Sinom Bungur Sinom Hawar-hawar ti anggangna

aneh menghayati pergerakan batin ’usiking diri’. Dalam kehidupan ia merasakan dua suasana batin yang saling menggantikan yakni susah dan bahagia, dengan ungkapan duka ngantosan suka, ceurik ngaganti seuri. Ungkapan ini berpusat pada penantian sesuai karakter pupuh, yakni dalam kesusahan menanti kebahagiaan dalam kebahagiaan sebagai penantian kedukaan. Hipogram konsep dikotomi, adalah teks guguritan Asmarandana Lahir Batin karya RA Bratawijaya sebagai berikut: Sugih papacangan miskin, beunghar papacangan lebar, hade papacangan goreng, bagja pacangan cilaka, suka pacangan duka, ngariung bakal pahatu, kasukan bakal midangdam. Isuk deui sore deui, ti peuting datang ka beurang, wawangsalan gopes jawer, tansah di canggehgar karang, kokotak wayah pajar, manuk huut anu jalu, ngirab jangjang di buruan. Nu tapis ngawih janari. Tegesna bangsa kaula, salawasna ngadadago, ngadago lapar jeung dahar, sare sartana hudang, ngadago bungah jeung mesum, samantara nunggu ajal. Sawisik pasti kapanggih, nguntun tipung nambang beas, ngan kudu laksana bae. ’Sugih berpasangan dengan miskin, kaya berpasangan dengan kekurangan, baik berpasangan dengan buruk, keberuntungan pasangan musibah, suka pasangan susah, kebersamaan dengan ayah ibu akan yatim piatu, senyum-simpul akan tersedu sedan. Pagi lagi sore lagi, malam menuju siang, wawangsalan ”jambul lebar,” selalu menjadi canggehgar ayam hutan halaman rumah, burung jantan pemakan dedak, mengipas-kipas sayap di halaman, yang pandai me- ngawih pada pagi buta Isi terkaanteka-teki ”ayam”. Artinya manusia sebagai makhluk, selalu menanti, menunggu lapar dan makan, tidur serta berjaga, menunggu gembira dan bersedih, sementara ketika hidup menunggu ajal. Semua manusia sama mengalami, menguntun tepung membuat tambang dari beras teka-teki wawangsalan, pasti mengalami isinya laksa Hipogram konsep dikotomi ditemukan pada ceritera lisan Si Kabayan tokoh humoris dia menangis ketika suasana gembrira karena tahu akan menjelang musibah dan tersenyum apabila mengalami kesedihan karena menjelang kebahagiaan.Hipogram konsep dikotomi ini acapkali diungkapkan para sufi, hendaknya menjalani kehidupan secara rata, dalam arti mengalami kebahagiaan jangan berlebih-lebihan begitu pun mengalami penderitaan jangan terlalu merasa sedih, karena susah dan bahagia dibagi rata kepada umat manusia sebagai cobaan dari Allah yang diturunkan secara silih berganti. Penerapan teks hipogram pada teks lagu Ceurik Abdi dengan ekserp ’exerpt’ pengintisarian. Fungsi semiotik teks hipogram untuk penyajian makna maksud. Matriks teks: Menjalani hidup yang benar yakni menerima kebahagiaan dan penderitaan secara ikhlas. Rumpaka ini menyampaikan nasihat bahwa, apabila memperoleh kesulitan jangan terlalu bersedih serta mohon kepada Tuhan Pemilik Kasih Sayang yang menurunkan penderitaan dan kebahagiaan.

7. Sinom Bungur

Tangkal bungur ngarangrangan daunna perang gararing kembangna nungtut ragragan marurag katebak angin tangkal bungur horeng silib silokana nu rek ngantun nya mulang ka Kalanggengan papasten GustiYangWidi poe eta horeng poe panungtungan. Sobirin, 1987: 34 Pohon bungur berguguran daunnya kering kerontang bunganya satu-satu berguguran berjatuhan dihembus angin pohon bungur, simbol seloka yang akan meninggal pulang ke Keabadian kepastian dari Tuhan Yang Maha Esa hari itu hari terakhir Sinom Bungur Surupan Sorog, lagu dan rumpaka oleh Maman. Teks lagu Sinom Bungur dipandang dari sudut arti sebagai satu rangkaian informasi, tentang perjalanan hidup. Rumpaka ini mengusung lima baris awal mengungkapkan pohon bungur baik daun maupun bunganya yang berguguran, sebagai pembuka pada ungkapan yang sesungguhnya tentang ajal manusia, semua manusia akan mengalami hari terakhir, pulang ke Alam Keabadian. Hipogram tentang ajal antara lain pada teks lagu Tatalegongan lihat pembahasan sebelumnya, pada lagu Luminjing ‘Berkelana’ Surupan Sorog Sobirin, 1987: 52: Luminjing di alam lahir, teu kongang sawenang-wenang, horeng ari ngalalakon sagala teu sakahayang, sok aya bae halangan, teu weleh diukur waktu, tebih ti karep sorangan. ‘Berkelana di alam dunia, tak bisa sewenang-wenang, ternyata menjalani lelakon, semua tak menurut keinginan, ada pembatas, diukur waktu, sangat jauh dari dugaan manusia’. Menurut Haji Hasan Mustapa, dunia ini lembur saheulaanan, samemeh balik ka jati ‘kampung sementara sebelum pulang ke Kehakikian’dalam Rosidi, 1989: 198 Penerapan teks hipogram pada teks lagu Sinom Bungur dengan modifikasi ’modification’ pengubahan Lihat Riffaterre, 1978. Fungsi semiotik teks hipogram untuk penyajian makna maksud. Matriks teks: Hidup akan diakhiri ajal. Rumpaka ini mengingatkan bahwa kehidupan dunia fana, pada suatu hari terakhir akan didatangi oleh ajal.

8. Sinom Hawar-hawar ti anggangna

sada anu ngahariring ngagalindeng atra pisan nongtoreng lir nu mepeling sorana tatag rintih halimpu lir nu misaur basana sing waspada hirup kudu ati-ati cing toweksa sarengkak saparipolah. Sobirin, 1987: 129 Samar-samar terdengar di kejauhan bunyi orang bersenandung merdu sangat jelas suara orang yang menyampaikan nasihat suaranya jelas merdu seperti berkara-kata katanya, hendaknya waspada hati-hati menjalani hidup periksa segala perbuatan diri. Pupuh Sinom ini, pada teks tidak disebutkan lagunya, dikelompokkan pada Surupan SorogSalendro. Walaupun tidak disebutkan lagunya, bentuk pupuh inherent menyandang tembang lagu, dengan demikian teks ini sebagai teks sandingan yang bisa dilagukan oleh sejumlah lagu Tembang Cianjuran dengan dasar, pupuh Sinom. Teks ini dipandang dari sudut arti sebagai satu rangkaian informasi, tentang perjalanan hidup. Di dalam teks ini diungkapkan seolah-olah ada suara dari kejauhan yang mengingatkan bahwa hidup harus berhati-hati menjaga seluruh perbuatan. Hipogram dari bagian ini mengacu kepada suara hati dalam teks Teosofi Tasawuf Wawacan Jaka Ula Jaka Uli bahwa Badan Rohani manusia disirati Sifat Dua Puluh dari Allah, di antaranya sifat Samma ’mendengar’ dan Bashar ’melihat.’ Kehadiran sifat Samma inilah kiranya yang dimaksud oleh teks yang mampu mendengar tentang kebenaran. Hipogram - berhati-hati dalam menjalani hidup antara lain dalam teks yang digubah oleh Haji Hasan Mustapa sebagai berikut: Doraka jalma balaka, wungkul teu buda teu budi, teu rusia teu rusia, teu tata titi paniti,teu surti ati-ati, mun parung-parung dirarud, mun catang-catang dirumpak, eusina sato istuning, nu tilelep ti harga kamanusaan. ’Berdosa, orang tanpa kendali, hidup tak beragama dan tak berbudi, di dalam batinnya pun tak menghadirkan Tuhan rusia dimaknai Dzikir Sir, perbuatannya tanpa aturan, sungai berbahaya dilewati, dirinya sungguh-sungguh binatang, jatuh dari nilai kemanusiaan.’ Hipogram lainnya teks lagu Ligar ’Mekar’ Surupan Pelog Sobirin, 1987: 68: Pasrahkeun ka Maha Agung, Nu pasti Asih jeung Adil, nu wenang nyiksa ngaganjar, Anjeun teu pilih kasih, nu dosa tangtu disiksa, nu bersih tangtu diasih. ’Serahkan kepada Yang Maha Agung, Pasti Dia Pengasih dan Adil, mampu menyiksa dan memberi pahla, Dia tidak pilih kasih, orang berdosa tentu disiksa, orang bersih tentu dikasihi.’ Penerapan teks hipogram pada teks lagu Sinom dengan modifikasi, dari teks lagu Ligar dengan konversi ’conversion’ pemutarbalikan Lihat Sardjono, 1986. Fungsi semiotik teks hipogram untuk penyajian makna maksud. Matriks teks: Berhati-hati menjaga perbuatan karena ada pembalasan. Rumpaka ini mengingatkan untuk berhati-hati dalam berbuat, membuka hijab alangan hati supaya dapat menangkap suara hati nurani .

9. Asmarandana Erang Eling-Eling mangka eling