Model Evaluasi Model Evaluasi Descrepancy

30 mengetahui kualitas hasil pembelajaran serta mengetahui tingkat pencapaian penerimaan mata pelajaran oleh peserta didiksiswa. Hal ini ditegaskan oleh Purwanto 2013 yang menyatakan bahwa fungsi evaluasi adalah untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama kurun waktu tertentu. Salah satu hal penting dalam pelaksanaan proses evaluasi adalah prisip keadilan. Menurut Mulyasa 2011 prinsip keadilan diikuti oleh prinsip lain agar penilaian dapat dilakukan secara objektif, karena penilaian yang adil tidak dipengaruhi oleh faktor keakraban, menyeluruh, memiliki criteria yang jelas, dilakukan dalam kondisi yang tepat dan dengan instrument yang tepat pula sehingga diharapkan mampu menunjukan prestasi peserta didik sebagaimana adanya. Kegiatan evaluasi pembelajaran terdapat enam tahapan atau langkah yang harus dilaksanakan menurut Sudijono 2008. Langkah tersebut adalah: 1. Menyusun rencana evaluasi hasil belajar 2. Menghimpun data 3. Melakukan verifikasi data 4. Mengolah data dan menganalisis data 5. Memberikan Interpretasi dan Menarik Kesmpulan 6. Tindak Lanjut Hasil Evaluasi

2.3 Model Evaluasi

Setiap penelitian evaluatif memiliki model evaluasi sendiri-sendiri berdasarkan karakteristik dan tujuan 31 yang akan dicapai. Arikunto 2012 membagi model- model penelitian evaluasi menjadi delapan model, yaitu: 1. Goal Oriented Evaluation Model yang dikembangkan oleh Tyler. 2. Goal Free Evaluation Model yang dikembangkan oleh Scriven. 3. Formatif Summatif Evaluation Model yang dikembangkan oleh Michael Scriven. 4. Countenance Evaluation Model yang dikembangkan oleh Stake. 5. Responsive Evaluation Model yang dikembangkan oleh Stake. 6. CSE-UCLA Evaluation Model yang menekankan pada “kapan” evaluasi dilakukan. 7. CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeam. 8. Discrepancy Model yang dikembangkan oleh Provus. Dalam melaksanakan sebuah kegiatan evaluasi, pada dasarnya dibutuhkan sebuah model yang cocok untuk mempermudah melakukan kegiatan evaluasi.Dilihat dari beberapa substansinya bahwa evaluasi ini juga berupaya untuk melihat beberapa hal yang melatar belakangi penyelenggaraan kinerja, desain perencanaan kinerja pelaksanaan kinerja dan produk yang dihasilkan dari kinerja tersebut. Selain dilihat dari keempat substansi tersebut, yang pada akhirnya evaluasi ini akan memberikan rekomendasi terhadap keberadan sebuah kinerja. Apabila dilihat dari beberapa substansi yang ada, maka tidak semua model evaluasi cocok untuk digunakan sebagai model evaluasi kinerja tersebut.

2.3 Model Evaluasi Descrepancy

Descrepancy Evaluation Model dikembangkan oleh Malcolm Provus.Model evaluasi ini menekankan pandangan adanya kesenjangan didalam pelaksanaan program. Evaluator menggambarkan ketimpangan antara 32 standar kinerja dengan kinerja riil yang sudah dilaksanakan Arikunto,2008: 48. Adapun terdapat tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan dalam model evalusi kesenjangan menurut Wirawan 2011:106 adalah : 1Merencanakan evaluasi menggunakan model diskrepansi, Menentukan informan yang diperlukan untuk membandingkan implementasi yang sesungguhnya dengan standar yang mendefinisikan kinerja obyek evaluasi.2Menjaring kinerja objek evaluasi yang meliputi pelaksanaan program, hasil-hasil kuantitatif dan kualitatif, 3Mengidentifikasi ketimpangan-ketimpangan antara standar pelaksanaan dengan hasil pelaksanaan objek evaluasi sesungguhnya dan menentukan rasio ketimpangan,4Menentukan penyebab ketimpangan antara standar dengan kinerja objek evaluasi, 5Menghilangkan ketimpangan dengan membuat perubahan-perubahan terhadap implementasi objek evaluasi. Evaluasi model kesenjangan Malcolm Provus memiliki tahapan pengembangan sebagai berikut : 1.Design and refers to the nature of the program, its objectives, students, staff and other resources required for the program, and the actual activities designed to promote attainment of the objectives. The program design that emerges becomes the standard against which the program is compared in the next stage, 2.Installation involves determining whether an implemented program is congruent with its implementation plan, 3. Process, in which evaluator serves in a formative role, comparing performance with standards and focusing on the extent to which the interim or enabling objectives have been achieved, 4. Product is concerned with comparing actual attainments against the standards objectives derived during stage 1 and noting the discrepancies Clare Rose Glenn F Nyre, 1977: 15. Melalui beberapa pendapat diatas mengenai pengertian dan komponen yang menjadi tahapan dalam 33 pelaksanaan evaluasi dengan menggunakan Descrpancy Model, maka dapat dipahami bahwa model evaluasi dskrepansi merupakan jenis model evaluasi yang dilakukan dengan mengukur atau mendeskripsikan antara standar yang digunakan dengan kondisi riilnyata dalam penyelenggaraan suatu program. Komponen yang perlu diperhatikan atau menjadi prosedur dalam pelaksanaan Descrepancy Model menurut Provus dalam Wirawan, 2012 meliputi tahapan sebagai berikut: 1. Desain merupakah tahapan kegiatan untuk merumuskan tujuan, proses, tujuan dan pengalokasian sumber daya dalam melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, 2. Instalasi merupakan rancangan yang digunakan sebagai standar guna mempertimbangkan langkah-langkah operasional program, 3. Proses yaitu merupakan kegiatan evaluasi yang dipusatkan pada upaya memperoleh data tentang kemajuan program, guna menentukan apakah program telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan, 4. Produk yakni evaluasi untuk menentukan apakah tujuan program sudah tercapai. 5. Analisis biaya dan manfaat yakni menganalisis hasil yang diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Model evaluasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Discrepancy evaluation model DEM. Evaluasi difokuskan untuk mengetahui kesenjangan atau ketidaksesuaian antara standar evaluasi kinerja mengajar 34 guru yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2012.Berdasarkan standar yang digunakan sebagai tolak ukur evaluasi kinerja, sehingga dapat memberikan masukan untuk terhadap kinerja mengajar guru MI di Kecamatan Sidorejo. Pada penelitian ini model evaluasi Discrepancy merupakan model yang menurut peneliti paling cocok untuk mengungkap fakta dan data dibalik kinerja mengajar guru di MI se-Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dibandingkan model-model yang lainya. Hal ini disebabkan karena karakteristik dari penelitian ini adalah mengungkapkan kesesuaian antara fakta dari satu kegiatan yang terjadi dengan acuan-acuan atau ketentuan yang ada di dalam satu pedoman pedoman penilaian kinerja guru dari kemendiknas untuk menemukan ada tidaknya kesenjangan. Kesenjangan yang dimaksud adalah kesenjangan antara yang terjadi dilapangan dengan apa yang menjadi acuan program atau teori. Model Descrepancy dikembangkan oleh Malcolm Provus 1971 dalam bukunya yang berjudul Discrepancy Evaluation.Discrepancy atau kesenjangan menekankan adanya perbedaan yang terjadi di dalam pelaksanaan evaluasi program.Pada model evaluasi ini, tugas evaluator peneliti menurut Arikunto 2010 mungukur besarnya kesenjangan yang ada disetiap komponen. Sehingga akan didapat data-data yang menggambarkan seberapa jauh kesenjangan itu telah terjadi. 35 Penelitian dengan model evaluasi descrepancy ini tidak hanya berhenti setelah data-data digali dan ditemukan adanya kesenjangan saja, akan tetapi proses identifikasi atas kesenjangan antara standar dan fakta di lapangan merupakan kegiatan penting dalam penelitian ini. Data diidentifikasi secara rinci dan mendalam guna mendapatkan hasil yang akurat dan terpercaya, baru kemudian peneliti dapat mengetahui letak ketimpangan lalu kemudian menentukan rencana tindak lanjut untuk mempersempit atau menghilangkan rentan kesenjanganya.Banyak bentuk rencana tindak lanjut yang dapat digunakan peneliti, sebagai contoh tindak lanjut berupa pembuatan modul oleh peneliti yang berisi standar, permasalahan atau kesenjangan dan solusi untuk mengatasinya.Rencana tindak lanjut berupa pembuatan modul ini cukup membantu kepala sekolah jika objek penelitian bertempat di sekolah dan manajer jika objek penelitian bertempat di perusahaan dalam menindak lanjuti hasil analisis. Kemudian yang lain adalah berupa butir-butir rekomendasi dari peneliti kepada stake holderkepala sekolahyang berisi apa-apa saja yang perlu diperhatikan lebih intensif terhadap program yang telah berjalan di sekolahnya atau perusahaan serta penambahan kegiatan apa saja yang perlu di adakan dan digiatkan untuk meminimalisir kesenjangan masalah atau bahkan menghilnagkanya dari sekolah dan perusahaan. Adapun tujuan dari tindak lanjut ini secara umum adalah sebagai tindakan awal dari 36 bentuk perbaikan yang nantinya dapat dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan yang relevan demi tercapainya suatu program yang sesuai dengan standar. Wirawan 2012 juga merumuskan beberapa langkah dalam melaksanakan model evaluasi ini.ada enam langkah yang dapat digambarkan wirawan sebagai berikut. Gambar 1. Langkah Model Evaluasi Deskrepancy munurut Wirawan 2012

2.4 Penelitian Relevan