Analisa Kuantitatif Gula pereduksi

menggunakan Na-tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel equivalent dengan kuprooksida yang terbentuk dan juga equivalent dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan atau larutan. b. Metode Munson-Walker Penentuan gula cara ini adalah dengan menentukan banyaknya kuprooksida yang terbentuk dengan cara penimbangan atau dengan melarutkan kembali dengan asam nitrat kemudian menitrasi dengan tiosulfat. Jumlah kuprooksida yang terbentuk equivalent dengan banyaknya gula reduksi yang ada dalam larutan dan telah disediakan dalam bentuk tabel hammon, yakni hubungan antara banyaknya kuprooksida dengan gula reduksi. c. Metode Lane-Eynon Penentuan gula cara ini dengan menitrasi reagen soxhlet larutan CuSO4, K-N-tartrat dengan larutan gula yang diselidiki. Banyaknya larutan sampel yang dibutuhkan untuk menitrasi reagen soxhlet dapat diketahui banyaknya gula yang ada dengan melihat pada tabel Lane-Eynon Sudarmadji, 1987 d. Metode Nelson-Somogyi Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan menggunakan reaksi tembaga arsenomolibdat. Kupri mula-mula direduksi menjadi bentuk kupro dengan pemanasan larutan gula.Kupro yang terbentuk berupa endapan selanjutnya dilarutkan dengan arsenomolibdat menjadi molybdenum berwarna biru yang menunjukan konsentrasi gula.Dengan membandingkan terhadap larutan standart, konsentrasi gula dalam sampel dapat ditentukan. Reaksi warna yang terbentuk dapat menentukan konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur absorbansinya Sudarmadji, 1987.

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring terjadinya krisis energi khususnya bahan bakar minyak BBM yang diinduksi oleh meningkatnya harga BBM Bahan Bakar Minyak dunia telah membuat Indonesia perlu mencari sumber bahan bakar alternatif yang mungkin dikembangkan di Indonesia. Penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan menipisnya cadangan minyak bumi dan terjadinya pemanasan global karena memproduksi gas rumah kaca terutama Karbon Dioksida. Salah satu alternatif energi nonfosil yang menguntungkan adalah bioetanol. Bioetanol adalah senyawa alkohol yang diperoleh melalui proses fermentasi karbohidrat dengan bantuan mikroorganisme. http:Agilonbettermen,2007 Saat ini banyak dikembangkan bahan bakar nabati berupa bioetanol yang berasal dari singkong. Namun seiring berjalannya waktu ternyata solusi tersebut menimbulkan masalah. Pembuatan Bioetanol dari bahan baku singkong mengundang pro dan kontra sehingga dikhawatirkan akan terjadi persaingan antara kebutuhan bahan bakar dan bahan pangan. Singkong merupakan salah satu sumber bahan pangan yang penting dan berpotensi untuk dijadikan bahan pangan sumber karbohidrat selain beras. Tentunya hal ini sangat mendukung program pemerintah dalam mewujudkan diversifikasi pangan. Maka dari itu perlu dikembangkan bahan bakar alternatif sumber bioetanol dari bahan non-pangan agar kepentingannya tidak bertolak belakang dengan kebutuhan pangan. Hidayat, R et al. 2009 Berdasarkan penelitian sebelumnya telah dilakukan pembuatan bioetanol dari hasil hidrolisis selulosa ampas tebu secara fermentasi dengan variasi penambahan ragi roti dan lama waktu fermentasi oleh Feri Susanto 2008 dan pembuatan bioetanol dari hasil hidrolisis selulosa jerami padi secara fermentasi dengan variasi penambahan ragi roti dan lama waktu fermentasi oleh Lisma Sari 2010. Pada penelitian tersebut hanya dibahas mengenai variasi penambahan ragi roti dan lama waktu fermentasi tanpa membahas pengaruh lama waktu hidrolisis selulosa untuk menghasilkan larutan gula hasil hidrolisis. Melihat dari sumber bahan baku bioetanol yang dapat dibuat dari berbagai macam tanaman penghasil karbohidrat contohnya tanaman yang menghasilkan nira bergulasukrosa tinggi. Oleh karena itu penulis merasa tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui kadar etanol dari sabut kelapa.