selalu berdzikir kepada Allah Lihat wawacan Jaka Ula Jaka Uli dan Wawacan Pulan Palin. Ungkapan terakhir, hidup dinanti oleh ajal, waktunya pun kapan, kita tak tahu.
Penerapan teks hipogram pada Tatalegongan dengan ekserp ’excerpt’ pengintisarian dan modifikasi ’modification’ pengubahan Lihat Sardjono, 1986. Fungsi semiotik
penerapan hipogram memperdalam makna. Matriks dari teks ini adalah, pengembaraan di jalan Allah. Tatalegongan mengungkapkan kehati-hatian dalam menjalani hidup. Katak yang
kehidupannya nyaman di air yang disimbulkan oleh kole, namun selalu membekali diri dengan cemeti. Hal ini memiliki makna bahwa subjek walau dalam ketenangan namun selalu
mencambuk dirinya supaya tak terlena oleh kesenangan duniawi hanggasa, yang mejerumuskan dirinya.
Nasihat dari rumpaka ini, janganlah tekebur, berdzikirlah di hati selalu, jangan terlena oleh dunia, hidup selalu ditunggu ajal.
2. Pucung Degung Lamun urang boga maksud kudu junun
kahayang jeung prakna mun sakadar dina hate
eta mubah moal rek aya buktinya. Sobirin, 1987: 46
Apabila bercita-cita sesuatu harus tabah berkeinginan dengan bekerja
apabila sekadar niat di hati sia-sia tak akan ada hasilnya
Pucung tergolong Pupuh Alit, karakter pupuh mengungkapkan wejangan pemberitahuan, kaget, dan kesadaran, Laras Pelog dalam Dedegungan bernada tinggi. Pupuh Pucung
banyak diajarkan di Sekolah Dasar, berisi paedogogis lihat pembahasan selanjutnya. Rumpaka ini mengusung nasihat apabila memiliki cita-cita harus berjuang dengan tekun
supaya berhasil.
3. Cirebonan Balebat pajar ti wetan
ciciran wanci geus ganti poek kasilih ku caang
sinar surya ting karetip tina arendat di langit
mega- mega hurung ruhruy nyebar nyaangan buana
sarupi nu geus pasini geus mangsana nyaring galih kasaean.
Sobirin, 1987: 82 Cahaya fajar di ufuk timur
ciri masa berganti gelap berganti terang
sinar surya berkelap-kelip melukis garis di langit
mega menyala gemerlapan menebar terang di bumi
sebagai tanda seolah ikatan janji sudah
waktunya berjaga,
pikirk anlah
kebaikan Lagu Cirebonan Surupan Pelog menggunakan pupuh Sinom. Rumpaka ini diterima R.
Bakang Abubakar dari gurunya pada tahun 1949. ”Rumpaka ini di-tembang-kan pula dalam
lagu Kapati-pati ’Mengalami penderitaan batin seolah-olah menjelang ajal’ dalam Surupan Sorog” Ischak, 1988: 60. Yang lebih tepat penggunaan rumpaka ini lagu Cirebonan karena
sesuai dengan karakter Sinom, yakni untuk mengungkapkan kebahagiaan keoptimisan dalam pergantian malam ke siang Lihat bahasan selanjutnya. Teks lagu Cirebonan dipandang dari
sudut arti sebagai satu rangkaian informasi mengungkapkan tentang perjalanan waktu Judul lagu ”Cirebonan” tidak serta merta tanpa memberikan muatan makna, namun
mendukung isi rumpaka bagian akhir, tentang perenungan kehidupan. Cirebonan berasal dari kata Cirebon, sebuah kota di pantai utara yang terkenal dengan seorang wali penyebar
Agama Islam yang bergelar Sunan Gunung Jati. Kearifan seorang tokoh yang berasal dari suatu daerah biasanya dinamai menurut daerah masing-masing antara lain, Ajian
Sukawayana, Sumedangan, begitu pula Cirebonan. Sejarah Asal-Usulnya Cirebon Mutiah, 1980 sebuah ’karya sastra sejarah’’sastra kitab.’
yang sangat sarat dengan pesan religius Islam. Diperkirakan ajaran-ajaran tersebut berasal dari para penyebar Islam pada awal Islamisasi di Cirebon. Menurut seorang kasepuhan di
Talaga R. Adin Yudakaria Almarhum penganut Ajian Kacirebonan, bahwa Ajian Kacirebonan meliputi: pertama sabar, kedua tawakal, ketiga tidak menyebarkan aib orang
lain, keempat tidak menolak rizki yang sedikit, kelima apabila menikah tidak segera menggaulinya namun ada tenggang waktu. Puasa Ratu kemungkinan berasal dari Sunan
Gunung Jati karena beliau mendapat sebutan Pandita Ratu yakni apabila sedang nikmat makan harus segera dihentikan.
Pada lagu lain yang mirip dengan Ajian Kacirebonan terdapat pada lagu Kinanti
Nunggeulis sebagai berikut: Hirup kumbuh nu saestu, poma jail hiri dengki, pantrang ti
ngupat sinuat, kiwari geus lain musim, nitenan laku nu lian, saeutik teu ngandung harti.’ Dalam menjalani kehidupan yang benar, jangan sekali-kali menjahili dan iri dengki, pantang
menceriterakan keburukan orang, tak sesuai dengan ajaran kebaikan, meneliti perilaku orang lain, sedikit pun tak berfaedah’. lihat pula tentang pandangan kepada sikap orang lain
dalam pembahasan Naratas Jalan. Penerapan teks hipogram pada Cirebonan dengan ekserp ’excerpt’ pengintisarian
Lihat Sardjono, 1986. Fungsi semiotik teks hipogram untuk menyajikan makna maksud. Matriks teks: Pergantian waktu untuk melakukan kebaikan. Yang dimaksud dengan kebaikan
di dalam teks tidak dibahas secara rinci, kemungkinan tatanan-tatanan itulah yang dimaksud. Nasihat dari lagu Cirebonan: apabila malam berganti siang, segera bangun dan
kerjakanlah kebaikan.
4. Naratas jalan Geura bral geura mariang