Karakteristik Bahan Organik Asal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Bahan Organik Asal

Hasil analisis pH, KTK, kadar air, padatan terlarut TSS, C-organik, N- total dan CN pada bahan serasah pinus SP, gambut kering GK, gambut basah GB, limbah cair kelapa sawit kolam satu SLA dan kolam dua SLB disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik Beberapa Bahan Organik Asal Bahan Baku pH KTK Kadar Air TSS C-org N-total CN me100g ------------------------------------------ SP 5,3 58,4 126,5 - 34,1 1,3 24,9 GK 4,7 118,1 385,8 - 34,2 1,6 21,4 GB 5,7 109 740,9 - 38,9 1,9 19,9 SLA 4,3 - - 61,0 0,2 tu ~ SLB 4,4 - - 25,8 0,3 tu ~ Keterangan : - : tidak dilakukan pengukuran, tu : nilai tidak terukur, ~ : nilai tidak terdefinisikan. Nilai pH tertinggi terdapat pada gambut basah, yaitu sebesar 5,7, sedangkan nilai pH terendah terdapat pada limbah cair kelapa sawit kolam fakultatif satu SLA, yaitu sebesar 4,3. Nilai pH limbah cair kelapa sawit dipengaruhi oleh tingginya senyawa-senyawa organik bersifat asam yang terlarut Ahmad et al., 2011. Kedua tanah gambut Rawa Pening memiliki pH yang lebih tinggi dibandingkan nilai pH tanah gambut di Indonesia pada umumnya yang memiliki pH4 Barchia, 2006. Perbedaan ini disebabkan bahan pembentuk gambut di Rawa Pening yang berasal dari vegetasi tumbuhan non-kayu seperti rumput-rumputan yang memiliki kandungan lignin rendah, sedangkan pada tanah gambut lainnya di Indonesia umumnya bahan pembentuknya adalah tumbuhan kayu yang memiliki kadar lignin tinggi. Hasil analisis menunjukkan serasah pinus memiliki nilai pH sebesar 5,3, nilai ini lebih tinggi dari nilai pH yang diukur pada penelitian Komaryati et al. 2002, yaitu sebesar 4,3. Perbedaan nilai ini dapat disebabkan karena perbedaan komposisi bahan serasah pinus yang digunakan pada penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Komaryati et al. 2002. Aktivitas pertukaran kation terjadi karena adanya muatan negatif yang menjerap kation dalam bentuk dapat dipertukarkan. Koloid organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation KTK tanah hingga 30 kali lebih besar dibandingkan koloid anorganik Hanafiah, 2005. KTK terbesar terdapat pada gambut kering, yaitu sebesar 118,1 me100 g, sedangkan nilai KTK gambut basah sebesar 109,0 me100 g dan serasah pinus sebesar 58,4 me100 g. Menurut Kussow 1971 dalam Barchia, 2006 nilai KTK pada tanah gambut dapat mencapai kisaran 100-300 me100 gram, dengan demikian nilai KTK pada pengukuran ini masih termasuk dalam nilai KTK yang umum pada tanah gambut di Indonesia. Pada limbah cair kelapa sawit tidak dilakukan pengukuran KTK karena padatannya terlarut dalam cairan. Tingginya nilai KTK pada masing- masing bahan organik asal disebabkan karena permukaan bermuatan negatif misel pada koloid organik yang lebih luas dari koloid anorganik, sehingga interaksi pertukaran kation lebih tinggi Hanafiah, 2005. Tingkat dekomposisi bahan organik dilihat berdasarkan nisbah karbon C dan nitrogen N. Analisis C-organik dan N-total pada bahan organik padat dilakukan untuk mengetahui nisbah CN. Nisbah CN pada serasah pinus, gambut kering dan gambut basah berturut-turut adalah 24,9, 21,4, dan 19,9, sedangkan nisbah CN pada bahan limbah cair kelapa sawit nilainya tidak dapat terdefinisikan karena N-totalnya yang sangat rendah tidak dapat terukur. Nisbah CN yang lebih kecil dari 20 menunjukkan terjadinya mineralisasi unsur N dan bahan organik tersebut mudah untuk dirombak, sedangkan nilai diantara 20–30 berarti proses dekomposisi dan mineralisasi berjalan seimbang Hanafiah, 2005. Hal ini menunjukkan bahan gambut Rawa Pening lebih mudah terdekomposisi dibandingkan serasah pinus. Nilai nisbah CN pada tanah gambut Rawa Pening lebih rendah dari gambut di Indonesia pada umumnya yang memiliki CN pada kisaran 31-49 Barchia, 2006, hal ini dapat disebabkan karena vegetasi non kayu yang merupakan bahan pembentuk gambut Rawa Pening memiliki kadar C dan N tidak setinggi pada tanaman-tanaman kayu yang umumnya merupakan bahan penyusun gambut di Indonesia.

4.2 Gugus Fungsional Bahan Organik