Gaya Bahasa dalam Novel Bulan Lebam di Tepian Toba Karya Sihar Ramses Simatupang: Kajian Stilistika

(1)

GAYA BAHASA DALAM NOVEL BULAN

LEBAM DITEPIAN TOBA KARYA SIHAR

RAMSES SIMATUPANG: KAJIAN

STILISTIKA

SKRIPSI

TOGA MUDA SAGALA

100701032

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

GAYA BAHASA DALAM NOVEL BULAN LEBAM DI TEPIAN TOBA KARYA SIHAR RAMSES SIMATUPANG: KAJIAN STILISTIKA

Oleh : Toga Muda Sagala

Nim. 100701032

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana ilmu budaya dan telah disetujui oleh :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Nurhayati Harahap, M.Hum Dra. Keristiana, M.Hum NIP. 19620419 198703 2 001 NIP. 19610610 198601 2 001

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

Prof.Dr.Ikhwanudin Nasution, M.si. NIP. 19620925 198903 1 017


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Gaya Bahasa dalam Novel Bulan Lebam di Tepian Toba Karya Sihar Ramses Simatupang: Kajian Stilistika adalah benar hasil karya penulis, dan belum pernah dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain untuk meperoleh gelar kesarjanaan. Dalam penelitian skripsi ini, Semua sumber data yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar sesuai dengan aslinya.Apabila dikemudian hari, pernyataan yang saya buat ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Medan, Maret 2015 Penulis,

Toga Muda Sagala NIM. 100701032


(4)

GAYA BAHASA DALAM NOVEL BULAN LEBAM DI TEPIAN TOBA KARYA SIHAR RAMSES SIMATUPANG: KAJIAN STILISTIKA

ABSTRAK

TOGA MUDA SAGALA

FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gaya bahasa selalu mengandung makna dan maksud tertentu terhadap pembaca dengan pola bahasa tertentu. Tidak jarang gaya bahasa dalam suatu karya sastra sulit untuk dimengerti, oleh karena itu, perlu dilakukan suatu pendekatan dengan menggunakan teori pendekatan sastra. Dalam Penelitian ini teori yang digunakan adalah teori stilistika. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa dalam

Bulan Lebam di Tepian Toba karya Sihar Ramses Simatupang, serta menginterpretasi gaya bahasa tersebut. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian deskriptif, yakni dengan mendeskripsikan data-data yang diperoleh lewat membaca berulang-ulang objek kajian.Melalui metode penelitian deskriptif ini, data yang diperoleh dicatat dan dipilih berdasarkan masalah-masalah yang dibahas. Analisisnya dilakukan dengan mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba kemudian menginterpretasi gaya bahasa tersebut. Dari analisis yang telah dilakukan banyak ditemukan penggunaan gaya bahasa, diantaranya adalah gaya bahasa alegori, simile, metafora, antonomasia, litotes, personifikasi, hiperbola, klimaks, tautologi, paradoks, sarkasme, serta gaya bahasa anastrof.

Kata-kata kunci :


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kasih yang tidak berkesudahan, pertolongan, kekuatan, serta kesehatan, sehingga penulis dapat menyelasaikan penyusunan skripsi ini.

Selama proses penyusunan skripsi ini penulis juga banyak mendapat bantuan berupa bantuan moril serta materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terimakasih kepada:

1. Drs. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Husnan Lubis, M.A. selaku PD1, Drs. Samsul Tarigan selaku PD2, dan Drs. Yuddi Adrian, M.A. selaku PD3.

2. Prof. Dr. Ikhwanuddin, M.Si. selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia dan Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. selaku Sekretaris Departemen Sastra Indonesia.

3. Drs. Nurhayati Harahap, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I dan Dra. Keristiana, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi masukan dan saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu

Budaya USU yang telah memberi bimbingan dan pengajaran selama penulis menjalankan perkuliahan dan pegawai administrasi di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU.


(6)

5. Inang pangintubu Ardina Situngkir, beserta damang parsinuan Kasmin Sagala yang menjadi sosok pahlawan dalam kehidupan penulis dan atas kasih sayang yang tak terhitung yang sudah diberikan kepada penulis. 6. Saudara kandung penulis, Preddi Sagala, SH. Beserta keluarga, Heppi

Sagala beserta keluarga, Abang Ferianto Sagala, Febri Sagala, dan Tiarlin Sagala yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. 7. Teman seperjuangan yang tergabung dalam Geng 14. Ada Hotman,

Wernando, Tommy, elifernando, Bima, Arih, Rian, Osen, Hendra, Jimmi, Barnes, Edwin, dan lain-lain

8. Teman-teman di sastra Indonesia. ada Bunga Lamria Sihombing, Aldo, Indah, Indira, Febri, Irhamna, Sri Purwanti. Adik–adik stambuk 2011, 2012, 2013. Maaf, saya tidak menyebutkan namanya satu per satu.

9. Para sahabat yang selalu ada di saat senang maupun susah, Holong Sitanggang, Barus, Henry, dan Randi

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu, penulis membuka diri terhadap masukan-masukan berupa kritik dan saran dari pembaca.Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar dalam kemajuan Ilmu Sastra Indonesia dikemudian hari.

Medan, April 2015 Penulis,

Toga Muda Sagala Nim. 100701032


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN………..…i

ABSTRAK………..ii

KATA PENGANTAR………..iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………...………1

1.2 Rumusan Masalah………...……...……5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian………..………5

1.3.1 Tujuan Penelitian………..……5

1.3.1 Manfaat Penelitian……….…...5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep………..….6

2.1.1 Novel……….…6

2.1.2 Interpretasi……….…7

2.1.3 Gaya Bahasa………..7

2.2 Landasan Teori………..8

2.2.1 Stilistika………..……….8

2.2.1.1 Gaya Bahasa……….9

2.2.1.2 Diksi………17

2.3 Tinjauan Pustaka……….18

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian………20


(8)

3.2 Teknik Pengumpulan Data……….21

3.3 Teknik Analisi Data………22

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Penggunaan Gaya Bahasa Dalam Novel Bulan Lebam di Tepian Toba……….….………..24

4.1.1 Gaya Bahasa Alegori……….24

4.1.2 Gaya Bahasa Simile………..………28

4.1.3 Gaya Bahasa Metafora……….………32

4.1.4 Gaya Bahasa Antonomasia……..………..37

4.1.5 Gaya Bahasa Litotes………..………38

4.1.6 Gaya Bahasa Personifikasi…..………...39

4.1.7 Gaya Bahasa Hiperbola………..………...41

4.1.8 Gaya Bahasa Klimaks…..……….43

4.1.9 Gaya Bahasa Tautologi..………..44

4.1.10 Gaya Bahasa Paradoks….……….………..45

4.1.11 Gaya Bahasa Sarkasme.……….….47

4.1.12 Gaya Bahasa Anastrof………48

4.2 Diksi……….48

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan……….49

5.2 Saran………50

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN I


(9)

GAYA BAHASA DALAM NOVEL BULAN LEBAM DI TEPIAN TOBA KARYA SIHAR RAMSES SIMATUPANG: KAJIAN STILISTIKA

ABSTRAK

TOGA MUDA SAGALA

FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gaya bahasa selalu mengandung makna dan maksud tertentu terhadap pembaca dengan pola bahasa tertentu. Tidak jarang gaya bahasa dalam suatu karya sastra sulit untuk dimengerti, oleh karena itu, perlu dilakukan suatu pendekatan dengan menggunakan teori pendekatan sastra. Dalam Penelitian ini teori yang digunakan adalah teori stilistika. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa dalam

Bulan Lebam di Tepian Toba karya Sihar Ramses Simatupang, serta menginterpretasi gaya bahasa tersebut. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian deskriptif, yakni dengan mendeskripsikan data-data yang diperoleh lewat membaca berulang-ulang objek kajian.Melalui metode penelitian deskriptif ini, data yang diperoleh dicatat dan dipilih berdasarkan masalah-masalah yang dibahas. Analisisnya dilakukan dengan mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba kemudian menginterpretasi gaya bahasa tersebut. Dari analisis yang telah dilakukan banyak ditemukan penggunaan gaya bahasa, diantaranya adalah gaya bahasa alegori, simile, metafora, antonomasia, litotes, personifikasi, hiperbola, klimaks, tautologi, paradoks, sarkasme, serta gaya bahasa anastrof.

Kata-kata kunci :


(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Karya sastra dapat disebut sebagai hidangan yang sangat lezat bagi penikmat yaitu masyarakat. Sastra dihidangkan oleh sastrawan dengan keindahan kata dan kalimat yang tersusun secara harmonis, sehingga menggugah rasa ingin kita untuk membaca dan menikmati karya sastra tersebut. Sama halnya dengan yang dikatakan oleh Putu Wijaya (dalam Sigit B. Kresna, 2001:24) “sastra adalah jembatan ajaib yang menghubungkan manusia dengan manusia tanpa perlu melalui petugas pabean apalagi harus menunjukkan paspor.”Begitu juga dengan pandangan Lord Byron yang merupakan seorang penyair asal Inggris, mengatakan bahwa “Sastra (puisi) adalah lavanya imajinasi, yang letusannya mampu mencegah adanya gempa bumi”.Demikianlah sastra dinyatakan sebagai sesuatu yang besar, hebat, dan menakjubkan oleh para ahli-ahli sastra.

Kata sastra tentu tidak asing lagi bagi kita, sebab sastra lahir di tengah-tengah masyarakat.Menurut Sudjiman (1993:7) “Karya sastra adalah wacana khas yang di dalam ekspresinya menggunakan bahasa dengan memanfaatkan segala kemungkinan yang tersedia.” Jadi, sastra merupakan salah-satu ekspresi pengarang lewat bahasa yang tertata indah tanpa terikat pada aturan atau konvensi yang berlaku.

Setiap karya sastra yang lahir umumnya memiliki tafsiran ganda. Interpretasi tentang nilai-nilai atau pesan terhadap karya sastra yang timbul dalam masyarakat bisa bermacam-macam dan beragam, tergantung pada efek yang dapat


(11)

diberikan karya sastra tersebut lewat bahasa yang khas dan unik kepada pembaca atau pendengar. Setiap tafsiran yang muncul dapat dibenarkan dan dianggab sah.

Sastra merupakan hasil imajinasi atau karya fiktif namun, karya sastra tetap mengandung nilai-nilai kebenaran di dunia nyata, sebab sastra merupakan cerminan dari kehidupan yang terjadi di dalam masyarakat. Seperti yang dijelaskan oleh Siswanto (2008:2) “Apa yang terjadi di dalam karya sastra merupakan cerminan dari kehidupan sastrawannya.” Bahasa yang dieksploitasi pengarang umumnya memiliki ciri khas yang dipengaruhi oleh latar belakang si pengarang tersebut. Keadaan atau kondisi pengarang pada saat proses penciptaan sebuah karyaakan memberikan pengaruh terhadap hasil karya yang tercipta dalam hal gaya bahasa serta diksi yang digunakan pengarang. Keadaan dan kondisi yang dimaksudkan adalah situasi kehidupan, konteks, keadaan ekonomi, politik,dan budaya yang kemudian akan ikut serta dalam memberikan sumbangsih terhadap nilai estetika dan makna di dalam karya sastra tersebut.

Menurut Edi Subroto (1999:4) “Karya sastra lahir berwujud sebuah teks, diwujudkan dan dipahami lewat medium bahasa. Stilistika yang mengkaji gaya bahasa, merumuskan bagaimana sastrawan mengolah dan memanfaatkan unsur-unsur dan potensi bahasa dalam proses kreatifitas untuk memaparkan gagasan, peristiwa dan situasi tertentu.” Bahasa dalam sastra dapat dipahami melalui pendekatan yang tepat. Salah-satu pendekatan yang mampu memberikan pemahaman terhadap gaya bahasa dalam karya sastra adalah melalui pendekatan stilistika.


(12)

Stilistika berasal dari Bahasa Inggris yaitu style yang berarti gaya dan dari bahasa serapan linguistikyang berarti tata bahasa. Stilistika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu “ilmu kebahasaan yang mempelajari gaya bahasa.”Aminuddin (1995 :46) mengatakan sebagai berikut:

”Stilistika sebagai studi tentang cara pengarang dalam menggunakan sistem tanda sejalan dengan gagasan yang ingin disampaikan dari kompleksitas dan kekayaan unsur pembentuk itu yang dijadikan sasaran kajian hanya pada wujud penggunaan sistem tandanya. Walaupun fokusnya hanya pada wujud sistem tanda untuk memperoleh pemahaman tentang ciri penggunaan sistem tanda bila dihubungkan dengan cara pengarang dalam menyampaikan gagasan pengkaji perlu juga memahami gambaran obyek/peristiwa, gagasan, serta ideologi yang terkandung dalam karya sastranya.”

Pada awalnya orang beranggapan bahwa pengkajian stilistika hanya dapat diterapkan pada karya sastra puisi karena strukturnya yang ringkas namun padat.Tetapi menurut Sudjiman (1993:4), “dengan perluasan cakupan pengamatan dari kalimat kewacana, teks prosa yang lebih ekstensif pun dapat dijadikan pengkajian stilistik.”Novel yang merupakan bagian dari prosa, tidak bisa kita pungkiri bahwa didalamnya terkandung beragam gaya bahasa yang unik. Gaya bahasa yang unik ini dijadikan pengarang sebagai senjata pamungkas untuk menarik perhatian pembaca dalam menikmati karya sastra tersebut.

Sebagai contoh didalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba.Kata, frase, serta kalimat yang digunakan Sihar Ramses Simatupang tentunya akan menimbulkan sebuah kesan menarik bagi pembacanya. Kesan yang saya maksudkan bukan hanya berguna sebagai penghibur atau pelipur lara, tetapi juga bisa membawa pembaca larut ke dalam cerita yang dibawakan Sihar Ramses Simatupang tersebut.


(13)

Perhatikan contoh kalimat dibawah ini:

1. Tubuhnya serupa dengan tonggak yang tersisa dari warisan kepurbaan. 2. Kulitnya putih seperti babi guling, bungkus pakaian megahnya

memperkuat pesan serakah.

3. Ratusan tahun, moyangnya juga telah menggerakkan bajak, memindahlan gunung dan mata air.

Kalimat 1, 2, dan 3 diatas adalah sebagian kecil contoh dari gaya bahasa yang terdapat pada novel Bulan Lebam di Tepian Toba karya Sihar Ramses Simatupang. Hal ini tentunya akan sangat menarik untuk dikaji menggunakan teori stilistika.

Stilistika umumnya mengkaji tentang masalah unsur kebahasaan atau aspek linguistik di dalam karya sastra seperti masalah fonem, leksikal, semantik, sintaksis dan frase serta morfologi. Namun didalam penelitian ini, saya memusatkan penelitian dengan meperhatikan gaya bahasa yang digunakan dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba karya Sihar Ramses Simatupang serta interpretasi terhadap novel tersebut.

“Gaya bahasa yang menjadi objek kajian stilistika, pada umumnya bertumpu pada bentuk cara pemaparan gagasan, peristiwa atau suasana tertentu pada sebuah karya sastra dengan mengkaji potensi–potensi bahasa yang dieksploitasi pengarang untuk tujuan tertentu.”(D. Edi Subroto 1999:01).

Novel Bulan Lebam di Tepian Toba karya Sihar Ramses menjadi objek kajian di dalam penelitian ini.Novel tersebut menceritakan tentang kehidupan dan kisah manusia di salah-satu dusun Tapanuli dari sudut pandang generasi muda yang ada


(14)

di perkotaan. Hal-hal penting yang akan diteliti pada objek adalah penggunaan gayabahasanya, yaitu bagaimana bahasa pengarang dalam menyampaikan atau menuliskan cerita, kisah, serta isi di dalam novel tersebut.

1.2Rumusan Masalah

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu:

1. Gaya bahasaapa sajakah yang terdapat dalam novel yangBulan Lebam di Tepian Tobakarya Sihar Ramses Simatupang?

2. Bagaimanakah interpretasi gaya bahasa yang terdapat dalam novel Bulan Lebam diTepian Toba dengan pendekatan stilistika

1.3Tujuan dan Manfaaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

adapun tujuan penelitian ini adalah

1. Mendeskripsikan penggunaan gaya bahasadalam novel Bulan Lebam di Tepian Tobakarya Sihar Ramses Simatupang

2. Mendeskripsikan interpretasi gaya bahasa yang terdapat pada novelBulan Lebam di Tepian Tobakarya Sihar Ramses Simatupang.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Menemukan ciri-ciri keindahan didalam novel Bulan Lebam di Atas Tepian Toba

2. Menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman pembaca, penulis ataupun peneliti tentang sebuah stilistika didalam karya sastra.


(15)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

Dalam menyusun sebuah karya ilmiah, diperlukan sebuah konsep guna mempermudah penelitian danmemberikan gambaran yang jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian.Isi di dalam konsep adalah tentang istilah-istilah atau pengertian yang akan digunakan di dalam penelitian. Dalam hal ini konsep yang saya angkat adalah tentang pengertian novel, interpretasi serta gaya bahasa.

2.1.1 Novel

Kata novel mulai dikenal pada abad ke-14 dengan istilah novella dari bahasa Italia yang berarti “sebuah kisah”. Novel lebih panjang dan lebih kompleks dibandingkan dengan cerpen.Novel merupakan karya fiksi yang diceritakan secara panjang lebar oleh pengarang dengan menyuguhkan tokoh atau karakter, serangkaian peristiwa, serta latar yang biasanya terdiri dari 35.000 kata bahkan lebih.Novel juga merupakan hasil imajinasi pengarang yang mengandung nilai-nilai estetik dan nilai-nilai moral dari aspek-aspek kehidupan manusia.Dewasa ini, novel memiliki peran penting di dalam kehidupan manusia atau masyarakat di suatu Negara.Diantaranya, berperan sebagai media aspirasi masyarakat, media pendidikan, moral, dan budaya, serta sebagai hiburan di dalam masyarakat.

Tarigan (1984:170) menyebutkan bahwa ciri-ciri novel adalah.(1) Jumlah kata lebih dari 35.000 buah, (2) Jumlah waktu rata-rata yang dipergunakan buat membaca novel yang paling pendek diperlukan waktu minimal 2 jam atau 120


(16)

menit, (3) Jumlah halaman novel minimal 100 halaman, 4) Novel bergantung pada pelaku dan mungkin lebih dari satu pelaku, (5) Novel menyajikan lebih dari satu impresi, efek dan emosi, (6) Skala novel luas, (7) Seleksi pada novel lebih luas, (8) Kelajuan pada novel kurang cepat, (9)Unsur-unsur kepadatan dan intensitas dalam novel kurang diutamakan.

2.1.2 Interpretasi

Mengkaji sebuah karya sastra tidak bisa lepas dari interpretasi atau penafsiran.Untuk mendalami makna dari sebuah karya sastra melalui pendekatan atau teori tertentu, diperlukan sebuah penafsiran atau interpretasi.Interpretasi yang berarti menafsirkan, berhubungan dengan penjabaran, serta analisis makna yang terlihat ataupun yang tersembunyi di dalam sebuah karya, sehingga maksud sipengarang sastra tersebut dapat diketahui.

Teks sastra terkenal rumit untuk dipahami.Karena, bahasa yang cenderung bertele-tele dan banyaknya penggunaan ungkapan yang khas serta penggunaan gaya bahasa membuat teks sastra tersebut mesti diidentifikasi melalui interpretasi berdasarkan pemikiran yang matang. Sehingga, muncul ide pemaknaan pada sastra tersebut. Tingkat penafsiran yang optimal bergantung pada kecermatan interpreter (si penafsir). Untuk itu, seorang interpreter mesti mimiliki wawasan tentang tata bahasa, sastra, dan budaya secara mendalam

2.1.3 Gaya Bahasa

Kata dan kalimat disusun sedemikian rupa oleh penulis, sehingga membentuk suatu pernyataan yang menarik dan memiliki keindahan, dimana pada saat kita membacanya akan timbul perasaan takjub pada kita. Kalimat seperti itu


(17)

pastinya mengadungunsur-unsurgaya bahasa. Gaya bahasa banyak kitatemukan pada wacana sastra seperti novel atau cerpen.

Penggunaan gaya bahasa terhadap karya sastra mempunyai tujuan tertentu, dan tujuan tersebut tergantung pada pengarang karya sastra. Pengarang menyampaikan maksud tertentu dengan cara tertentu. Tujuannya bukan untuk memperumit penafsiran pembaca, namun lebih mengarah pada sisi keindahan karya. Karya sastra yang tanpa dibubuhi gaya bahasa maka akan tampak mati, monoton, dan tidak memiliki warna sehingga minat orang untuk membaca karya sastra tersebut tidak akan ada.

2.2Landasan Teori

Untuk mengetahui dan memahamigaya bahasa yang terdapat pada novelBulan Lebam di Atas Tepian Toba, saya sebagai peneliti menggunakan teori stilistika. Stilistika merupakan ilmu yang mengkaji cara pengarang dalam memanipulasi bahasa dengan tujuan tertentu sehingga pengarang diketahui memiliki ciri atau gaya khas tersendiri. Berdasarkan cakupannya, stilistika yang mengkajigaya bahasa memiliki bagian yaitu diksi (pilihan kata), struktur kalimat, majas dan citraan, pola rima, dan matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra (Sudjiman, 1993:13-14).

2.2.1Stilistika

Seperti yang kita ketahui bahwa, stilistika merupakan bagian ilmu sastra yang sangat penting.Stilistika bertujuan untuk menjabarkan ciri-ciri khusus yang estestis atau indah dalam karya sastra.Pengertian stilistika menurut Sudjiman (1993:3) adalah sebagai berikut:


(18)

“Stilistika adalah suatu ilmu yang digunakan untuk mengkaji cara sastrawan memanipulasi, dengan arti memanfaatkan unsur dan kaidah yang terdapat di dalam bahasa dan efek apa yang ditimbulkan dalam penggunaanya itu. Stilistika juga meneliti ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra, ciri-ciri yang membedakannya, atau yang mempertentangkannya dengan wacana nonsastra, meneliti deviasi terhadap tata bahasa sebagai sarana literal. Singkatnya, menurut sudjiman stilistika meneliti fungsi puitik suatu bahasa.”

Satrawan terkadang menyatakan maksud tertentu dengan bahasa tertentu, pada situasi seperti inilah ilmu stilistika dibutuhkan. Sastrawan selalu bermain kata-kata, memanipulasi bahasa, menggunakan struktur bahasa yang tidak biasa bahkan menyimpang dari yang sudah biasa, sehingga pembaca terkadang sulit menyimak makna yang dimaksud pengarang dalam karyanya.Meskipun demikian semua hanya semata-mata demi keindahan karya sastra tersebut.

2.2.1.1Gaya Bahasa/Majas

Menurut Suparman (1986:73) “Gaya bahasa adalah pernyataan dengan pola tertentu, sehingga mempunyai efek tersendiri terhadap pemerhati. Dengan pola materi akan menimbulkan efek lahiriah, sedangkan pola arti akan menimbulkan rohaniah.” Sedangkan menurut Gorys keraf (2006:113) “gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang meperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).” Gaya bahasa sangat diperlukan di dalam karya sastra untuk menambah kesan dan nilai pada karya tersebut.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesiaedisi ke-3 (2005) “gaya bahasa atau majas merupakan pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu


(19)

untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan baik secara lisan maupun tertulis.”Ada banyak jenis majas di dalam bahasa Indonesia.Menurut

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (2007) secara sederhana majas terdiri dari empat macam, berikut penjelasannya.

a. Majas Perbandingan

Majas perbandingan adalah majas atau gaya bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu dengan membandingkannya pada sesuatu yang lain. Majas perbandingan digunakan karena adanya kemiripan sifat, bentuk dan lain-lain. Berikut adalah jenis-jenis majas perbandingan.

1. Alegori adalah menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.

2. Alusio adalah pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena selain ungkapan itu sudah dikenal, pembicara atau penulis ingin juga menyampaikan maksud secara tersembunyi.

3. Simile adalah pengungkapan dengan menggunakan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung seperti layaknya, bagaikan, seperti, bagai.

4. Metafora adalah pengungkapan berupa perbandingan analogis satu hal dengan hal lain, dengan menghilangkan kata-kata seperti, layaknya, bagaikan, dsb.


(20)

5. Antropomorfisme adalah bentuk metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.

6. Sinestesia adalah bentuk metafora berupa ungkapan yang berhubungan dengan suati indra untuk dikenakan kepada indra yang lain.

7. Antonomasia adalah penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri sebagai nama jenis.

8. Aptronim adalah pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.

9. Metonemia adalah bentuk pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merk, ciri khas atau menjadi atribut.

10.Hipokorisme adalah penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib antara pembicara dengan yang dibicarakan.

11.Litotes adalah ungkapan berupa mengecilkan fakta dengan tujuan untuk merendahkan diri.

12.Hiperbola adalah cara pengungkapan dengan melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan itu menjadi tidak masuk akal.

13.Personifikasi atau penginsanan adalah cara pengungkapan dengan menjadikan bendamati atau tidak bernyawa sebagai manusia.

14.Depersonifikasi adalah cara pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia.


(21)

15.Pars prototo adalah sinekdoke berupa ungkapan sebagian dari objek untuk menunjuk keseluruhan objek tersebut.

16.Totum proparte adalah sinekdoke berupa mengungkapkan maksud keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian saja.

17.Eufimisme adalah menggantikan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus. 18.Disfemisme adalah mengungkapkan pernyataan tabu atau dirasa kurang

pantas sebagaimana adanya.

19.Fabel adalah menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.

20.Parabel adalah ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.

21.Perifrase adalah ungkapan yang panjang, sebagai pengganti pengungkapan yang lebih pendek.

22.Eponim adalah majas perbandingan dengan menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.

23.Simbolik adalah melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.

Dari sekian banyaknya majas perbandingan yang telah dijelaskan di atas, tidak semua bisa kita temukan pada Novel Bulan Lebam di Tepian Toba. Jenis majas perbandingan yang terkandung pada novel karya Sihar Ramses tersebut yaitu, (1) majas alegori, (2) majas simile, (3) majas metafora, (4)majas antonomasia, (5) majas litotes, (6) majas personifikasi, (7) majas hiperbola.


(22)

b. Majas Penegasan

Majas penegasan adalah majas atau gaya bahasa yang digunakan untuk menegaskan sesuatu sehingga menimbulkan kesan atau pengaruh kepada pembaca ataupun pendengar. Berikut ini adalah jenis-jenis majas penegasan.

1. Apofasis adalah penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.

2. Pleonasme adalah menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan. 3. Repetisi adalah perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu

kalimat atau wacana.

4. Pararima adalah bentuk perulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.

5. Aliterasi adalah repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.6 6. Paralelisme adalah pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, klausa

yang sejajar.

7. Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berujud perulangan bunyi vokal yang sama.

8. Tautologi adalah gaya bahasa berupa pengulangan kata –kata dengan menggunakan sinonimnya.

9. Sigmatisme adalah pengulangan bunyi ”s” untuk efek-efek tertentu.

10.Antanaklasis adalah pengungkapan dengan menggunakan perulangankata yang sama, tetapi dengan makna berlainan.


(23)

11.Klimaks (klimax: tangga) adalah pemaparan pikiran atau hal berturut-turut dari yang sederhana dan kurang penting meningkat kepada hal atau gagasan yang penting atau kompleks.

12.Antiklimaks (anti: menentang, klimax: tangga) adalah pemaparan hal atau gagasan yang penting atau kompleks menurun kepada pikiran atau hal sederhana dan kurang penting.

13.Inversi atau anastrof adalah menyebutkan terlebih dahulu predikat kalimat suatau kalimat, kemudian subjeknya.

14.Retoris adalah ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung dalam pernyataan tersebut.

15.Elipsis adalah penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal, unsur tersebut seharusnya ada.

16.Koreksio adalah ungkapan dengan menyebutkan hal-halyang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud sesungguhnya. 17.Sindenton (sundetos: kata penghubung) adalah pengungkapan suatu

kalimat atau wacana yang bagian-bagiannya dihubungkan dengan kata penghubung. Bila ungkapan tersebut menggunakan beberapa atau banyak kata penghubung, disebut polisidenton; bila dalam ungkapan tersebut tidak digunakan kata penghubung, disebut asidenton.

18.Interupsi ialah ungkapan berupa menyisipkan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.


(24)

20.Enumerasio adalah ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.

21.Preterito ialah ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnarnya

22.Alonim adalah penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.

23.Kolokasi adalah bentuk asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.

24.Silepsis adalah majas penegasan berupa menggunakan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.

25.Zeugma adalah variasi dari silepsis. Dalam zeugma kata yang digunakan tidak logis dan tidak gramatikal untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.

Jenis-jenis majas penegasan telah dijelaskan di atas.jenis majas penegasan yang dipakai di dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba adalah (1) majas tautologi, (2) majas klimaks, (3) anastrof.

c. Majas Pertentangan

Majas pertentangan adalahgaya bahasa yang menyatakan pertentangan. Majas pertentangan mengambaran sesuatu yang berlawanan atau tidak selaras.Berikut adalah jenis-jenis majas pertentangan.

1. Paradoks adalah cara pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.


(25)

3. Antitesis adalah pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.

4. Kontradiksi interminus adalah pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya

5. Anakronisme adalah ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian antara peristiwa dengan waktunya.

Dari ke-5 majas pertentangan yang telah dijelaskan di atas, yang bisa kita temui pada novel BulanLebam di Tepian Toba adalah majas paradoks.

d. Majas Sindiran

Majas sindiran adalah majas atau gaya bahasa yang digunakan untuk menyindir seseorang atau sesuatu dengan maksud dan tujuan tertentu. Berikut adalah jenis-jenis majas sindiran.

1. Ironi adalah sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.

2. Sarkasme adalah sindiran langsung dan kasar.

3. Sinisme adalah ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia. Karena itu sinisme bersifat lebih kasar dibandingkan ironi.

4. Satire adalah ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dsb.

5. Inuendo adalah sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya. Semua jenis majas yang telah dijelaskan di atas, tidak semua terdapat di dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba karya Sihar Ramses Simatupang.Jenis majas


(26)

sindiran yang bisa kita jumpai pada novel tersebut adalah 1) sarkasme, 2) ironi, 3) inuendo.

2.2.1.2 Diksi

Menurut Gorys Keraf (2006:23) “Gaya bahasa adalah bagian dari diksibertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi.” Gaya bahasa dalam sebuah karya sastra tentu tidak lepas dari aspek diksi atau pilihan kata.Pemakaian kata atau bahasa harus bisa menyampaikan ide, atau gagasan yang dimaksudkan oleh pemakai bahasa tersebut, sehingga terjadi komunikasi yang baik serta terhindar dari kesimpangsiuran makna.

Menurut Gorys Keraf (2006:88) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai ketepatan diksi yaitu, sebagai berikut:

1. Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi,

2. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir sama, 3. Membedakan kata-kata yang mirip ejaannya,

4. Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri,

5. Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-kata asing yang mengandung akhiran tersebut,

6. Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatik,

7. Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus mambedakan kata umum dan kata khusus,


(27)

9. Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal,

10.Memperhatikan kelangsungan pilihan kata.

2.3 Tinjauan Pustaka

Novel Bulan Lebam di Tepian Toba karya Sihar Ramses adalah salah satu novel yang cukup terkenal.Terbukti dari rating novel tersebut tinggi. Dengan begitu,tidak salah kalau kehadiran novel Bulan Lebam di Tepian Toba telah menarik perhatianbanyak ahli atau masyarakat untuk memberikan komentar atau pengulasan-pengulasan terhadap novel tersebut, serta pemaparan berupa kritik ataupun apresiasi yang dituliskan diberbagai situs blog dan media cetak.

Elida Sitorus (2012), didalam Blog-nya membahas adat, budaya dan nilai sosial yang terkandung pada novel Bulan Lebam di Tepian karya Sihar Ramses Simatupang. Munurut Elida, novel tersebut kaya akan nilai sosial serta budaya. Budaya yang dimaksud adalah budaya batak toba.menurutnya, pengarang membubuhi cerita dengan konteks budaya toba, sehingga banyak istilah-istilah bahasa toba yang melekat pada cerita novel tersebut.

Imam Muhtarom memberikan asumsinya lewat sebuah artikel yang dimuat di Koran Jawa Pos tanggal 16 Agustus 2009. Beliau mengatakan bahwa novel

Bulan Lebam diTepian Toba mencerminkan perjuangan individu dengan mempercayakan kemampuan individunya untuk menjadi modern.

Idris Pasaribu juga memberikan ulasan terhadap novel Sihar Ramses ini di salah satu situs group yahoo bernama Kelab Maya Sastera Alam Sabah. Diakses tanggal 17 september 2014. Beliau mengatakan bahwa novel Bulan Lebam


(28)

diTepian Toba memiliki keindahan bahasa yang mampu memberikan penggambaran yang membawa imajinasi pembacanya menerawang, Menerawang kepada keindahan huta, menerawang keindahan danau, angin yang semilir bahkan rerumputan yang berbunga warna-warni.

Retno Dwi Dandayani, merupakan mahasiswa universitas Sebelas Maret yang mengangkat stilistika sebagai landasan teori pada skripsinya yang berjudul

Kajian Stilistika Novel Sirah karya AY. Suharyana (2010). Retno mempermasalahkan aspek bunyi bunyi bahasa, diksi serta gaya bahasa terhadap novel Sirah.Menurutnya,stilistika adalah study gaya yang menyarankan bentuk ilmu pengetahuan atau paling sedikit study yang metodis.


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Dalam melakukan sebuah penelitian, peneliti diwajibkan menggunakan sebuah metode untuk mempermudah penelitian, sehingga penelitian yang dilakukan lebih terarah dan tertata rapi. Menurut Suwardi E. (2008) “Metode dalam penelitian sastra adalah cara yang dipilih oleh peneliti dengan mempertimbangkan bentuk,isi, dan sifat sastra sebagai subjek kajian.”

Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodepenelitian kualitatif. Menurut Pradopo (2001: 25). “Penelitian kualitatif menitikberatkan pada segi alamiah dan mendasarkan pada karakter yang terdapat dalam data.” Menurut Suwardi E. (2008:5) menjelaskan bahwa “penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak mengutamakan angka-angka, tetapi mengutakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji secara empiris.” Metode ini berhubungan dengan nilai-nilai atau kesan yang bisa diperoleh dari objek semisal novel.Nilai dari suatu novel tergantungkepada sisi keindahan, kesan, dan pesan novel tersebut. Rangkaian kata-kata yang disusun sedemikian rupa dengan gaya maupun teknik penulisan yang khas oleh penulis, akan menghasilkan karya yang benilai tinggi.

Sumber data penelitian ini terbagi atas data primer dan data sekunder.Data primer berupa Novel Bulan Lebam di Tepiaan Toba Karya Sihar Ramses Simatupang, selanjutnya data sekunder diperoleh dari sumber-sumber tertulis berupa buku atapun artikel serta dari sumber online atau internet yang berisi


(30)

tentang informasi yang berkaitan dengan penelitian.Berikut informasi tentang data primer

Judul Bulan Lebam di Tepian Toba

Pengarang Sihar Ramses Simatupang Tahun terbit 2009

Penerbit Kikilangit Kencana Tempat terbit Rawamangun-Jakarta Jumlah halaman iv + 254 halaman Ukuran naskah 12,5 x 20cm Cetakan pertama

Warna sampul warna hitam dipadu dengan warna biru Desain sampul circlesstuff design

Tata letak jeffri

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik studi kepustakaan, yaitu memanfaatkan resensi buku yang ditulis oleh pakar sastra khususnya stilistika.Studi pustaka sangatlah penting karena dapat memberikan gambaran awal yang kuat untuk menyelesaikan penelitian ini. Resensi buku akan menambah pengetahuan peneliti dan juga akan berfungsi sebagai pembuka pintu untuk memahami dan menyelesaikan masalah di dalam penelitian ini.

Novel Bulan Lebam diTepian Toba karya Sihar Ramses menjadi data primer dalam penelitian ini. Pengumpulan data yang dibutuhkan, diperoleh


(31)

dengan cara membaca dan menghayati data primer. Membaca dilakukan secara berulang-ulang terhadap data primer dan kemudian menghayati secara mendalamapa yang menjadi sumber informasi penting di dalam data primer. Selanjutnya dilakukan teknik simak dan catat.

Teknik simak dilakukan cermat, teliti, dan terarah terhadap data primer untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.Dari hasil penyimakan yang dilakukan terhadap seluruh teks novel Bulan Lebam di Tepian Toba kemudian dilakukan pencatatan data beserta kode sumber data.

3.3 Teknik Analisi Data

Dalam sebuah penelitian yang menggunakan metode kualitatif, maka secara otomatis penelitian dilakukan secara deskriptif. Menurut Suwardi E. (2008:5) “penelitian secara deskriptif artinya terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar yang diperlukan, bukan berbentuk angka.”

Adapun teknik analisis data yang diterapkan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan data yang diperoleh dari hasil membaca dan mengahayati data primer dan data sekunder, kemudian melakukan pemahaman dan penafsiran terhadap data yang sudah ada serta mengidentifikasi gaya bahasa yang terdapat pada novel Bulan Lebam di Tepian Toba.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data adalah sebagai berikut:

1. memahami secara mendalam obyek yang dikaji atau diteliti.

2. Menyajikan data yang diperlukan lewat membaca berulang-ulang obyek yang akan diteliti .


(32)

3. Menginterpretasi data dan melakukan penafsiran secara sistematis terhadap data.

4. Menyimpulkan hasil analisis sehingga diperoleh informasi mengenai gaya bahasa pada novel Bulan Lebam di Tepian Toba Karya Sihar Ramses Simatupang.


(33)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1Penggunaan Gaya Bahasa dalam Novel Bulan Lebam di Tepian Toba

Novel Bulan Lebam di Tepian Toba adalah maha karya seorang Sihar Ramses Simatupang. Penggunaan gaya bahasa sangat banyak dan beragam pada novel tersebut. Kesan dan pesan diolah kedalam bentuk gaya bahasa yang unik dan memiliki nilai yang sangat tinggi, sehingga kita dapat merasakan cerita demi cerita yang diciptakan oleh Sihar Ramses Simatupang. Berikut adalah analisis terhadap gaya bahasa dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba.

4.1.1Gaya Bahasa Alegori

Menurut gorys keraf (2006:140) “Gaya bahasa alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan.Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya.Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat.” Berikut ini beberapa data gaya bahasa metafora dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba.

1) “Melihat dengan getir kampung halamannya seperti pemuda desa yang kembali melihat mekarnya bunga di atas gunung setelah beberapa tahun terbuai bunga plastik di etalase kaca plaza” (BLTT: 45)

Data di atas merupakan gaya bahasa alegori, yakni mengandung makna kiasan. Si pemuda desa yakni tokoh yang bernama Hamonangan, melihat kampung halamanya dengan perasaan getir.Getir yang artinya kepahitan hidup yang dialami Hamonangan selama di perantauan.Kampung halamanya diibaratkan sebagai bunga yang mekar dari pegunungan yang artinya adalah indah dan masih


(34)

asri.Tokoh Monang atau Hamonangan dikatakan terbuai bunga plastik di etalase kaca plaza, yang artinya penuh dengan kepalsuan selama hidup di perkotaan. 2) “Pasti Torang menangis, diseluruh cerita masa lalunya, sebagai seorang

japang-japang di kampung itu, dadanya yang kerap membusung, kini cuma bisa meniupkan nafas kelelahan yang segera disambut dan dilenyapkan angin, seketika tersapuudara malam.” (BLTT:31)

Data di atas digolongkan sebagai gaya bahasa alegori. Makna dari kalimat tersebut menceritakan bahwa tokoh Torang yang dulunya adalah seorang japang-japang.Istilah japang-japang di dalam lingkungan orang batak menyatakan makna sebagai sosok yang keras dan kuat serta disegani.Kemudian dadanya kerap membusung, artinya torang dulu memiliki otot-otot di tubuhnya yang memberikan karisma kejantanan di masa muda.Namun, kini akhirnya hanya bisa meniupkan nafas kelelahan diusianya yang semakin tua.

3) “Panorama perjalanan itu menyembul, cetakan memori masa kecil membongkah di depan mata setelah merantau, meyakinkan bahwa benda di hadapannya itu tak lagi kenangan dan isapan jempol.” (BLTT:35)

Data di atas juga merupakan gaya bahasa alegori karena mengandung kiasan. Di bagian pertama kalimat disebutkan Panorama perjalanan itu menyembul, maksudnya adalah pemandangan bebas yang mencuat atau yang tampak selama perjalanan. Kemudian pada tuturancetakan masa kecil membongkah di depan mata setelah merantau memiliki arti yakni, kenangan-kenangan pada masa kanak-kanak yang masih utuh walaupun waktu telah lama berlalu dan muncul karena melihat pemandangan indah yang ada di hadapannya. Kenangan yang ia rasakan selama di perjalanan sungguh begitu nyata, hal itu disebutkan pada kalimat bagian terakhir, yakni meyakinkan bahwa benda di hadapannya tidak lagi kenangan dan isapan jempol.


(35)

4) “Diratusan bulan yang muncul di cakrawala, kemudian terbanglah di tempurung kepala dan kehidupan mereka; Burung besar manuk-manuk halambu jati: penjaga tiga telur titipan sang pencipta semesta, cikal bakal manusia di lagenda batak.” (BLTT:38)

Data 4 di atas menggambarkan gaya bahasa alegori. Pada bagian pertama kalimat tersebut mengadung makna kiasan dan sangat sulit untuk diinterpretasi namun sangat menarik yaitu disebutkan diratusan bulan yang muncul di cakrawala.menurut hasil interpretasi peneliti terhadap bagian pertama kalimat tersebut adalah menggambarkan tentang suasana malam yang dihiasi sinar bulan di langit. Kemudian disebutkan bahwa burung besar manuk-manuk halambu jati terbang di tempurung kepala dan kehidupan mereka.Manuk-manuk halambu jati merupakan kepercayaan masyarakat batak sebagai mahluk sakral dan suci. Di dalam kehidupan masyarakat batak, dikenal ada tiga pandasi yang menjadi cikal bakal orang batak yaitu disebut sebagai dalihan na tolu. Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa maksud dari data 4 di atas yaitu “pada suasana malam yang sunyi, diterangi cahaya rembulan, orang batak memperoleh tiga hal penting dan menjadi aturan adat orang batak juga sebagai pondasi atau cikal bakal kehidupan orang-orang batak.”

5) Lewat tatapan ke bukit, sebentuk hawa kenangan lain juga menyerbu masuk, menyusup mata, indera kulit, menepis dingin hawa gunung dan perkampungan, menjelma utuh di dalam tubuh. (BLTT:39)

Data 5 di atas menceritakan suatu perasaan yang dialami Monang sewaktu tiba di kampung halamannya.Perasaan sedih, senang juga penyesalan bercampur di dalam diri Monang.

6) “Monang mengusir kenangan di masa muda. Lelaki yang gagal masa depannya ini menatap masa senja berwarna kuning kemerahan di atas perbukitan” (BLTT:113)


(36)

Maksud dari kalimat di atas adalah monang tidak ingin larut dalam kenangan masa kecil. Meskipun monang merupakan akademisi yang gagal tetapi dia ingin meraih masa depan serta mimpi-mimpinya. Menatap ke depan walaupun dinyatakan pada kalimat tersebut senja berwarna kuning kemerahan yang bisa berarti waktu yang semakin sedikit tersisa.

7) “Terasa hangat sentuhan tubuh si perempuan yang ternyata kakaknya itu, memercik hangat tubuh yang lama dibekukan oleh kesunyian, kenangan dan udara dingin di perbukitan kampung.” (BLTT:85)

Data 7 di atas menceritakan kehangatan yang dirasakan Monang dari pelukan kakak iparnya Tesya, kemudian disebutkan memercik hangat tubuh yang lama dibekukan oleh kesunyian.Bagian tersebut menyatakan kesepian yang di alami Tesya setelah ditinggal mati oleh suaminya Ganda. Tokoh Monang yang merupakan saudara dari suaminya Tesya sangat bersimpati terhadap apa yang sedang dirasakan oleh Tesya.

8) “Danau toba seolah gadis yang dikerok punggung, penuh dengan sapuan tempias cahaya di dasar permukaan airnya.” (BLTT:113)

Data 8 di atas menyatakan sisi keindahan danau toba.Pantulan sinar mentari yang menambah kemegahan danau yang menjadi kebanggan masyarakat toba.

9) Senja bersepuh emas. Angin kencang meniup. Sejauh lontaran mata memandang, hanya gugus tanah dan hijau padi, juga pantulan cahaya air, yang terlihat di bawah kaki. (BLTT:143)

Data di atas menyatakan suasana senja bersepuh emas,yang artinya adalah suasana petang dengan sinar kuning emas dari matahari petang juga tiupan angin yang kencang di huta‘perkampungan.’Jika dilihat dari keseluruhan kalimat tersebut bisa disimpulkan bahwa maksudnya yaitu suasana huta


(37)

atauperkampungan yang masih asri dan masih tradisional dan jauh dari pengaruh masyarakat perkotaan.Di pelataran sawah tumbuh padi yang hijau serta adanya warna keindahan dari pias cahaya mentari yang terpantul dari air danau toba. 10) Putaran dan langkah kaki tesya tak bisa diduga, berlari, melompat seperti

kijang, bermain di antara angin, sibuk bercengkrama dengan sesuatu atau semesta yang dikatakan oleh si datu penjaga adat sebagai dialog pribadi dengan perempuan ini dengan Tuhan” (BLTT:143)

Data di atas menyatakan perilaku Tesya yang tidak normal namun dianggab sebagai ritual atau komunikasi Tesya terhadap yang Maha Esa oleh si datu.

11)Dikecupnya kening perempuan itu dengan lembut. Mata Tesya terpejam, dibiarkan waktu bergulir, sebab angin pasti akan mengembus kelopak bunga, sebab hujan pasti akan menyirami tanah.

Data 11 di atas menyatakan perasaan cinta yang datang begitu saja.Perasaan cinta Monang terhadap Tesya seperti angin yang akan mengembus kelopak bunga dan hujan yang akan menyirami tanah. Datang tanpa sengaja, cinta yang alami dan bersahaja.

4.1.2 Gaya Bahasa Simile

Gaya bahasa simile adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat eksplisit yang menggunakan kata penghubung seperti, bagaikan, laksana dan sebagainya. Gaya bahasa simile ini bertujuan untuk menyatakan persamaan sesuatu hal dengan sesuatu hal yang lainnya. Berikut adalah beberapa data gaya bahasa simile dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba.

12)“Kulitnya putih seperti babi guling, bungkus pakaian meganya memperkuat kesan serakah.” (BLTT: 3)


(38)

Kalimat di atas merupakan gaya bahasa simile. Hal tersebut terlihat pada perbandingan yang menggunakan kata penghubung seperti yang tampak dalam kalimat.Warna kulitnya disamakan dengan warna kulit babi guling yaitu putih kotor.

13)“Tubuhnya serupa tonggak yang tersisa dari warisan kepurbaan” (BLTT:3) Data 13 di atas mengibaratkan tubuh datu sebagai tonggak yang tersisa dari warisan kepurbaan yakni tua, rapuh, lemah dan rentan.

14)“Darah yang tak bisa dielakkan, seperti daging yang berpindah turun-temurun dari anak kepada bapaknya” (BLTT:3)

Data di atas digolongkon sebagai gaya bahasa simile, karena menggunakan kata pembanding seperti. Maksud dari kalimat tersebut yakni sifat seseorang akan turun-temurun dari generasi ke generasi, kepada anak dan cucunya.

15)“Suaranya makin keras, serupa macan gunung..” (BLTT:6)

Data 15 di atas menggunakan kata pembanding serupa.Suaranya, yakni suara sang datu diserupakan dengan suara macan gunung yang berarti keras, lantang dan menakutkan.

16)“Suara itu terdengar diantara bau minuman keras, serupa semburan naga,” (BLTT:9)

Kata pembanding pada data 16 di atas adalah serupa.Suara yang dinyatakan dalam kalimat tersebut serupa dengan semburan naga. Naga merupakan mahluk mitos yang bisa menyemburkan api dari mulutnya. Jadi bisa disimpulkan bahwa kalimat tersebut bermakna suara yang berapi-api atau dengan kata lain suara dengan nada tinggi.


(39)

17)“Isu berkesiur ringan seperti kapas yang terbang setelah buahnya lepas dari pohon.” (BLTT:20)

Maksud dari data 17 di atas adalah isu yang beredar sama seperti kapas yang terbawa angin, perlahan tapi pasti meluas.

18)“Berjalan maju-mundur bak kepiting melangkah di jalan setapak di kampung ini.” (BLTT:21)

Maksud dari kalimat atau data di atas menyatakan keadaan mabuk, jalan yang maju mundur bagai kepiting yang sedang melangkah di atas jalan setapak yang artinya tidak seimbang, sempoyongan dan tidak stabil.

19)“Orang-orang sempat mendengarsuara serupa pukulan bambu pecah dari kerongkongan lelaki tua itu” (BLTT:26)

Data di atas juga dapat diklasifikasikan sebagai gaya bahasa simile karena menggunakan kata pembanding serupa yang berarti persamaan. Maksud dari kalimat tersebut adalah suara yang terdengar seperti suara pukulan bambu pecah yang artinya nyaring dan melengking.

20)“Dia memperhatikan kelok jalan yang menganga seperti rongga ular besar tanah sumatera.” ( BLTT: 43)

Data di atas mengandung gaya bahasa simile, memiliki makna yang menyatakan jalan panjang, berkelok-kelok dan diibaratkan sebagai ular Sumatra. Ketika ular menjulur maka tubuhnya akan terlihat meliuk-liuk membentuk kelok sama seperti jalan yang dimaksudkan dalam kalimat tersebut.

21) “Mengikut langkah uda-nya seperti kerbau yang dicocok hidung.” (BLTT:52) Hidung kerbau biasanya akan dicocok hidungnya kemudian diikatkan tali sehingga kerbau tersebut akan mengikuti tuannya atau pemiliknya. Sama halnya dengan Florida dalam cerita yang selalu mengikuti langkah pamannya.Kata


(40)

22) “Tatapan yang seperti pias cahaya kelereng” (BLTT:75)

Data 22 di atas digolongkan sebagai gaya bahasa simile karena di dalamnya terdapat unsur pembanding yaituseperti. Interpretasi penulis terhadap data di atas adalah tatapan tajam dan diibaratkan kelereng yang memantul pias cahaya.

23)“Dia terlihat seperti bunga putih kusam yang tertiup angin dan debu tanah” (BLTT:114)

Dalam data 23 di atas, dia yaitu tokoh bernama Tesya diibaratkan sebagai bunga yang berarti sesuatu yang indah.Namun, ditambah lagi dengan penjelasan bahwa bunga tersebut kusam, tertiup angin dan debu tanah.Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Tesya adalah wanita cantik namun tidak pernah mengurus dirinya dan tidak diperdulikan orang.

4.1.3 Gaya Bahasa Metafora

Metafora adalah gaya bahasa perbandingan langsung dan tidak menggunakan kata penghubung misalnya: seperti, bagaikan, ibarat dan sebagainya. Menurut Gorys Keraf (2006:139) “Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat:bunga bangsa, buaya darat, buah hati dan sebagainya.”Berikut adalah gaya bahasa metafora yang terdapat dalam Bulan Lebam di Tepian Toba.

24)“Seyakin mantera yang ratusan tahun mengalir dari bibir-bibir moyangnya.” (BLTT:4)

Pada data 24 di atas, kata mengalir sebenarnya menyangkut air atau cairan. Akan tetapi di dalam kalimat tersebut mengalir dari bibir moyangnya


(41)

maksudnya adalah terucap atau diucapkan dari bibir nenek moyangnya. Kata

mengalir dalam kalimat tersebut bermakna diucapkan. 25)“…kata Ganda dengan tatapan yang dingin” (BLTT:10)

Pada data 25 di atas, tuturan tatapan yang dingin digolongkan sebagai gaya bahasa metafora. Tatapan yang dingin bermakna melihat dengan perasaan sinis, tidak suka terhadap orang yang ditatap, dan memandang rendah orang yang sedang ditatap.

26)“Hotman mengobarkankabaritu ke orang-orang” (BLTT:19)

Pada data di atas, kata mengobarkan sebenarnya digunakan untuk menyatakan ataumenyangkut api. Namun dalam tuturan mengobarkan kabar

memiliki arti memberitakan kabar secara cepat, secepat api yang menghanguskan benda –benda di sekitarnya.

27)“Tetapi kini, anak bau kencur segenerasi anaknya berani menunjuk-nunjuk jari ke arah wajahnya” (BLTT:28)

Tuturan anak baukencur memiliki makna sebagai anak bocah dan masih belum cukup umur. Istilah bau kencur menyatakan perbandingan terhadap anak remaja yang diibaratkan sebagai bau kencur yang memiliki makna belum cukup umur atau belum pantas untuk melakukan tindakan seperti yang dikerjakan oleh orang dewasa.

28)“Perempuan itulah yang selama ini menopangkehidupanGanda” (BLTT:21) Tuturan menopang kehidupan merupakan gaya bahasa metafora yang memiliki arti membantu serta mempertanggungjawabkan kehidupan Ganda. Lebih jelasnya, kalimat tersebut menyatakan bahwa si perempuan yakni Tesya adalah


(42)

penyokong kehidupan, yang mengurus, bekerja untuk mencari makan sehari-hari, sebab Ganda memiliki perilaku buruk, suka berjudi dan mabuk-mabukan.

29)“Beberapa lelaki yang kepalanya yang belum miring oleh pengaruh tuak, melihat detail surat kumal itu” (BLTT:24)

Tuturan belum miring pada data di atas bukan berarti kepalanya betul-betul miring.Maksud dari tuturan tersebut adalah belum mabuk atau masih sadar walaupun telah terkena pengaruh minuman keras.

30)“Saat terpukul jiwanya, Si Hotman tiba-tiba saja mendorong tubuhnya.” (BLTT:29)

Data 30 di atas merupakan gaya bahasa metafora. Pada tuturan terpukul jiwanya memiliki arti menyatakan tidak berdaya karena perlakuan Hotman dan komplotannya terhadap Torang. Kata terpukul dalam arti yang sebenarnya adalah suatu benturan yang terjadi pada dua benda atau lebih secara tidak sengaja.

31) “Delapan tahun tanpa kabar, tanpa surat yang dilayangkan” (BLTT:36) Pada data 31 di atas terdapat tuturan dilayangkanyang memiliki arti diterbangkan. Dalam kalimat di atas, tanpa surat yang dilayangkanbukan berarti tidak ada surat diterbangkan atau dibuat terbang, namun maksudnya adalah tidak ada surat yang dikirimkan.

32) “Matanya kini bertamasya” (BLTT:37)

Tuturan bertamasya bermakna perjalanan untuk menikmati pemandangan dan keindahan alam.Dalam data di atas bukan berarti mata melakukan perjalanan, sebab mata tidak memiliki kaki untuk berjalan.Maksud kalimat di atas yang sesungguhnya adalah menatapi seluruh pemandangan yang dapat dijangkau mata. 33)Pperantau yang akhirnya tetap gagal mengayam waktu di pulau asing.”


(43)

Data 33 di atas merupakan gaya bahasa metafora. Kata mengayam

sebenarnya berkaitan dengan kegiatan kreatifitas dari bahan kain, atau dengan kata lain kegiatan merajut kain dan menciptakan karya seni yang indah dan menarik. Namun pada kalimat di atas mengayam dikaitkan dengan waktu.Jika diinterpretasi maksud dari kalimat di atas sebenarnya menyatakan perantau yang gagal memanfaatkan waktu yang ada untuk membuahkan hasil atau karya selama diperantauan.

34) “Huta-nya telah berubah menjadi harta karun yang diimpikan ketika ia masih tinggal di tana rantau.” (BLTT:45)

Data di atas menujukan gaya bahasa metafora. Huta yang artinya adalah kampung, disamakan dengan harta karun. Harta karun bermakna sesuatu benda yang berharga dan bernilai tinggi. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa kalimat di atas memiliki arti huta atau kampung adalah sesuatu yang bernilai tinggi seperti halnya dengan harta karun.

35) “Setelah berpuluh langkah, matanya menyapu simin” (BLTT:47)

Kata menyapu sebenarnya berkaitan dengan kegiatan membersihkan, namun pada tuturan di atas menyapu bukan menunjukkan makna membersihkan tetapi bermakna melihat dan mengamati.

36)“Diantara mata monang yang berkaca-kaca, dilihatnya lelaki tua itu terkejut.”(BLTT:51)

Pada data di atas kata berkaca-kaca bukan bermaksud menyatakan mata yang ada kacanya tetapi menyatakan maksud sedang menangis atau mengeluarkan air mata sehingga tampak seperti kaca.

37) “Ketertarikan itupun baru ia dapatkan di kota sana setelah pikirannya dicuci


(44)

Sebenarnya kata dicucibermakna membasuh sesuatu benda mengunakan air, namun kalimat di atas tuturan pikirannya dicuci tidak berarti pikirannya dibasuh dengan menggunakan air,akan tetapi tuturan tersebut bermakna dipengaruhi. Pikirannya dipengaruhi oleh acara seminar dan kelompok diskusi. 38) “Ketika itu, yang di dalam pikirannya adalah sosok besar yang puluhan tahun

merontokkan suara kebebasan bangsa ini.” (BLTT:58)

Kata merontokkan biasanya digunakan pada benda yang memiliki bentuk nyata untuk menyatakan gugur, jatuh, mengelupas, atau luruh.Namun, data di atas

merontokkan ditujukan pada suarasehingga mengakibatkan pergeseran makna.Jika dilihat dari keseluruhan kalimat di atas, makna yang bisa ditarik adalah kepemimpinan yang mengekang kebebasan berpendapat pada bangsa Indonesia.

39)“Tatapan itu menenggelamkan wajah putranya” (BLTT:75)

Kata menenggelamkanmemiliki makna mengaramkan. Jika menenggelamkan ditujukan pada wajah, maka akan terjadi perubahan makna menjadi menyembunyikan. Jadi maksud dari data 39 di atas adalah putranya, yakni Monang menyembunyikan wajahnya dari tatapan ibunya.

40) “…sehingga dia dapat leluasa menjaring setiap gerakan si perempuan” (BLTT:115)

Kata menjaring biasanya berkaitan dengan cara menangkap ikan, namun pada tuturan data di atas menjaring bermakna mengamati.

41)Kidung apa yang bersemayam dibibirnya?” (BLTT:144)

Data 41 di atas memiliki arti mempertanyakan nyanyian atau lagu yang dinyanyikan oleh tokoh di dalam cerita, yakni Tesya.


(45)

42)“Ketenangan Monang di kampung ini hanya tinggal sehelai kain tipis.”(BLTT:219)

Pada data di atas, ketenangan diibaratkan sebagai sehelai kain tipis.

Maksud dari kedua tuturan tersebut, menyatakan ketenangan yang tinggal sedikit, merasa tidak aman.Ketenangan tipis, setipis helai kain.

4.1.4 Gaya bahasa antonomasia

Gaya bahasa antonomasia adalah gaya bahasa yang menggunakan sifat sebagai nama diri atau nama diri sebagai nama jenis atau menggunakan gelar, jabatan sebagai nama diri. Berikut adalah gaya bahasa antonomasia dalam novel

Bulan Lebam di Tepian Toba.

43) “Terbukti, tiga orang di sekelilingnya, lelaki bertubuh besar dan berkulit hitam sejak tadi mengapit si lelaki gemuk” (BLTT:3)

Data 43 di atas digolongkan sebagai gaya bahasa antonomasia, sebab nama pengganti orang yang digunakan adalah berdasarkan sifat-sifat orang tersebut. Pada kalimat di atas nama pengganti orang yaitusilelaki bertubuh besar,

dan si lelaki gemuk.

44)“Si atasan yang gemuk itu pun meludah” (BLTT:3)

Pada data di atas, si atasan menandakan jabatan yang dimiliki tokoh atau orang, namun digunakan sebagai nama pengganti orang tersebut. Oleh karena itu data di atas dapat digolongkan sebagai gaya bahasa antonomasia.

45)“... ujar si lelaki bersarung yang sejak tadi mendampinginya.” (BLTT:6) Pada data 45 di atas, seorang tokoh memiliki kebiasaan memakai

sarungoleh karena itu tokoh tersebut dipanggil dengan sebutan lelaki bersarung sebagai pengganti namanya.


(46)

46)“tak ada kepastian atas sah atau tidaknya surat yang disodorkan si lelaki bergigi kelam itu” (BLTT:24)

Tuturan lelaki begigi kelam pada data di atas merupakan metafora yang memiliki arti seseorang dengan kondisi gigi yang tidak sehat. Namun data di atas juga dapat digolongkan sebagai gaya bahasa antonamasia, karena silelaki bergigi kelam ditujukan sebagai pengganti nama orang diri tokoh tersebut.

47)“Dengan lagak seorang pendekar mabuk...”(BLTT:27)

Tuturan pendekar mabuk pada data 47 di atas ditujukan sebagai nama pengganti orang yang suka mabuk-mabukan atau minum minuman keras. Oleh karena itu, data di atas digolongkan sebagai gaya bahasa antonomasia.

4.1.5 Gaya Bahasa Litotes

Gaya bahasa litotes adalah suatu gaya bahasa yang dipakai guna merendahkan diri dengan membalikkan kenyataan yang sebenarnya. Berikut adalah data yang diperoleh dari novel Bulan Lebam di Tepian Toba yang mengandung gaya bahasa litotes.

48)“Saya sebagai orang bodah yang mewakili kampung ini mau bertanya.” (BLTT:56)

Data 48 di atas mengandung pertentangan antara kenyataan dengan perkataan.Tokoh saya mengatakan dirinya sebagai orang bodoh.Dalam kenyataan sebenarnya tidak demikian, karena terdapat tuturan mewakili kampunguntuk mengajukan pertanyaan.Orang yang bisa menjadi perwakilan kampung bukanlah orang bodoh.Tokoh saya sebenarnya orang kritis dan memiliki wawasan luas, Dia menyebutkan dirinya sebagai orang bodoh semata-mata bertujuan untuk rendah hati dan tidak sombong.


(47)

4.1.6 Gaya Bahasa Personifikasi

Personifikasi adalah bentuk gaya bahasa penginsanan. Menurut Gorys Keraf (2006:140) “Gaya bahasa personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarakan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.” Berikut adalah data yang mengandung gaya bahasa personifikasi yang diambil dari novel Bulan Lebam di Tepian Toba

49)“Bulan lebam di tepian toba”(judul novel)

Tuturan lebam biasanya menyangkut pada bagian tubuh manusia yang membiru akibat terkena benturan benda keras.pada kalimat di atas tuturan lebam ditujukan pada bulan yang notabene bukan insan atau manusia. Sehingga data 49 di atas dapat digolongkan sebagai gaya bahasa personifikasi. Maksud dari pernyataan tersebut adalah kejadian atau peristiwa memilukan sekaligus tragis yang dialami oleh orang batak toba bernama Hamonangan juga keluarganya. 50)“Alam raya pun tak perduli ketika Hotman mendorong tubuh Torang”

(BLTT:30)

Data 49 di atas mengandung gaya bahasa personifikasi atau penginsanan, yakni pada tuturan alam raya pun tak perduli, alam raya seolah-olah sama seperti manusia yang memiliki kesadaran dan memiliki rasa sosialuntuk perduli.

51)“…misteri pulau jawa gigih menerjang, memberikan pandangan lain baginya tentang dunia” (BLTT:40)

Tuturan gigih pada arti yang sebenarnya ditujukan atau berkaitan dengan manusia, namun di dalam data 51 gigih ditujukan pada pulau jawa yang


(48)

merupakan benda dan bukan bersifat insani.dengan demikian data 51 di atas dapat digolongkan sebagai data yang mengandung gaya bahasa personifikasi.

52)“Selama di bis tua itu, dia sadar, delapan tahun sudah banyak mengubah wajah

huta-nya” ( BLTT:44)

Dalam data 52 di atas, huta-nya seolah-olah menyatakan punya wajah sama seperti manusia. Huta merupakan kata benda yang memiliki arti perkampungan penduduk.

53)“Dia memutuskan untuk menjenguk bangunan yang dipakai sebagai makam nenek moyangnya itu.” (BLTT:47)

Data 53 di atas juga mengandung gaya bahasa personifikasi. Tuturan

menjenguk bangunanbiasanya ditujukan kepada manusia.Menjengukberguna untuk memperkuat kesan artistik kalimat tersebut.

54)“Di kala senja mulai terasa siap dibantai malam.” (BLTT:178)

Tuturan dibantai pada data di atas biasanya digunakan untuk menjelaskan suatu perlakuan manusia kepada manusia lain. Senja dan malam bukanlah mahluk hidup, melainkan keterangan waktu. Oleh karena itu data di atas digolongkan sebagai gaya bahasa personifikasi.

55)“Irama dan desir angin di luar gubuk pun singgah ke dada mereka”(BLTT:180)

Tuturan singgah biasanya dilakukan oleh manusia, namun dalam data 55 di atas tuturan singgah ditujukan kepada yang bukan mahluk hidup atau manusia, melainkan desir angin. Makna yang bisa ditarik dari kalimat tersebut yaitudesir angin mengena ke dada mereka.


(49)

Data 56 tersmasuk gaya bahasa personifikasi sama seperti data 52. Pagi

dinyatakan seolah-olah punya wajah seperti manusia.Maksud dari data 56 di atas adalah menyatakan bahwa waktu pagi belum tiba.

4.1.7 Gaya Bahasa Hiperbola

Gaya bahasa hiperbola merupakan gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang melebih-lebihkan serta terlampau membesarkan suatu hal. Berikut adalah gaya bahasa hiperbola dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba.

57)“Orang-orang tahu, zaman kelak mengempur dan melenyapkan wibawa dan mantra sang datu” (BLTT:4)

Di dalam data 57, tuturan menggempur dan melenyapakan merupakan pernyataan berlebihan.Wibawa sang datu seolah-olah akan diperangi menggunakan tank, pesawat tempur dan peralatan perang lainnya. Padahal arti yang dimaksudkan adalah menghilangkan wibawa datu dengan perlahan seiring waktu berjalan.

58)“Ratusan tahun moyangnya juga telah menggerakkan bajak, memindahkan gunung juga mata air” (BLTT:4)

Jika kita lihat pada data 58, tuturan memindahkan gunungmerupakan pernyataan yang sangat berlebihan. Memindahkan gunung bukanlah perkara mudah, bahkan sepertinya tidak akan pernah mungkin terjadi. Maksud yang bisa ditarik kesimpulannya dari kalimat di atas adalah moyangnya telah bekerja, menjadikan daerah pegunungan menjadi lahan pertanian, dan membangun sistim irigasi.

59)“Hamonangan datang memanggul ransel dan berton-ton beban suka duka khas intelektual kaum kota yang tersisih. (BLTT:43)


(50)

Data di atas mengandung istilah melebih-lebihkan atau hiperbola.Hamonangan disebutkan datang memanggul ransel juga beban berton-ton di pundaknya.Tidak ada manusia yang sanggub mengangkat beban sampai berton-ton, karena manusia memiliki batas kekuatan.Data 59 bermaksud menyatakan bahwa, Hamonangan sangat terbebani oleh pikiran-pikiran yang tidak jelas.

60)“Diratusan bulan yang muncul di cakrawala, kemudian terbanglah di tempurung kepala dan kehidupan mereka” (BLTT:38)

Pada data 60, terdapat kata bulan.Bulan merupakan benda langit yang mengintari bumi, juga disebut sebagai satelit bumi dan hanya ada satu di dalam galaksi kita ini.Namun data 60 menyebutkan diratusan bulantuturan tersebut sudah sangat berlebihan.

61)“Aku memperhatikanmu Monang, ujarnya dengan bahasa selembut embun dibunga yang baru merekah” (BLTT:123)

Data 61 di atas mengandung gaya bahasa hiperbola. Tuturan selembut embun dibunga yang baru merekah merupan pernyataan yang melebih-lebihkan.Maksud dari pernyataan tersebut adalah menjelaskan tentang lembutnya bahasa yang diujarkan tokoh aku yakni si datu dalam mengujarkan kata kepada Monang.

62)“Menatapi para anak-anak sekolah yang berjalan jauh melintas lembah dan bukit setiap akan berangkat atau pulang kerumahnya” (BLTT:128)

Pernyataan melintas lembah dan bukit merupakan pernyataan yang melebih-lebihkan.Anak-anak sekolah belum tentu benar-benar melintas lembah dan bukit.Tuturan tersebut bertujuan untuk mengambarkan perjuangan yang harus dilakukan anak-anak sekolah dalam menuntut ilmu setiap harinya.


(51)

4.1.8 Gaya Bahasa Klimaks

Gaya bahasa klimaks adalah jenis gaya bahasa yang memaparkan suatu hal berturut-turut dari yang sederhana hingga pada hal yang paling penting. Menurut Gorys Keraf (2006: 124) “Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya. Berikut ini adalah data yang diambill dari novel Bulan Lebam di Tepian Toba yang mengandung gaya bahasa klimaks.

63)“Setiap hari, hingga satu minggu, hingga satu bulan, orang-orang tak berani bicara” (BLTT:21)

Data 63 di atas merupakan gaya bahasa klimaks karena menyebutkan urutan-urutan mulai dari yang paling kecil hingga paling besar, yakni urutan waktu mulai dari hari, minggu, hingga ke bulan.

64)“Dia menyusuri kampung kelahiran, setumpuk kesedihan dan kebahagiaan masa muda, bagian masa lalu yang berpilin, mengendap, dan menghentak.” (BLTT:36)

Data 64 di atas juga merupakan gaya bahasa klimaks, ditunjukkan pada kata-kata yang berurutan mulai dari yang paling kecil hingga besar yakni mulai dari berpilin, kemudian mengendap dan selanjutnya menghentak.


(52)

Gaya bahasa tautologi adalah jenis gaya bahasa repetisi yaitu perulangan kata dalam satu kontruksi. Berikut adalah data yang mengandung gaya bahasa tautologi dari novel Bulan Lebam di Tepian Toba.

65)“Sesak, padat, tumpat, padat menghantam dada yang tak seberapa bidang” (BLTT:36)

Data 65 di atas merupakan gaya bahasa tautologi. Kata sesak, padat, tumpatsebenarnya mengacu pada makna yang sama, yakni bermakna ruang yang sedikit, sangat penuh, penuh sesak dan tumpat.

66)“Membuat suara mereka tak terdengar oleh telinga satu orang pun.” (BLTT:30)

Di dalam data 66, kata terdengar sudah mengacu pada kata telinga, sebab telinga berguna untuk mendengar. Oleh sebab itu data di atas digolongkan pada gaya bahasa tautologi.

67)“...memperlihatkan emosi dan kemarahan yang tersimpan.” (KBBT:33)

Kata emosi dalam data 67 di atas sebenarnya telah mengacu pada

kemarahan.Jadi kalimat di atas mengandung perulangan kata dalam satu konstruksi.

68)“Diantara fajar yang bersemi dengan pijar merah.” (BLTT:176)

Dalam data 68, fajar dan pijar merah sebenarya mengacu makna yang sama. Fajar merupakan cahaya kemerah-merahan di langit sebelah timur menjelang mata hari terbit. Oleh sebab itu data 68 digolongkan sebagai gaya bahasa tautologi.

69)“Bagiku dia hanya bicara di mulut saja” (BLTT:188)

Kata bicara dalam data 69 di atas sebenarnya sudah mengacu pada mulut, sebab alat untuk berbicara adalah mulut.Jadi, dapat disimpulkan bahwa data 69


(53)

mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu gagasan.

4.1.10 Gaya Bahasa Paradoks

Gaya bahasa paradoks adalah jenis gaya bahasa yang mengandung pertentangan. Menurut Panuti Sudjiman (2006 :136) “Paradoks adalah semacam gaya bahasa pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hal yang menarik perhatian karena kebenarannya. Berikut adalah gaya bahasa paradoks dalam Bulan Lebam di Tepian Toba karya Sihar Ramses Simatupang.

70)“…diseluruh cerita masa lalunya, sebagai seorang japang-japang di kampung itu, dadanya kerap membusung, kini Cuma bisa meniupkan nafas kelelahan” (BLTT:31)

Data 70 di atas mengandung pertentangan antara masa lalu dengan masa sekarang.Di masa lalu tokoh Torang adalah orang yang paling disegani dikampung halamannya, seorang japang-japang yang artinya adalah memiliki karisma yang tinggi.namun sekarang tidak berarti apa-apa lagi, hanya bisa meniupkan nafas kelelahan yang artinya tidak bisa berbuat apa-apa lagi sebab usianya sudah tua.

71)“Si anak hilang telah pulang tetapi harga dirinya telah hilang” (BLTT:41) Data 71 mengandung pertentangan antara pulang dengan hilang.Meskipun Monang telah kembali ke kampung halamannya tetapi harga dirinya sebenarnya telah hilang karena karena kegagalannya dalam akademisi yang membuat banyak kecewa para saudaranya khususnya Torang yakni ayahnya.


(54)

Data di atas mengandung pertentangan antara sedih dengan tak berair mata.Tuturan pada data 72 tersebut bermaksud kesedihan yang tertahan di hati. 73)“Saya sepakat dengan ganda, saya juga tidak setuju...” (BLTT:56)

Data 73 di atas adalah gaya bahasa paradoks, yakni karena mengandung pertentangan antara sepakat dengan tidak setuju. Maksud dari tuturan di atas adalah masyarakat yang mencapai kesepakatan untuk tidak setuju pada penanaman pohon di kampung halaman sebab ada maksud terselubung dari penanaman pohon tersebut.

74)“Maka pertemuan itu pun ricuh, sekalipun untuk sesaat” (BLTT:57)

Data 74 di atas mengandung gaya bahasa paradoks. Tuturan pada data di atas menyatakan suatu kerusuhan dan kekacauan namun untuk sesaat saja.

75)“Sekalipun tubuhya agak tirus, dengan kerut dikening pertanda senja siap menyergap, namun kecantikan itu tetap tak lekang.” (BLTT:177)

Data 75 di atas mengandung gaya bahasa paradoks, yaitu pernyataan yang mengandung pertentangan antara tirus, kerut dikening,senja menyergap dengan

kecantikan tetap tak lekang. Maksud dari data 75 di atas adalah bahwa, meskipun tubuh Tesya kurus, tidak terawat, dan meskipun sudah tidak muda lagi namun Tesya tetap terlihat cantik.

4.1.11 Gaya Bahasa Sarkasme

Sarkasme adalah jenis gaya bahasa yang mengandung celaan yang sangat kasar. Gaya bahasa jenis ini bisa menyakiti hati, menyinggung perasaan dan tidak enak untuk didengar. Berikut adalah penggunaan gaya bahasa sarkasme dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba.


(55)

76)“Bukan aku yang jatuh, mati kau nanti. Habis harta bapakmu, tahu kau?” (BLTT:12)

77)“Eh, jangan asal cakap kau ya! Racun itu mulutmu!” (BLTT:25)

78)“Bah, kau kira aku kalah! Jangan senang dulu kau. Tinggal kolor kau nanti pulang” (BLTT:13)

79)“Anak gila kau, kenapa kau gagal kuliah? Mabuk, atau punya anak kau di kota sana?” (BLTT:81)

80)“Anak tak tahu diri, demonstrasi, keluar dari kampus. Bangga kali kau mengatakan itu” (BLTT:81)

81)Perempuan tak tahu malu. Gila, memalukan!” (BLTT:87)

Pada data 76, tuturan mati kau nanti, beserta data 77, tuturan racun itu mulutmu merupakan celaan yang sangat kasar.Mulut manusia disamakan seperti racun berbahaya yang dapat merenggut nyawa.Kemudian pada data 78, tuturan

tinggal kolor kau nanti pulang juga merupakan hinaan kasar yang tidak enak didengar, langsung ditujukan kepada tokoh bernama Hotman. Selanjutnya pada tuturan anak gila kaumemiliki arti mengalami gangguan jiwa dan tidak normal. Tuturan tersebut dapat menyebabkan sakit hati terhadap orang lain. Begitu juga pada data 80 terdapat tuturan anak tak tahudiri, beserta data 81 terdapat tuturan

peremuan tak tahu malu.

4.1.12 Gaya Bahasa Anastrof

Gaya bahasa anastrof menurut Gorys Keraf (2006:130) “adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pambalikan susunan kata yang biasa dalam


(56)

kalimat.” Berikut ini adalah penggunaan gaya bahasa anastrof dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba karya Sihar Ramses Simatupang.

82)“Pasti terkejut mereka nanti begitu tahu kau belum mati.” (BLTT:50)

Data 82 di atas merupakan gaya bahasa anastrof, karena tuturan pada data tersebut mengalami perubahan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Predikat biasanya berada di tengah kalimat.Namun, predikat pada data 82 di atas yakni

terkejut berada di awal kalimat dan objek berada pada bagian tengah kalimat.

4.2 Diksi Dalam Novel Bulan Lebam di Tepian Toba

Diksi adalah penggunaan kata yang tepat dalam menyampaikan suatu gagasan sehingga dapat menimbulkan efek tertentu terhadap pembacanya.Pada novel karya Sihar Ramses Simatupang, diksi yang dipergunakan adalah kosa kata bahasa daerah (bahasa batak) dan kosa kata bahasa asing (bahasa inggris).

4.2.1 Penggunaan Kosa Kata Bahasa Batak

Novel Bulan Lebam di Tepian Tobaberkisar pada kebudayaan batak toba.tokoh utama, yakni Monang adalah seorang putra batak. Oleh karena itu, banyak sssekali istilah dan tuturan bahasa batak toba di dalam novel tersebut.berikut adalah penggunaan bahasa batak toba dalam novel Bulan Lebam di Tepian.

83) “…dan batang-batang padi di petak hauma milik penghuni huta”(BLTT:1) 84) “Wajah orang takjub mendengarkan si datu marumpasa” (BLTT:2)

85) “Aku nyerah lae, ujar poltak” (BLTT:10) 86) “Itu tanah oppung-nya” (BLTT:28)


(57)

87) “…kebudayaan yang mereka bentuk lewat aksara, rumah panggung, upacara adat, tortor,gondang, ulos, simin, dan tarombo marga” (BLTT:37)

88) “Apa kata uda dan amangboru?” (BLTT:41) 89) “Santabi amang” (BLTT:49)

90) “Ai ise do ho” (BLTT:49)

91) “Cuma si Tesya, pahompuku si florida saja yang kupikirkan” (BLTT:79) 92) “Anakku, hasianku” (BLTT:79)

93) “Monang, nanti sebelum pulang kau marsuap ya.” (BLTT:92) 94) “Mual yang bening di daerahnya” (BLTT:95)

95) “Ada binanga yang indah” (BLTT:97) 96) “Mereka lalu mencari anduhur”(BLTT:97) 97) “Anakonku do hamoraon di au” (BLTT:112) 98) “Menyaksikan pelaksanaan onan” (BLTT:128)

99) “Ai hu ingot do amang, sude na tingki i digalmit ho ma bohikki, ai ima tingki na naeng marsirang hita” (BLTT:136)

100) “Mereka ingin kau membawa aku mangalua” (BLTT:233)

Pemakaian kosa kata bahasa batak tampak pada data 83 hingga data 100, yaitu hauma ‘ladang’, huta ‘desa’, marumpasa ‘berpantun’, oppung

‘kakek/nenek’, tortor‘tarian’, gondang ‘gendang’, simin ‘makam’, amangboru‘paman’, pahompuku ‘cucuku’, hasianku ‘sayangku’, marsuap ‘membasuh, mual‘mata air’, binanga ‘sungai’, anduhur‘burung perkutut’, onan

‘pasar tradisional’, dan mangalua ‘menikah’. Bahkan bukan hanya kosa kata, kalimat yang seutuhnya menggunakan bahasa batak juga bisa kita lihat pada data


(58)

90, yakni ai ise do ho? ‘siapa sebenarnya anda?’ dan data 97 anakkonku do hamoraon di auadalah sebuah pribahasa yang berarti bahwa anak merupakan kekayaan yang paling berharga. Pada data 99 ai hu ingot do amang, sude na tingki i digalmit ho ma bohikki, ai ima tingki na naeng marsirang hita adalah lirik lagu yang dinyanyikan oleh Tesya, artinya adalah ‘aku masih ingat semuanya ketika kau belai wajahku, di situlah saatnya kita akan berpisah’

4.2.2 Penggunaan Kosa Kata Bahasa Asing

Dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba kita bisa melihat penggunaan kosa kata bahasa inggris yakni sebagai berikut.

101) “Surat perjanjian juga di-laminating(BLTT:24) 102) “Bila perlu, aku jangan naik di pool-nya (BLTT:66)

103) “Maksudku, apa kita masuk dalam daftar black list”(BLTT:66) 104) “Lelaki itu malah tak minum tuak, atau bir tau soft drink”(BLTT:131) 105) Tanpa sadar ia mendapati kuliahnya tak selesai. Drop out”(BLTT:133) 106) hidung mancung, agak membengkok mengingatkannya pada patung

fiberglass dalam pameran di sebuah galeri di Jakarta” (BLTT:85)

107) “…datang memprotes pabrik kertas yang limbah pulp-nya sampai membuat kotor seluruh sungai hingga kedanau toba” (BLTT:183)

Penggunaan kosa kata bahasa asing oleh Sihar Ramses Smatupang dalam novelnya seperti yang tampak dalam data 101 hingga data 107 yakni, kata

laminating, pool, black list, soft drink, drop out,fiberglass, pulp adalah kata juga frasa yang sudah sering digunakan dalam kalimat bahasa Indonesia.Penggunaan kosa kata asing dipengaruhi oleh latar belakang tokoh yang menuturkan kosa kata


(59)

asing tersebut.Sebagai contoh tokoh Hamonangan,latar belakang kehidupan sosialnya adalah seorang akademisi. Oleh karena itu, dalam menuturkan bahasa, kata-kata yang dipergunakan tidak lepas dari istilah bahasa inggris, walaupun sebenarnya dalam bahasa Indonesia ada istilah yang menjelaskan kata tersebut. bahasa asing tersebut dianggab lebih ilmiah dan dianggap dapat menyatakan maksud si penutur bahasa.


(60)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Bedasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap novel Bulan Lebam di Tepian Toba karya Sihar Ramses Simatupang, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Novel Bulan Lebam di Tepian Toba(BLTT) mengandung banyak gaya bahasa. Gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa alegori, simile, metafora, antonomasia, litotes, personifikasi, hiperbola, klimaks, tautologi, paradoks, sarkasme, dan anastrof.

2. Gaya bahasa yang sering digunakan dalam novel BLTT adalah gaya bahasa simile dan gaya bahasa metafora.

3. Gaya bahasa mempengaruhi nilai suatu karya sastra di mata publik. 4. Gaya bahasa merupakan unsur penting dalam karya sastra, semakin

tinggi gaya yang digunakan maka semakin tinggi nilai karya tersebut di mata penikmat sastra.

5. Interpretasi terhadap gaya bahasa yang muncul bisa bermacam-macam dan beragam, tergantung penilaian si pembaca terhadap karya sastra tersebut. Semua interpretasi atau tafsiran makna dari gaya bahasa yang muncul dapat dibenarkan dan dianggap sah


(1)

53 Daftar Pustaka

Aminudin. 1995. Stilistika: Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra. Semarang:IKIP Semarang Press.

Endraswara, Suwardi. 2008.Metodologi Penelitian Sastra.Yogyakarta:Media Pressindo

Kamus Besar Bahasa Indonesia.(Edisi ke-3).2005. Jakarta:Pustaka Utama. Keraf, gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa.Jakarta :Gramedia

Natawidjaja, p. Suparman.1986.Apresiasi Stilistika. Jakarta:Intermasa Oemarjat, Boen S. 2006.Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta:Dian Rakyat

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2007. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Yogyakarta:Indonesiatera

Pradopo, Rahmat Djoko. 2001. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta:Gajah Madah University Press.

Ramlan.2005. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta:Karyono Wellek, Rene.1995. Teori Kesusastraan. Jakarta:Gramedia

Laelasari, Nurlailah.2006. kamus Istilah Sastra. Bandung:Nuansa Aulia Tarigan, Henry Guntur.1984. prinsip-prinsip dasar sastra. Bandung:Angkasa Simatupang, Sihar Ramses.2009.Bulan Lebam di Atas Tepian Toba. Jakarta:Kikilangit Kencana


(2)

Subroto, D. Edi. 1999. Telaah Stilistika Novel berbahasa Jawa Tahun 1980-an. Jakarta:Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Sudjiman, Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta:Pustaka Utama Grafiti Internet :

Handayani, D. Retno. 2010. Kajian Stilistika Novel Sirah Ay.Suharyana (skripsi). Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Diakses pada tanggal 3 september 2014

7 september 2014


(3)

55 Lampiran I

Sinopsis

Novel Bulan Lebam di Atas Tepian Toba mengisahkan tentang kehidupan seorang putra toba bernama Monang, mahasiswa dan aktivis di jakarta. Yang karena kehidupan pilitik pemerintahan sebuah rezim telah membuatnya harus kabur dan kembali kekampung halamanya di sebuah huta, di daerah tapanuli.

Di kampung halaman banyak iajumpai perubahan setelah ia tinggalkan dan lama tidak pulang. Kerinduan mendalam kepada sang ibunda,ia tumpahkan pada pelukannya yang sangat erat ketika tiba dirumahnya dan mendapati ibundanya disana. Monang disambut hangat pelukan dari ibundanya, namun berbeda dengan dengan ayahnya.Ia harus menerima tamparan juga hujatan serta amarah yang berapi-api karena mengetahui bahwa kuliah Monang tidak selesai. Timbul penyesalan dan perasaan bersalah di dalam hati Monang, ditambah lagi setelah ia mengetahui bahwa abangnya Hagandaon telah meninggal karena dibunuh. Hagandaon dibunuh oleh Hotman dan komplotanya karena permasalahan di meja perjudian.Tesya istri Hagandaon harus membesarkan sendiri anaknya Florida. Tiba-tiba saja Tesya menjadi gila ketika mengetahui bahwa ia akan dijodohkan dengan lelaki lain. Masyarakat huta pun sepakat untuk memasung Tesya karena tingkahnya yang membuat warga ketakutan. Datu


(4)

Sipalatua pun membebaskan Tesya karena mengetahui bahwa Tesya hanya berpura-pura gila untuk menghindari perjodohannya dengan lelaki lain.

Di suatu pagi yang tenang, monang mencari tempat yang cocok diantara perbukitan di dekat huta untuk merenung dan mengenang kisah yang pernah Ia lalui di huta itu sewaktu kecil. Tanpa sengaja, Monang melihat kakak iparnya Tesya sedang menari-nari di antara ilalang, di balik perbukitan itu.monang pun mendekat, mencoba menyaksikan indahnya lekuk tubuh kakak iparnya. tanpa sadar Monang terlampau dekat dan akhirnya menubruk tubuh kakak iparnya. Lama mereka saling bertatapan yang akhirnya melahirkan benih-benih cinta di antara keduanya.

Mereka berdua, Monang dan Tesya sepakat untuk melarikan diri meninggalkan kampung halamanya setelah dendam keluarganya terbalaskan kepada Hotman atas kematian Hagandaon.


(5)

57 Lampiran II

Riwayat penulis

Sihar Ramses Simatupang adalah penyair muda berdarah batak yang lahir di Jakarta, 1 Oktober 1974. Menamatkan studi di Fakultas Sastra Universitas Airlangga Surabaya.Pernah bergabung di komunitas Gapus dan Teater Puska di Surabaya.Karya-karya yang diciptakan berupa cerpen, novel, dan puisi.

Salah satu karya cerpenya berjudul Tak Ada Pilihan Lain(1998),Batu Merayu Malam(2003), Narasi Seorang Pembunuh(2004). Novel perdananya berjudul Lorca,Memoir Penjahat Tak Dikenal (2006)

Beliau aktif membacakan puisi di berbagai acara. Mengeditori antalogi puisi bersama, seperti Nubuat Labirin Luka (2005) dan Maha Duka Aceh (2005).Saat ini bekerja sebagai jurnalis di Harian Umum Sore sinar harapan.


(6)

JADWAL PENELITIAN

2014 2015

No KEGIATAN

november desember januari februari maret april

I I I I I I I V

I I I I I I I V

I I I I I I I V

I I I I I I I V

I I I I I I I V

I I I I I I I V

1 Pembimbing I

2 Pembimbing II

3 Seminar Proposal

4 Perbaikan Proposal

5 Pengumpulan Data

6 Pengolahan Data

7 Penulisan Skripsi 8 Pemeriksaan Skripsi I 9 Pemeriksaan Skripsi II


Dokumen yang terkait

BAHASA FIGURATIF NOVEL CINTA DI DALAM GELAS KARYA ANDREA HIRATA: KAJIAN STILISTIKA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM Bahasa Figuratif Novel Cinta Di Dalam Gelas Karya Andrea Hirata: Kajian Stilistika Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Sastra Di SMP.

0 6 15

BAHASA FIGURATIF NOVEL CINTA DI DALAM GELAS KARYA ANDREA HIRATA: KAJIAN STILISTIKA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI Bahasa Figuratif Novel Cinta Di Dalam Gelas Karya Andrea Hirata: Kajian Stilistika Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran

3 24 27

GAYA KATA DALAM NOVEL TRILOGI RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI: KAJIAN STILISTIKA DAN Gaya Kata Dalam Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari: Kajian Stilistika Dan Relevansinya Sebagai Bahan Ajar Bahasa Indonesia Di SMA.

1 9 23

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM NOVEL TERATAK Analisis Gaya Bahasa Dalam Novel Teratak Karya Evi Idawati.

1 7 11

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM NOVEL TERATAK KARYA EVI IDAWATI Analisis Gaya Bahasa Dalam Novel Teratak Karya Evi Idawati.

0 2 19

Politik identitas etnis batak toba dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba karya Sihar Ramses Simatupang.

2 19 199

GAYA BAHASA DALAM NOVEL AYAH KARYA ANDREA HIRATA

1 15 12

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Gaya Bahasa dalam Novel Bulan Lebam di Tepian Toba Karya Sihar Ramses Simatupang: Kajian Stilistika

0 1 14

ANALISIS GAYA BAHASA PADA NOVEL ANAK PONDOK SENJA KARYA MULASIH TARY (KAJIAN STILISTIKA)

0 0 12

GAYA BAHASA DALAM NOVEL KUMANDANGING KATRESNAN KARYA ANY ASMARA (KAJIAN STILISTIKA) - UNWIDHA Repository

0 11 28