UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Antioksidan Berdasarkan penelitian yang dilakukan Muhamma Raza, et al.,
2006 senyawa thymoquinone yang terdapat dalam minyak atsiri biji jinten hitam dalam bentuk minuman untuk pencegahan yang diberikan
selama 5 hari 8 mgkgday p.o. terbukti dapat melindungi mencit dari hepatotoksisitas yang diinduksi oleh CCl
4
. Efek hepatoprotektif dari TQ terhadap hepatotoksisitas yang diinduksi oleh CCl
4
ditunjukkan oleh pencegahan yang signifikan untuk peningkatan serum ALT, AST
dan LDH yang terkait dengan penghambatan yang signifikan dalam produksi peroksida oleh lipid di hati.
c. Antikanker Pada jurnal Hassan, et al., 2008, telah dilakukan penelitian efek
thymoquinone sebagai antikanker pada sel karsinoma hepatoseluler HepG2. Studi ini dilakukan dengan memberikan pengobatan pada sel
karsinoma hepatoseluler HepG2 dengan TQ konsentrasi bertingkat 25-400 µM selama 12-24 jam. Kemudian kelangsungan hidup dan
proliferasi dari sel uji dimonitor. Hasil dari studi ini dapat dilihat berdasarkan data yang menunjukkan bahwa pengobatan sel dengan
konsentrasi 200 µM menghasilkan penghambatan yang signifikan dari kelangsungan hidup sel pada 12-24 jam dibandingkan dengan
kontrol.
2.2 Minyak atsiri
Minyak atsiri merupakan kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga
memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah.
Minyak atsiri memiliki bagian utama berupa senyawa terpenoid yang merupakan penyebab wangi, harum, atau bau
yang khas pada banyak tumbuhan. Semua terpenoid berasal dari molekul isoprena CH
2
=CCH
3
–CH=CH
2
dan kerangka karbonnya dibangun oleh
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penyambungan dua atau lebih satuan C
5
ini. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu
monoterpena dan seskuiterpena yang mudah menguap C
10
dan C
15
, diterpena yang lebih sukar menguap C
20
, sampai ke senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoid dan sterol C
30
, serta pigmen karotenoid C
40
. Golongan senyawa lainnya mungkin terdapat bersama-sama dengan terpena
di dalam
minyak atsiri
seperti fenilpropanoid,
dll
harborne, 1987.
Secara kimia, terpena minyak atsiri terdiri dari dua golongan yaitu monoterpena dan seskuiterpena, berupa isoprenoid C
10
dan C
15
dengan masing-masing memiliki titik didih yang berbeda, yaitu monoterpena 140-
180
o
C dan seskuiterpena 200
o
C harborne, 1987.
Berdasarkan struktur kimianya, senyawa monoterpena terdiri dari tiga golongan, yaitu asiklik misalnya geraniol, monosiklik misalnya
limonene, atau bisi klik misalnya α- dan - pinene. Dalam setiap
golongan, monoterpena dapat berupa hidrokarbon tak jenuh misalnya limonene atau dapat mempunyai gugus fungsi dan berupa alkohol
misalnya mentol, aldehida, atau keton misalnya menton, carvone harborne, 1987.
2.3 Penguraian dan Penstabilan Bahan Obat
Kebanyakan penguraian bahan farmasi dapat digolongkan sebagai hidrolisis atau oksidasi. Kebanyakan obat mengandung lebih dari satu
gugus fungsional, dan obat ini mungkin bisa terhidrolisis dan teroksidasi bersama-sama. Reaksi lain seperti isomerisasi, epimerasi, dan fotolisis
juga dapat mempengaruhi kestabilan obat dalam berbagai produk cairan, padatan, dan semisolid Martin, et al., 1993.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.1 Reaksi Hidrolisis
Obat dengan gugus fungsi seperti eter, amine, keton, ester, amida, lakton atau laktam secara umum dapat mengalami degradasi yang
disebabkan hidrolisis. Air memiliki peran penting dalam terjadinya reaksi hidrolisis. Hal ini disebabkan karena air berperan sebagai media terjadinya
interaksi Fathima, et al., 2011; Niazi, 2007 .
Reaksi hidrolisis adalah reaksi penguraian garam oleh air atau reaksi ion-ion garam dengan air. Garam-garam yang berasal dari asam
lemah atau basa lemah atau keduanya akan terurai dalam air membentuk asam bebas dan basa bebas. Reaksi salah satu atau kedua ion larutan
garam dengan air menyebabkan perubahan konsentrasi ion H
+
maupun ion OH- dalam larutan. Akibatnya, larutan garam dapat bersifat asam, basa,
maupun netral. Dalam penguraian garam dapat terjadi beberapa kemungkinan: Hardjono, 2005
1. Ion garam bereaksi dengan air menghasilkan ion H
+
, sehingga menyebabkan [H
+
] dalam air bertambah mengakibatkan [H
+
] [OH
-
] dan larutan bersifat asam.
2. Ion garam bereaksi dengan air menghasilkan ion OH
-
, sehingga menyebabkan [H
+
] [OH
-
] dan larutan bersifat basa. 3. Ion garam tidak dengan air sehingga [H
+
] dalam air akan tetap sama dengan [OH
-
] dan air akan tetap netral pH=7. Contoh:
HCl + NH
4
OH NH
4 +
+ Cl
-
+ H
2
O 2.3.2
Reaksi Oksidasi
Reaksi dekomposisi pada larutan obat yang umum terjadi pada senyawa selain hidrolisis adalah oksidasi. Reduksi merupakan
penambahan elektron pada molekul dan oksidasi merupakan pelepasan elektron dari molekul. Dalam kimia organik, oksidasi sering dianggap
sinonim dengan lepasnya hidrogen dehidrogenasi. Bila suatu reaksi melibatkan molekul oksigen biasanya disebut autooksidasi karena
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
biasanya terjadi secara spontan dalam keadaan normal. Oksidasi sering melibatkan radikal bebas dan yang diikuti reaksi-reaksi berantai. Radikal
bebas adalah molekulatom yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan seperti R, hidroksil bebas OH, dan molekul oksigen O-
O. Radikal ini cenderung untuk menarik elektron dari zat lain sehingga terjadi oksidasi. Dalam kebanyakan reaksi oksidasi, laju reaksi berbanding
lurus dengan konsentrasi dari molekul pengoksidasi tetapi mungkin tidak bergantung pada konsentrasi oksigen. Reaksi ini biasanya dikatalisis oleh
oksigen, logam berat, dan peroksida organik. Obat dengan gugus fungsi aldehid, alkohol, fenol, alkaloid, atau yang mengandung minyak dan
lemak tak
jenuh mudah
mengalami reaksi
oksidasi ini
Martin, et al., 1993; Fathima, et al., 2011; Niazi, 2007.
2.3.3 Reaksi Isomerisasi
Reaksi isomerisasi merupakan proses kimia dari suatu senyawa yang berubah menjadi bentuk senyawa isomer lainnya namun tetap
memiliki komposisi kimia yang sama dengan senyawa asalnya hanya memiliki perbedaan pada struktur atau konfigurasi sehingga memiliki sifat
fisika dan kimia yang berbeda juga dengan senyawa asalnya. Senyawa isomer yang terbentuk ini mungkin juga memiliki sifat farmakologi atau
toksikologi yang berbeda Fathima, et al., 2011
.
2.4 Emulsi
2.4.1 Pengertian Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang
merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air ow. Sebaliknya, jika air atau
larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam
minyak wo FI IV. Sistem emulsi berkisar dari cairan lotio yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memiliki viskositas relatif rendah sampai salep atau krim, yang merupakan semisolid. Diameter partikel dari fase terdispersi umumnya berkisar dari
0,1-50 µm James, 2007. Pada dasarnya suatu sistem emulsi tidak stabil karena masing-
masing partikel memiliki kecenderungan untuk bergabung dengan partikel sesama lainnya. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu
fase ketiga atau bagian ketiga dari emulsi yaitu zat pengemulsi emulsifying agent Ansel, 1989. Bahan pengemulsi umumnya dibedakan
menjadi tiga golongan besar, yaitu surfaktan, hidrokoloid, dan zat padat terbagi halus. Golongan pengemulsi tertentu dipilih terutama berdasarkan
stabilitas shelf-life yang dikehendaki, tipe emulsi yang diinginkan, dan biaya zat pengemulsi Lachman, et al., 1994.
2.4.2 Tujuan Emulsi dan Emulsifikasi
Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak dalam air memungkinkan pemberian obat yang harus dimakan tersebut memiliki
rasa yang lebih enak walaupun sebenarnya minyak yang diberikan tidak enak rasanya, dengan menambahkan pemanis dan pemberi rasa pada
pembawa airnya, sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai ke lambung. Ukuran partikel yang diperkecil dari bola-bola minyak dapat
mempertahankan minyak tersebut agar lebih dapat dicernakan dan lebih mudah diabsorpsi Ansel, 1989.
2.4.3 Komponen Pembentuk Emulsi
Komponen pembentuk emulsi secara umum yaitu: a. Fase Minyak
Secara umum fase minyak dari emulsi merupakan suatu zat aktif yang memiliki aktivitas farmakologi. Parafin cair, minyak castor,
minyak ikan, minyak wijen merupakan contoh minyak yang biasa diformulasi menjadi emulsi untuk sediaan oral. Minyak biji kapas,
minyak kacang kedelai, dan minyak safflower biasa digunakan sebagai
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
emulsi untuk penggunaan infus. Minyak turpentine dan benzyl benzoate biasa diformulasi emulsi untuk penggunaan eksternal
Aulton and Taylor, 2001. b. Fase Air
Fase air atau pelarut yang digunakan dalam pembuatan emulsi adalah aquademineralisata. Aqua demineralisata ini diperoleh dengan
cara penyulingan, pertukaran ion, osmosis terbalik, atau cara lain yang sesuai. Air yang digunakan harus bebas mineral, partikel, dan mikroba
Rowey, Sheskey dan Owen, 2006. c. Emulsifying Agent Emulgator
Dalam membentuk emulsi yang stabil bahan pembentuk emulsi ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan antara fase
minyak dan air atau merusak lapisan yang mengelilingi globul emulsi Silva, et al., 2011.
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tragakan. Tragakan 1,5 dipilih karena merupakan emulgator
alam dan berdasarkan penelitian sebelumnya dihasilkan emulsi dengan viskositas yang paling baik Warda, 2013. Tragakan tidak larut dalam
air, etanol 95, dan pelarut organik lain. Meskipun tidak larut dalam air namun tragakan dapat mengembang 10 atau 20 kali dari beratnya
baik di
dalam air
panas ataupun
air dingin
Rowey, Sheskey dan Owen, 2006; Anief, 2006. Data praformulasi dari tragakan yaitu: HOPE, 6th Edition
Sinonim :
gum tragacanth, tragacantha Organoleptis
: serbuk, berwarna
putih hingga
kekuningan, tidak berbau, membantuk lapisan transparan
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, ethanol
95, dan pelarut organik lain. Bisa mengembang dengan cepat dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sepuluh kali beratnya dalam air baik air panas atau dingin
Keasaman-kebasaan : pH 5-6 pada larutan terdispersi 1 wv
Nilai keasaman : 2-5
Kandungan air : 15 ww
Manfaat penggunaan : agen
pensuspensi, agen
peningkat viskositas
Stabilitas dan penyimpanan : stabil pada pH 4-8 dan pada wadah tertutup rapat dengan kondisi sejuk dan
kering Inkompatibilitas
: menurunkan efek sebagai pengawet pada benzalkonium klorida, klorbutanol, dan
methylparaben Selain tragakan, zat pengemulsi dan penstabil untuk sistem
farmasi adalah sebagai berikut: Tabel 2.3 Jenis-jenis Zat Pengemulsi dan Penstabil Untuk Sistem Farmasi
[sumber: Ansel, 1989]
d. Pengawet Pengawet yang digunakan disini adalah Na benzoat dengan
konsentrasi 0,1. Na benzoat dipilih sebagai pengawet karena kompatibel dengan tragakan. Na benzoat larut dalam etanol 95
1:75, etanol 90 1:50, dan air pada suhu 20
o
1:1,8 dan pada suhu 100
o
1:1,4. Na benzoat memiliki aktivitas sebagai bakteriostatik dan anti jamur yang optimal pada pH 2-5 serta pada kondisi basa hampir
1. Bahan-bahan karbohidrat Akasia gom, tragakan, agar, kondrus
2. Zat-zat protein Gelatin, kuning telur, dan kasein
3. Alkohol dengan bobot molekul tinggi
Stearil alkohol, setil alkohol, dan gliseril monostearat
4. Zat-zat pembasah, yang bisa bersifat kationik, anionik, dan nonionik.
Kationik: benzalkonium klorida Nonionik: ester-ester sorbitan dan turunan
polietilen 5. Zat padat yang terbagi halus
Tanah liat
koloid termasuk
bentonit, magnesium
hidroksida, dan
aluminium hidroksida
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tidak memiliki efek Rowey, Sheskey and Owen, 2006. Data praformulasi dari natrium benzoat yaitu:
Sinonim :
sodium benzoic acid, benzoic acid sodium salt
Organoleptis : berupa serbuk, granul, atau kristal yang
sedikit higroskopis, berwarna putih, tidak berbau
Kelarutan : ethanol 95 1 in 75, ethanol 90
1 in 50, air 1 in 1,8; 1 in 1,4 at 100
o
C Keasaman-kebasaan
: pH 8 Densitas
: 1,497-1,527 gcm
3
at 24
o
C Manfaat penggunaan
: pengawet, lubrikan tablet dan kapsul Stabilitas dan penyimpanan : penyimpanan pada wadah tertutup rapat
dengan kondisi sejuk dan kering Inkompatibilitas
: inkompatibel dengan
senyawa kuartener, gelatin, garam Fe, garam
kalsium, logam berat seperti merkuri, perak
e. Pemanis Pemanis yang digunakan yaitu sukrosa. Sukrosa merupakan
pemanis yang umum digunakan dalam pembuatan sediaan oral. Sukrosa disini berfungsi untuk menutupi rasa dari sediaan yang kurang
enak. Konsentrasi sukrosa sebagai pemanis pada sediaan oral yaitu 50- 67. Sukrosa praktis tidak larut dalam kloroform, larut dalam etanol
1:400, etanol 95 1:170, propan-2-ol 1:400, dan air pada suhu 20
o
C 1:0,5
dan pada
suhu 100
o
C 1:0,2
Rowey, Sheskey and Owen, 2006.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.4 Evaluasi Sediaan Emulsi
Evaluasi sediaan emulsi ini dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari suatu sediaan emulsi dalam jangka waktu penyimpanan tertentu.
Evaluasi sediaan emulsi ini dilakukan melalui pengamatan organoleptis bau, warna, pengamatan secara fisik viskositas, diameter globul rata-
rata, pH, dan volume creaming, serta pengamatan secara kimia degradasi zat aktif Martin, et al., 1993; Ansel, 1989; Lachman, et al., 1994.
2.4.5 Stabilitas Sediaan Emulsi
Stabilitas merupakan suatu kemampuan produk obat atau kosmetik agar dapat mempertahankan spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian produk Djajadisastra, 2004. Kestabilan dari
emulsi farmasi berciri tidak adanya penggabungan fase dalam, tidak adanya creaming, dan memberikan penampilan, bau, warna, dan sifat-sifat
fisik lainnya yang baik Martin, et al., 1993. Beberapa fenomena yang menjadi parameter dalam menentukan
ketidakstabilan fisik dalam emulsi yaitu: a.
Creaming Creaming merupakan peristiwa pembentukan agregat dari bulatan
fase dalam yang memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk naik ke permukaan emulsi atau jatuh ke dasar emulsi tersebut daripada
partikel-partikelnya sendiri Martin, et al., 1993. b. Koalesen
Koalesen merupakan proses penipisan atau terganggunya lapisan film antardroplet sehingga menyebabkan adanya fusi dari dua atau
lebih droplet yang ukurannya menjadi lebih besar dari ukuran semula Wiley, et al., 2013.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Cracking
Kerusakan yang paling besar dari emulsi adalah cracking. Pada fenomena ini emulsi terpisah menjadi dua fase yaitu fase minyak dan
fase air dan tidak dapat bercampur meskipun dilakukan pengocokan Ansel, 1989.
Selain uji stabilitas fisik, ada juga uji stabilitas kimia pada emulsi. Uji stabilitas kimia pada emulsi salah satunya adalah dengan cara
menganalisis perolehan kembali zat aktif yang terkandung dalam emulsi. Stabilitas kimia dari molekul sediaan merupakan hal yang sangat penting
karena berhubungan dengan efek dan keamanan dari suatu produk obat. Pedoman dari FDA dan ICH menyebutkan berbagai persyaratan untuk uji
stabilitas yang bertujuan untuk mengetahui kualitas bahan obat dan produk obat seiring dengan perubahan waktu dibawah pengaruh berbagai kondisi
lingkungan. Studi tentang stabilitas molekul membantu untuk memilih formula yang tepat dan pengemasan yang baik sekaligus untuk mengetahui
kondisi penyimpanan serta umur simpan. Studi stabilitas ini mencakup studi stabilitas jangka panjang, studi stabilitas dipercepat. Studi jangka
panjang dilakukan selama 12 bulan dan studi dipercepat dilakukan dalam waktu 6 bulan. Selain itu, ada juga forced degradation studies yang
dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, yaitu dalam hitungan minggu. Hasil dari forced degradation studies ini dapat digunakan untuk
pengembangan indikasi dari metode yang digunakan dalam studi jangka panjang dan dipercepat M. Blessy, et al., 2013.
Menurut Zhang, 2014 uji stabilitas komponen kimia minyak biologi dilakukan dengan penyimpanan selama 21 hari kemudian
dianalisis perubahan komponen kimia penyusun minyak tersebut.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5 Demulsifikasi
2.5.1 Pengertian Demulsifikasi
Demulsifikasi adalah pemecahan emulsi sehingga sediaan terpisah menjadi 2 fase yaitu minyak dan air dengan menurunkan stabilitas seperti
menghancurkan film interface dengan cara menaikkan suhu, pengadukan, atau menggunakan zat lain yang dapat mengganggu kestabilan
Wasirnuri, 2008.
2.5.2 Metode Demulsifikasi
Menurut Anil, Syed, and Ana, 2008, metode demulsifikasi dibagi menjadi dua, yaitu metode fisika dan metode kimia dimana metode fisika
dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu melalui pemanasan, mekanik, dan elektrik.
a. Metode Kimia Pada metode ini dilakukan penambahan demulsifier pada emulsi.
Misalnya yaitu aseton, n-butanol, dan 2-propanol yang telah terbukti berfungsi sebagai demulsifier yang efektif pada aplikasi tertentu
Anil, Syed, and Ana, 2008, juga HCl pekat untuk memecah krim kosmetik Rohman and Che man, 2009.
b. Metode Fisika Beberapa metode fisika untuk demulsifikasi yaitu dengan
pemanasan, sentrifugasi, high shear, ultrasonik, disolusi pelarut, dan medan elektrostatik bertegangan tinggi. Metode non konvensional
lainnya yang telah banyak diteliti yaitu dengan menggunakan microwave dan membran kaca berpori Anil, Syed, and Ana, 2008.
1. Pemanasan Prinsip dari metode pemanasan ini adalah terjadi penurunan
viskositas serta peningkatan kelarutan dari surfaktan. Hal ini akan mengakibatkan
melemahkan lapisan
film pada
sediaan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Anil, Syed, and Ana, 2008. Pada jurnal Abdurahman dan Rosli, 2011 yang membandingkan antara metode pemanasan untuk
demulsifikasi antara modern yang menggunakan microwave dengan konvensional dan didapatkan hasil bahwa metode modern
dengan microwave lebih efisien dalam pemisahan emulsi air dalam minyak.
2. High Shear Metode demulsifikasi ini menggunakan alat High Shear.
Prinsip kerja dari alat ini yaitu akan merusak membran atau lapisan dari globul emulsi Anil, Syed, and Ana, 2008.
3. Medan Elektrostatik Bertegangan Tinggi Mekanisme demulsifikasi dengan metode ini belum dapat
diketahui secara keseluruhan. Secara umum dengan adanya medan listrik akan membuat droplet mengalami polarisasi dan elongasi,
begitu juga dengan droplet yang berada di dekatnya, sehingga mereka akan menarik satu sama lain dan membentuk droplet yang
lebih besar. Metode ini merupakan metode demulsifikasi yang paling efisien dan ekonomis dilihat dari peralatan yang digunakan
dan parameter pengoperasiannya Anil, Syed, and Ana, 2008. 4. Sentrifugasi
Metode pemisahan
emulsi ini
menggunakan alat
sentrifugasi. Prinsipnya menggunakan gaya sentrifugal yang dipercepat untuk memisahkan dua atau lebih substansi yang
memiliki perbedaan densitas antara cairan atau antara cairan dengan solid El-Sayed and Mohammad, 2014. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Abdurahman, et al., 2009 yang telah melakukan studi pemisahan emulsi minyak dalam air Virgin
Coconut oil
dengan menggunakan
sentrifugasi yang
memvariasikan kecepatan sentrifugasi yaitu antara 6000-12000
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
rpm dengan waktu yang divariasikan juga yaitu antara 30-105 menit didapatkan hasil paling baik adalah dengan menggunakan
kecepatan 12000 rpm selama 105 menit.
2.6 Ekstraksi Cair-cair
Ekstraksi merupakan proses pemisahan dari suatu bahan berupa padatan atau cairan. Ekstraksi merupakan salah satu teknik yang sangat
penting untuk isolasi dan pemurnian dari suatu bahan organik. Ekstraksi dengan pelarut adalah pemisahan antar bagian dari suatu bahan
berdasarkan pada perbedaan sifat melarut dari masing-masing bagian bahan terhadap pelarut yang digunakan
.
Pelarut organik yang biasa digunakan adalah senyawa hidrokarbon pelarut lemak dan minyak seperti
alkohol dan aseton Harborne, 1987.
Berdasarkan wujud bahannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi padat
cair digunakan untuk sampel yang berupa padatan dengan pelarutnya berupa cairan. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat
cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut yang dapat melarutkan salah satu zat. Metode ekstraksi pelarut menggunakan pelarut
yang dapat bercampur dengan sampel untuk menarik senyawa target yang berada pada sampel. Idealnya, pelarut yang dipilih memiliki polaritas yang
dekat dengan senyawa target. Pelarut mudah menguap seperti heksan, benzen, ether, etil asetat, dan dikloro metan biasanya digunakan untuk
ekstraksi senyawa mudah menguap. Heksan cocok untuk ekstraksi senyawa non polar seperti hidrokarbon alifatik, benzen cocok untuk
senyawa aromatik, eter dan etil asetat cocok untuk senyawa yang relatif polar mengandung oksigen. Ekstraksi umumnya dilakukan dengan
mengocok sampel dan pelarut di dalam corong pisah. Metode ekstraksi ini merupakan metode yang efisien namun waktu ekstraksi dengan metode ini
panjang Handbook of Analytical Method, hal: 45-46.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada jurnal Gudipati, Mette, Anne, dan Charlotte, 2004 disebutkan untuk mengisolasi senyawa yang mudah menguap dapat digunakan
beberapa teknik, yaitu melalui destilasi vakum, ekstraksi dengan pelarut, static and dynamic headspace sampling DHS, dan solid phase
microextraction SPME.
2.7 Gas Chromatography - Mass Spectrometry