129
optimal dari konservasi wilayah pesisir, maka jumlah minimal terumbu yang ditanam semestinya sebanyak 1000 buah setiap tahunnya.
Disisi lain, dalam mendukung pelaksanaan program pengelolaan wilayah pesisir tersebut, tentunya sangat diperlukan peran dan pemahaman dari
masyarakat luas, dari hasil survey menunjukkan bahwa sebanyak 65 responden menyatakan masyarakat dilingkungan mereka memiliki kesadaran
dan tanggung jawab yang lebih baik dalam menjaga serta memelihara sumberdaya alam. Namun 52,6 responden juga menganggap bahwa peranan
masyarakat dalam mengikuti pengelolaan sumberdaya alam tersebut ternyata relatif tidak meningkat. Hal ini membuktikan bahwa kesadaran masyarakat cukup
baik walaupun peranan meraka dalam pengelolaan sumberdaya alam relatif tetap. Artinya kesadaran yang cukup baik ini harus ditingkatkan dalam bentuk
kegiatan nyata atau agenda aksinya. Jika dikaitkan dengan program kemitraan antara masyarakat, pemerintah
dan perusahan dalam pemanfaatan sumberdaya alam, 55 responden menyatakan tidak ada keterpaduan antar unsur tersebut. Artinya, ada potensi
pemanfaatan program kemitraan dalam pengelolaan sumberdaya alam yang melibatkan masyarakat, pemerintah dan perusahaan guna mendorong peranan
masyarakat harus dapat lebih aktif lagi. Sehingga kesadaran yang ada dapat diubah menjadi kegiatan nyata. Arahan dan bimbingan pemerintah dan
perusahaan masih memiliki peluang untuk hal ini.
4.4.3 Desain Strategi CSR Wilayah Pesisir.
Dari hasil analisis sebelumnya dapat dirumuskan permasalah utama yang dihadapi oleh kawasan pesisir Kota Bontang adalah belum terintegrasinya
perencanaan kawasan pesisir yang mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan dan sekaligus memperhatikan prinsip-prinsip
keberlanjutan yang berkaitan dengan lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut :
1 Masih dominannya sektor industri migas mengandalkan eksploitasi sumberdaya tak terbaharui non-renewable resources sementara sektor
yang berkaitan dengan kawasan pesisir justru tertinggal jauh dibelakang.
130
2 Dinamika kegiatan penduduk kawasan pesisir yang besar menimbulkan akses-akses negatif terhadap lingkungan fisik kawasan pesisir misalnya
kerusakan mangrove, terumbu karang, dan pencemaran terhadap perairan. Hal ini pada akhirnya berdampak pada menurunnya produktifitas sektor
perikanan. Kegiatan perkotaan yang berdampak besar adalah Industri PKT, BADAK dan aktifitas penduduk yang menghasilkan limbah dan sampah.
3 Tingginya ketergantungan kawasan pesisir terhadap wilayah luar Balikpapan dan Samarinda dalam produk konsumsi akibat status kelayakan usaha dan
produktifitas sektor perikanan yang masih rendah dalam menunjang pendapatan daerah.
4 Rendahnya keterkaitan antar sektor karena tidak didukung sarana prasarana, modal dan teknologi. Hal ini menyebabkan terputusnya rantai ekonomi
sektor-sektor sehingga tidak menciptakan nilai tambah yang dapat meningkatkan pengembangan kawasan pesisir.
5 Konflik pemanfaatan dan kewenangan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil pada umumnya disebabkan adanya masalah ketidakpastian
hukum yang bersumber dari ketidakselarasan antara peraturan perundang- undangan, serta lemahnya pembinaan dari pemerintah.
6 Peran CSR PKT terhadap kawasan pesisir cenderung masih lemah dan bersifat sporadis, hal ini terlihat dari kinerja sebagian besar program CSR
PKT yang dinilai belum cukup memenuhi harapan masyarakat dan kurang berfokus pada upaya pengelolaan kawasan pesisir terpadu.
7 Belum terbangunnya sebuah visi dan misi CSR yang berlandaskan pada sustainable development, dimana dalam implementasi program hanya
dilaksanakan oleh organisasi pada level Departement, yang kurang memiliki pengaruh dalam menentukan arah kebijakan perusahaan.
4.4.4 Desain Strategi Pengembangan Wilayah Pesisir
Dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pengelolaan sumberdaya pesisir Kota Bontang perlu dirumuskan
beberapa strategi pengembangan kawasan yang pada intinya memberikan