Uji Aktivitas Antidiabetes dari Ekstrak Etanol 70% Tumbuhan Pecah Beling Hutan (Ruellia tuberosa L.) menggunakan Metode Penghambatan Enzim α- Glukosidase Secara In Vitro

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES

DARI EKSTRAK ETANOL 70%

TUMBUHAN PECAH BELING HUTAN (Ruellia tuberosa

L.)

MENGGUNAKAN METODE PENGHAMBATAN

ENZIM

α

-GLUKOSIDASE SECARA IN VITRO

SKRIPSI

ADAM DZUL FAQIH AMRI

(108102000015)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

i

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES

DARI EKSTRAK ETANOL 70%

TUMBUHAN PECAH BELING HUTAN (Ruellia tuberosa

L.)

MENGGUNAKAN METODE PENGHAMBATAN

ENZIM

α

-GLUKOSIDASE SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

ADAM DZUL FAQIH AMRI

(108102000015)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

(4)

(5)

(6)

v

ABSTRAK

Nama : Adam Dzul Faqih Amri

Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Aktivitas Antidiabetes dari Ekstrak Etanol 70% Tumbuhan Pecah Beling Hutan (Ruellia tuberosa L.) menggunakan Metode Penghambatan Enzim α -Glukosidase Secara In Vitro

Tumbuhan pecah beling hutan (Ruellia tuberosa L.) telah digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Tojuuna-una, Sulawesi Tengah sebagai obat DM, dan diketahui dapat menurunkan glukosuria. Salah satu metode untuk menguji efek antidiabetes dari suatu ekstrak adalah uji penghambatan enzim α-glukosidase yang dilakukan secara in vitro. Penelitian dilakukan dengan menggunakan ekstrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan (Ruellia tuberosa L.), akarbose sebagai pembanding inhibitor α-glukosidase, dan p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida sebagai substrat. Variasi konsentrasi uji adalah 30 ppm, 90 ppm, 120 ppm, 150 ppm, 210 ppm dan 270 ppm. Enzim α-glukosidase menghidrolisis p-nitrofenil-D-glukopiranosida menjadi α-D-glukopiranosida dan p-nitrofenol yang berwarna kuning yang dapat diukur dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 400 nm. Pada konsentrasi 270 ppm ektrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan dan akarbose masing-masing menunjukkan persentase inhibisi sebesar 91,05% dan 95,42%, dan IC50 ektrak etanol 70% tumbuhan pecah beling

hutan dan akarbose masing-masing 83,23 ppm dan 134,94 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan memiliki aktivitas menghambat enzim α-glukosidase sehingga berkhasiat sebagai antidiabetes.

Kata kunci : Ruellia tuberosa L., ekstrak etanol 70%, penghambat enzimα-glukosidase, akarbose, in vitro.


(7)

ABSTRACT Name : Adam Dzul Faqih Amri Study Program : Pharmacy

Title : Antidiabetic Activity Test of 70% Ethanol Extract of

Pecah Beling Hutan Herbs Using Enzymes α -Glucosidase Inhibition Performed In Vitro

Pecah Beling Hutan (Ruellia tuberosa L.) plants has been used by people in the district Tojuuna-una, Central Sulawesi as antidiabetic drugs and also known to decrease glucosuria. The method to test the antidiabetic effect of the extract is inhibition ofα-glucosidase enzymes were performed in vitro. This research was carried out by using 70% ethanol extract of the Pecah Beling Hutan herbs (Ruellia tuberosa L.), acarbose as an α-glucosidase inhibitor comparator, and p-nitrophenyl-α-D-glukopiranoside as substrate. The variations of test concentration was 30 ppm, 90 ppm, 120 ppm, 150 ppm, 210 ppm and 270 ppm. α-glucosidase enzymes hydrolyze the p-nitrophenyl-α-D-glukopiranosida into α-D-glukopiranosida and p-nitrophenol which is yellow and it can be measured by UV Vis spectrophotometry at a wavelength of 400 nm. At concentration 270 ppm of 70% ethanol extracts of Pecah Beling Hutan herbs and acarbose respectively show the percentage inhibition was 91.05% and 95.42%, and 70% ethanol extracts IC50 Pecah Beling Hutan herbs and acarbose

respectively at 83.23 ppm and 134.94 ppm. This suggests that the 70% ethanol extract of Pecah Beling Hutan herbs inhibit the activity of α-glucosidase enzymes, so efficacious as an antidiabetic.

Keywords:Ruellia tuberosaL., 70% ethanol extract,α-glucosidase enzymes ihibitor, acarbose, in vitro.


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi nikmat yang tak terhitung jumlahnya, atas izin dan hidayah-Nya pula penulis dapat melakukan penelitian dan menyusun skripsi, tak lupa shalawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulisan skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Antidiabetes dari Ekstrak Etanol 70% Tumbuhan Pecah Beling Hutan (Ruellia tuberosa L.) menggunakan Metode Penghambatan Enzim α-Glukosidase Secara In Vitro” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat agar memperoleh gelar

Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sejak masa perkuliahan dan penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit untuk penulis menyelesaikan perkuliahan dan memperoleh gelar Sarjana Farmasi. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Ahmad Musir, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing pertama dan Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. sebagai pembimbing kedua sekaligus ketua Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk, bimbingan, dan saran yang berharga selama penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. (hc) dr M.K Tadjudin, Sp. And., sebagai dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak dr. Djauhari sebagai wakil dekan, serta Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan bimbingan, saran dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ayahanda Drs. Yayang Jamaludin, MM. dan Ibunda Dra. Roziah Hibshida sebagai orang tua yang telah memberikan doa dan dukungan penuh baik moril maupun materil demi kelancaran penulis menyelesaikan skripsi ini, serta Luthfi Hilman Syah dan Yuni Fitria sebagai kakak dan seluruh keluarga yang selalu mendoakan penulis.

5. Keluarga besar Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama kepada Andi Kurniajaturiatama dan Dwiyanti Atmajasari, Ali Aridi, Faritz Azhar,


(9)

Sera Nur Agustin, Edrianyah Simanjuntak, St. Ratna Juminar, Lisna Fauziah, Yopi Mulyana dan Nursitasari Pertiwi sebagai sahabat-sahabat dan senior yang telah memberi doa dan bantuan yang lain yang tak ternilai bagi penulis selama penulis menempuh jenjang S1 di Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu atau mungkin penulis lupa mencantumkan nama Anda pada lembar ini, tapi Allah tidak pernah lupa akan semua kebaikan Anda.

Akhir kata penulis berharap semoga Allah membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengemban ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu Farmasi pada khususnya. Aamiin.


(10)

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN ORISINALITAS... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

ABSTRAK... v

ABSTRACT... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesa... 3

1.4 Tujuan Penelittian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Botani ... 5

2.2 Ekstraksi ... 6

2.3 Diabetes Melitus... 12

2.4 Enzimα-Glukosidase dan Akarbose ... 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 16

3.2 Bahan... 16

3.3 Alat ... 16

3.4 Metode Penelitian... 16

3.5 Pengujian Parameter Spesifik... 17

3.6 Pengujian Parameter Non Spesifik... 17

3.7 Uji Penapisan Fitokimia ... 18

3.8 Penetapan Uji Aktivitas Penghambatan Enzimα-Glukosidase ... 19

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan bahan ... 24

4.2 Hasil Uji Parameter Spesifik dan Non Spesifik ... 24

4.3 Penapisan Fitokimia ... 25

4.4Uji Aktivitas Inhibisi α-Glukosidase ... 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 28

DAFTAR PUSTAKA... 29


(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Hasil Uji Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak... 24

Tabel 2. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak ... 25

Tabel 3. Inhibisi Akarbose ... 26

Tabel 4. Inhibisi Ekstrak ... 26


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman Gambar 1. Pecah Beling Hutan... 5 Gambar 2. Grafik Hubungan antara Konsentrasi (ppm) dan % Inhibisi... 26


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1. Gambar Alat dan Bahan ... 31

Lampiran 2. Alur Penelitian... 32

Lampiran 3. Hasil Determinasi ... 33

Lampiran 4. Certificate of AnalysisAkarbose ... 34

Lampiran 5. Certificate of Analysisα-glukosidase ... 35

Lampiran 6. Certificate of Analysisp-nitrofenil-α-D-glukopiranosida ... 36

Lampiran 7. Kerangka Konsep Penelitian ... 37

A. Uji Antidiabetes Ekstrak ... 37

B. Blanko ... 38

C. Kontrol ... 39

Lampiran 8. Larutan Uji ... 40

Lampiran 9. Hasil Uji Akarbose ... 41


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang kesehatan disebutkan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan. Sarian (galenic) atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Buku Kebijakan Obat Tradisional Nasional Depkes, 2007).

Mengingat dalam penggunaan obat-obat modern dengan purifikasi bahan aktif banyak menimbulkan efek samping terhadap kesehatan yang cukup signifikan, maka sebagai akibatnya timbul kecenderungan pada masa kini kebanyakan orang ingin kembali kepada alami (back to nature). Penggunaan obat alami pada umumnya komponen berbeda memiliki efek saling mendukung dan mengandung bahan lain yang terikat alamiah secara seimbang dalam susunan dan pengaruh elemen obat alami terhadap jaringan tubuh.

Dilihat dari aspek ekonomi, pemakaian herbal mempunyai nilai ekonomis tinggi, karena pada umumnya tanaman obat ini dibudidayakan dalam bentuk industri rumah tangga. Penggunaan obat herbal untuk kepentingan peningkatan kesehatan sangat mendukung program kesehatan primer, kemandirian kesehatan masyarakat sehat dan tidak terikat pada import bahan baku obat modern. Disamping itu ada beberapa jenis penyakit yang belum bisa disembuhkan dengan obat kimia contohnya kanker, HIV, stroke dan lain-lain (Harsini, 2008).

Diabetes adalah kondisi serius dengan potensi komplikasi merusak yang dapat mempengaruhi semua kelompok umur di seluruh dunia. Pada tahun 1985, sekitar 30 juta orang di seluruh dunia terdiagnosis diabetes, pada tahun 2000, angka itu meningkat menjadi lebih dari 150 juta, dan diperhitungkan akan meningkat menjadi 380 juta pada tahun 2025. The International Diabetes


(16)

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Federation menyatakan bahwa "setiap sepuluh detik, dua orang yang terdiagnosis diabetes di suatu tempat di dunia ini” dan mengingat kecenderungan saat ini lebih banyak orang akan menderita diabetes pada tahun 2025 dibandingkan dengan populasi Amerika Serikat, Kanada dan Australia bila digabungkan. Dampak diabetes dirasakan di negara maju dan berkembang. Untuk alasan ini, sesi ke-61 majelis umum PBB pada tahun 2007 menyatakan bahwa tanggal 14 November adalah hari diabetes dunia, dan mendorong semua negara anggota untuk mengembangkan strategi dan kebijakan untuk pencegahan nasional, serta pengobatan dan perawatan penderita diabetes. Dampak diabetes juga dirasakan di Kanada, di mana 1,8 juta orang dewasa Kanada (5,5% dari populasi) telah didiagnosis diabetes pada tahun 2005. Hal tersebut merupakan peningkatan dari tahun 1998, ketika prevalensi dokter didiagnosis diabetes di Kanada adalah 4,8% (1054000 orang dewasa Kanada). Diabetes didiagniosis telah tumbuh 70% sejak dipublikasikannya pedoman praktek klinis pada tahun 1998 olehCanadian Diabetes Association (Canadian Diabetes Association, 2008).

Sedangkan di Indonesia prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur (3,3%). (Riskesdas, 2013).

Begitu banyak tumbuhan liar di Indonesia yang digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya adalah tumbuhan pecah beling hutan (Ruellia tuberosa L.) yang berkhasiat sebagai antidiuretik, antidiabetes, antipyretic, analgetik, antihipertensi danantidotal agent(Durre Shahwaret al., 2011). Daun dari tumbuhan pecah beling hutan ini (Ruellia tuberosa L.) digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Tojuuna-una, Sulawesi Tengah sebagai obat DM, dan diketahui dapat menurunkan glukosuria (Cintari Lely, 2009).


(17)

3

Dari data empiris dan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Lely Cintari pada tahun 2009, daun dari tumbuhan pecah beling hutan (Ruellia tuberosaL.) memang berkhasiat sebagai antidiabetes. Namun belum ada penelitian tentang mekanisme kerja dari tumbuhan ini, yang mana mekanisme obat-obat hipoglikemik oral ada yang meningkatkan sekresi insulin, meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin, dan yang terakhir adalah inhibitor katabolisme karbohidrat.

Hal tersebut yang menjadi alasan dilakukan uji antidibetes tumbuhan pecah beling hutan (Ruellia tuberosa L.) secara in vitro dengan menggunakan enzim α-glukosidase. Dalam penelitian ini teknik ekstraksi yang digunakan adalah maserasi, dan acarbose sebagai pembanding inhibitorα-glukosidase.

1.2 Perumusan Masalah

1. Pecah beling hutan telah banyak digunakan sebagai obat antidiuretik, antidiabetes,antipyretic, analgetik, antihipertensi danantidotal agent.

2. Di Sulawesi Tengah tepatnya di Kabupaten Tojuuna-una, daun pecah beling hutan digunakan sebagai antidiabetes dan terbukti dapat menurunkan glukosuria.

3. Belum pernah dilakukan penelitian uji antidiabetes dari ekstrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan (Ruellia tuberosa L.) dengan cara menghambat kerja enzim α-glukosidase.

1.3 Hipotesa

Ekstrak etanol dari tumbuhan pecah beling hutan (Ruellia tuberosa L.) dapatmenghambat kerja enzim α-glukosidase.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui aktifitas ekstrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan (Ruellia tuberosa L.) sebagai antidiabetes dengan cara menghambat enzim α-glukosidase.


(18)

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya: 1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang pengobatan DM dengan menggunakan tumbuhan pecah beling hutan dan pemanfaatannya sebagai obat.

2. Secara Metodologi

Metode dalam penelitian ini dapat digunakan untuk uji aktifitas tumbuhan lain yang memiliki mekanisme kerja sebagai penghambat enzim α -glukosidase.

3. Secara Aplikatif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam meningkatkan upaya kesehatan dengan mengembangkan obat tradisional sehingga dapat dimanfaatkan berdasarkan landasan ilmiah terutama dalam pengobatan diabetes.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Botani

2.1.1 Klasifikasi Tanaman • Kingdom :Plantae

• Divisi :Spermatophyta • Sub divisi :Angiospermae • Kelas :Dicotyledoneae

• Bangsa :Solanales

• Familia :Acanthaceae

• Marga :Ruellia

• Jenis :Ruellia tuberosaL.

Gambar 1. Pecah Beling Hutan

2.1.2 Nama Daerah

Pecah beling hutan; Ceplikan, pletekan (Jawa).

2.1.3 Nama Asing

French Guiana: ipeca batard; Guyana: bluebell, menow weed, minnie root; Surinam: waterkanon, watrakanoe, watra kanung, watra kanun; Inggris:Cracker; Tamil:Pattaskai.

2.1.4 Uraian Tanaman

Ruellia tuberosa L. merupakan tumbuhan perennial (tumbuhan yang hidup lebih dari dua tahun) dengan quadrangular stem (batang segi empat) berambut. Daunnya merupakan daun sederhana berbentuk elips


(20)

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berlawanan dengan lebar sekitar 5 cm. Berbunga hanya pada awal musim hujan. Bunganya biseksual berwarna ungu. Dalam kapsulnya terdapat 7-8 biji yang akan terbuka saat mendapatkan kelembaban yang cukup dan biji hitam akan langsung terjatuh. Kapsul berbentuk baton dengan panjang 3 cm dan lama-lama berubah menjadi hitam. Tanaman ini memiliki jari-jari yang tebal seperti akar dan tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki kondisi intensitas cahayanya rendah dan lembab (Chaitanya B. Khrisnaet al., 2012).

2.1.5 Kandungan Kimia

Flavonoid diantaranya Cirismaritin, Cirsimarin, Cirsiriol 4’-glucoside, Sorbifolin, Pedalitin, Betulin, Asam Vanilat, Indol-3-carboxaldehide (Lin Chwan-Fwu et al., 2006). Selain itu terdapat tanin dan juga fenol. Pada daun terdapat apigenin dan luteloin, didalam minyak biji miristatnya terdapat asam kaprat dan laurat (Chaitanya B. Khrisnaet al., 2012).

2.1.6 Khasiat

Tumbuhan ini dapat digunakan untuk mengobati penyakit ginjal, bila dicampurkan dengan Petivera alliacea memiliki efek membersihkan (meluruhkan) saluran rahim (dilasi dan kuretasi) atau sebagai abortifacientdan membersihkan saluran kemih, akarnya digunakan untuk mengobati batuk rejan, bagian tanaman yang bernama tuber digunakan sebagai teh untuk bersih darah, memiliki aktivitas antimikroba untuk gram positif dan gram negatif (Chaitanya B. Khrisna et al., 2012). Selain itu berkhasiat sebagai antidiuretik, antidiabetes, antipyretic, analgetik, antihipertensi, thirst quensing danantidotal agent (Durre Shahwaret al., 2011).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan sehingga ekstrak


(21)

7

menjadi kental atau pekat. Simplisia yang diekstrak dapat mengandung senyawa yang dapat larut dan senyawa yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, dan protein (DepKes, 2000).

Ragam ekstraksi ini tergantung pada tekstur dan kandungan air bahan yang diekstraksi dan jenis senyawa yang diisolasi. Ekstraksi dapat dilakukan dengan pelarut organik terhadap bahan segar atau bahan kering. Pada prinsipnya senyawa polar diekstraksi dengan pelarut polar, sedangkan non polar diekstraksi dengan menggunakan pelarut non polar (Harborne, 1987).

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau aktif dengan demikian senyawa tersebut dapat dipisahkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih yang dapat melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung.

Faktor utama untuk dipertimbangkan pada pemilihan cairan penyari adalah sebagai berikut:

1. Selektifitas.

2. Kemudahan bekerjadan proses dengan cairan tersebut. 3. Ekonomis.

4. Ramah lingkungan.

5. Kemanan (DepKes, 2000).

Proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat digunakan dengan dua cara, yaitu dengan cara dingin (suhu kamar) diantaranya perkolasi dan maserasi, serta dengan cara panas diantaranya digesti, refluks dan soxhletasi (DepKes, 2000).


(22)

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Faktor-faktor yang berpengaruh pada mutu ekstrak adalah:

A. Faktor Biologi

Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu tumbuhan obatnya dan khusus dipandang dari segi biologi. Faktor biologi, baik untuk bahan dari tumbuhan obat hasil budidaya (kultivar) ataupun dari tumbuhan liar (wild crop) yang meliputi beberapa hal, yaitu :

1. Identitas jenis (species): Jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati dapat dikonfirmasi sampai informasi genetik sebagai faktor internal untuk validasi jenis (species).

2. Lokasi tumbuhan asal: Lokasi berarti faktor eksternal, yaitu lingkungan (tanah dan atmosfer) dimana tumbuhan berinteraksi berupa energi (cuaca, temperatur, cahaya) dan materi (air, senyawa organik dan anorganik).

3. Periode pemanenan hasil tumbuhan: faktor ini merupakan dimensi waktu dari proses kehidupan tumbuhan terutama metabolisme sehingga menentukan senyawa kandungan. Kapan senyawa kandungan mencapai kadar optimal dari proses biosintesis dan sebaliknya kapan sebelum senyawa tersebut dikonversi / dibiotranformasi / bidegradasi menjadi senyawa lain.

4. Penyimpanan bahan tumbuhan: merupakan faktor eksternal yang dapat diatur karena dapat berpengaruh pada kestabilitas bahan serta adanya kontaminasi (biotik dan abiotik).

5. Umur tumbuhan dan bagian yang digunakan.

Selain lima faktor tersebut, maka untuk bahan dari tumbuhan obat hasil budidaya (kultivar) ada lagi faktor GAP (Good Agriculture Practice) sedangkan untuk bahan dari tumbuhan liar (wild crop) ada faktor kondisi proses pengeringan yang umumnya dilakukan di lapangan.

B. Faktor Kimia

Mutu ekstrak di pengaruhi oleh bahan asal yaitu tumbuan obatnya khususnya dipandang dari segi kandungan kimianya. Faktor kimia, baik


(23)

9

untuk bahan dari tumbuhan obat hasil budidaya (kultivar) ataupun dari tumbuhan liar (wild crop), meliputi beberapa hal yaitu :

1. Faktor internal

1) Jenis senyawa aktif dalam bahan. 2) Komposisi kualitatif senyawa aktif. 3) Komposisi kuantitatif senyawa aktif. 4) Kadar total rata-rata senyawa aktif. 2. Faktor eksternal

1) Metode ekstraksi.

2) Perbandingan ukuran alat ekstraksi (diameter dan tinggi alat). 3) Ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan.

4) Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi. 5) Kandungann logam berat.

6) Kandungan pestisida.

Mutu ekstrak ditinjau dan dipandang dari senyawa kimia yang dikandung dalamnya seiring dengan paradigma ilmu kedokteran modern, bahwa respons biologis yang diakibatkan oleh ekstrak pada manusia disebabkan oleh senyawa kimia, bukannya dari unsur lain seperti bioenergi dan spiritual.

Senyawa kimia dalam ekstrak ditinjau dari asalnya dapat di bedakan menjadi empat kelompok, yaitu :

1) Senyawa kandungan asli dari tumbuhan asal.

Senyawa asli sebenarnya berarti senyawa yang memang sudah ada sejak masa tumbuhan tersebut hidup. Jika proses preparasi simplisia dan ekstraksi di jamin tidak menyebabkan perubahan kimia, maka hasil analisis kimia terhadap ekstrak mencerminkan kompsisi senyawa kandungan asli.

2) Senyawa hasil perubahan dari senyawa asli.

Dari kajian dan riset memang sudah dapat diprediksi terjadi perubahan kimia senyawa asli karena memang sifat fisikokimia senyawa asli dan proses penstabilan yang sulit.


(24)

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3) Senyawa kontaminasi, baik sebagai polutan atau aditif proses.

Senyawa kontaminasi merupakan senyawa eksogen yang tercampur pada ekstrak, baik polusi yang terhindari atau sebagai sisa atau residu proses.

4) Senyawa hasil interaksi kontaminasi dengan senyawa asli atau senyawa perubahan.

Pengertian dan kesadaran akan adanya empat kelompok senyawa terkandung dalam ekstrak akan meningkatkan validasi standarisasi dan parameter mutu ekstrak. Kelompok pertama dan kedua terkait dengan parameter standar umum yang bersifat spesifik sedangkan kelompok ketiga dan empat merupakan parameter standar umum non-spesifik (DepKes, 2000).

2.2.1 Macam-Macam Metode Ekstraksi (DepKes, 2000)

a. Ekstraksi dengan pemerasan, penekanan, atau pengahalusan mekanik. b. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut :

1. Cara Dingin 1) Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.

2) Maserasi kocok

Maserasi yang dipercepat dengan menggunakan pengaduk mekanik. Waktu yang diperlukan sekitar 10 - 30 menit.

3) Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exchaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperature ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi dan perkolasi sebenarnya


(25)

11

(penetesan, penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak.

2. Cara Panas 1) Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendinginan balik.

2) Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru. Umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi berlanjut sampai jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3) Digesti

Digesi adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan berlanjut) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan.

3. Destilasi Uap

Destilasi uap adalah ekstraksi kandungan senyawa mudah menguap dari bahan segar atau simplisia dengan uap air. Cara ini didasarkan pada peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara berlanjut sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian.


(26)

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.3 Diabetes Mellitus

2.3.1 Definisi

Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolik ditandai dengan adanya hiperglikemia karena kelainan dalam produksi insulin, gagal memproduksi insulin atau keduanya. Para penderita hiperglikemia kronis dalam jangka waktu panjang dapat mengalami gejala lainnya, seperti kerusakan, disfungsi dan kegagalan berbagai organ terutama ginjal, mata, saraf, jantung dan pembuluh darah. Dysglycemia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kadar glukosa darah yang tidak normal.

Ada beberapa tipe diabetes, yaitu:

1) Diabetes tipe 1 meliputi diabetes yang terutama disebabkan oleh kerusakan sel β-pankreas dan rentan ketoacidosis. Tipe ini termasuk kasus diabetes yang disebabkan oleh autoimun.

2) Diabetes tipe 2 dapat menjangkit resistensi insulin pada penderita dengan defisiensi insulin yang relatif terhadap penderita, kegagalan sekretorik dengan resistensi insulin.

3) Diabetes mellitus gestasional mengacu pada intoleransi glukosa pada masa hamil.

4) Tipe tertentu lainnya termasuk kondisi yang relatif jarang ditemui, terutama kasus genetik yang secara spesifik didefinisikan sebagai bentuk diabetes atau diabetes yang disebabkan oleh penyakit lainnya atau karena penggunaan obat tertentu (Canadian Journal, 2008).

Diabetes mellitus dihubungkan dengan ketidaknormalan pada karbohidrat, kegemukan, dan metabolisme protein dan komplikasi kronis termasuk mikrovaskular, makrovaskular, dan kelainan neuropathic (Dipiro, 2008).


(27)

13

2.3.2 Gejala Klinik Diabetes

Diabetes sering kali muncul tanpa gejala. Namun ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai tanda bahwa seseorang mengidap diabetes.

Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain: 1. Poliuria (sering buang air kecil).

2. Polidipsia (sering haus).

3. Polifagia (banyak makan / mudah lapar).

Selain itu sering pula muncul : 1. Keluhan penglihatan kabur.

2. Koordinasi gerak anggota tubuh terganggu. 3. Kesemutan pada tangan atau kaki.

4. Timbul gatal-gatal yang sering kali sangat menggangu (pruritus). 5. Berat badan menurun tanpa sebab yang jelas (DepKes, 2006).

2.3.3 Terapi Pengobatan Diabetes Mellitus 1. Terapi insulin.

2. Terapi obat hipoglikemik oral.

Penggolongan obat hipoglikemik oral:

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipogilkemik oral dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

a. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).

b. Sensitizer insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik oral golongan biguanida dan tizolidindon, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.

c. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α -glukosidase yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum


(28)

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial, disebut juga“starch-blocker”(DepKes, 2006).

3. Terapi Tanpa Obat a. Pengaturan diet. b. Olah raga.

2.4 Enzimα-Glukosidase dan Akarbose 2.4.1 Enzim α-Glukosidase

α-glukosidase adalah terminal ikatan hidrolisis exoenzim-exoenzim glikosidik dan melepaskan α-glukosa dari ujung non-pereduksi sakarida. Enzim ini merupakan enzim amilolitik yang terlibat pada langkah terakhir dari degradasi pati dan yang paling penting kedua enzim selama tahap awal dari hidrolisis pati mentah. α-glukosidase biasanya digunakan dalam pengolahan makanan, fermentasi dan produksi alkohol di industri, di mana enzim ini sangat penting dalam proses hidrolisis pati untuk menghasilkan gula fermentasi. Termostabilitas dari α-glukosidase penting karena merupakan sebagian besar dari proses industri, seperti konversi pati menjadi gula fermentasi selama produksi industri etanol, biasanya berlangsung pada suhu 65-73 °C. Sifat termolabil α-glukosidase tidak hanya mengurangi efisiensi kerusakan pati pada suhu tinggi namun digunakan untuk gelatinisasi pati (Zhou Chenget al., 2010).

Saat ini, terdapat dua inhibitor α-glukosidase yang tersedia di Amerika Serikat yaitu akarbose dan miglitol. Inhibitor α-glukosidase secara kompetitif menghambat enzim (maltase, isomaltase, sukrase, dan glukoamilase) pada usus halus, menunda pemecahan sukrosa dan kompleks karbohidrat. Keduanya tidak menyebabkan malabsorpsi nutrisi. Efek utamanya adalah untuk mengurangi peningkatan glukosa darah postprandial.


(29)

15

Mekanisme aksi inhibitor α-glukosidase terbatas di usus. Beberapa metabolit dari akarbose secara sistemik diserap dan diekskresi oleh ginjal, sedangkan mayoritas miglitol diserap dan diekskresikan ginjal tanpa perubahan (Dipiro, 2008).

2.4.2 Akarbose

Akarbose merupakan salah satu inhibitor α-glukosidase, yang meningkatkan kontrol glukosa pada DM tipe 2 secara kompetitif menghambat enzim termasuk dalam pencernaan, meskipun memperlambat penyerapan karbohidrat dan mengurangi glukosa darah setelah makan, akarbose tidak menghambat laktase dan menunda absorpsi laktosa (Wolever Thomas M.S.et al., 1998).

Pada penelitian Lely Cintari di tahun 2009, diketahui bahwa daun pecah beling hutan dapat menurunkan kadar glukosa hewan uji coba, namun belum diketahui mekanisme dari antihipoglikemiknya. Dengan penelitian ini diharapkan ekstrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan (Ruellia tuberosaL.) memiliki efek antidiabetes yang lebih baik dan dapat diketahui cara kerja dari ekstrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan (Ruellia tuberosa L.) sebagai antihipoglikemik dengan mekanisme menghambat enzim α-glukosidase.


(30)

16 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium PDR (Drug Development and Research) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 29 Januari 2013 hingga 18 Mei 2013.

3.2 Bahan

Simplisia dari tumbuhan pecah beling hutan (Ruellia tuberosa L.), aquadest, etanol 70%, enzim α-glukosidase, buffer fosfat, bovine serum albumin (BSA), p-nitrofenil α-D-glukopiranosida, dimetilsulfoksida (DMSO), natrium karbonat (NaCO3), akarbose.

3.3 Alat

Alat yang digunakan : alat-alat gelas, rotary evaporator, penangas air, spektrofotometer UV Vis, timbangan, krus porselein, lumpang dan alu, desikator, oven, cawan penguap, tanur, penjepit kayu, penjepit besi, spatula, mesin penghalus (blender), tabung reaksi, lemari pendingin, pH meter.

3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Pengambilan Tanaman

Tanaman pecah beling hutan (Ruellia tuberosa L.) yang digunakan merupakan tumbuhan liar yang yang tidak memiliki bunga diperoleh dari daerah Petambran Semplak - Bogor yang dipanen dengan tinggi minimal 10 cm. Setelah didapat, tanaman di cuci dan di sortir, dan bagian tanaman yang di ambil adalah akar, batang, dan daun.

3.4.2 Determinasi Tanaman

Tanaman pecah beling hutan dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor.


(31)

17

3.4.3 Pembuatan Simplisia

Setelah dilakukan sortasi, tanaman di rajang untuk dikering anginkan pada suhu ruangan dan tidak terkena sinar matahari langsung. Setelah kering semua bagian dihaluskan dengan menggunakan blender.

3.4.4 PembuatanEkstrak

Sejumlah 250 gram serbuk simplisia tanaman pecah beling hutan (Ruellia tuberosa L.) di ekstraksi secara maserasi dengan pelarut etanol 70%, lalu maserat disaring. Maserasi dilakukan hingga 7 kali, dan filtrat yang terkumpul dipekatkan dengan rotary evaporator kemudian diuapkan diatas penangas air hingga diperoleh ekstrak kental.

3.5 Pengujian Parameter Spesifik (Depkes RI, 2000) 3.5.1 Parameter Identitas Ekstrak

1. Deskripsi tata nama :

a. Nama ekstrak (generik, dagang, paten). b. Nama latin tumbuhan (sistematika botani).

c. Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, dsb). d. Nama Indonesia tumbuhan.

2. Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas, artinya senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu.

3.5.2 Parameter Organoleptik Ekstrak

Penggunaan panca indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa.

3.6 Pengujian Parameter Non Spesifik Simplisia 3.6.1 Kadar Abu (Depkes RI, 2000)

Sebanyak lebih kurang 2-3 gram ekstrak yang telah di gerus dan ditimbang seksama, di masukan ke dalam krus platina atau krus


(32)

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta silikat yang telah di pijarkan dan ditara. Serbuk simplisia diratakan kemudian di pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan, dan ditimbang. Jika arang tidak dapat hilang, di tambahkan air panas, disaring dengan menggunakan kertas saring bebas abu. Sisa abu dan kertas saring lalu dipijarkan dalam krus yang sama. Filtrat di masukkan ke dalam krus, diuapkan, di pijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Kadar abu di hitung terhadap bahan yang telah di keringkan di udara.

3.6.2 Susut Pengeringan (Depkes RI, 2000)

Kurang lebih 1–2 gram ekstrak dimasukkan dan ditimbang seksama dalam wadah yang telah ditara. Ekstrak dikeringkan pada suhu 105 oC selama 5 jam dan ditimbang. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang, dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm. Kemudian dimasukan ke dalam oven, dibuka tutupnya, dikeringkan pada suhu 105ºC hingga bobot tetap. Botol dalam keadaan tertutup dibiarkan dalam eksikator hingga suhu kamar.

3.7 Uji Penapisan Fitokimia (Tiwari et al., 2011)

3.7.1 Salkowski Test: Ekstrak ditetesi kloroform lalu disaring, dan selanjutnya filtrate ditetesi dengan asam sulfat pekat. Adanya kandungan triterpeniod ditandai dengan warna kuning keemasan.

3.7.2 Mayer Test: Filtrat ditetesi dengan reagen Mayer (Kalium Iodida Merkuri). Pembentukan endapan berwarna kuning menunjukkan adanya alkaloid.

3.7.3 Dragendroff Test: Filtrat ditetesi dengan reagen Dragendroff (larutan Kalium Iodida Bismuth). Pembentukan endapan berwarna kuning menunjukkan adanya alkaloid.


(33)

19

3.7.4 Alkaline Reagent Test: Ekstrak ditetesi beberapa tetes larutan natrium hidroksida. Adanya flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna kuning yang intens, dan berubah menjadi tidak berwarna dengan penambahan asam encer.

3.7.5 Foam Test: 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 2 mL air, selanjutnya larutan diguncangkan. Adanya buih yang bertahan selama 10 menit menandakan adanya saponin.

3.7.6 Libermann Burchard Test: Ekstrak dilarutkan didalam kloroform dan disaring. Filtrat ditetesi dengan beberapa tetes asetat anhidrat, larutan dipanaskan lalu didinginkan selanjutnya ditambahkan dengan asam sulfat pekat. Terbentuknya cincin cokelat pada permukaan menunjukkan adanya pitosterol.

3.7.7 Ferri Chloride Test: Ekstrak ditetesi 3-4 tetes larutan klorida. Terbentuknya warna hitam kebiruan menunjukkan adanya fenol.

3.8 Penetapan Uji Aktivitas Penghambatan Enzim α-Glukosidase 3.8.1 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 7,0

Sebanyak 27,22 gram kalium fosfat monobasa dilarutkan dalam air dan diencerkan dengan air hingga 1000 mL. Dari larutan tersebut dipipet 50 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 200 mL, lalu ditambahkan 29,1 mL natrium hidroksida 0,2 M kemudian ditambahkan air hingga tanda dan pH ditetapkan dengan pH meter.

3.8.2 Pembuatan Larutan Natrium Karbonat 2 M

Sejumlah 2,12 gram natrium karbonat dilarutkan dalam aquadest hingga 100 mL.


(34)

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.8.3 Pembuatan Larutan p-nitrofenol α-D-glukopiranosida

Sejumlah 15,1 mg p-nitrofenol α-D-glukopiranosida (Mr = 301,25) dilarutkan dalam 25 mL dapar fosfat pH 7,0.

3.8.4 Pembuatan Larutan Enzim

Sejumlah 1 mg enzim α-glukosidase dilarutkan dalam 100 mL dapar fosfat pH 7,0 yang mengandung 200 mg bovine serum albumin, kemudian 1 mL larutan dipipet dan dilarutkan dalam buffer fosfat 1 M dengan pH 7,0 hingga 10 mL.

3.8.5 Pembuatan Larutan Uji 1) Larutan uji induk

Sampel ekstrak ditimbang sebanyak 500 mg dan dilarutkan dalam dimetil sulfoksida (DMSO) hingga 5 mL.

2) Larutan uji seri

Seri larutan uji dibuat dalam lima konsentrasi berbeda. Dari larutan induk uji dipipet sebanyak 10 µL, 30 µL, 50 µL, dan 70µL dan 90 µL, kemudian ditambah dengan DMSO sebanyak 1000 µL. Sehingga didapat konsentrasi seri larutan 1000 ppm, 3000 ppm, 5000 ppm, 7000 ppm dan 9000 ppm.

3) Larutan uji

a) Larutan uji dengan enzim

Masing-masing seri larutan uji dipipet 60 µL ditambahkan dengan 440 µL dapar fosfat pH 7,0 dan ditambahkan 250 µL p-nitrofenol α-D-glukopiranosida, lalu campuran reaksi dipra-inkubasi selama 5 menit pada suhu ruangan. Kemudian ditambahkan 250 µL larutan enzim, lalu diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruangan. Reaksi dihentikan dengan penambahan 1000 µL larutan natrium karbonat 2 M. Jumlah p-nitrofenol yang


(35)

21

dibebaskan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 400 nm.

b)Larutan uji tanpa enzim

Masing-masing seri larutan uji dipipet 60 µL ditambahkan dengan 440 µL dapar fosfat pH 7,0 dan ditambahkan 250 µL p-nitrofenol α-D-glukopiranosida, lalu campuran reaksi dipra-inkubasi selama 5 menit pada suhu ruangan. Kemudian ditambahkan 250 µL dapar fosfat pH 7,0. Selanjutnya diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruangan. Reaksi dihentikan dengan penambahan 1000 µL larutan natrium karbonat 2 M. Jumlah p-nitrofenol yang dibebaskan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 400 nm.

3.8.6 Pembuatan Larutan Standar 1) Larutan induk standar

Akarbose ditimbang sebanyak 500 mg dan dilarutkan dalam DMSO hingga 5 mL.

2) Larutan standar seri

Seri larutan standar dibuat dalam empat konsentrasi berbeda. Dari larutan induk standar dipipet sebanyak 10 µL, 30 µL, 50 µL, dan 70µL dan 90 µL, kemudian ditambah dengan DMSO sebanyak 1000 µL. Sehingga didapat konsentrasi seri larutan 10 ppm, 30 ppm, 50 ppm, 70 ppm dan 90 ppm.

3) Larutan standar

a) Larutan standar dengan enzim

Masing-masing seri larutan uji dipipet sebanyak 60 µL ditambahkan dengan 440 µL dapar fosfat pH 7,0 dan ditambahkan p-nitrofenol α-D-glukopiranosida, lalu campuran tersebut dipra-inkubasi selama 5 menit pada suhu ruangan. Kemudian


(36)

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ditambahkan 250 µL larutan enzim. Selanjutnya diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruangan. Reaksi dihentikan dengan penambahan 1000 µL larutan natrium karbonat 2 M. Jumlah p-nitrofenol yang dibebaskan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 400 nm.

b)Larutan standar tanpa enzim

Masing-masing seri larutan uji dipipet sebanyak 60 µL ditambahkan dengan 440 µL dapar fosfat pH 7,0 dan ditambahkan p-nitrofenol α-D-glukopiranosida, lalu campuran tersebut dipra-inkubasi selama 5 menit pada suhu ruangan. Kemudian ditambahkan 250 µL dapar fosfat pH 7,0. Selanjutnya diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruangan. Reaksi dihentikan dengan penambahan 1000 µL larutan natrium karbonat 2 M. Jumlah p-nitrofenol yang dibebaskan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 400 nm.

3.8.7 Larutan Kontrol

Larutan DMSO dipipet sebanyak 60 µL ditambahkan dengan 440 µL dapar fosfat pH 7,0 dan ditambahkan250 µL p-nitrofenol α -D-glukopiranosida, lalu campuran tersebut dipra-inkubasi selama 5 menit pada suhu ruangan. Kemudian ditambahkan 250 µL larutan enzim. Selanjutnya diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruangan. Reaksi dihentikan dengan penambahan 1000 µL larutan natrium karbonat 2 M. Jumlah p-nitrofenol yang dibebaskan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 400 nm.

3.8.8 Larutan Blangko

Larutan DMSO dipipet sebanyak 60 µL ditambahkan dengan 440 µL dapar fosfat pH 7,0 dan ditambahkan250 µL p-nitrofenol α -D-glukopiranosida, lalu campuran tersebut dipra-inkubasi selama 5 menit pada suhu ruangan. Kemudian ditambahkan 250 µL dapar fosfat


(37)

23

pH 7,0. Selanjutnya diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruangan. Reaksi dihentikan dengan penambahan 1000 µL larutan natrium karbonat 2 M. Jumlah p-nitrofenol yang dibebaskan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 400 nm.

Persen penghambatan dapat dihitung dari persamaan:

Keterangan:

S: absorbansi sampel (di peroleh dari S1 – So; S1 = absorbansi

sampel dengan penambahan enzim dan So = absorbansi sampel

tanpa penambahan enzim).

C: absorbansi kontrol (DMSO), tanpa sampel (kontrol-blanko).

Nilai IC50 di peroleh dari persamaan regresi linier y = a + bx. Dengan

nilai y = 50, kemudian di subtitusikan kepersamaan regresi linier menjadi:


(38)

24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penyiapan Bahan

1. Determinasi Tanaman

Dari hasil determinasi, diketahui nama tanaman yang digunakan untuk penelitian adalah tanaman pecah beling hutan dengan nama spesies Ruellia tuberosaL.

2. Ekstraksi

Dari sebanyak 500 mg serbuk simplisia, ekstrak yang didapat adalah 92,69 mg. Rendemen dari ekstrak yang dihasilkan dapat dihitung dengan rumus:

% rendemen = bobot ekstrak yang didapat

bobot simplisia yang diekstraksi x 100%

Sehingga dapat di ketahui bahwa persen rendemen adalah 18.54%.

4.2 Hasil Uji Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak

Dari uji parameter yang telah dilakukan, diperoleh data pada tabel berikut:

Tabel 1. Hasil Uji Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak. Parameter Spesifik

Organoleptik

Bentuk Ekstrak Kental Warna Hijau kehitaman

Bau Khas

Rasa Kelat

Parameter Non Spesifik

Kadar Abu (%b/b) 5,74%

Kadar Air (%b/b) 12,38%


(39)

25

4.3 Penapisan Fitokimia Ekstrak

Identifikasi golongan senyawa kimia atau penapisan fitokimia dari ekstrak dilakukan dengan metode Mayer’s test dimana tidak terdapat endapan putih dan dengan Dragendorff’s test tidak terbentuk endapan merah, sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak tidak mengandung alkaloid. Pada deteksi flavonoid digunakan metode Alkaline reagent test dimana terbentuk warna kuning yang menjadi tidak berwarna setelah ditambahkan asam encer. Pada foam test terdapat busa yang konsisten selama 10 menit menunjukkan adanya saponin pada ekstrak. Ekstrak tidak mengandung triterpen karena tidak terdapat warna kuning keemasan setelah di uji dengan Salkowski’s test. Pada Libermann Burchard’s test terdapat cincin cokelat yang menunjukkan adanya fitosterol. Terbentuk warna hitam kebiruan setelah ekstrak di tetesi oleh FeCl3 yang berarti terdapat fenol

dalam ekstrak. Hasil penetapan fitokimia ekstrak dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Hasil penapisan fitokimia ekstrak.

No Penapisan Hasil

1 Alkaloid

-2 Flavonoid +

3 Saponin +

4 Steroid +

5 Glikosida

-6 Triterpenoid

-7 Fenol +

Keterangan ( + ) : Memberikan hasil positif. ( - ) : Memberikan hasil negatif.

Tujuan dari penapisan ini adalah untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada ekstrak yang mana dalam ekstrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan mengandung flavonoid, saponin, steroid dan fenol.

4.4 Uji Aktivitas Inhibisiα-Glukosidase

Pengujian penghambatan terhadap aktivitas enzim α-glukosidase secara in vitrodenganp-nitrofenil-α-D-glukopiranosida sebagai substrat dilakukan dengan menggunakan ektrak percah beling hutan sebagai sampel uji dan


(40)

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta akarbose sebagai kontrol positif masing-masing dengan konsentrasi yang sama. Hasil inhibisi dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4.

Tabel 3. Inhibisi akarbose. Konsentrasi

(ppm)

S % Inhibisi % Inhibisi

rata-rata

I II III I II III

30 0,107 0,106 0,104 32,71 33,96 36,54 34,40

90 0,094 0,091 0,093 51,06 56,04 52,69 53,27

150 0,085 0,084 0,085 67,06 69,05 67,06 67,72 210 0,077 0,078 0,076 84,42 82,05 86,84 84,44 270 0,072 0,073 0,073 97,22 94,52 94,52 95,42

Tabel 4. Inhibisi ekstrak. Konsentrasi

(ppm)

S % Inhibisi % Inhibisi

rata-rata

I II III I II III

30 0,115 0,115 0,114 17,39 17,39 18,42 17,73 90 0,099 0,102 0,103 36,36 32,35 31,07 33,26 150 0,085 0,085 0,093 58,82 58,82 45,16 54,27 210 0,076 0,075 0,077 77,63 80,00 75,32 77,65 270 0,071 0,070 0,071 90,14 92,86 90,14 91,05 Keterangan: C : Konsentrasi

S : S1-S0 (absorbansi larutan uji dengan enzim – absorbansi

larutan uji tanpa enzim) I : Uji pertama

II : Uji kedua III : Uji ketiga

Gambar 2. Grafik hubungan antara konsentrasi (ppm) dan persen inhibisi 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300

% In h ib is i Konsentrasi Grafik hubungan antara konsentrasi (ppm) dan % Inhibisi

EKSTRAK AKARBOSE


(41)

27

Uji inhibisi α-glukosidase mengindikasikan adanya aktivitas antihiperglikemia dari ekstrak. Enzim α-glukosidase menghidrolisis p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida menjadi α-D-glukopiranosida dan p-nitrofenol yang berwarna kuning yang dapat diukur dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 400 nm. Nilai IC50 merupakan bilangan

yang menunjukkan kemampuan penghambatan ekstrak terhadap aktivitas enzim α-glukosidase sebanyak 50%. Dari data yang di dapat, ekstrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan memiliki persentasi penghambatan mendekati kemampuan penghambatan akarbose terhadap aktivitas enzim α-glukosidase. Hasil perhitungan IC50dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5. Perbandingan IC50.

No Inhibitor IC50(ppm)

1 Ekstrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan 134,94

2 Akarbose 83,23

Hasil penetapan penghambatan ektrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan (Ruellia tuberosa L.) terhadap aktivitas enzim α-glukosidase secara in vitro pada konsentrasi 270 ppm ektrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan dan akarbose masing-masing menunjukkan hasil persen inhibisi sebesar 91,05% dan 95,42%. Dengan IC50 ektrak etanol 70%

tumbuhan pecah beling hutan dan akarbose masing-masing 83,23 ppm dan 134,94 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan memiliki aktivitas menghambat enzim α-glukosidase sehingga berkhasiat sebagai antidiabetes.


(42)

28 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Penapisan fitokimia ekstrak

Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, fenol, steroid dan saponin.

2. Uji aktivitas penghambatan α-glukosidase

Dari hasil IC50 ekstrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan (Ruellia

tuberosa L.) memiliki kemampuan dalam menghambat enzim α-glukosidase sebanyak 0,6 kali dari akarbose, dan selisih daya hambat pada konsentrasi 270 ppm adalah 4,37%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan (Ruellia tuberosa L.) dapat menghambat enzim α-glukosidase sehingga tidak terbentuk gula dalam darah yang berlebihan.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kadar flavonoid total ekstrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan (Ruellia tuberosa L.) dan aktivitas antidiabetes dalam bentuk sediaan farmasi dan kestabilannya dengan menggunakan bahan baku ekstrak etanol 70% tumbuhan pecah beling hutan (Ruellia tuberosaL.).


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Canadian Diabetes Association. 2008. Canadian Journal of Diabetes. Canada: Clinical Practice Guidlines Commitees. Hal: S1, S10.

Chaitanya, B. Khrisna., Atigari, Diana Vivian,. Babu, S. Ravindra., Ravella, Alekhya., Vardhan, Jayasree. 2012. Hypolipidemic and Anti Oxidant Activity of Ruellia tuberosa Linn. International Journal of Pharmacy an Biological Sciences (e-ISSN: 2230-7605).

Cintari Lely. 2009. Swamedikasi Diabetes Mellitus (DM) dengan Daun Ceplikan (Ruelllia tuberosa L.). Jurnal Skala Husada Volume 6 No. 1 2009: 65-74. De Filipps, Robert A., Crepin, Julliette., Maina, Shirley L. 2004. Medicinal Plants

of the Guianas (Guyana, Surinam, French Guiana). Smithsonian Institution: Departement of Botany, National Museum of Natural History. Hal: 2.

Depatremen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Hal: 13-21.

Depatremen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Buku Kebijakan Obat Trasidional Tahun 2007 Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 381/Menkes/SK/III/2007. Jakarta: Direktur Jendral Bina Kefarmasian. Dipiro, Joseph T., Posey, L Michael., Talbert, Robert L., Wells, Barbara G., Yee,

Gary C. 2008.Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach 7thedition. US: The McGraw Hill Companies. Hal: 1226.

Fansworth, N.R. 1969. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terjemahan: Kosasih P, Soediri Iwang, Bandung: ITB. Hal: 6-17.

Harsini, Widjijono. 2008. Penggunaan Herbal di Bidang Kedokteran Gigi. Majalah Kedokteran Gigi (ISSN: 1978-0206); Juni 2008; 15 (1): 61-64. Lin, Chwan-Fwu., Chen, Chien-Chih., Cheng, Lee-Ying., Huang, Yu-Ling.,Sheu,

Shuenn-Jyi. 2006. Bioactive Flavonoid from Ruellia tuberosa. Journal of Chinese Medicine 17(3): 103-109.


(44)

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ma, Yanhe., Xue, Yanfen., Zhou, Cheng. 2010. Enhancing the Thermostability of α-Glucosidase from Thermoanaerobacter tengcongenesis MB4 by Single Proline Substitution.Japan: The Society for Biotechnology.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI, 2013. Hal: 88.

Shahwar, Durre., Ahmad, Naeem., Ahmad, Mobasher., Khan, Muhammad Akmal., Ullah, Sami., Ullaha, Saif. 2011.Hypoglicemic Activity of Ruellia tuberosa Linn (Achantaceae) in Normal and Alloxan-Induced Diabetic Rabbit. Iranian Journal of Pharmaceutical Sciences: 7(2): 107-115.

Tiwari, P. et al. 2011. Phytochemical Screening and Extraction : A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia. Department of Pharmaceutical Sciences, Lovely School of Pharmaceutical Sciences, Phagwara, Punjab. 1 :1.

Wolever Thomas M.S., Chiasson, Jean-Louis., Hunt, John A., Josse, Robert G., Palmason, Carol., Rodger, N. Wilson., Ross, Stuart A., Ryan, Edmon A., Tan, Meng H. 1998. No Relationship Between Carbohydrate Intake an Effect of Acarbose on HbA1C or Gastrointestinal Symptoms in Type 2 Diabetic Subjects Consuming 30-60% of Energy From Carbohydrate. Diabetes Care, volume 21, No 10.


(45)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian

Timbangan analitik Rotary evaporator Destilator

Spektrofotometri UV Vis pH meter Botol Maserasi


(46)

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Serbuk simplisia

Penapisan

Lampiran 2. Alur Penelitian

Uji antidiabetes secara in Vitro menggunakan enzim α-glukosidase

Ekstraksi Dihaluskan

Dirajang dan dikeringkan Sortasi

Tanaman Liar

Determinasi

Diuapkan dengan vakum rotavapor

Penapisan Ekstrak kental Etanol Uji Parameter spesifik dan non spesifik


(47)

33


(48)

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 4. Certificate of AnalysisAkarbose


(49)

35


(50)

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 6. Certificate of Analysisp-nitrofenil-α-D-glukopiranosida


(51)

37

Diencerkan 25 kali dengan buffer fosfat pH 7,0

(larutan enzim) Diambil 1 mL

Lampiran 7. Kerangka Konsep Penelitian A. Uji Antidiabetes Ekstrak

Uji dengan spektrofotometri UVVis pada λ = 400 nm

Ditambah NaCO31000 µL 2 M

Diinkubasi selama 15 menit, suhu 37oC

Ditambah 250 µ L larutan enzim Prainkubasi selama 5 menit,

suhu 37oC

250 µ Lp-nitrofenil α-D-glukopiranosida 0,2 M (substrat) +

440 µ L buffer fosfat pH 7,0 Dipipet 60 µ L

90 ppm 70 ppm

50 ppm 30 ppm

10 ppm

Ekstrak diencerkan dengan DMSO


(52)

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (lanjutan) B. Blanko

Uji dengan spektrofotometri

UVVis pada λ = 400 nm

Ditambah NaCO31000 µL 2 M

Diinkubasi selama 15 menit, suhu 37oC

Ditambah 250 µ L larutan buffer fosfat pH 7 Prainkubasi selama 5 menit,

suhu 37oC

440 µ L buffer fosfat pH 7 + 250 µ L substrat 60 µ L DMSO


(53)

39

(lanjutan) C. Kontrol

Uji dengan spektrofotometri UVVis pada λ = 400 nm

Ditambah NaCO31000 µL 2 M

Diinkubasi selama 15 menit, suhu 37oC

Ditambah 250 µ L larutan enzim Prainkubasi selama 5 menit,

suhu 37oC

440 µ L buffer fosfat pH 7 + 250 µ L substrat 60 µ L DMSO


(54)

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 8. Larutan Uji 1. Pembuatan Larutan Induk

Konsentrasi larutan induk yang digunakan adalah 100.000 ppm, ekstrak ditimbang sebanyak 500 mg, lalu ditambahkan DMSO hingga 5 mL.

2. Pembuatan Larutan Uji dan Kontrol Positif Konsentrasi 1000 ppm

N1 . V1 = N2 . V2

100000 . V1 = 1000 . 1000

V1 = 10 µL

Konsentrasi 3000 ppm N1 . V1 = N2 . V2

100000 . V1 = 3000 . 1000

V1 = 30 µL

Konsentrasi 5000 ppm N1 . V1 = N2 . V2

100000 . V1 = 5000 . 1000

V1 = 50 µL

Konsentrasi 7000 ppm N1 . V1 = N2 . V2

100000 . V1 = 7000 . 1000

V1 = 70 µL

Konsentrasi 9000 ppm N1 . V1 = N2 . V2

100000 . V1 = 9000 . 1000

V1 = 90 µL

3. Pembuatan Larutan Uji

Pembuatan larutan uji dengan volume total 2 ml terdiri dari: 1) 60 µl diambil dari seri larutan uji.

 Untuk konsentrasi 30 ppm diambil dari konsentrasi 1000 ppm.  Untuk konsentrasi 90 ppm diambil dari konsentrasi 3000 ppm.  Untuk konsentrasi 150 ppm diambil dari konsentrasi 5000 ppm.  Untuk konsentrasi 210 ppm diambil dari konsentrasi 7000 ppm.  Untuk konsentrasi 270 ppm diambil dari konsentrasi 9000 ppm. 2) 440 µL dapar fosfat pH 7,0.


(55)

41

(lanjutan) 4) 250 µL larutan enzim.

5) 1000 µL larutan natrium karbonat 2 M.

Lampiran 9. Hasil Uji Akarbose C

(ppm)

I II III

S1 S0 S S1 S0 S S1 S0 S

30 0,205 0,098 0,107 0,204 0,098 0,106 0,201 0,097 0,104 90 0,167 0,073 0,094 0,169 0,078 0,091 0,166 0,073 0,093 150 0,152 0,067 0,085 0,148 0,064 0,084 0,154 0,069 0,085 210 0,122 0,045 0,077 0,119 0,041 0,078 0,117 0,041 0,076 270 0,095 0,023 0,072 0,101 0,028 0,073 0,099 0,026 0,073

C

(ppm) % Inhibisi I % Inhibisi II % Inhibisi III

% Inhibisi Rata-rata

30 32,71 33,96 36,54 34,40

90 51,06 56,04 52,69 53,27

150 67,06 69,05 67,06 67,72

210 84,42 82,05 86,84 84,44

270 97,22 94,52 94,52 95,42

Keterangan I : Uji pertama. II : Uji kedua. III : Uji ketiga.

S1 : Absorbansi larutan uji dengan enzim.

So : Absorbansi larutan uji tanpa enzim.

S : S1-S0 (absorbansi larutan uji dengan enzim – absorbansi

larutan uji tanpa enzim).

Dengan konsentrasi (ppm) sebagai sumbu x dan %Inhibisi sebagai sumbu y, kemudian di masukkan ke dalam regresi linear didapat persamaan garis: y= 28,748 + 0,255x. Sedangkan untuk menghitung IC50:


(56)

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 10. Hasil Uji Ekstrak C

(ppm)

I II III

S1 S0 S S1 S0 S S1 S0 S

30 0,217 0,102 0,115 0,214 0,099 0,115 0,215 0,101 0,114 90 0,192 0,093 0,099 0,191 0,089 0,102 0,198 0,095 0,103 150 0,168 0,083 0,085 0,172 0,087 0,085 0,171 0,078 0,093 210 0,093 0,017 0,076 0,091 0,016 0,075 0,095 0,018 0,077 270 0,083 0,012 0,071 0,079 0,009 0,07 0,082 0,011 0,071

C

(ppm) % Inhibisi I % Inhibisi II % Inhibisi III

% Inhibisi Rata-rata

30 17,39 17,39 18,42 17,73

90 36,36 32,35 31,07 33,26

150 58,82 58,82 45,16 54,27

210 77,63 80,00 75,32 77,65

270 90,14 92,86 90,14 91,05

Keterangan I : Uji pertama. II : Uji kedua. III : Uji ketiga.

S1 : Absorbansi larutan uji dengan enzim.

So : Absorbansi larutan uji tanpa enzim.

S : S1-S0(absorbansi larutan uji dengan enzim – absorbansi

larutan uji tanpa enzim).

Dengan konsentrasi (ppm) sebagai sumbu x dan % Inhibisi sebagai sumbu y, kemudian di masukkan ke dalam regresi linear didapat persamaan garis:

y=7,039+ 0,318x. Sedangkan untuk menghitung IC50:


(1)

Diencerkan 25 kali dengan buffer fosfat pH 7,0

(larutan enzim) Diambil 1 mL

Lampiran 7. Kerangka Konsep Penelitian A. Uji Antidiabetes Ekstrak

Uji dengan spektrofotometri UVVis pada λ = 400 nm Ditambah NaCO31000 µL 2 M

Diinkubasi selama 15 menit, suhu 37oC

Ditambah 250 µ L larutan enzim Prainkubasi selama 5 menit,

suhu 37oC

250 µ Lp-nitrofenil α-D-glukopiranosida 0,2 M (substrat) +

440 µ L buffer fosfat pH 7,0 Dipipet 60 µ L

90 ppm 70 ppm

50 ppm 30 ppm

10 ppm

Ekstrak diencerkan dengan DMSO


(2)

(lanjutan) B. Blanko

Uji dengan spektrofotometri UVVis pada λ = 400 nm Ditambah NaCO31000 µL 2 M

Diinkubasi selama 15 menit, suhu 37oC

Ditambah 250 µ L larutan buffer fosfat pH 7 Prainkubasi selama 5 menit,

suhu 37oC

440 µ L buffer fosfat pH 7 + 250 µ L substrat 60 µ L DMSO


(3)

(lanjutan) C. Kontrol

Uji dengan spektrofotometri UVVis pada λ = 400 nm Ditambah NaCO31000 µL 2 M

Diinkubasi selama 15 menit, suhu 37oC

Ditambah 250 µ L larutan enzim Prainkubasi selama 5 menit,

suhu 37oC

440 µ L buffer fosfat pH 7 + 250 µ L substrat 60 µ L DMSO


(4)

Lampiran 8. Larutan Uji 1. Pembuatan Larutan Induk

Konsentrasi larutan induk yang digunakan adalah 100.000 ppm, ekstrak ditimbang sebanyak 500 mg, lalu ditambahkan DMSO hingga 5 mL.

2. Pembuatan Larutan Uji dan Kontrol Positif

Konsentrasi 1000 ppm N1 . V1 = N2 . V2 100000 . V1 = 1000 . 1000 V1 = 10 µL Konsentrasi 3000 ppm N1 . V1 = N2 . V2 100000 . V1 = 3000 . 1000 V1 = 30 µL Konsentrasi 5000 ppm N1 . V1 = N2 . V2 100000 . V1 = 5000 . 1000 V1 = 50 µL

Konsentrasi 7000 ppm N1 . V1 = N2 . V2 100000 . V1 = 7000 . 1000 V1 = 70 µL Konsentrasi 9000 ppm N1 . V1 = N2 . V2 100000 . V1 = 9000 . 1000 V1 = 90 µL

3. Pembuatan Larutan Uji

Pembuatan larutan uji dengan volume total 2 ml terdiri dari: 1) 60 µl diambil dari seri larutan uji.

 Untuk konsentrasi 30 ppm diambil dari konsentrasi 1000 ppm.  Untuk konsentrasi 90 ppm diambil dari konsentrasi 3000 ppm.  Untuk konsentrasi 150 ppm diambil dari konsentrasi 5000 ppm.  Untuk konsentrasi 210 ppm diambil dari konsentrasi 7000 ppm.  Untuk konsentrasi 270 ppm diambil dari konsentrasi 9000 ppm. 2) 440 µL dapar fosfat pH 7,0.


(5)

(lanjutan) 4) 250 µL larutan enzim.

5) 1000 µL larutan natrium karbonat 2 M.

Lampiran 9. Hasil Uji Akarbose C

(ppm)

I II III

S1 S0 S S1 S0 S S1 S0 S

30 0,205 0,098 0,107 0,204 0,098 0,106 0,201 0,097 0,104 90 0,167 0,073 0,094 0,169 0,078 0,091 0,166 0,073 0,093 150 0,152 0,067 0,085 0,148 0,064 0,084 0,154 0,069 0,085 210 0,122 0,045 0,077 0,119 0,041 0,078 0,117 0,041 0,076 270 0,095 0,023 0,072 0,101 0,028 0,073 0,099 0,026 0,073

C

(ppm) % Inhibisi I % Inhibisi II % Inhibisi III

% Inhibisi Rata-rata

30 32,71 33,96 36,54 34,40

90 51,06 56,04 52,69 53,27

150 67,06 69,05 67,06 67,72

210 84,42 82,05 86,84 84,44

270 97,22 94,52 94,52 95,42

Keterangan I : Uji pertama. II : Uji kedua. III : Uji ketiga.

S1 : Absorbansi larutan uji dengan enzim. So : Absorbansi larutan uji tanpa enzim.

S : S1-S0 (absorbansi larutan uji dengan enzim – absorbansi larutan uji tanpa enzim).

Dengan konsentrasi (ppm) sebagai sumbu x dan %Inhibisi sebagai sumbu y, kemudian di masukkan ke dalam regresi linear didapat persamaan garis: y= 28,748 + 0,255x. Sedangkan untuk menghitung IC50:


(6)

Lampiran 10. Hasil Uji Ekstrak C

(ppm)

I II III

S1 S0 S S1 S0 S S1 S0 S

30 0,217 0,102 0,115 0,214 0,099 0,115 0,215 0,101 0,114 90 0,192 0,093 0,099 0,191 0,089 0,102 0,198 0,095 0,103 150 0,168 0,083 0,085 0,172 0,087 0,085 0,171 0,078 0,093 210 0,093 0,017 0,076 0,091 0,016 0,075 0,095 0,018 0,077 270 0,083 0,012 0,071 0,079 0,009 0,07 0,082 0,011 0,071

C

(ppm) % Inhibisi I % Inhibisi II % Inhibisi III

% Inhibisi Rata-rata

30 17,39 17,39 18,42 17,73

90 36,36 32,35 31,07 33,26

150 58,82 58,82 45,16 54,27

210 77,63 80,00 75,32 77,65

270 90,14 92,86 90,14 91,05

Keterangan I : Uji pertama. II : Uji kedua. III : Uji ketiga.

S1 : Absorbansi larutan uji dengan enzim. So : Absorbansi larutan uji tanpa enzim.

S : S1-S0(absorbansi larutan uji dengan enzim – absorbansi larutan uji tanpa enzim).

Dengan konsentrasi (ppm) sebagai sumbu x dan % Inhibisi sebagai sumbu y, kemudian di masukkan ke dalam regresi linear didapat persamaan garis:

y=7,039+ 0,318x. Sedangkan untuk menghitung IC50: .


Dokumen yang terkait

Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Kulit Mangium (Acacia mangium Willd.) Melalui Uji Penghambatan Enzim α-Glukosidase Secara In Vitro

0 2 26

Aktivitas Inhibisi Enzim α-Glukosidase dan Antioksidan dari Ekstrak Etanol Daun Wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) dan Partisinya

0 4 44

Aktivitas Inhibisi Enzim α-Glukosidase dan Sitotoksisitas Ekstrak Kurkuminoid Rimpang Temulawak dari Berbagai Aksesi (In Vitro)

0 6 34

Kinetika Inhibisi Enzim Α-Glukosidase Secara In Vitro Oleh Ekstrak Daun Aquilaria Malaccensis Sebagai Antihiperglikemik

1 8 32

AKTIVITAS PENGHAMBATAN ENZIM α-GLUKOSIDASE OLEH EKSTRAK ETANOL UMBI UBI JALAR UNGU Aktivitas Penghambatan Enzim α-Glukosidase oleh Ekstrak Etanol Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.).

0 2 14

PENDAHULUAN Aktivitas Penghambatan Enzim α-Glukosidase oleh Ekstrak Etanol Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.).

0 3 11

DAFTAR PUSTAKA Aktivitas Penghambatan Enzim α-Glukosidase oleh Ekstrak Etanol Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.).

1 8 4

AKTIVITAS PENGHAMBATAN ENZIM α-GLUKOSIDASE OLEH EKSTRAK ETANOL UMBI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) Aktivitas Penghambatan Enzim α-Glukosidase oleh Ekstrak Etanol Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.).

0 2 13

AKTIVITAS PENGHAMBATAN ENZIM ALFA GLUKOSIDASE OLEH EKSTRAK ETANOL DAUN UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatasL) Aktivitas Penghambatan Enzim Alfa Glukosidase Oleh Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.).

3 14 12

AKTIVITAS PENGHAMBATAN ENZIM ALFA GLUKOSIDASE OLEH EKSTRAK ETANOL DAUN UBI Aktivitas Penghambatan Enzim Alfa Glukosidase Oleh Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.).

0 5 16