstrak Daun Mimba Terhadap Perkembangan Serangga hama Gudang. Jurnal Penelitian Sains.

Silverstein, R. M. 1981. Spectrometric indentification of Organis Compound. Fouth Edition. Jhon Wiley and Sons. New York

Siwi S.S, Hidayat P, Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioteknologi Lalat Buah Penting di Indonesia (Diptera: Tephritidae). Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.

Sudjadi, M. S. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta : Ghalia Indonesia Syamsuhidayat, S.S dan Hutapea. J.R. 1991. Innventaris Tanaman Obat Indonesia (I)

Departement Kesehatan RI. Jakarta. Hal 452-453

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press

Winarno, F. G, Fardiaz, S dan Fardiaz, D. 1973. Ekstraksi dan Kromatografi, Elektroforesis , Bogor : Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Pertanian.


(67)

(68)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Karakterisasi Simplisia, Isolasi, Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Buah Segar Dan Kering Tumbuhan Attarasa (Litsea cubeba Pers.) Secara GC-MS

15 107 92

Karakterisasi Simplisia, Isolasi dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Buah Kemukus (Cubebae fructus) dari Wonosobo dan Padang Sidempuan Secara GC-MS

2 78 87

Isolasi Dan Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Bunga Kemangi (Ocimum basilicum L) Serta Uji Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri

13 98 105

Analisa Komponen Kimia Minyak Atsiri Dan Uji Pestisida Nabati Hasil Isolasi Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L) Pada Larva Lalat Buah (Bactrocela carambolae) Jambu Biji

3 34 80

Cover Analisa Komponen Kimia Minyak Atsiri Dan Uji Pestisida Nabati Hasil Isolasi Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L) Pada Larva Lalat Buah (Bactrocela carambolae) Jambu Biji

0 0 12

Abstract Analisa Komponen Kimia Minyak Atsiri Dan Uji Pestisida Nabati Hasil Isolasi Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L) Pada Larva Lalat Buah (Bactrocela carambolae) Jambu Biji

0 0 2

Chapter I Analisa Komponen Kimia Minyak Atsiri Dan Uji Pestisida Nabati Hasil Isolasi Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L) Pada Larva Lalat Buah (Bactrocela carambolae) Jambu Biji

0 0 4

Chapter II Analisa Komponen Kimia Minyak Atsiri Dan Uji Pestisida Nabati Hasil Isolasi Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L) Pada Larva Lalat Buah (Bactrocela carambolae) Jambu Biji

0 0 19

Reference Analisa Komponen Kimia Minyak Atsiri Dan Uji Pestisida Nabati Hasil Isolasi Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L) Pada Larva Lalat Buah (Bactrocela carambolae) Jambu Biji

0 1 3

Appendix Analisa Komponen Kimia Minyak Atsiri Dan Uji Pestisida Nabati Hasil Isolasi Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L) Pada Larva Lalat Buah (Bactrocela carambolae) Jambu Biji

0 0 14