BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perubahan Histopatologi Ginjal Mencit
Setiap jaringan ginjal baik kiri dan kanan yang dibuat preparatnya di potong secara serial, dimana posisi lateral ginjal kiri dan dan posisi vertikal ginjal kanan,
kemudian masing-masing preparat diamati di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 10 x 40 untuk melihat kerusakan selnya. Kerusakan dari setiap area
ditandai dengan adanya sel yang mengalami degenerasi hidrofil dan nekrosis. Degenerasi hidrofil adalah pembengkakan sel karena penimbunan cairan didalam
sitoplasma. Nekrosis kematian sel yang ditandai perubahan dari inti sel seperti: Karyopiknosis inti kecil dan padat, Karyolisis inti pucat dan terlarut dan
Karyoreksis inti pecah menjadi beberapa gumpalan. Berdasarkan perhitungan rata-rata berat badan mencit selama 14 hari dan rata-
rata campuran pelet yang mengandung MSG 0,3 bb, 0,6 bb, 0,9 bb yang dimakan selama 14 hari, maka jumlah dosis yang dipakai adalah dosis 13,79 gkgBB,
30,01 gkgBB, 41,02 gkgBB. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif yaitu tanpa menghitung berapa jumlah kerusakan yang terjadi pada organ. Pemberian MSG
menunjukkan perubahan jaringan pada organ ginjal yang dapat dilihat pada Gambar 4.1 D dan Gambar 4.1 E yaitu gambar jaringan organ ginjal mencit yang di beri MSG
dosis 30,01 gkgBB dan 41,02 gkgBB. Pada pemberian MSG dosis 30,01 gkgBB dan 41,02 gkgBB selama 14 hari menunjukkan gambaran yang sama dengan
pemberian siklofosfamid dosis 50 mgkgBB Gambar 4.1 B. Gambar histopatologi ginjal mencit dengan pemberian MSG dosis 13,79 gkgBB selama 14 hari tidak
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan perubahan yang besar dan dapat dikatakan mirip dengan kontrol normal Gambar 4.1 A.
Adapun perubahan jaringan organ ginjal mencit di tandai terbentuknya degenerasi hidrofil, yaitu terjadi pembengkakan sel akibat penumpukan cairan pada
sitoplasma. Degenerasi hidrofil yang terjadi pada pemberian MSG dosis 41,02 gkgBB lebih banyak dibandingkan dengan pemberian MSG dosis 30,01 gkgBB
selama 14 hari. Selain itu, terjadinya kematian sel atau nekrosis merupakan salah satu
parameter kerusakan pada ginjal. Ditandai dengan terjadinya perubahan inti sel yang menjadi lebih kecil dan padat karyopiknosis, inti sel menjadi pucat dan terlarut
karyolisis dan inti sel pecah menjadi gumpalan karyoreksis. Pada Gambar 4.1 D terlihat adanya pembengkakan sel akibat penumpukan
cairan pada sitoplasma degenerasi hidrofil dan terjadi perubahan inti sel yang menjadi lebih kecil dan padat karyopiknosis dan pada Gambar 4.1 E menunjukkan
inti sel menjadi lebih kecil dan padat karyopiknosis dan terjadi pembengkakan sel akibat penumpukan cairan pada sitoplasma degenerasi.
Gambar pengamatan jaringan organ ginjal mencit pada mikroskop cahaya dengan pewarna haematoxyline-eosin H-E dangan perbesaran 10 x 40 dapat dilihat
pada Gambar 4.1 berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
A. Kontrol Normal
B. Pembanding
Universitas Sumatera Utara
C. MSG 13,79 gkgBB
D. MSG 30,01 gkgBB
Universitas Sumatera Utara
E. MSG 41,02 gkgBB Gambar 4.1 Pengamatan Histopatologi jaringan ginjal
Keterangan: DH : Degenerasi hidrofil penimbunan cairan didalam sitoplasma
P : Karyopiknosis inti kecil dan padat 4.2 Perubahan Histopatologi Organ Hati
Hati merupakan organ yang paling sering rusak Lu 1995. Dua hal yang menjadi penyebab kerusakan hati yaitu pertama, hati menerima ±80 suplai darah
dari vena porta yang mengalirkan darah dari sistem gastrointestinal, sehingga memungkinkan zat-zat toksik yang berasal dari tumbuhan, fungi, bakteri, logam
mineral, dan zat-zat kimia lain yang diserap ke darah portal di transportasikan ke hati. Kedua, hati menghasilkan enzim-enzim yang mampu melakukan biotransformasi
pada berbagai macam zat eksogen maupun endogen untuk di eliminasi oleh tubuh. Kerusakan pada hati dapat bersifat sementara degenerasi, dan menetap hingga
mencapai kematian sel yang disebut nekrosis Wardanela, 2008. Oleh karena itu,
Universitas Sumatera Utara
hati menjadi organ yang penting untuk diamati histopatologinya akibat pemberian MSG.
Pengamatan terhadap efek pemberian MSG dosis 13,79 gkgBB, 30,01 gkgBB, 41,02 gkgBB ini dilakukan secara kualitatif yaitu tanpa menghitung berapa
jumlah kerusakan yang terjadi pada organ. Pemberian MSG menunjukkan perubahan jaringan pada organ hati yang dapat dilihat pada Gambar 4.2 D dan Gambar 4.2 E
yaitu gambar jaringan organ hati mencit yang di beri MSG dosis 30,01 gkgBB dan 41,02 gkgBB selama 14 hari. Pada pemberian MSG dosis 30,01 gkgBB dan 41,02
gkgBB selama 14 hari menunjukkan gambaran yang sama dengan pemberian siklofosfamid dosis 50 mgkgBB Gambar 4.2 B. Gambar histopatologi hati mencit
dengan pemberian MSG dosis 13,79 gkgBB selama 14 hari tidak menunjukkan perubahan yang besar dan dapat dikatakan mirip dengan kontrol normal Gambar 4.2
A. Adapun perubahan jaringan organ hati mencit ditandai terbentuknya
degenerasi hidrofil, yaitu terjadi pembengkakan sel akibat penumpukan cairan pada sitoplasma. Degenerasi hidrofil yang terjadi pada pemberian MSG dosis 41,02
gkgBB lebih banyak dibandingkan dengan pemberian MSG dosis 30,01 gkgBB selama 14 hari.
Selain itu, terjadinya kematian sel atau nekrosis merupakan salah satu parameter kerusakan pada hati. Ditandai dengan terjadinya perubahan inti sel yang
menjadi lebih kecil dan padat karyopiknosis, inti sel menjadi pucat dan terlarut karyolisis dan inti sel pecah menjadi gumpalan karyoreksis.
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 4.2 D terlihat adanya pembengkakan sel akibat penumpukan cairan pada sitoplasma degenerasi hidrofil dan terjadi perubahan inti sel yang
menjadi lebih kecil dan padat karyopiknosis dan pada Gambar 4.2 E menunjukkan inti sel menjadi lebih kecil dan padat karyopiknosis dan terjadi pembengkakan sel
akibat penumpukan cairan pada sitoplasma degenerasi. Gambar pengamatan jaringan organ hati mencit pada mikroskop cahaya
dengan pewarna haematoxyline-eosin H-E dan perbesaran 10 x 40 dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini:
A. Kontrol Normal
Universitas Sumatera Utara
B. Pembanding
B. MSG 13,79 gkgBB
Universitas Sumatera Utara
D. MSG 30,01 gkgBB
E. MSG 41,02 gkgBB Gambar 4.2 Pengamatan Histopatologi jaringan hati
Keterangan: DH : Degenerasi hidrofil penimbunan cairan didalam sitoplasma
P : Karyopiknosis inti kecil dan padat R : Karyoreksis inti pucat dan terlarut
Universitas Sumatera Utara
L : Karyolisis inti pecah menjadi beberapa gumpalan 4.3 Perubahan Histopatologi Organ Otak
Mikroglia merupakan sel yang berasal dari mesodermal yang bermigrasi ke susunan saraf pusat SSP ketika tervaskularisasi secara embriologik. Pada otak yang
mengalami kerusakan misalnya meningitis, mikroglia dapat berubah menjadi makrofag dengan keberadaan antigen dan memiliki kemampuan memfagosit
Delmann dan Eurell, 1998 dan ketika sitoplasma menjadi bengkak oleh material fagositosis, mikroglia disebut sebagai sel Gitter, atau foam cell Wardanela, 2008.
Oleh karena itu, dari pengamatan perubahan histopatologi medula spinalis yang menjadi parameternya adalah kejadian gliosis pada substansi gliseaabu-abu dengan
membandingkan sel glia pada mencit kontrol dan perlakuan. Gambar pengamatan jaringan organ otak mencit pada mikroskop cahaya
dengan pewarna haematoxyline-eosin H-E dan perbesaran 10 x 40 dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
A.Kontrol Normal
B. Pembanding
C. MSG 13,79 gkgBB
Universitas Sumatera Utara
D. MSG 30,01 gkgBB
E. MSG 41,02 gkgBB Gambar 4.3 Pengamatan Histopatologi jaringan otak
Keterangan: G : Sel glia
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 4.3 D dan E dapat dilihat jaringan otak mencit yang diberi MSG 30,01 gkgBB dan 41,02 gkgBB selama 14 hari memperlihatkan adanya perubahan
pada medula spinalis. Perubahan pada medula spinalis menunjukkan adanya pertumbuhan sel glia yang meningkat di bandingkan pada MSG 13,79 gkgBB selama
14 hari pada Gambar 4.3 C. Berdasarkan keterangan Gambar 4.3, dapat dilihat bahwa perubahan jaringan
sel terjadi seiring dengan meningkatnya dosis MSG yang diberikan. Pemberian MSG dosis 30,01 gkgBB dan 41,02 gkgBB memberikan efek perubahan jaringan sel.
Gambaran histopatologi organ otak mencit yang diberi MSG dosis 41,02 gkgBB memperlihatkan kondisi yang hampir sama dengan kontrol positif yaitu pemberian
siklofosfamid dosis 50 mgkgBB Gambar 4.3 B. Pada pemberian siklofosfamid, MSG 30,01 gkgBB, dan MSG 41,02 gkgBB
terlihat pertumbuhan sel glia yang lebih banyak dibandingkan kontrol normal, pembanding dan MSG 13,79 gkgBB. Perbedaan ini terjadi karena meningkatnya
aktivitas sel-sel glia yang ada di otak dalam memfagositosis dan berproliferasi sebagai respon terhadap berbagai kerusakan otak Wardanela, 2008.
Berdasarkan hasil pengamatan ditunjukkan bahwa monosodium glutamat MSG berpotensi merusak jaringan, karena pemberian MSG pada dosis 41,02
gkgBB menunjukkan gambaran histopatologi yang sangat mengkhawatirkan dibanding dengan kontrol normal dan gambaran tersebut mendekati gambaran
histopatologi pada kontrol positifpembanding yaitu pemberian siklofosfamid dosis 50 mgkgBB Gambar 4.3 B. Pemberian MSG dengan dosis 13,79 gkgBB belum
menyebabkan kerusakan jaringan organ hati, ginjal dan otak mencit. Pemberian MSG
Universitas Sumatera Utara
dosis 30,01 gkgBB dan 41,02 gkgBB selama 14 hari menimbulkan kerusakan jaringan yang ditandai dengan adanya perubahan jaringan organ ginjal dan hati
mencit yaitu terbentuknya degenerasi hidrofil. Degenerasi hidrofil yang terjadi pada pemberian MSG dosis 41,02 gkgBB selama 14 hari lebih banyak dibandingkan
dengan pemberian MSG dosis 30,01 gkgBB selama 14 hari. Selain itu, terjadinya kematian sel atau nekrosis pada jaringan ginjal dan hati.
Ditandai dengan terjadinya perubahan inti sel yang menjadi lebih kecil dan padat karyopiknosis, inti sel menjadi pucat dan terlarut karyolisis dan inti sel pecah
menjadi gumpalan karyoreksis dan menimbulkan kerusakan jaringan pada organ otak yang ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas sel glia.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN