Faktor Internal Pengujian Reliabilitas

1. Faktor Internal

a. Tingkat perkembangan seksual fisikpsikologis Dimana perbedaan kematangan seksual akan menghasilkan perilaku seksual yang berbeda pula. Misalnya anak yang berusia 4-6 tahun berbeda dengan anak 13 tahun. b. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksualnya. c. Motivasi Perilaku yang pada dasarnya berorientasi pada tujuan atau termotivasi untuk memperoleh tujuan tertentu. Perilaku seksual seseorang memiliki tujuan untuk memperoleh kesenangan, mendapatkan perasaan aman dan perlindungan, atau untuk memperoleh uang, misalnya pekerja seks seksual PSK.

2. Faktor Eksternal

a. Keluarga Kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja dapat memperkuat munculnya perilaku menyimpang pada remaja. b. Pergaulan Pada masa pubertas, perilaku seksual pada remaja sangat dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya dimana pengaruh dari teman sebaya sebagai pemicu terbesar dibandingkan orangtuanya atau anggota keluarga lainnya. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA c. Media massa Kemajuan teknologi mengakibatkan maraknya timbul berbagai macam media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan yang paling dicari oleh remaja adalah internet. Dari internet, remaja dapat dengan mudah mengakses informasi yang tidak dibatasi umur, tempat dan waktu. Informasi yang diperoleh biasanya akan diterapkan dalam kehidupan kesehariannya. Banyaknya perilaku seksual yang terjadi muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan yang tujuannya hanya untuk mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Hal ini sejalan dengan pendapat Wahyudi 2004, beberapa perilaku seksual secara rinci dapat berupa: 1. Berfantasi merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme. 2. Pegangan tangan dimana perilaku ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang begitu kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba perilaku lain. 3. Cium kening berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir. 4. Cium basah berupa sentuhan bibir ke bibir. 5. Meraba merupakan kegiatan pada bagian-bagian sensitive rangsang seksual seperti leher, dada, paha, alat kelamin dan lain-lain. 6. Berpelukan, perilaku ini hanya menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual apabila mengenai daerah sensitif. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 7. Masturbasi wanita atau Onani laki-laki merupakan perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual dan dilakukan sendiri. 8. Oral seks merupakan perilaku seksual dengan cara memasukkan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis. 9. Petting merupakan seluruh perilaku yang non intercourse hanya sebatas pada menggesekkan alat kelamin. 10. Intercourse senggama merupakan aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin wanita.

2.5 Kesehatan Reproduksi

Sesuai dengan defenisi WHO 1992 dalam Anshor 2006, kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan system reproduksi, fungsi serta prosesnya. Pengertian sehat di sini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural. Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada di sekitarnya. Dengan informasi yang benar diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses-proses reproduksi yang dialaminya. Pengetahuan dasar yang perlu diberikan kepada remaja agar mereka mempunyai wawasan kesehatan reproduksi yang baik adalah: UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 1. Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi aspek tumbuh kembang remaja. 2. Mengapa remaja perlu mendewasakan usia kawin serta bagaimana merencanakan kehamilan agar sesuai dengan keinginannya dan pasangannya. 3. Pengenalan mengenai Penyakit menular seksual dan HIVAIDS serta dampaknya terhadap kondisi kesehatan reproduksi. 4. Bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi. 5. Peran dan pengaruh media terhadap perilaku seksual. 6. Kekerasan seksual dan bagaimana menghadapinya. 7. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negatif. 8. Hak-hak reproduksi.

2.6 Hubungan Seksuai Pra-Nikah

Hubungan seksual ialah masuknya penis ke dalam vagina. Bila terjadi ejakulasi pengeluaran cairan sperma dengan posisi alat kelamin laki-laki berada dalam vagina memudahkan pertemuan sel telur yang menyebabkan terjadinya pembuahan dan kehamilan, sedangkan hubungan seksual pra-nikah merupakan tindakan seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu Anonim, 2005. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Berbagai perilaku seksual remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai berikut: 1. Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual pemenuhan kenikmatan yang sering kali menimbulkan guncangan pribadi dan emosi. 2. Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual. 3. Berbagai kegiatan yang mengarah kepada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukkan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikan atau kegagalan dalam mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang masih dapat dikerjakan. Contohnya, menonton atau membaca hal-hal yang berbau pornogafi, dan berfantasi. 4. Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila ada penyaluran yang tidak sesuai pra-nikah maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut Gunarsa, 2000. Ada beberapa faktor yang memengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seks untuk pertama kali: 1. Waktusaat mengalami pubertas. Saat itu mereka tidak pernah memahami tentang apa yang dialaminya. 2. Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 3. Frekuensi pertemuan dengan pacarnya. Mereka mempunyai kesempatan untuk melakukan, pertemuan yang makin sering tanpa kontrol yang baik sehingga hubungan akan makin mendalam. 4. Kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk mendidik anak-anak untuk memasuki masa remaja dengan baik. 5. Status ekonomi. Mereka yang hidup dengan fasilitas yang berkecukupan akan mudah mendapatkan akses ke tempat-tempat rawan yang memungkinkan adanya kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaliknya kelompok yang ekonomi lemah tetapi banyak kebutuhantuntutan, mereka mencari kesempatan memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu. 6. Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang-kadang saling ingin menunjukkan kematangannya. Misalnya : mereka pria ingin menunjukkan bahwa mereka mampu membujuk pasangannya untuk melakukan hubungan seks. 7. Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya. 8. Penerimaan aktifitas seksual dari pacarnya. 9. Terjadinya peningkatan rangsangan seksual akibat peningkatan kadar hormon seksual. 2.7 Dampak dari Melakukan Hubungan Seksual Pra-Nikah

2.7.1 Aspek Medis

Dari aspek medis, melakukan hubungan seksual pra-nikah memiliki banyak konsekuensi, yaitu sebagai berikut: UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

a. Kehamilan yang Tidak Diinginkan KTD pada Usia Muda

Mudanya usia ditambah lagi minimnya informasi tentang “bagaimana seorang perempuan bisa hamil”, mempertinggi kemungkinan terjadinya kasus kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut data PKBI Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia 37.700 perempuan mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Dari jumlah itu 30 adalah masih remaja; 27,0 belum menikah; 12,5 masih berstatus pelajar dan sisanya adalah ibu rumah tangga Adiningsih, 2007.

b. Aborsi

Dengan status mereka yang belum menikah, maka besar kemungkinan kehamilan tersebut tidak dikehendaki dan aborsi merupakan salah satu alternatif yang kerap diambil oleh remaja. Setiap tahun terdapat sekitar 2,6 juta kasus aborsi di Indonesia, yang berarti setiap jam terjadi sekitar 300 tindakan pengguguran janin dengan resiko kematian ibu. Menurut Deputi Bidang Keluarga Berencana Nasional BKKBN Siswanto Agus Wilopo, sedikitnya 700 ribu di antaranya dilakukan oleh remaja perempuan berusia di bawah 20 tahun. Sebanyak 11,13 dari semua kasus aborsi dilakukan karena kehamilan yang tidak dinginkan Adiningsih, 2007. 3. Meningkatkan resiko terkena kanker rahim Boyke Dian Nugroho mengungkapkan bahwa hubungan seksual yang dilakukan sebelum usia 17 tahun resiko terkena penyakit kanker mulut rahim menjadi empat hingga lima kali lipat lebih tinggi Adiningsih, 2007. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

c. Terjangkit Penyakit Menular Seksual PMS

PMS adalah penyakit yang dapat ditularkan dan seseorang kepada orang lain melalui hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. Bila tidak diobati dengan benar, penyakit mi dapat berakibat serius bagi kesehatan reproduksi, seperti terjadinya kemandulan, kebutaan pada bayi yang barn lahir bahkan kematian. Ada banyak macam penyakit yang bisa digolongkan sebagai PMS. Di Indonesia yang banyak ditemukan saat ini adalah gonore GO, sifillis raja singa, herpes kelamin, kiamidia, tikomoniasis vagina, kutil kelamin hingga HIVAIDS Djuanda, 2005.

2.7.2 Aspek Sosial-Psikologis

Dari aspek-psikologis, melakukan hubungan seksual pra-nikah akan menyebabkan remaja menjadi memiliki perasaan dan kecemasan tertentu, sehingga bisa memengaruhi kondisi kualitas sumber daya manusia remaja di masa yang akan datang. Kualitas SDM remaja ini adalah: a. Kualitas Mentalis; kualitas mentalis remaja laki-laki dan perempuan yang terlibat perilaku seksual pra-nikah akan rendah bahkan cenderung memburuk. Mereka tidak memiliki etos kerja dan disiplin yang tinggi, karena dibayangi masa lalunya. Cepat menyerah pada nasib, tidak sanggup menghadapi tantangan dan ancaman hidup, rendah diri dari berkompetisi. b. Kualitas kesehatan reproduksi; hal ini erat kaitannya dengan dampak medis karena dampak fisik perempuan khususnya. Sedangkan laki-laki akan memiliki resiko terkena impotensi. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA c. Kualitas keberfungsian keluarga; seandainya mereka remaja menikah dengan cara terpaksa, akan mengakibatkan kurang dipahaminya peran-peran baru yang disandangnya untuk membentuk keluarga yang sakinah d. Kualitas ekonomi keluarga; kualitas ekonomi yang dibangun oleh keluarga yang menikah karena terpaksa, akan mengalami kurangnya persiapan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. e. Kualitas pendidikan; remaja yang terlibat perilaku seksual pra-nikah, kernudian menikah, tentunya akan memiliki keterbatasan terhadap pendidikan formal. f. Kualitas partisipasi dalam pembangunan. Karena kondisi fisik, mental dan sosial yang kurang baik, remaja yang terlibat perilaku seksual pra-nikah, tidak dapat berpatisipasi dalam pembangunan Iniany, 2005.

2.8 Landasan Teori

Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dan analisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan antara lain: 1. Teori WHO Tim kerja dan WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berprilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok: a. Pemikiran dan perasaan thought and feeling yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA b. Pengetahuan; yang diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. c. Kepercayaan; sering atau diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. d. Sikap; menggambarkan suka atau tidak suka terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. e. Orang penting sebagai referensi; perilaku orang, lebih-lebih perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. f. Sumber-sumber daya resources; sumber daya di sini mencakup fasilitas- fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. g. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup way of life yang pada umumnya disebut kebudayaan. Caplan dalam Friedman, 1998 menjelaskan bahwa keluarga memiliki fungsi dukungan yaitu dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan intrumental dan dukungan emosional. Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dan orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang UNIVERSITAS SUMATRA UTARA bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang Notoadmodjo, 2007. Menurut Sarwono 2006, perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dari lawan jenisnya maupun dengan sesama jenisnya. Seperti yang kita ketahui umumnya remaja laki-laki lebih mendominasi dalam melakukan tindak perilaku seksual bila dibandingkan dengan remaja perempuan. Hal ini dikarenakan banyaknya faktor yang membuat remaja laki-laki untuk menyalurkan hasrat seksualitasnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa negara maju menunjukkan bahwa remaja laki- laki lebih banyak melakukan hubungan seksual pada usia lebih muda bila dibandingkan dengan remaja perempuan. Tingkah laku agresif tidak dapat dinafikan merupakan sebahagian daripada tingkah laku berisiko remaja. Teori Pembelajaran Sosial yang diperkenalkan oleh Albert Bandura sangat relevan dengan penyelesaian masalah tingkah laku agresif dan keganasan. Menurut Bandura 1977, Teori Pembelajaran Sosial didefinisikan sebagai satu pembelajaran yang berlaku dengan memerhatikan orang lain melakukan sesuatu atau menjadikan seseorang sebagai model tingkah laku. Ini berarti persekitaran dan juga orang-orang yang signifikan akan memengaruhi tingkah laku. Bandura 1977 juga menyatakan seseorang individu akan memerhatikan sesuatu tingkah laku daripada orang lain yang signifikan dengannya dan menyimpan maklumat yang UNIVERSITAS SUMATRA UTARA diperhatikan secara kognitif dan seterusnya mempersembahkan tingkah laku tersebut. Justeru itu, tingkah laku agresif dipelajari daripada persekitaran sosial seperti interaksi dengan keluarga, rekan sebaya, media massa dan konsep mandiri individu Mahmood, 2001. Menurut Maarof 2003, bahwa manusia belajar dengan cara memerhatikan tingkah laku orang lain. Pembelajaran pemerhatian, yang dinamakan juga sebagai pemodelan, berhasil apabila manusia atau anak-anak memerhatikan tingkah laku orang lain atau mereka yang signifikan dan mencatatkan konsekuen tingkah laku tersebut. Kebanyakan pola percakapan, gaya pakaian, tingkah laku negatif dan agresif dan pelbagai tingkah laku dipelajari melalui pemodelan. Anak-anak remaja biasanya menjadikan ibu bapa, pelakon film, ahli sukan, guru dan seumpamanya sebagai model yang menjadi ikutan. Ini menjelaskan kepada kita mengapa tingkah laku berbeda-beda mengikut masyarakat.dan budaya. Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber: Maarof, 2003 Perilaku Seks Berisiko pada Seks Pranikah Remaja REMAJA Faktor Internal Perilaku Seksual Pranikah Remaja 2. Pengetahuan 3. Motivasi Faktor Eksternal Perilaku Seks Pranikah Remaja 1. Lingkungan 2. Dukugan Keluarga 3. Pengetahuan 1. Media massa UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

2.9 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang dikemukakan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa motivasi kebutuhan, dorongan dan tujuan dan dukungan keluarga dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan intrumental dan dukungan emosional memengaruhi perilaku seks beresiko remaja, maka disusunlah kerangka konsep seperti berikut: Variabel Independen Variabel Dependen Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Perilaku Seks Beresiko Remaja pada Seks Pranikah Remaja Dukungan Keluarga : 1. Dukungan Informasional 2. Dukungan Penilaian 3. Dukungan Instrumental 4. Dukungan Emosional Motivasi: 1. Kebutuhan 2. Dorongan 3. Tujuan UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk survey dengan menggunakan pendekatan explanatory research yaitu suatu penelitian yang menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi diri remaja dan dukungan keluarga terhadap perilaku seks berisiko remaja pada seks pranikah di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun Tahun 2012.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun, dengan pertimbangan adanya kasus seks pranikah di kalangan remaja serta daerah tersebut dekat dengan lokalisasi terbesar di Kabupaten Simalungun “Bukit Maraja” sehingga keterpaparan dengan kebiasaan ataupun pengaruh lingkungannya akan merubah perilaku remaja tersebut. Waktu penelitian bulan Juni sampai dengan Juli 2012.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Kecamatan Siantar terdiri dari 17 desa dengan total jumlah penduduk 20.843 jiwa, berdasarkan kelompok umur dengan batasan usia remaja menurut WHO badan PBB untuk kesehatan dunia adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika pada usia UNIVERSITAS SUMATRA UTARA remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa atau bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua tidak mandiri, maka dimasukkan ke dalam kelompok remaja. Berdasarkan hal tersebut maka diketahui jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 13.496 orang Profil Kabupaten Simalungun, 2010.

3.3.2 Sampel

Jumlah sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan Taro Yamane, dikutip oleh Natoatmodjo 2003, sebagai berikut: n = 2 1 d N N + Keterangan: N = Besar Populasi n = Besar Sampel d = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau 1. = 2 1 . 496 . 13 1 496 . 13 + = 99,26 Berdasarkan hasil perhitungan diatas, dari 13.496 orang remaja, diperoleh jumlah sampel minimal sebanyak 99 orang. Untuk mencari jumlah sampel dari masing-masing desa, menurut Prasetyo 2005 digunakan rumus : Sampel = Sampel Total Populasi Total Populasi × Maka sampel pada masing-masing desa dapat dilihat pada tabel dibawah. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Tabel 3.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Desa di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun Tahun 2012 No. Desa Perhitungan Jumlah Sampel 1. Silampuyeng 731 13.496 x 99 5 2. Silau Manik 693 13.496 x 99 5 3. Silau Malaha 686 13.496 x 99 5 4. Marihat Baris 1115 13.496 x 99 8 5. Siantar State 663 13.496 x 99 5 6. Rambung Merah 512 13.496 x 99 4 7. Karang Bangun 861 13.496 x 99 6 8. P. Simalungun 867 13.496 x 99 6 9. Dolok Marlawan 834 13.496 x 99 6 10. Pantauan Maju 651 13.496 x 99 5 11. Sejahtera 894 13.496 x 99 7 12. Sitalarasi 935 13.496 x 99 7 13. Lasir II 741 13.496 x 99 5 14. Nusa Harapan 789 13.496 x 99 6 15. Lesteri Indah 873 13.496 x 99 6 16. Dolok Hataran 967 13.496 x 99 7 17. Pematang Silampuyang 684 13.496 x 99 5 Total 99 Kemudian dari masing-masing desa diambil sampel penelitian secara purposive dengan alasan karakteristik populasi homogen. Kriteria Inklusi: - Remaja yang bersedia menjadi responden - Remaja yang berdomisili di daerah penelitian. Kriteria Ekslusi: - Remaja dalam kondisi sakit - Remaja dalam status pengawasan pihak berwajib UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer Pengumpulan data dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui kuesioner meliputi: umur, pendidikan, penghasilan keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, motivasi diri, dukungan keluarga dan perilaku seks berisiko remaja pada seks pranikah.

3.4.2 Data Sekunder

Sedangkan data sekunder diperoleh dari Kantor Camat Siantar Kabupaten Simalungun dan Profil Kabupaten Simalungun.

3.4.3 Pengujian Validitas dan Reliabilitas 1. Pengujian Validitas

Dilakukan pengujian kuesioner terhadap 30 orang mahasiswa di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun yang memiliki kriteria yang sama dengan sampel penelitian ini. Uji validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment yang mana bila r hitung r tabel, berarti pertanyaan valid dan bila r hitung tabel r tabel berarti pertanyaan tidak valid Hidayat, 2010. Untuk mengukur validitas suatu kuesioner dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing variabel dengan skor totalnya. Teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson Product Moment Riduwan, 2002. Rumusnya sebagai berikut: UNIVERSITAS SUMATRA UTARA r H = ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ − − 2 2 2 ][ [ Y Y N X X N Y X XY N

2. Pengujian Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat ukur dapat di percaya dan dapat diandalkan. Uji reliabilitas ini menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Apabila nilai Alpha Cronbach 0,6, itu dikatakan reliabel Gozhali, 2005. Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Motivasi Diri, Dukungan Keluarga dan Perilaku Seks Berisiko No Motivasi Diri r-hitung Keterangan 1 K1 .693 Valid 2 K2 .690 Valid 3 K3 .453 Valid 4 K4 .620 Valid 5 K5 .547 Valid 6 D1 .371 Valid 7 D2 .357 Valid 8 D3 .329 Valid 9 D4 .496 Valid 10 D5 .742 Valid 11 T1 .422 Valid 12 T2 .690 Valid 13 T3 .453 Valid 14 T4 .693 Valid 15 T5 .547 Valid Cronbachs Alpha 0.877 Reliable UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Tabel 3.2. Lanjutan Dukungan Keluarga r-hitung Keterangan 1 DIN1 .519 Valid 2 DIN2 .571 Valid 3 DIN3 .690 Valid 4 DIN4 .370 Valid 5 DIN5 .330 Valid 6 DIN6 .368 Valid 7 DIN7 494 Valid 8 DIN8 .353 Valid 9 DIN9 .414 Valid 10 DIN10 .632 Valid 1 DP1 .619 Valid 2 DP2 .640 Valid 3 DP3 .629 Valid 4 DP4 .336 Valid 5 DP5 .558 Valid 6 DP6 .491 Valid 7 DP7 .522 Valid 8 DP8 .562 Valid 9 DP9 .677 Valid 1 DI1 .640 Valid 2 DI2 .629 Valid 3 DI3 .339 Valid 4 DI4 .558 Valid 5 DI5 .491 Valid 6 DI6 .522 Valid 7 DI7 .562 Valid 8 DI8 .677 Valid 9 DI9 .448 Valid 10 DI10 .766 Valid 1 DE1 .629 Valid 2 DE2 .340 Valid 3 DE3 .558 Valid 4 DE4 .491 Valid 5 DE5 .522 Valid 6 DE6 .562 Valid 7 DE7 .677 Valid 8 DE8 .448 Valid 9 DE9 .766 Valid 10 DE10 .766 Valid Cronbachs Alpha 0.939 Reliable UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Tabel 3.2. Lanjutan Perilaku Seks Berisiko r-hitung Keterangan 1 PS1 .933 Valid 2 PS2 .822 Valid 3 PS3 .875 Valid 4 PS4 .933 Valid 5 PS5 .331 Valid 6 PS6 .933 Valid 7 PS7 .875 Valid 8 PS8 .822 Valid 9 PS9 .393 Valid 10 PS10 .864 Valid Cronbachs Alpha 0.947 Reliable

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel Dependen

Perilaku seks berisiko remaja adalah segala bentuk nyata aktivitas responden yang berkaitan dengan tindakan seks berisiko pada seks pranikah yang dapat menyebabkan responden melakukan seks bebas.

3.5.2 Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini mencakup: 1. Motivasi diri adalah keinginandorongan dari dalam diri remaja terhadap perilaku seks berisiko pada seks pranikah berdasarkan kebutuhan, dorongan dan tujuan. 2. Dukungan keluarga adalah peran serta orangtua dalam mengatasi perilaku seks berisiko yang dapat menyebabkan perilaku seks pranikah berdasarkan dukungan informasional, penilaian, instrumental dan emosional. 3. Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 4. Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan hormat penghargaan positif untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain. 5. Dukungan instrumental mencakup bantuan secara langsung seputar kebutuhan dari responden. 6. Dukungan informatif mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik. 3.6 Metode Pengukuran

3.6.1 Pengukuran Variabel Dependen

Pengukuran variabel dependen dalam hal ini adalah perilaku bersiko remaja berdasarkan kuesioner sebanyak 10 pertanyaan, bila menjawab pernah diberi skor 2 dan menjawab tidak pernah diberi skor 1, sehingga diiperoleh skor tertinggi 2x10- 20, Hasil ukurnya dikategorikan ada melakukan perilaku berisiko dan tidak ada melakukan perilaku berisiko, apabila responden memperoleh skor 16-20 maka dikatakan melakukan perilaku berisiko dan apabila memperoleh skor 10-15 dikatakan tidak melakukan perilaku berisiko, dengan skala ordinal.

3.6.2 Pengukuran Variabel Independen 1. Motivasi

Pengukuran variabel motivasi didasarkan pada skala Likert, dari 15 butir pertanyaan yang mencakup kebutuhan, dorongan, dan tujuan dengan alternatif jawaban sebagai berikut: UNIVERSITAS SUMATRA UTARA - Sangat Setuju, diberi skor : 5 - Setuju diberi, skor : 4 - Kurang Setuju, diberi skor : 3 - Tidak Setuju, diberi skor : 2 - Sangat Tidak Setuju, diberi skor : 1 Berdasarkan pengukuran dengan skala Likert, maka motivasi dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Tinggi apabila bobot nilai yang dicapai 75 total jawaban 57 nilai jawaban b. Sedang apabila bobot nilai yang dicapai antara 60-75 total jawaban 45-57 nilai jawaban c. Rendah apabila bobot nilai yang dicapai 60 total jawaban 45 nilai jawaban Arikunto, 2002.

2. Pengukuran Variabel Dukungan Keluarga